Tinta Media

Kamis, 28 Desember 2023

Insentif Guru Mengaji Tak Menjadi Solusi

Tinta Media - Program insentif guru mengaji merupakan salah satu program prioritas bupati Bandung, yang mempunyai tujuan untuk memuliakan para guru ngaji dan ulama, para guru ngaji yang sudah terdaftar, mendapatkan insentif berupa uang tunai, fasilitas BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan. 

Program tersebut merupakan bentuk apresiasi dari bupati kepada para guru ngaji yang sudah berdedikasi memberikan ilmu agama, sebagai fondasi bagi generasi muda penerus bangsa. 

Di kutip dari @detik.news.com pemerintahan Kabupaten Bandung berupaya meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan warganya. Upaya ini di lakukan melalui kebijakan yang di tuangkan dalam beberapa program yang berpihak pada kelompok menengah bawah. Salah satu program unggulan tersebut adalah pemberian insentif guru ngaji, yang di anggarkan untuk para guru ngaji dengan alokasi anggaran mencapai sekitar RP 109 miliar per tahun. Detikjabar.com ( Senin, 19 Juni 2023) 

Pemberian insentif guru ngaji tersebut telah tercantum dalam peraturan bupati (perbup) kabupaten Bandung nomor 51 tahun 2021 tentang pemberian insentif bagi Guru Ngaji. 
Bupati Bandung Dadang Supriatna menceritakan, awal tercetusnya ide untuk memperhatikan para Guru ngaji adalah, dirinya pernah memiliki pengalaman saat menjadi kepala desa ( kades) di desa Tegalluar, kecamatan Bojong soang, Dadang menceritakan, bagaimana sulitnya seorang guru ngaji mendapatkan kesejahteraan. 

Menurutnya, seorang ulama atau Guru ngaji harus di perhatikan, hal tersebut merupakan pondasi kokohnya satu negara. Dadang mengungkapkan, saat ini terdapat sekitar 20,100 ustadz atau guru ngaji di kabupaten Bandung. Dan semuanya mendapatkan insentif dari pemkab Bandung. 

Program tersebut juga mendapatkan penghargaan Anugerah program terpuji kategori pengembangan pendidikan keagamaan dalam acara detikjabar Awards 2023 di Hotel the Trans jalan Gatot Subroto kota Bandung, Senin 20/06/2023. 

Program tersebut memanglah sangat baik, dan seperti memberikan angin segar bagi para guru ngaji, terutama di kabupaten, yang selama ini tidak di perhatikan oleh pemerintah pusat, namun apakah program tersebut akan berjalan sesuai dengan perencanaan? Atau benar-benar meningkatkan taraf hidup dari para guru ngaji? 

Untuk beberapa wilayah di kabupaten Bandung program guru mengaji sudah berjalan, namun dana tersebut ternyata belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan keluarga, dari nominal yang di hitung pun tidak sesuai, namun walaupun begitu guru mengaji sangat bersyukur. 

Mendidik generasi dan mengajar kan ilmu agama merupakan kewajiban, untuk masa depan mereka, dan untuk menjadikan mereka mempunyai kepribadian Islam yang khas, namun saat ini mengajarkan ilmu agama hanya sebatas pembiasaan dan transfer ilmu saja, apalagi yang tidak di dasari dengan penguatan akidah Islam yang cukup. Sehingga menjadikan mereka butuh tak butuh terhadap pendidikan agama, mereka hanya mencukupkan belajar agama sampai di bangku SMP atau bahkan SD. 

Tak jarang anak SMP ketika di tanya mengapa mereka tidak mau mengaji ketika sudah melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi? Kebanyakan mereka menjawab cukup SMP saja, SMA sudah sibuk, lalu bagaimana mereka bisa mempersiapkan masa depan agamanya? Sementara memperdalam ilmu agama hanya di cukupkan pada pendidikan ibadah ritual saja. 

Inilah faktanya di tengah-tengah masyarakat, guru mengaji hanya bisa mengajarkan di waktu yang terbatas, dan anak-anak murid nya pun mereka hanya mau untuk mengaji karena dorongan perintah orang tua, bukan menjadi sebuah kebutuhan yang harus mereka penuhi untuk menjadikan mereka generasi yang mempunyai akidah yang kuat dan juga kepribadian Islam yang khas. 

Di dalam Islam, pendidikan agama bukan hanya tugas guru mengaji, namun ada peran utama yang harus  di jalankan, yaitu peran orang tua, yang memberikan pendidikan dasar akidah Islam kepada anak-anaknya, meskipun si anak tidak mendapatkan pendidikan agama di pesantren, dan peran guru mengaji menjadi salah satu sarana dan uslub untuk menjadikan anak -anak mempunyai kepribadian Islam yang terpercaya. 

Dan di dalam Islam peran guru mengaji, mendapatkan upah yang luar biasa dari negara (daulah) Dan negara wajib menjamin kesejahteraan para tenaga pendidik terutama guru agama yang mendidik generasi peradaban yang memiliki syaksiyah  Islam, sebagai bekal untuk menjadi agen perubah. 

Dan semua itu hanya bisa terwujud dalam sistem yang berasaskan islam dan pemimpin yang menerapkan syariat Islam dalam bingkai daulah khilafah islam. 

Wallahu'alam bishowab.

Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media 

Selasa, 26 Desember 2023

Rakyat Dizalimi dengan Pajak

Tinta Media - Dari hari ke hari, beban rakyat semakin terasa berat, mulai dari kenaikan harga pangan, sampai kebijakan-kebijakan pemerintah yang dirasa menambah berat beban kehidupan. Salah satu kebijakan yang menambah berat beban hidup rakyat adalah adanya kebijakan mengenai pajak. Selama ini, pemerintah menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara atau daerah. 

Seperti halnya yang dilakukan oleh Bupati Bandung pada saat menyosialisasikan penerapan manajemen risiko di Kecamatan Rancabali, pada Selasa (12/12/23). Beliau merasa optimis bisa merealisasikan target pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bandung hingga mencapai Rp1,3 triliun pada tahun 2023, yaitu dengan penerapan manajemen risiko pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). 

Menurut Bupati Bandung, untuk mencapai realisasi PAD tersebut, harus dibarengi dengan pertimbangan risiko terendah. Bupati Bandung berharap apabila risiko diminimalisir, semuanya akan terkendali dan target realisasi pajak akan tercapai. 

Di dalam sistem demokrasi, pajak adalah sumber utama pendapatan negara. Jadi, bagaimanapun caranya, negara akan terus melegitimasi cara untuk menambah, termasuk   memungut pajak kepada rakyat. Padahal, pajak tersebut sangat memberatkan rakyat. 

Belum lagi harga-harga kebutuhan pangan semakin melonjak, ditambah kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat. Hal ini semakin menambah beban hidup rakyat. 

Di sini jelas bahwa pemerintah memalak rakyat melalui pajak. Selalu saja rakyat kecil yang jadi korban, sedangkan pejabat dan pengusaha kaya yang berpenghasilan triliunan rupiah mendapat amnesti pajak, meskipun mangkir dari kewajiban membayar pajak. 

Bahkan,  para pejabat bisa memanfaatkan jabatannya sebagai ladang korupsi, sehingga kasus korupsi di dirjen pajak sangat mencengangkan. 

Pemerintah berdalih bahwa pajak yang terkumpul diklaim untuk membiayai sektor publik. Akan tetapi, pada kenyataannya, rakyat tidak merasakan manfaat pajak karena yang diklaim dibangun atau disubsidi oleh pajak, pada kenyataannya tetap mahal. Salah satunya tarif listrik dan air yang katanya disubsidi, ternyata harganya tetap mahal.

Begitu pun harga gas melon, semakin hari semakin naik harganya. Tentu saja ini dirasakan berat oleh rakyat kecil. Juga pada pembangunan kereta api, jalan tol, rumah sakit, sekolah, semua tarifnya mahal, sehingga rakyat kecil tidak bisa merasakan. 

Apalagi untuk bisa mengakses kesehatan, rakyat harus membayar iuran BPJS dan itu dirasakan berat oleh masyarakat kecil. Sementara, BPJS dari pemerintah sangat sulit didapat. 

Liberalisasi kepemilikan adalah salah satu produk dari sistem demokrasi kapitalis, yaitu ketika kekayaan alam dikuasai oleh swasta. Salah satu contoh adalah penguasaan BBM dan batu bara yang dikuasai oleh asing. Walhasil, harga BBM dan batu bara akan tinggi dan pastinya akan berpengaruh pada ongkos produksi tarif dasar listrik. Ini karena pembangkit listrik menggunakan BBM dan batu bara. 

Akan tetapi, seandainya BBM dan batu bara dikelola oleh negara, tentunya tarif listrik bisa murah. Begitu pun pada pengelolaan sumber daya alam lainnya. Ketika negara menguasai dan mengelolanya, pasti masyarakat akan merasakan manfaatnya.

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pajak. Di dalam Islam, pajak bukan menjadi sumber pendapatan utama negara. Pajak atau dharibah dibebankan hanya kepada kaum muslimin yang kaya saja. Itu pun dipungut apabila kas negara kosong dan ada kebutuhan dana yang mendesak. 

Akan tetapi, hal ini sangat jarang dilakukan karena baitul mal memiliki sumber pemasukan yang melimpah. Salah satu pemasukan kas baitul mal adalah dari kepemilikan umum. 

Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh swasta. Negaralah yang menguasai dan mengolah kepemilikan umum dan hasilnya untuk pemasukan negara yang digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Inilah urgensi penerapan syariat Islam. Rakyat tidak akan dibebani dengan pajak dan pemimpin Islam akan menjadi raain yang akan mengurusi semua kepentingan rakyat. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Anggaran Pembangunan demi Oligarki, Petaka Menanti

Tinta Media - Infrastruktur merupakan kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk menunjang seluruh aktivitas manusia, misalnya jalan, kereta api, waduk, rumah sakit, listrik dan lain-lain. Pembangunan ini bertujuan untuk kemaslahatan bersama, baik dalam aspek ekonomi, sosial, ataupun lingkungan. 

Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Bandung terus mendorong pembangunan infrastruktur jalan di daerah agar semua jalan berstatus jalan mantap. Bupati Bandung mengatakan bahwa untuk biaya pembangunan infrastruktur jalan sudah disiapkan dana sebesar Rp500 miliar setiap tahun dari APBD 2024. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk terus meningkatkan fasilitas lainnya, seperti sistem penyediaan air minum (SPAM) dan juga anggaran pekerjaan mendesak untuk perbaikan jalan pasca bencana. 

Pembangunan infrastruktur jalan di daerah tentunya mempunyai peranan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena daerah dengan kecukupan Infrastruktur, dalam arti mempunyai aksesibilitas yang tinggi, akan mempunyai produktivitas yang tinggi pula. Maka dari itu, untuk mewujudkan infrastruktur dibutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. 

Pemerintah pusat pun telah menganggarkan Rp32,7 triliun untuk perbaikan jalan rusak di seluruh daerah selama tahun 2023-2024. Namun, yang akan dilaksanakan tahun ini sebesar Rp14,9 triliun, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. 

Penambahan anggaran ini tentu saja akan menambah jumlah pembangunan infrastruktur di daerah. Dengan adanya proyek pembangunan jalan ini, diharapkan semua berjalan sesuai rencana dan target pemerintah. 

Pengawasan yang lebih ketat wajib dilakukan oleh pemerintah dan pihak yang berwenang untuk mencegah adanya kebocoran dana yang sering terjadi pada proyek pembangunan. Jangan sampai anggaran yang sangat besar ini malah masuk ke kantong-kantong tikus berdasi. 

Selain itu, harus pemerintah ketahui bahwa selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari pembangunan jalan yang terus dilakukan ini. Dampak negatifnya adalah berkurangnya lahan produktif pertanian, berkurangnya lahan terbuka hijau, rusaknya lingkungan hidup di sekitar pembangunan jalan, dan meningkatnya polusi udara. 

Pertanyaannya adalah apakah pemerintah memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan yang jor-joran? Apakah penambahan anggaran pembangunan jalan tersebut murni untuk mempercepat pemerataan pembangunan di daerah? 

Kemungkinan besar, di sistem demokrasi kapitalisme ini pembangunan jalan dibuat atas asas manfaat sehingga pemerintah membangun akses jalan untuk menggelar karpet merah kepada para pelaku usaha bermodal besar atau kapitalis untuk mengguritakan usahanya ke daerah-daerah. 

Dalam sistem ini, penguasa menyerahkan kedaulatan di tangan pemilik modal. Alhasil, terwujudlah politik oligarki yang menyatukan kekuasaan yang korup dengan keserakahan pemilik modal. Akhirnya, rakyat yang selalu jadi korban. 

Negara dengan sistem ekonomi kapitalisnya, dengan tangan terbuka mempersilahkan pihak asing untuk berinvestasi dan mengelola SDA negeri ini. Selama kerja sama tersebut menghasilkan keuntungan bagi oligarki, pembangunan pun akan terus dilakukan, tidak peduli pada kondisi lingkungan yang rusak akibat alih fungsi lahan yang serampangan. 

Lebih dari itu, seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa penambahan anggaran pembangunan jalan ini dilakukan demi mengejar ketertinggalan infrastruktur dari negara-negara berkembang lainnya. 

Inilah kenyataan yang terjadi di sistem demokrasi kapitalisme ini. Pembangunan dilakukan hanya sebatas pencapaian di dunia dan pengakuan dari manusia saja, bukan atas dasar tanggung jawab penguasa kepada rakyat, terutama sebagai bentuk ketakwaan kepada Sang Pencipta. 

Atas dasar itulah, bisa kita simpulkan bahwa negara telah gagal meriayah rakyat dengan mengesampingkan dampak kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang jor-joran yang bisa menyebabkan terjadinya bencana. Lagi dan lagi, rakyat yang selalu menjadi korban kerakusan para penguasa. 

Pemerintah harus belajar dari sistem Islam, bahwasanya infrastruktur dibangun dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap Sang Pencipta. Jangan sampai ada yang dirugikan, baik alam ataupun manusia. 

Oleh sebab itu, sebelum pembangunan dilaksanakan, Khalifah sebagai pemimpin melalui aparaturnya terlebih dahulu melakukan survei atau penelitian ke daerah-daerah yang betul-betul masih kekurangan infrastruktur. Tentunya dengan mempertimbangkan dampak baik dan buruk bagi lingkungan dan juga terkait kepemilikan lahan. Semua dilakukan agar pembangunan ini tidak menimbulkan masalah ke depannya. 

Khalifah akan berdialog dengan rakyat, mencari solusi jika ada lahan atau tanah rakyat yang termasuk ke dalam proyek pembangunan. Jika tidak ada kesepakatan, Khalifah tidak akan memaksa, tetapi akan terus bernegosiasi sampai rakyat setuju dan mendapat kompensasi yang layak sebagai ganti rugi lahan yang terpakai. 

Karena itu, dalam sistem Islam, tidak akan ada pembangunan yang merugikan rakyat. Ini berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme yang sering kali memanfaatkan kekuasaan untuk bertindak semena-mena terhadap lahan milik rakyat, bahkan dengan memberikan kompensasi yang tak sepadan.  

Sistem Islam menyandarkan seluruh kebijakan dalam pembangunan infrastruktur bagi rakyat hanya pada Al-Qu'ran dan Sunnah. Maka, bisa dipastikan bahwa penambahan anggaran pembangunan pun tidak akan asal-asalan. Semua itu dilakukan semata-mata karena ikrarnya seorang pemimpin kepada Sang Khalik untuk meriayah umatnya lahir dan batin. 

Inilah kenapa negara dengan sistem Islam mampu meriayah umat hampir 14 abad lamanya, baik muslim ataupun kafir. Selama mau hidup dalam aturan Islam, maka akan terjamin kesejahteraannya. Maka dari itu, hanya khilafah yang mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki, termasuk masalah penambahan anggaran pembangunan. 

Khalifah menjamin bahwa anggaran itu akan digunakan dengan amanah. Haram hukumnya jika memakan hak milik rakyat. Selama demokrasi kapitalis masih hidup di negeri ini, petaka terus silih berganti. Saatnya kita ganti dengan sistem Islam sebagai solusi hakiki.
Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta media 

Bukan Soal Menang atau Kalah

Tinta Media - Kontestasi capres cawapres semakin memanas mendekati 2024. Mereka Beradu visi misi untuk perubahan yang lebih baik. Dengan ekspresi meyakinkan, semua menjanjikan hidup masyarakat akan sejahtera jika terpilih. 

Acara debat digelar untuk menunjukkan kemampuan masing-masing sebagai calon capres cawapres yang layak di pilih. Tak lupa, hasil survei dengan menampilkan elektabilitas para calon menambah daya tarik agar masyarakat mau memilih. Mereka fokus agar menang dan bisa berkuasa lima tahun ke depan. 

Sesungguhnya, jabatan adalah amanah besar lagi berat, bukan sekadar menang atau kalah. Mereka yang menang mempunyai tanggung jawab mengurusi jutaan manusia agar bisa hidup layak. Itulah sebabnya, banyak yang berharap adanya pemimpin yang bisa menjadikan hidup lebih baik dari yang kemarin. Sebab, hari ini kehidupan sedang kacau. Ketenangan jauh dari harapan dan justru banyak manusia yang stres, depresi, hingga bunuh diri karena beratnya tekanan hidup. 

Pertanyaannya, mengapa dengan bergantinya pemimpin, khususnya negeri ini yang sudah tujuh kali, tetapi kehidupan tak kunjung membaik? 

Pertama, ongkos politik dalam sistem demokrasi kapitalisme hari ini dalam mendulang suara sangat mahal. Mereka memerlukan banyak suara untuk duduk di kursi kekuasaan. Sementara, suara artinya uang. 

Dengan memberikan berbagai bantuan, seperti sembako, peralatan pertanian, uang, perbaikan jalan mereka berharap mendulang banyak suara dari masyarakat. 

Hal ini dilihat sebagai peluang emas oleh para kapital untuk memodali para calon. Tentu tidak ada makan siang gratis. Para kapitalis ingin agar kantong mereka bertambah tebal ketika bisa menguasai penguasa yang didukungnya dengan membuat kebijakan yang berpihak pada mereka. 

Contoh, relokasi Rempang, IKN Penajam, Paser Utara, Seruyan Kalteng, Tambang pasir besi Pasirian Lumajang adalah secuil oligarki/para kapital di atas angin bisa leluasa menguasai lahan masyarakat untuk kepentingan mereka. Meskipun masyarakat menolak, tetapi tetap yang punya modallah yang memenangkan perkara. 

Kedua, besarnya modal yang dikeluarkan untuk meraih kursi tak seimbang dengan gaji yang didapat. Maka, jalan termudah menutup modal adalah dengan korupsi. Hal ini dianggap lumrah karena sistem yang dijalankan membuka celah tersebut. 

Tidak ada malu, apalagi merasa berdosa melakukan. Setiap kebijakan selalu berlandaskan manfaat materi. Halal atau haram tidak dihiraukan, yang penting harus ada manfaat materi. Sekali berenang, dua tiga pulau terlampaui. 

Ketiga, sejatinya yang berkuasa adalah para oligarki, karena tanpa uang tak mungkin bisa meraih kursi. Jadi, jangan berharap ada perubahan lebih baik meskipun berganti orang, karena sistem yang dijalankan tetap sama dengan yang lalu. 

Sejatinya, yang menang tetap pemodal. Rakyat pasti kalah dan memang sengaja dibuat kalah. Rakyat hanya di jadikan tumbal suara lima tahunan. Begitu meraih kekuasaan, tak sekali pun berpikir untuk kebaikan masyarakat yang ada. Yang dipikirkan hanya bagaimana lima tahun ke depan tetap bisa menikmati empuknya kursi kekuasaan. 

Begitulah ritme politik dalam sistem demokrasi kapitalisme. Rakyat hanya dibuai dengan janji. Namun, janji tinggal janji, dan tetaplah rakyat gigit jari menghadapi sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Maka, di sinilah pentingnya mengedukasi masyarakat. Selama sistem yang dijalankan adalah demokrasi kapitalisme, maka tidak akan ada perubahan sama sekali. Ibaratnya, ganti pemimpin sama seperti ganti baju, terapi isi tetap sama, yaitu hanya memihak pada yang punya modal. 

Saatnya ganti sistem, yaitu dengan menerapkan lslam yang berasal dari Sang Pencipta alam semesta yang pasti baik dan cocok untuk siapa saja dan kapan saja. Secara empirik, sistem ini telah terbukti selama 14 abad mampu menaungi berbagai suku, budaya, warna kulit, bahasa, bahkan agama yang berbeda-beda. 

Hal tersebut juga diakui Barat melalui pidato menakjubkan oleh pengusaha wanita dan sejarawan Carly Fiorina, CEO Hewlett-Packard Corporation. Pada pertemuan seluruh manajer perusahaan tersebut di seluruh dunia, pada 26 September 2001, Carly Fiorina menyampaikan, 

“Pernah ada suatu peradaban yang merupakan peradaban terbesar di dunia ..... Ketika negara-negara lain takut dengan pemikiran, peradaban ini berkembang pesat pada mereka, dan membuat mereka tetap hidup. Ketika banyak yang mengancam untuk menghapus pengetahuan dari peradaban masa lalu, peradaban ini membuat pengetahuan itu tetap hidup, dan meneruskannya kepada orang lain. 

Sementara, peradaban Barat modern memiliki banyak ciri peradaban yang saya bicarakan adalah dunia Islam dari tahun 800 hingga 1600, yang meliputi Kekaisaran Ottoman dan pengadilan Baghdad, Damaskus, dan Kairo, serta para penguasa tercerahkan seperti Suleyman yang Agung." 

Meskipun kita sering tidak menyadari utang kita kepada peradaban ini, pemberiannya merupakan bagian dari warisan kita. Industri teknologi tidak akan pernah ada tanpa kontribusi ahli matematika Arab. (Literasiisslam.com, 29/6/2022). 

Maka, sistem demokrasi kapitalisme hanya fokus pada menang atau kalah. Urusan rakyat tidak pernah menjadi prioritas. Apa masih mau dikelabui, padahal sudah berkali-kali tak pernah terbukti?  Keledai saja tidak akan terperosok dalam lubang yang sama sampai dua kali. Allahu a’lam.

Oleh: Umi Hanifah 
Sahabat Tinta Media

Tani Pekarangan, Solusi Pragmatis Kemiskinan

Tinta Media - Kemiskinan di Kabupaten Bandung yang diklaim turun ternyata tak sesuai dengan kenyataan. Terbukti, untuk mengatasi kemiskinan, saat ini pemerintah membuat program tani pekarangan dengan spirit menumbuhkan etos kerja baru sekaligus menyuplai gizi. 

Gerakan tani pekarangan ini diinisiasi oleh Yayasan Odesa Indonesia di kampung Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut, Kecamatan Cimenyan, bekerja sama dengan Bayan Tree Global Foundation dari Bintan. Saat ini, warga binaan untuk program tahun 2023 sudah mencapai 400 warga. 

Skema tani pekarangan dinilai sangat tepat untuk mengatasi kemiskinan di pedesaan dan mempunyai nilai yang setara dengan bantuan sosial dari pemerintah. Tani pekarangan bisa dijadikan sebagai kerja sampingan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih. Jika petani menanam sayuran di ladang hanya bisa panen 2 atau 3 kali dalam setahun, maka tani pekarangan bisa panen 7-8 kali dalam setahun. 

Bagi buruh tani yang memiliki lahan pekarangan sempit, mereka bisa menanam antara 100 hingga 200 sayuran dalam polybag. Kegiatan ini bisa berjalan dengan adanya penggerak lokal yang benar-benar serius dalam menjalaninya. 

Kegiatan tani pekarangan bisa melibatkan ibu rumah tangga dalam mengisi waktu luang dengan aktivitas menanam dan menjual, sehingga ibu-ibu tidak perlu membeli sayuran dan secara ekonomi bisa menghemat pengeluaran. 

Untuk menunjang skill dalam menanam, maka mereka diberi ilmu, edukasi, dan leadership melalui pendampingan jangka panjang dan berulang-ulang. Semua dilakukan dengan penuh kesabaran dan telaten sehingga mampu membuahkan etos kewirausahaan. Tentunya, tani pekarangan ini mempunyai kelebihan, yaitu bisa dijalankan di musim kemarau panjang, sementara bertani di ladang hanya bisa dijalankan saat musim hujan. 

Berbagai program telah dicanangkan, bahkan dilaksanakan oleh pemerintahan guna mengentaskan kemiskinan. Bantuan sosial pun terus mengalir walaupun dalam pendistribusiannya banyak yang tak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Begitu pun dengan program kartu tani untuk para petani, program smart farming, regenerasi pertanian, bantuan pupuk gratis dll. 

Pada kenyataannya, semua itu tak mampu mengentaskan permasalahan kemiskinan.
Jika saat ini program tani pekarangan menjadi inisiatif untuk mengurangi jumlah kemiskinan, tentu dalam hal ini pemerintah harus dengan sepenuh hati mengurusnya. Karena pada faktanya, banyak warga yang tinggal di sepetak tanah tanpa pekarangan dengan kondisi rumah berimpitan, kemudian juga banyak dari warga yang tidak mempunyai penghasilan tetap. 

Oleh karenanya, jangankan untuk modal tani pekarangan, untuk makan sehari-hari saja mereka pusing tujuh keliling. 

Di sisi lain, para petani yang memiliki lahan pertanian seakan-akan hidup mereka sulit untuk merasakan kesejahteraan. Setiap program yang diwacanakan selalu gagal saat direalisasikan. Pada akhirnya, mereka memilih untuk mengalihkan kepemilikan lahan. 

Tentu ini menjadi jalan mulus bagi para investor untuk berinvestasi yang disambut baik oleh pemerintah dengan harapan bisa meningkatkan perekonomian wilayah setempat. Pada akhirnya, lahan pertanian dijelma menjadi perumahan, tempat wisata, industri dan perusahaan besar. Sementara, tak banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat selain menerima nasib tanpa masa depan. 

Begitu banyak beban yang ditanggung oleh masyarakat dan terasa semakin berat. Penurunan kemiskinan hanya sebatas klaim pemimpin. Kehidupan sejahtera itu hanya milik para pengusaha. Kemewahan yang sering kali dipertontonkan oleh para selebriti menjadi sebuah hiburan bagi sebagian rakyat kecil. Adapun si miskin, mereka hanya menjadi objek konten para pemburu adsense dan untuk pencitraan belaka. 

Maka jelas, kemiskinan adalah masalah  kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak. Sistem ini telah nyata menghilangkan kemandirian dan  melumpuhkan kemampuan negara. 

Negara tak mampu menyejahterakan rakyat dengan segala sumber daya alam yang dimiliki. Dari sistem ini, lahir individu-individu rakus yang berkolaborasi dengan kelompok pemilik modal dan korporasi, yang menyetir kekuasaan untuk melegalisasi perampokan sumber daya alam. 

Maka jelas, kemiskinan yang terjadi saat ini karena masyarakat dimiskinkan oleh sistem yang diterapkan, yakni sistem kapitalisme neoliberalisme yang berasaskan manfaat. Ide dasar kebebasannya menjadikan sumber daya alam yang melimpah ruah dikuasai oleh para oligarki dan dinikmati oleh segelintir orang, yaitu para pemilik modal. Sistem kapitalisme menjadikan negara abai dan lalai terhadap tanggung jawab dalam mengurusi segala urusan rakyat. 

Lain halnya dengan sistem Islam yang aturannya lahir dari Sang Maha Pencipta Alam Semesta, Yang mengatur seluruh kehidupan dan manusia. Pertanggungjawaban atas segala permasalahan oleh sistem Islam  dalam menjamin kesejahteraan, keadilan, dan keberkahan bagi semua umat akan benar-benar dengan nyata direalisasikan. Terbukti selama belasan abad, sistem Islam tegak dengan peradaban yang gemilang. 

Pemimpin dalam sistem Islam benar-benar akan memfungsikan dirinya sebagai pengurus dan pelindung umat. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah berat yang harus siap dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Hukum Islam dilaksanakan secara konsisten, terutama pada sistem politik ekonomi Islam. Negara mampu berdiri sendiri tanpa campur tangan asing. 

Islam mempunyai paradigma dalam mengatur ekonomi, yaitu sistem ekonomi Islam yang mengatur soal kepemilikan, distribusi kekayaan, sistem moneter dan keuangan, sistem perdagangan dan politik luar negeri, juga sistem hukum dan sanksi. Sistem Islam menjadikan sumber daya alam yang melimpah ruah sejatinya adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai secara individu dan wajib dikelola negara untuk rakyat. 

Negara dalam sistem Islam, wajib memenuhi segala kebutuhan pokok rakyatnya berdasarkan kepada paradigma ruhiyah, sehingga dalam pelaksanaannya senantiasa dibarengi oleh rasa takut kepada Allah akan hisab di akhirat kelak. 

Negara akan memberikan kemudahan kepada rakyat untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan memberikan fasilitas lapangan kerja sebanyak-banyaknya, terutama untuk laki-laki yang memiliki kewajiban memberi nafkah kepada keluarga. 

Adapun bagi laki-laki yang tidak mampu untuk bekerja, mempunyai keterbatasan dalam fisik atau lemah, maka negara akan menjamin kebutuhan secara kolektif, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 

Bagi yang miskin dan memiliki kemampuan bertani, pemimpin dalam Islam akan memberikan modal, seperti sebidang tanah, traktor, bibit, hingga pupuk. Selain itu, para petani akan diberikan pengarahan terkait teknologi pertanian di bawah dinas perindustrian. 

Jika rakyatnya terkategori miskin, tetapi memiliki kemampuan yang lain, maka negara akan memberikan modal untuk membangun usaha secara mandiri. Kesejahteraan dalam Islam benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh umat, bukan hanya sekadar wacana belaka, melainkan bukti nyata yang diwujudkan oleh para pemimpinnya. Wallahu'alam bishawaab.

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Aktivis Muslimah Bandung
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab