Tinta Media: Feature
Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Feature. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Desember 2022

Cinta dan Pengorbanan

Tinta Media - "Alhamdulillah, bahagianya Ayah punya istri seperti ini. Salihah, baik hati, pengertian sama suami, pintar urus rumah tangga. Pokoknya serba oke," tulis Ibnu Silmi dalam sebuah pesan WhatsApp. 

Ibnu Silmi adalah seorang karyawan di sebuah Perusahaan Galangan Kapal, PT. KTU Shipyard, Tanjung Riau Batam. Posisinya sebagai PIC planner inilah yang membuat dirinya selalu sibuk dikejar DL. Tak jarang ia membawa pekerjaan untuk diselesaikan di rumah. Supaya ada waktu untuk membersamai istri dan anak-anaknya. Walau kadang harus menghabiskan malam di depan layar laptop setelah anak-anak terlelap.

Senyuman tipis itu seketika menghiasi bibir Ummu Alp, wanita berusia 40 tahun yang dinikahi Ibnu Silmi 15 tahun yang lalu, kini telah dikaruniai 3 orang putri dan dua putra. Aura bahagia seketika tampak menghiasi wajah wanita yang sudah mulai tampak kerutan di sekitar pelupuk matanya, tatkala membaca pesan dari suami tercintanya. Wajar, wanita mana yang tak bangga saat dipuja.

Pujian itu seakan melenyapkan segala lelah dan letihnya, yang tidak tidur semalam suntuk demi membersamai suami dalam menyelesaikan pekerjaan kantor. Senin adalah hari saat sebuah DL harus terpenuhi. Ibnu Silmi harus mempresentasikan berbagai perencanaan di hadapan manajer.

 Ia sadar sepenuhnya, tidak bisa berbuat banyak demi membantu meringankan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab suaminya. Sehingga sebagai rasa empati, dia rela menemani dan melayani apa yang dibutuhkannya.

"Ngapain, Bun?" Tanya Ibnu Silmi singkat. 

"Lapar, Yah," jawaban yang tak kalah singkat nya terucap dari bibir Ummu Alp. Sebenarnya dia tidak lapar, karena rasa ngantuk sudah menguasai dirinya, tapi ada sejuta perasaan yang tersimpan dalam benaknya. 

Sambil mondar-mandir, membuka dan menutup pintu kulkas mencari apa yang bisa dimakan, hanya untuk melawan rasa kantuknya. Akhirnya diambilnya benda segi empat warna coklat yang terletak tidak jauh dari tempat Ummu Alp duduk. 

"Bunda sambil nulis ya Yah! Biar gak ngantuk. Biar kita sama-sama melek an. Biar bisa menemani Ayah juga," pinta Ummu Alp kepada suaminya. 

"Iya, Bun," jawab Ibnu Silmi seadanya.

Akhirnya Ummu Alp memulai mengerjakan menulis berita lugas (SN) hasil wawancara dengan narasumber, yang merupakan bagian dari aktivitas dakwahnya dalam tulisan. 

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Badannya yang sudah mulai tidak karuan. Pusing dan gemetar. Namun tidak menyurutkan semangatnya dalam melanjutkan menulis sambil menemani suaminya. Tanpa disadarinya, adzan subuh sudah berkumandang. 

Saking lelah dan ngantuk, Ummu Alp tidak lagi menyadari. 

"Maaf Yah. Bunda tertidur," katanya kepada Ibnu Silmi.

"Iya Bun. Gak apa-apa. Bunda kecapekan. Ayah tadi juga sempat tidur kok sebentar. Alhamdulillah pekerjaan Ayah tinggal sedikit lagi," kata Ibnu Silmi kepada wanita tempat ia bersandar dalam suka maupun duka.

Akhirnya wanita itu bergegas ambil air wudhu dan melaksanakan salat Subuh. Sejuta rasa tidak enak dia rasakan. Mulai dari ngantuk, pusing, dan lelah yang tak terkira. Kedua bola matanya pun tidak bisa berbohong. Merah dan sayu. Tapi hal itu sama sekali tidak disesalkan. Tidak ada yang dia inginkan kecuali berharap suaminya bahagia dan Allah pun meridainya.[]

Oleh : L. Nur Salamah
Sahabat Feature News

Senin, 31 Oktober 2022

๐…๐ ๐ˆ๐“๐” ‘๐Œ๐„๐’๐ˆ๐ ๐–๐€๐Š๐“๐”’ ๐˜๐€๐๐† ๐Œ๐„๐Œ๐๐€๐–๐€ ๐๐„๐Œ๐๐€๐‚๐€ ๐Š๐„ ๐Œ๐€๐’๐€ ๐‹๐€๐‹๐”


Tinta Media - Masih ingat ๐‘˜๐‘Ž๐‘› karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘  /FN) itu apa? Seperti yang sudah dibahas pada artikel yang berjudul ๐‘†๐‘’๐‘›๐‘– ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘ ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘–๐‘ค๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘”๐‘”๐‘ข๐‘”๐‘Žโ„Ž ๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž (silakan klik https://bit.ly/3TdiUCG), FN merupakan rekonstruksi suatu peristiwa dalam bentuk cerita yang membuat pembaca seolah-olah berada dalam kejadian tersebut (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’/membayangkan). 
.
Pertanyaannya, lantas bagaimana agar pembaca seolah-olah berada di lokasi tempat peristiwa itu terjadi dan seakan menyaksikan kejadiannya? Ya tentu saja si penulis mereka ulang adegan-adegan yang terjadi dalam peristiwa tersebut dalam berbagai bentuk kalimat cerita. Bila tulisan dianalogikan dengan rekaman video, maka penulis kembali ke masa peristiwa itu berlangsung lalu merekamnya. Kemudian video tersebut ditayangkan kepada pembaca pada saat ini. 
.
Contoh kasus, saya hendak mengajak Anda pada peristiwa pendangkalan akidah yang terjadi di SMK Grafika Desa Putera yang terjadi pada 2005. Maka, dengan berbekal ‘kamera’ dan ‘mesin waktu’ saya masuk pada peristiwa tersebut melalui ‘portal’ berupa wawancara dengan salah satu aktor/tokoh yang terlibat yakni Guru Agama SMK Borobudur Cilandak KKO H Ace Suhaeri pada awal Februari 2012 di Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
‘Video’ rekamannya bisa Anda baca dari paragraf pertama hingga paragraf keenam FN ๐ด๐‘‘๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘˜๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘˜๐‘–๐‘‘๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘– ๐‘†๐‘€๐พ ๐บ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“๐‘–๐‘˜๐‘Ž ๐ท๐‘’๐‘ ๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘ข๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž (silakan klik https://bit.ly/3zSQ2t3). Apakah adegan pada 2005 tersebut terbayang di benak Anda? Bila jawabannya iya, berarti saya telah berhasil mengajak Anda ke masa lalu dengan menggunakan ‘mesin waktu’. 
.
Jadi, kejadian di masa lalu (sedetik sebelum ditulis pun termasuk masa lalu ya), disampaikan ulang oleh penulis kepada pembaca. Sesuai definisinya, FN itu rekonstruksi peristiwa yang disampaikan dalam bentuk cerita. 
.
FN itu โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž menyampaikan kejadian ๐‘ ๐‘Ž๐‘—๐‘Ž. (โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž dan ๐‘ ๐‘Ž๐‘—๐‘Ž, kalau dalam bahasa Arab ini disebut taukid [penguatan]. Kalau dalam bahasa Indonesia ini termasuk pemborosan kata. Maksud saya sih, penguatan ya bukan pemborosan, he… he…).
.
๐‘ป๐’–๐’‹๐’–๐’‚๐’๐’๐’š๐’‚:
Untuk mengambarkan (feature) sedemikian rupa agar seolah-olah pembaca berada di lokasi kejadian dan menyaksikan peristiwa dimaksud.
.
๐‘ช๐’Š๐’“๐’Š-๐’„๐’Š๐’“๐’Š๐’๐’š๐’‚: 
- Semua kalimat yang digunakan baik kalimat langsung maupun tidak langsung hanya kalimat-kalimat yang menginformasikan semua kejadian di waktu itu saja, bukan di waktu lainnya.
- Dialog atau pernyataan dalam kalimat langsung yang disampaikan pun hanya dialog atau pernyataan tokoh dalam peristiwa tersebut dan ditujukan kepada tokoh lainnya saat itu yang sama-sama ada dalam peristiwa tersebut. Bukan ditujukan kepada reporter/penulis ataupun pembaca naskah FN tersebut.
.
Sekilas membuat paragraf bercerita semacam itu mudah namun pada praktiknya tidak jarang penulis malah terjebak kepada dua hal. ๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, salah pilih waktu kejadian. ๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, salah memilih gaya tulisan. 
.
.
๐–๐€๐Š๐“๐” ๐Š๐„๐‰๐€๐ƒ๐ˆ๐€๐
.
Waktu kejadian ada dua macam. ๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, waktu kejadian yang sesungguhnya alias waktu kejadian ketika peristiwa itu berlangsung. ๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, waktu kejadian ketika reporter/penulis mewawancarai narasumber atau mengutip daftar pustaka (teks, audio, foto, video, audio visual) terkait kejadian pada poin pertama.  
.
Nah, menulis FN yang benar adalah menggunakan tulisan gaya bercerita yang benar-benar masuk ke waktu kejadian poin pertama di atas, bukan poin kedua. 
.
Jadi, bila bermaksud merekonstruksi peristiwa pendangkalan akidah yang terjadi pada 2005, maka paragraf yang dibuat haruslah benar-benar paragraf yang merekonstruksikan kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian pada 2012 saat narasumber menceritakan pendangkalan akidah yang terjadi pada 2005.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก-๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’‘๐’‚๐’“๐’‚๐’ˆ๐’“๐’‚๐’‡ ๐’Œ๐’‚๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’• ๐’•๐’Š๐’…๐’‚๐’Œ ๐’๐’‚๐’๐’ˆ๐’”๐’–๐’๐’ˆ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’”๐’–๐’…๐’‚๐’‰ ๐’•๐’†๐’‘๐’‚๐’• ๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’Ž ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’Œ๐’†๐’‹๐’‚๐’…๐’Š๐’‚๐’ (2005).
.
.
Meskipun agak risih, namun H Ace Suhaeri, diam dan mendengarkan salah seorang siswa yang berdiri dan memimpin doa sekitar 20 siswa dengan membentuk salib oleh tangan ke kepala dan bahu, sesaat sebelum ujian nasional (UN) dimulai di SMK Grafika Desa Putra, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
.
Inilah yang dimaksud dengan paragraf bercerita yang tepat dalam memilih waktu. Karena ketika menargetkan merekonstruki kejadian di 2005 maka direkonstruksikanlah kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian 2012 saat wawancara tentang kejadian 2005.
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’‘๐’‚๐’“๐’‚๐’ˆ๐’“๐’‚๐’‡ ๐’Œ๐’‚๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’• ๐’•๐’Š๐’…๐’‚๐’Œ ๐’๐’‚๐’๐’ˆ๐’”๐’–๐’๐’ˆ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Œ๐’†๐’๐’Š๐’“๐’– ๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’Ž ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’–, ๐’Ž๐’‚๐’Œ๐’”๐’–๐’… ๐’‰๐’‚๐’•๐’Š ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’Œ๐’†๐’‹๐’‚๐’…๐’Š๐’‚๐’ (2005), ๐’Ž๐’‚๐’๐’‚๐’‰ ๐’•๐’†๐’“๐’‹๐’†๐’ƒ๐’‚๐’Œ ๐’Œ๐’† ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’”๐’‚๐’‚๐’• ๐’˜๐’‚๐’˜๐’‚๐’๐’„๐’‚๐’“๐’‚ (2012).
.
.
๐‡ ๐€๐œ๐ž ๐’๐ฎ๐ก๐š๐ž๐ซ๐ข ๐›๐ž๐ซ๐œ๐ž๐ซ๐ข๐ญ๐š, dirinya diam dan mendengarkan salah seorang siswa yang berdiri dan memimpin doa sekitar 20 siswa dengan membentuk salib oleh tangan ke kepala dan bahu, sesaat sebelum ujian nasional (UN) dimulai di SMK Grafika Desa Putra, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Padahal, dirinya merasa risih melihat kejadian tersebut. 
.
.
Jelas sekali frasa yang ditebalkan itu menunjukkan waktu saat wawancara berlangsung (2012). Ini yang dimaksud dengan salah memilih waktu kejadian. Jadi, si penulis bukannya mengajak pembaca ke tahun 2005 tetapi malah ke tahun 2012. 
.
Frasa “bercerita” itu juga merupakan indikasi Ace sedang bercerita, tentu saja bila “Ace sedang bercerita” menunjukkan peristiwa kejadian 2012. Bercerita kepada siapa? Tentu saja kepada reporter/penulis atau pembaca. 
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’‘๐’‚๐’“๐’‚๐’ˆ๐’“๐’‚๐’‡ ๐’Œ๐’‚๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’• ๐’๐’‚๐’๐’ˆ๐’”๐’–๐’๐’ˆ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’”๐’–๐’…๐’‚๐’‰ ๐’•๐’†๐’‘๐’‚๐’• ๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’Ž ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’Œ๐’†๐’‹๐’‚๐’…๐’Š๐’‚๐’ (2005).
.
.
Ace pun penasaran dan ingin tahu, apakah ada di antara siswa di kelas itu yang beragama Islam. “๐€๐ฉ๐š๐ค๐š๐ก ๐ค๐š๐ฅ๐ข๐š๐ง ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š๐ง๐ฒ๐š ๐›๐ž๐ซ๐š๐ ๐š๐ฆ๐š ๐Š๐ซ๐ข๐ฌ๐ญ๐ž๐ง?” ๐ฉ๐š๐ง๐œ๐ข๐ง๐  ๐€๐œ๐ž. 
.
.
Namun, betapa kagetnya dia ketika mendengar jawabannya. “๐„๐ง๐ ๐ ๐š๐ค, ๐›๐š๐ก๐ค๐š๐ง ๐๐ข ๐ซ๐ฎ๐š๐ง๐ ๐š๐ง ๐ข๐ง๐ข ๐ฌ๐ž๐ฆ๐ฎ๐š๐ง๐ฒ๐š ๐Œ๐ฎ๐ฌ๐ฅ๐ข๐ฆ!” ๐ฎ๐ง๐ ๐ค๐š๐ฉ ๐ฌ๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ฌ๐ž๐จ๐ซ๐š๐ง๐  ๐ฌ๐ข๐ฌ๐ฐ๐š.
.
.
Perhatikan kedua kalimat langsung di atas! Dalam paragraf pertama tersebut jelas sekali Ace berbicara kepada siswa-siswi (sesama tokoh dalam cerita pada 2005). Begitu juga dalam paragraf kedua salah seorang siswa di atas, jelas-jelas menjawab pertanyaan Ace (sesama tokoh dalam cerita pada 2005).
.
Inilah yang dimaksud dengan tepat dalam memilih waktu karena ketika menargetkan merekonstruki kejadian di tahun 2005 maka direkonstruksikanlah kejadian pada 2005, bukan merekonstruksikan kejadian 2012 saat wawancara tentang kejadian 2005.
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’Œ๐’‚๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’• ๐’๐’‚๐’๐’ˆ๐’”๐’–๐’๐’ˆ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Œ๐’†๐’๐’Š๐’“๐’– ๐’…๐’‚๐’๐’‚๐’Ž ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’–, ๐’Ž๐’‚๐’Œ๐’”๐’–๐’… ๐’‰๐’‚๐’•๐’Š ๐’Ž๐’†๐’Ž๐’Š๐’๐’Š๐’‰ ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’Œ๐’†๐’‹๐’‚๐’…๐’Š๐’‚๐’ (2005), ๐’Ž๐’‚๐’๐’‚๐’‰ ๐’•๐’†๐’“๐’‹๐’†๐’ƒ๐’‚๐’Œ ๐’Œ๐’† ๐’˜๐’‚๐’Œ๐’•๐’– ๐’”๐’‚๐’‚๐’• ๐’˜๐’‚๐’˜๐’‚๐’๐’„๐’‚๐’“๐’‚ (2012).
.
.
Ace pun penasaran dan ingin tahu, apakah ada di antara siswa di kelas itu yang beragama Islam. “๐’๐š๐ฒ๐š ๐’Œ๐’‚๐’ ๐ฉ๐ž๐ง๐š๐ฌ๐š๐ซ๐š๐ง, ๐ฆ๐š๐ค๐š ๐ฌ๐š๐ฒ๐š ๐ญ๐š๐ง๐ฒ๐š ๐ค๐ž๐ฉ๐š๐๐š ๐ฆ๐ž๐ซ๐ž๐ค๐š, ‘Apakah kalian semuanya beragama Kristen?’” ujar Ace.
.
.

Ace pun mengaku kaget ketika mendengar jawaban salah seorang siswa. “๐’๐š๐ฒ๐š ๐ค๐š๐ ๐ž๐ญ ๐ค๐ž๐ญ๐ข๐ค๐š ๐ฌ๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ฌ๐ž๐จ๐ซ๐š๐ง๐  ๐ฌ๐ข๐ฌ๐ฐ๐š ๐ฆ๐ž๐ง๐ฃ๐š๐ฐ๐š๐›, ‘Enggak, bahkan di ruangan ini semuanya Muslim!’” ungkapnya. 
.
.

Perhatikan kedua contoh di atas! Dalam kedua contoh tersebut jelas sekali Ace berbicara kepada reporter/penulis (pada 2012) tentang kepenasarannya saat 2005. Indikasinya terlihat dari frasa yang ditebalkan. 
.
Begitu juga paragraf kedua, jelas sekali Ace berbicara kepada reporter/penulis (pada 2012) tentang jawaban salah seorang siswa yang membuat Ace kaget pada 2005. Indikasinya terlihat dari frasa yang ditebalkan.
.
.
๐‘๐€๐’๐€ ๐“๐”๐‹๐ˆ๐’๐€๐
.
Rasa tulisan itu ada banyak macamnya, di antaranya adalah rasa FN, bila redaksi kata yang dituangkan itu menggunakan gaya tulisan bercerita sebagaimana yang sudah dibahas di atas. Selain itu ada pula gaya tulisan lainnya. Dua di antaranya adalah gaya tulisan opini (O) dan gaya tulisan berita lugas (๐‘ ๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘–๐‘”โ„Ž๐‘ก ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /SN).
.
Bila gaya tulisan opini dan SN tersebut memperkokoh FN dan jumlahnya sedikit (tidak sebanyak paragraf cerita) maka bisa diterima sebagian bagian dari FN secara keseluruhan. Paragraf gaya SN dan gaya O yang dapat diterima sebagai bagian dari FN utuh tersebut saya beri nama paragraf FN rasa O dan FN rasa SN. 
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’ˆ๐’‚๐’š๐’‚ ๐’•๐’–๐’๐’Š๐’”๐’‚๐’ ๐‘บ๐‘ต:
.
.
Di tempat terpisah, Kristolog Irena Handono menyampaikan pendapatnya terkait kasus tersebut. “Inilah suatu bukti yang konkret bahwa ternyata umat yang dianggap kasih sayang, dianggap toleran justru terbukti sebagai umat yang tidak bertoleransi,” simpulnya kepada ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก, pertengahan Februari 2012 di Jakarta. 
.
.
Jelas, gaya tulisan seperti ini tidak boleh satu paragraf pun muncul dalam naskah FN di atas, karena narsumnya bukanlah pihak yang terlibat dalam peristiwa yang diceritakan, bukan pula pihak yang memvalidasi bahwa kejadian tersebut benar-benar terjadi, jadi ini sudah murni SN, sama sekali bukan FN rasa SN. Jadi, sebaiknya pernyataan narsum tersebut dibikin tulisan SN utuh yang terpisah dari FN.
.
Dalam naskah yang sudah dipublikasikan di tabloid (versi panjang yang dimuat pada rubrik ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐ผ tabloid ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก edisi 76 yang terbit pada pertengahan Februari 2012 maupun versi pendek yang dimuat pada rubrik ๐พ๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘œ๐‘™๐‘œ๐‘”๐‘– tabloid ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก edisi 275 yang terbit awal Oktober 2020) paragraf SN tersebut muncul persis setelah paragraf kedelapan. 
.
Namun dalam naskah yang dilampirkan untuk artikel ini, paragraf SN murni tersebut saya hapus karena bukan contoh yang baik dalam menulis FN. Pernyataan saya ini bisa juga dianggap sebagai revisi atas munculnya paragraf SN di atas pada tabloid tersebut.
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐’ˆ๐’‚๐’š๐’‚ ๐’•๐’–๐’๐’Š๐’”๐’‚๐’ ๐’๐’‘๐’Š๐’๐’Š:
.
.
๐Ž๐ซ๐š๐ง๐  ๐ญ๐ฎ๐š ๐ก๐š๐ซ๐ฎ๐ฌ ๐›๐ž๐ซ๐ก๐š๐ญ๐ข-๐ก๐š๐ญ๐ข ๐ฆ๐ž๐ฆ๐ข๐ฅ๐ข๐ก ๐ฌ๐ž๐ค๐จ๐ฅ๐š๐ก ๐ฎ๐ง๐ญ๐ฎ๐ค ๐š๐ง๐š๐ค๐ง๐ฒ๐š. ๐‰๐š๐ง๐ ๐š๐ง ๐ฌ๐š๐ฆ๐ฉ๐š๐ข ๐ฌ๐š๐ฅ๐š๐ก ๐ฆ๐ž๐ฆ๐ข๐ฅ๐ข๐ก, ๐š๐ฅ๐ข๐ก-๐š๐ฅ๐ข๐ก ๐š๐ง๐š๐ค๐ง๐ฒ๐š ๐ฌ๐ž๐ฆ๐š๐ค๐ข๐ง ๐›๐ž๐ซ๐ญ๐š๐ค๐ฐ๐š ๐ฆ๐š๐ฅ๐š๐ก ๐š๐ค๐ข๐๐š๐ก๐ง๐ฒ๐š ๐ฌ๐ž๐ฆ๐š๐ค๐ข๐ง ๐๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ฅ ๐ฅ๐š๐ง๐ญ๐š๐ซ๐š๐ง ๐๐ข๐š๐ฃ๐š๐ซ๐ค๐š๐ง ๐๐š๐ง ๐›๐š๐ก๐ค๐š๐ง ๐ฆ๐ž๐ฆ๐ฉ๐ซ๐š๐ค๐ญ๐ข๐ค๐š๐ง ๐๐จ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐š๐ฃ๐š๐ซ๐š๐ง ๐š๐ ๐š๐ฆ๐š ๐ฅ๐š๐ข๐ง sebagaimana terjadi di SMK Grafika Desa Putra, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 
.
.
Jelas, gaya tulisan seperti ini tidak boleh satu paragraf pun muncul dalam naskah FN di atas, karena sikap penulisnya terlalu kental, itu sudah benar-benar murni opini, sama sekali bukan FN rasa O. 
.
Memang benar, salah satu tujuan saya menulis FN ๐ด๐‘‘๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘˜๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘˜๐‘–๐‘‘๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘– ๐‘†๐‘€๐พ ๐บ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘“๐‘–๐‘˜๐‘Ž ๐ท๐‘’๐‘ ๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘ข๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž agar pembaca hati-hati dalam memilih sekolah untuk anaknya, namun bukan berarti penulis bisa langsung menuliskan sikap dirinya sedemikian rupa sebagaimana menulis opini. 
.
Mengapa? Karena FN merupakan ๐ซ๐ž๐ค๐จ๐ง๐ฌ๐ญ๐ซ๐ฎ๐ค๐ฌ๐ข ๐ค๐ž๐ฃ๐š๐๐ข๐š๐ง yang dikemas dalam bentuk cerita, ๐›๐ฎ๐ค๐š๐ง ๐ฉ๐ž๐ง๐ฒ๐ข๐ค๐š๐ฉ๐š๐ง ๐š๐ญ๐š๐ฌ ๐ค๐ž๐ฃ๐š๐๐ข๐š๐ง. Dalam kejadian yang tertuang di FN tersebut tidak ada indikasi pernyataan maupun perbuatan dari satu tokoh pun yang mengupayakan agar orang tua berhati-hati memilih sekolah untuk anaknya. 
.
Jadi, penulis FN tersebut sama sekali tidak boleh beropini sedemikian rupa di dalam FN yang ditulisnya. Kalau mau, silakan bikin naskah opini yang isinya mengajak pembaca berhati-hati menyekolahkan anaknya di sekolah semacam itu.
.
Nah, kesalahan yang terjadi adalah alih-alih menggunakan gaya bahasa bercerita malah menggunakan gaya bahasa lain (selain gaya bahasa FN), umumnya ke gaya tulisan SN ataupun opini seperti di atas dan tidak memperkokoh rekonstruksi kejadian yang disampaikan dalam paragraf cerita. Walhasil tidak bisa disebut sebagai FN rasa SN ataupun FN rasa O.
.
.
๐‹๐”๐‹๐”๐’ ๐’๐„๐๐’๐Ž๐‘
.
Mungkin di antara Anda ada yang bertanya-tanya, mengapa hanya paragraf SN Irena Handono saja yang dihapus sedangkan paragraf lainnya dibiarkan tetap ada dalam FN tersebut, bukankah seharusnya semua paragrafnya merupakan paragraf bercerita? Tetapi mengapa ada paragraf SN dan paragraf O? Mengapa pula kedua macam gaya tulisan tersebut disebut FN rasa SN dan FN rasa O?
.
Benar, selain paragraf cerita, ada juga paragraf SN dan O. Rinciannya sebagai berikut: FN rasa FN = 56,25 persen (9 paragraf); FN rasa SN = 31,25 persen (5 paragraf); dan FN rasa O = 12,5 persen (2 paragraf).
.
Namun, dapat diterima sebagai bagian dari satu tulisan FN yang utuh. Karena bila dibaca secara keseluruhan, lima paragraf SN dan dua paragraf O tersebut merupakan argumen untuk menguatkan paragraf-paragraf cerita (FN murni/FN rasa FN). Apalagi mayoritas paragrafnya (56,25 persen) murni FN. Sehingga paragraf-paragraf tersebut layak disebut sebagai FN rasa SN dan FN rasa O. 
.
Sedangkan paragraf SN dan paragraf O yang tidak bisa diterima sebagai bagian dari FN tidak bisa disebut sebagai FN rasa SN dan FN rasa O. Ada dua faktor yang membuat kedua macam gaya tulisan tersebut tidak bisa diterima sebagai bagian dari FN.  
.
๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, seperti yang sudah dibahas di atas, paragraf SN dan atau paragraf O tersebut bukan sebagai bagian penekanan rekonstruksi kejadian. 
.
๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, jumlah paragraf SN dan atau paragraf O lebih banyak daripada paragraf bercerita. Bila paragraf SN lebih banyak daripada paragraf bercerita maka bukan FN rasa SN namanya tetapi SN rasa FN. Begitu juga bila paragraf O lebih banyak daripada paragraf bercerita maka nama yang tepatnya adalah O rasa FN, bukan FN rasa O. 
.
Nah, paragraf SN dan O yang ditulis dalam FN di atas (kecuali paragraf pernyataan Irena Handono yang sudah saya hapus) tidak kena delik salah satu dari dua delik di atas. Dengan kata lain lulus sensor dan layak disebut FN rasa SN (karena berupa pernyataan narsum untuk menguatkan FN di paragraf-paragraf awal), dan FN rasa opini (berupa analisis penulis dari pernyataan narsum, sebagai titik tekan pesan yang mesti dituliskan agar sebagian pembaca yang kurang paham menjadi paham).
.
Maksudnya FN rasa SN itu bukan berarti merekonstruksikan kejadian yang langsung kepada pokok permasalahan sebagaimana definisi SN ya, tetapi lebih kepada merekonstruksi kejadian yang mencantumkan sanadnya/sumbernya/narasumbernya sebagaimana lazimnya gaya tulisan SN.
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐‘ญ๐‘ต ๐’“๐’‚๐’”๐’‚ ๐‘บ๐‘ต:
.
.
“Saya kan kaget, sementara siswa saya di SMK Borobudur yang siswa Kristennya dua orang saja, pelajaran agamanya diserahkan kepada Pendeta,” ๐ฎ๐ง๐ ๐ค๐š๐ฉ๐ง๐ฒ๐š ๐ค๐ž๐ฉ๐š๐๐š ๐‘ด๐’†๐’…๐’Š๐’‚ ๐‘ผ๐’Ž๐’‚๐’•, pada awal Februari 2012. ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ซ๐ฎ๐ญ๐ง๐ฒ๐š, bahkan praktik ujian agama untuk siswa Muslimnya pun bukan shalat atau baca Al-Qur’an tetapi membuat cerita dari Bibel.  
.
.
Dalam frasa yang ditebalkan tersebut jelas sekali Ace berkata kepada reporter/penulis atau pembaca bukan kepada sesama tokoh yang ada di dalam cerita. Sudah dapat dipastikan ini memang FN rasa SN.
.
Selain pada paragraf kedelapan di atas, paragraf FN rasa SN juga tampak jelas pada: paragraf kesebelas; ketiga belas; keempat belas; dan kelima belas, FN tersebut.
.
Semuanya FN rasa SN tersebut memiliki semangat yang sama: menunjukkan kepada pembaca bahwa penulis itu tidak mengada-ada, tetapi jelas kok sanadnya yakni dari para narasumber tersebut. Jadi FN rasa SN ini menguatkan FN rasa FN yang sudah dipaparkan sebelumnya. Kalau FN rasa SN ini bisa bicara, dia bilang begini, “Wahai Pembaca, FN rasa FN yang disajikan itu jelas kok sanadnya, yakni tercantum dalam paragraf-paragraf saya (FN rasa SN).”
.
Bahkan dalam kasus FN di atas, FN rasa SN tersebut juga memastikan kepada pembaca bahwa FN rasa FN (kejadian pendangkalan akidah) tersebut bukan hanya berlangsung pada 2005 tetapi masih saja berlangsung setidaknya sampai Februari 2012 (ketika reporter/penulis mewawancarai para narasumber dalam paragraf FN rasa SN tersebut).
Jadi, tujuannya dibuat FN rasa SN itu untuk menunjukkan referensi penulisan kepada pembaca. Dengan kata lain, untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa matan (konten) yang disampaikan penulis di paragraf-paragraf bercerita (paragraf FN murni) itu jelas sanad/sandarannya yakni dari narasumber/daftar pustaka dan seterusnya yang tercantum dalam paragraf FN rasa SN, alias bukan khayalan penulis.
.
Begitu juga dengan FN rasa O, penulis tidak boleh menyikapi fakta dari setiap aspek yang ingin disikapi penulis. Dalam FN rasa O, sikap penulis dibatasi hanya sebatas menganilis fakta yang direkonstruksikan dalam FN saja, tidak boleh lebih. 
.
๐‘ช๐’๐’๐’•๐’๐’‰ ๐‘ญ๐‘ต ๐’“๐’‚๐’”๐’‚ ๐‘ถ:
.
.
Ucapan Sumadiyono itu ๐ฆ๐ž๐ง๐ฎ๐ง๐ฃ๐ฎ๐ค๐ค๐š๐ง bahwa ๐ฌ๐ž๐ค๐จ๐ฅ๐š๐ก ๐Š๐š๐ญ๐จ๐ฅ๐ข๐ค ๐ฅ๐š๐ข๐ง๐ง๐ฒ๐š ๐ฅ๐ž๐›๐ข๐ก ๐ญ๐ข๐๐š๐ค ๐ญ๐จ๐ฅ๐ž๐ซ๐š๐ง ๐ญ๐ž๐ซ๐ก๐š๐๐š๐ฉ ๐ฌ๐ข๐ฌ๐ฐ๐š ๐Œ๐ฎ๐ฌ๐ฅ๐ข๐ฆ. 
.
.
Nah, opini semacam ini masih bisa ditoleransi masuk ke dalam FN karena pendapat tersebut hanyalah menyimpulkan ๐ซ๐ž๐ค๐จ๐ง๐ฌ๐ญ๐ซ๐ฎ๐ค๐ฌ๐ข ๐ค๐ž๐ฃ๐š๐๐ข๐š๐ง/๐ฎ๐œ๐š๐ฉ๐š๐ง ๐ง๐š๐ซ๐ฌ๐ฎ๐ฆ yang terlibat dalam upaya pendangkalan akidah. Jadi, sebatas itu saja opininya, sehingga layak dikatakan FN rasa O. Rekonstruksi kejadian tersebut diungkap pada paragraf 12, paragraf FN rasa SN yang berbunyi:
.
.
 “Secara jujur kami sampaikan ๐ฎ๐ฃ๐ข๐š๐ง ๐ฉ๐ซ๐š๐ค๐ญ๐ข๐ค ๐๐ข ๐ค๐š๐ฆ๐ข ๐›๐š๐ซ๐š๐ง๐ ๐ค๐š๐ฅ๐ข ๐›๐ž๐ซ๐›๐ž๐๐š ๐๐ž๐ง๐ ๐š๐ง ๐๐ข ๐ฌ๐ž๐ค๐จ๐ฅ๐š๐ก ๐Š๐š๐ญ๐จ๐ฅ๐ข๐ค ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐ฅ๐š๐ข๐ง, (sekolah Katolik yang lain, red) ๐ข๐ญ๐ฎ ๐ฆ๐ข๐ฌ๐š๐ฅ๐ง๐ฒ๐š ๐š๐๐š ๐ฆ๐ž๐ฆ๐›๐š๐œ๐š ๐ค๐ข๐ญ๐š๐› ๐ฌ๐ฎ๐œ๐ข, ๐ค๐ž๐ฆ๐ฎ๐๐ข๐š๐ง ๐ฆ๐ž๐ง๐ฒ๐š๐ง๐ฒ๐ข, ๐๐š๐ง ๐ฌ๐ž๐›๐š๐ ๐š๐ข๐ง๐ฒ๐š, ๐ฌ๐ž๐ฅ๐š๐ฆ๐š ๐ข๐ง๐ข ๐ฆ๐ฎ๐ง๐ ๐ค๐ข๐ง ๐ฎ๐ง๐ญ๐ฎ๐ค ๐ฒ๐š๐ง๐  ๐ฉ๐ซ๐š๐ค๐ญ๐ข๐ค ๐ค๐š๐ฆ๐ข ๐œ๐ฎ๐ค๐ฎ๐ฉ ๐ฆ๐ž๐ฆ๐›๐ฎ๐š๐ญ ๐๐จ๐š. Dan itu doanya sesuai dengan doa-doa agamanya masing-masing,” ujarnya kepada ๐‘ด๐’†๐’…๐’Š๐’‚ ๐‘ผ๐’Ž๐’‚๐’•, Selasa (7/2/2012) pagi di ruang tamu SMK Grafika Desa Putera.
.
.
๐’๐ˆ๐Œ๐๐”๐‹๐€๐
.
- Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan penulisan FN itu mestilah ditulis menggunakan paragraf bercerita (paragraf FN). Tidak boleh menggunakan paragraf lainnya kecuali paragraf lain tersebut (paragraf SN, paragraf O) memang hanya untuk menunjukkan sanad dan memperkuat rekonstruksi kejadian yang ditulis dalam bentuk paragraf cerita. 
.
- Paragraf-paragraf tersebut disebut sebagai FN rasa SN/FN rasa O. Sedangkan bila tidak ada kaitannya dengan paragraf bercerita, maka itu paragraf SN atau paragraf O murni yang tidak bisa disebut sebagai paragraf FN rasa SN atau FN rasa O dan tidak boleh dijadikan bagian dari FN utuh.
.
Bila sudah paham bahwa menulis FN itu seperti itu, cermat memilih waktu kejadian dan tidak lagi salah menggunakan gaya tulisan, insyaAllah, FN yang kita buat menjadi ‘mesin waktu’ yang membawa para pembaca kepada peristiwa di masa lalu. Coba bikin yuk! Bismillah...[]
.
.
Depok, 27 Rabiul Awal 1444 H | 23 Oktober 2022 M
.
๐‰๐จ๐ค๐จ ๐๐ซ๐š๐ฌ๐ž๐ญ๐ฒ๐จ
Jurnalis

Senin, 17 Oktober 2022

๐๐ž๐ง๐œ๐š๐ซ๐ข๐š๐ง ๐’๐š๐ฒ๐š ๐๐ž๐ซ๐š๐ค๐ก๐ข๐ซ ๐’๐š๐š๐ญ ๐๐ž๐ซ๐ญ๐ž๐ฆ๐ฎ ๐‡๐ข๐ณ๐›๐ฎ๐ญ ๐“๐š๐ก๐ซ๐ข๐ซ (๐’๐ฒ๐ž๐ค๐ก ๐‡๐š๐ฌ๐š๐ง ๐š๐ฅ-๐‰๐š๐ง๐š๐ฒ๐ง๐ข๐ฒ, ๐ƒ๐จ๐ฌ๐ž๐ง ๐”๐ง๐ข๐ฏ๐ž๐ซ๐ฌ๐ข๐ญ๐š๐ฌ ๐€๐ฅ-๐€๐ณ๐ก๐š๐ซ ๐Š๐š๐ข๐ซ๐จ)


Tinta Media - Dengan menggunakan penutup kepala, gamis serta syal putih bertuliskan dua kalimat syahadat dan berjubah hitam, Syekh Hasan Al-Janayniy naik ke podium. Di hadapan tidak kurang dari seratus ribu peserta Muktamar Khilafah, lelaki tinggi besar berjenggot putih lebat tersebut menyeru penguasa dzalim yang tidak mau menerapkan sistem khilafah. 
.
“Wahai penguasa! Kalian tidak mempunyai hujah di depan Allah karena kalian tidak menyambut seruan penegakan khilafah!” pekiknya dalam bahasa Arab, Ahad (2/6) di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
.
Dalam kesempatan itu pula, ia menceritakan pengalamannya dalam pencarian kebenaran yang cukup panjang. Sejak belajar di Universitas Al-Azhar hingga mengajar di kampus yang sama. “Serta berkunjung ke berbagai ulama di berbagai penjuru dunia untuk mencari jalan keselamatan,” ungkapnya.
.
Hingga suatu saat, menghadiri program ๐‘ก๐‘Ž๐‘™๐‘˜๐‘ โ„Ž๐‘œ๐‘ค televisi ๐‘‡๐‘ ๐‘ข๐‘š๐‘Ž ๐‘‡๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘›๐‘ข ๐พโ„Ž๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘“๐‘Žโ„Ž ๐‘Ž๐‘™๐‘Ž ๐‘€๐‘–๐‘›โ„Ž๐‘Ž๐‘—๐‘–๐‘› ๐‘๐‘ข๐‘๐‘ข๐‘ค๐‘ค๐‘Žโ„Ž di Mesir, di negerinya sendiri. Setelah mendengarkan penjelasan tentang wajibnya menegakkan khilafah yang disampaikan para ulama Hizbut Tahrir dalam acara itu, ia pun berkesimpulan. “Inilah jalan yang akan membawa kebaikan, kepada kebahagiaanku, kemudian aku berjuang bersama Hizbut Tahrir,” ungkapnya lalu disambut takbir peserta.
.
๐ƒ๐ข๐ฅ๐š๐ก๐ข๐ซ๐ค๐š๐ง ๐Š๐ž๐ฆ๐›๐š๐ฅ๐ข
Hasan tinggal di kota kecil yang indah dekat Bandara Kairo. Saat ini mengajar mata kuliah akidah dan mata kuliah dakwah di Universitas Al-Azhar Asy-Syarif Kairo. Gelar magister dan doktornya didapat di kampus yang sama. 
.
“Saya mengenal Hizbut Tahrir baru empat bulan yang lalu,” ungkapnya kepada Media Umat usai berpidato dalam muktamar tersebut. 
.
Ia mengenal Hizbut Tahrir berawal dari program televisi ๐ด๐‘™-๐พโ„Ž๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘—๐‘–๐‘Žโ„Ž yang menghadirkan Juru Bicara Hizbut Tahrir Mesir Sherif Zaied tersebut. “Selama diskusi berlangsung saya sangat terpengaruh dengan penjelasan-penjelasan ๐ด๐‘˜โ„Ž Sherif, penjelasannya tentang khilafah sangat tegas, lugas dan ikhlas,” akunya.
.
Sejak saat itu, Hasan mulai melakukan kajian dan membaca buku-buku Hizbut Tahrir. Ia mengaku memiliki perpustakaan yang cukup besar namun tidak ada satu pun buku terbitan Hizbut Tahrir. 
.
Kajian-kajiannya terhadap buku-buku Hizbut Tahrir menjadikan Hasan sadar akan kekeliruan pada pemahamannya tentang penerapan syariah Islam dalam level negara. “Paham saya selama ini keliru, fatwa-fatwa saya juga demikian termasuk fatwa bahwa Islam harus diterapkan secara bertahap,” akunya.
.
Selama studi di Al-Azhar, hingga derajat doktor, ia mengaku belum pernah menemukan pemikiran sebagaimana yang dijelaskan Hizbut Tahrir. Memang betul bahwa ada syekh Al-Azhar yang menyatakan bahwa khilafah adalah wajib, namun Al-Azhar sendiri tidak mengadopsi hal itu.
.
Seandainya Al-Azhar secara kelembagaan mengadopsi bahwa menegakkan khilafah itu wajib niscaya sebulan pasca revolusi Mesir, khilafah telah berdiri. “Karena kita tahu, Al-Azhar beserta ulama di dalamnya sangat dihormati dan mendapat tempat terhormat di sisi kaum Muslim, jika Al-Azhar menyerukan itu niscaya umat akan segera menaati dan mengikutinya,” prediksinya.
Menurut Hasan, syekh Al-Azhar sendiri sekarang lebih condong kepada sufi, sehingga amalan zikir menjadi yang paling penting di dalam Islam.
.
Makanya, saat bertemu Hizbut Tahrir, Hasan merasa terlahir kembali. Ia sampaikan kebahagiannya itu kepada Amir Hizbut Tahrir Al ‘Alim Syekh Atha Ibnu al Khalil. “Saya katakan padanya bahwa setiap manusia terlahir sekali, sedangkan saya terlahir dua kali, pertama saat saya dilahirkan ibu, dan kedua saat saya bertemu Hizbut Tahrir.”  
.
Berikut terjemah kutipan suratnya: 
.
๐‘†๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž โ„Ž๐‘–๐‘‘๐‘ข๐‘ ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Žโ„Ž๐‘ข๐‘›-๐‘ก๐‘Žโ„Ž๐‘ข๐‘›, ๐‘†๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘˜ ๐‘๐‘’๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘”๐‘–๐‘Ž๐‘›, ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘’๐‘š๐‘ข ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘ข๐‘™๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐‘‘๐‘– ๐‘๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘˜ ๐‘›๐‘’๐‘”๐‘’๐‘Ÿ๐‘–, ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘™๐‘ข๐‘Ÿ๐‘ข๐‘  ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘Ž๐‘”๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘˜๐‘ข ๐‘‘๐‘– ๐‘‘๐‘ข๐‘›๐‘–๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ž๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ก. 
.
๐‘๐‘Ž๐‘š๐‘ข๐‘› ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘’๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’โ„Ž๐‘Ž๐‘ข๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘– ๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› โ„Ž๐‘–๐‘‘๐‘ข๐‘ ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž. ๐พ๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’โ„Ž๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐ด๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž๐‘˜๐‘ ๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘ข๐‘Žโ„Ž ๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘‡๐‘‰ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘—๐‘ข๐‘‘๐‘ข๐‘™ "๐‘‡๐‘ ๐‘ข๐‘š๐‘š๐‘Ž ๐‘‡๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘ข๐‘›๐‘ข๐‘™ ๐พโ„Ž๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘Ž๐‘“๐‘Žโ„Ž" ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘’๐‘™๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘œ๐‘™๐‘’โ„Ž ๐ป๐‘–๐‘ง๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘‡๐‘Žโ„Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ÿ (๐‘€๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘Ÿ). 
.
๐‘ƒ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘–๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘ฆ๐‘Ž๐‘˜๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘ค๐‘Ž ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘›, ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘ ๐‘ข๐‘˜๐‘ ๐‘’๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ก๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘Ž๐‘”๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘ข๐‘Ž๐‘™๐‘– ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘–๐‘˜๐‘ข๐‘–๐‘ก๐‘– ๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘–๐‘›๐‘– (๐‘—๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘˜๐‘ค๐‘Žโ„Ž ๐ป๐‘–๐‘ง๐‘๐‘ข๐‘ก-๐‘‡๐‘Žโ„Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ÿ) ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘–๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘˜๐‘–๐‘ก๐‘Ž ๐‘œ๐‘™๐‘’โ„Ž ๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘ข๐‘™๐‘ข๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘†๐ด๐‘Š. ๐‘€๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘๐‘ข๐‘› ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘’๐‘”๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘”๐‘Ž๐‘๐‘ข๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘˜๐‘Ž (๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐‘Ž๐‘˜๐‘ก๐‘–๐‘ฃ๐‘–๐‘  ๐ป๐‘–๐‘ง๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘‡๐‘Žโ„Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ÿ), ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘’๐‘š๐‘ข ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘˜๐‘Ž. 
.
๐‘ƒ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘–๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘ฆ๐‘Ž๐‘˜๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘ค๐‘Ž ๐ด๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘›๐‘–๐‘˜๐‘š๐‘Ž๐‘ก ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘ข๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›. ๐‘Œ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘‘๐‘– ๐‘ ๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘–๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž๐‘–๐‘š ๐‘–๐‘๐‘ข, ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘˜๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž โ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘‘๐‘– ๐‘ ๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐ด๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘š๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘—๐‘ข๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐ป๐‘–๐‘ง๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘‡๐‘Žโ„Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ÿ ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐พโ„Ž๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘“๐‘Žโ„Ž ๐‘…๐‘Ž๐‘ ๐‘ฆ๐‘–๐‘‘๐‘Žโ„Ž ๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘Ž ๐‘€๐‘–๐‘›โ„Ž๐‘Ž๐‘Ž๐‘—๐‘–๐‘› ๐‘๐‘ข๐‘๐‘ข๐‘ค๐‘ค๐‘Žโ„Ž.
.
Hasan menulis surat itu sedemikin rupa lantaran dirinya telah lama mencari jamaah yang menyeru kepada Islam sebagaimana jamaah di masa Rasulullah SAW, jamaah yang berada di tengah-tengah umat dan bergerak bersama mereka.  
.
Ia menemukan jamaah Ikhwan al-Muslimin, dan bergabung bersamanya lebih kurang 12 tahun, dan sempat menjadi pembicara mewakili Ikhwan al-Muslimin. Bahkan pernah bersama jamaah Tabligh dan Salafy. Hingga Hasan menyelesaikan magisternya masih bersama jamaah Salafy. 
.
“Namun pencarian saya kini telah berakhir saat bertemu dengan Hizbut Tahrir, meski saya pernah bersama jamaah yang lain namun bagi saya Hizbut Tahrir adalah yang pertama dan terakhir,” ungkapnya.
.
Ketika dirinya menerima jawaban surat dari Amir Hizbut Tahrir Al-Alim Atha, Hasan menangis lebih dari dua jam hingga kedua matanya bengkak. Saat bertemu dengan Sharif Zaied. Sharif kaget dan bertanya: “Mengapa mata Anda?”
.
Dengan tersenyum bahagia, Hasan menjawab: “Tidak ada apa-apa, saya menangis saking bahagianya dipertemukan dengan Hizbut Tahrir.”
.

๐’๐ข๐š๐ฉ ๐ƒ๐š๐ค๐ฐ๐š๐ก๐ข ๐Œ๐ฎ๐ซ๐ฌ๐ฒ๐ข
Sebagai ‘bayi’ yang baru lahir ia mengejar ketertinggalan tsafaqah siyasah dari aktivis yang sudah ‘dewasa’. “Saya terus mendalami pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir, khutbah dan pidato-pidato saya berubah. Saya sangat bersyukur Allah telah merubah diri saya kepada hal yang akan memberikan kebaikan di dunia dan akhirat, insya Allah,” ungkapnya. 
.
Ia pun menegaskan tidak akan ada kebaikan, kemenangan kecuali berpegang teguh dengan perkara yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, ‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž๐‘–๐‘˜๐‘ข๐‘š ๐‘๐‘–๐‘ ๐‘ ๐‘ข๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– ๐‘ค๐‘Ž ๐‘ ๐‘ข๐‘›๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– ๐‘˜โ„Ž๐‘ข๐‘™๐‘Ž๐‘“๐‘Ž๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ ๐‘ฆ๐‘–๐‘‘๐‘–๐‘›, tidak akan bangkit umat kecuali dengan ๐พโ„Ž๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘“๐‘Žโ„Ž ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘ฆ๐‘ฆ๐‘Žโ„Ž ‘๐‘Ž๐‘™๐‘Ž ๐‘š๐‘–๐‘›โ„Ž๐‘Ž ๐‘›๐‘ข๐‘๐‘ข๐‘ค๐‘ค๐‘Žโ„Ž.
Saat warga Jakarta, Jawa Barat, Banten serta perwakilan dari berbagai daerah dan 15 negara berkumpul di stadion Gelora Bung Karno yang dalam satu hari itu berubah menjadi Gelora Bumikan Khilafah, Hasan menangis dan semakin yakin bahwa saatnya khilafah berdiri telah dekat. 
.
Pidatonya bukan hanya ingin disampaikan kepada para hadirin, tapi juga ingin ia sampaikan kepada Al-‘Alamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang telah berada di alam barzakh, seandainya Allah memanjangkan umurnya hingga hari ini, hingga ia dapat menyaksikan kaum Muslim yang menyerukan khilafah. “Beliau pasti akan senang dan meninggal dunia dengan bahagia. Semua ini adalah buah dari apa yang beliau perjuangkan,” ungkapnya. 
.
Setelah pulang dari muktamar ini, Hasan bertekad akan menemui Presiden Mesir Ahmad Mursyi serta Ulama Al-Azhar Syekh Ali Juma’ah untuk menyeru keduanya tentang kewajiban menegakkan khilafah. Akankah tekadnya terwujud?[] 
.
Penerjemah: Roni Ruslan
Penulis: Joko Prasetyo
.
๐ท๐‘–๐‘š๐‘ข๐‘Ž๐‘ก ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘Ÿ๐‘ข๐‘๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜ ๐‘†๐‘œ๐‘ ๐‘œ๐‘˜ ๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘™๐‘œ๐‘–๐‘‘ ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก ๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘– 107: ๐ต๐ต๐‘€ ๐‘๐‘Ž๐‘–๐‘˜ ๐ฟ๐‘Ž๐‘”๐‘–, ๐‘…๐‘’๐‘ง๐‘–๐‘š ๐‘๐‘’๐‘œ๐‘™๐‘–๐‘ ๐‘†๐ต๐‘Œ ๐‘‡๐‘–๐‘๐‘ข ๐‘…๐‘Ž๐‘˜๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ก (11 - 25 ๐‘†๐‘ฆ๐‘Ž’๐‘๐‘Ž๐‘› 1434 ๐ป/ 21 ๐ฝ๐‘ข๐‘›๐‘– - 4 ๐ฝ๐‘ข๐‘™๐‘– 2013).

Minggu, 16 Oktober 2022

๐’๐”๐‘๐€๐“ ๐ƒ๐€๐‘๐ˆ ๐’๐„๐‘๐€๐Œ๐๐ˆ ๐Œ๐„๐Š๐€๐‡ ๐Œ๐„๐Œ๐๐”๐€๐“ ๐Š๐‡๐€๐‹๐ˆ๐…๐€๐‡ ๐Œ๐€๐‘๐€๐‡


Tinta Media - Sultan Abdul Hamid II naik pitam. Ia langsung berdiri dari kursinya lalu menggebrak meja begitu mendengar bahwa kaum Muslim Aceh dilarang berangkat naik haji oleh Kerajaan Kristen Belanda. Sultan pun berpikir keras bagaimana mengatasinya karena di masanya inilah, Khilafah Utsmani menghadapi tantangan terberat.
.
Konspirasi dari kerajaan-kerajaan Kristen Eropa seperti Inggris, Perancis, Italia, Prusia, Rusia, yang menghendaki hancurnya eksistensi Khilafah semakin menguat. Bibit-bibit separatisme yang dihembuskan negara-negara Barat melalui ide nasionalisme juga mulai tumbuh subur dan tentu sangat menyita energi yang cukup besar. Meski sangat jauh dari ibu kota, Aceh pun tetap wajib diperhatikan.
.
Sultan berjalan mendekati lelaki yang berdiri menunduk di depannya usai membacakan surat dari Aceh, lalu berkata, “Bagaimana kita bisa menjadi layak untuk makam (gelar khalifah) ini wahai Pasha (Jenderal)…?”
.
“Anda layak mendapatkan makam ini wahai Sultanku…” jawab pembaca surat yang dipanggil Pasha tersebut.
.
Tapi Sultan menyanggah dengan menyatakan, “Satu peristiwa, mereka yang berlindung kepada kekuatan Anda tanahnya dijajah. Walaupun kita bekerja siang malam untuk bisa layak mendapatkan makam ini, tetap saja kita tidak bisa memenuhi haknya. Ketika Muslim di Aceh berada di kondisi seperti ini, ketika mereka menyerang agama kita...”
.
Mereka pun juga tahu, lanjut Sultan, bahwa pada haji, orang-orang Islam menjadi satu, saling memperkuat hubungannya satu sama lain, satu sama lain saling memberi kabar, menjadi sebuah persatuan. Dan oleh sebab itu pula Belanda tidak mengizinkan orang Aceh untuk pergi haji.
.
Sembari menuruni tangga menuju ruangan yang lebih besar lagi, Pasha menceritakan bahwa Belanda tidak hanya menghalangi warga Aceh untuk pergi haji tetapi melarang pula para khatib membaca khutbah dengan menyebut Khilafah Utsmaniyyah serta mencopot panji-panjinya.
.
“Tetapi warga Aceh sudah bersumpah akan tetap berkomitmen bersama Khilafah Utsmani, mereka bilang tidak pernah mendengarkan larangan-larangan Belanda tersebut,” ujar Pasha.
.
Sultan lalu menyibak tirai merah yang menutupi peta dunia yang menempel di dinding ruangan tersebut. Kemudian tongkatnya ditunjuk-tunjukkan ke peta ujung utara Pulau Sumatera seraya berkata:
.
“Di tengah-tengah samudera yang sangat besar, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bangsa yang membaiat kita sebagai khalifah. Selagi kekuatan kita cukup, kita harus selalu berada di samping mereka. Tetapi yang dipahami kekuatan kita tidaklah cukup...”
.
“Sultanku, untuk sekarang masalah terbesarnya adalah tidak bisa naik haji,” sanggah Pasha.
.
“Itu dia masalahnya…” jawab Sultan.
.
Lalu Sultan pun mengingatkan pentingnya membuat proyek ๐ท๐‘’๐‘š๐‘–๐‘Ÿ๐‘ฆ๐‘œ๐‘™๐‘ข (jalur kereta api haji). “๐ท๐‘’๐‘š๐‘–๐‘Ÿ๐‘ฆ๐‘œ๐‘™๐‘ข dari Istambul (ibu kota Khilafah Utsmani) ke Hijaz, dari sana ke Baghdad, dan akan menyambung ke India dan dari sana juga dengan kapal ke Aceh,” ujarnya.
.
Tapi masalahnya proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar dan memakan waktu lama sedangkan ibadah haji harus dilakukan segera. Untung saja, Sultan teringat dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Willem ke-6 (raja pertama Belanda) sebenarnya tidak sah menjadi Raja Belanda lantaran dia hanyalah anak pungut yang diambil Napoleon Bonaparte dari panti asuhan. Padalah adat yang berlaku seluruh raja-raja di kerajaan di Eropa merupakan satu keturunan.
.
Dubes Belanda pun dipanggil menghadap Sultan. “Tidak mungkin terjadi!? Tidak mungkin!?” ujar Duta Besar Belanda membaca dokumen tersebut dengan tangan gemetar seolah tak percaya.
.
Sultan lalu menekan Belanda akan membocorkan dokumen tersebut sehingga raja-raja Eropa lainnya murka bila tetap menghalangi Muslim Aceh pergi haji. Bukan hanya itu, Sultan pun berhasil menekan Belanda agar menjamin Muslim Aceh selamat dalam ibadah haji dengan membuat perusahaan ๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ฃ๐‘’๐‘™ kapal laut dengan harga yang murah.
.
“Mengerti?!” Bentak Sultan kepada duta besar Belanda.
.
“Saya mengerti setiap perkataan Anda Sultanku…” ujar duta besar Belanda.
.
Itulah salah satu pragmen kepemimpinan Sultan Abdul Hamid dalam mengurusi urusan umat yang diangkat dalam episode ke-15 sinetron sejarah berbahasa Turki ๐‘ƒ๐‘Ž๐‘ฆ๐‘–๐‘ก๐‘Žโ„Ž๐‘ก ๐ด๐‘๐‘‘๐‘ข̈๐‘™โ„Ž๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘‘. Sedangkan sinetron tersebut dibuat berdasarkan buku harian Sultan Abdul Hamid II. 
.
Salah satu pragmen saat kaum Muslim masih memiliki ๐‘—๐‘ข๐‘›๐‘›๐‘Žโ„Ž (pelindung dan pengayom). Meski khilafah Islam dalam kondisi kritis, khalifah tetap saja berupaya keras melindungi umat meski lokasinya di Aceh, lokasi yang sangat jauh dari ibu kota.
.
๐๐ซ๐จ๐ฒ๐ž๐ค ๐Š๐ž๐ซ๐ž๐ญ๐š ๐€๐ฉ๐ข
Pembangunan jalur kereta api dibagi beberapa termin. Termin pertama dimulai dari Damaskus sampai Mekah. Keuangan negara memang tengah kritis, namun Sultan tidak mau meminjam uang sebagaimana khalifah sebelumnya kepada Jerman. Maka Sultan pun memerintahkan segenap kaum Muslim saja untuk berpartisipasi dalam pembangunan suci ini.
.
Sultan memulai pendaftaran para penyumbang kaum Muslim dengan dimulai oleh dirinya sendiri yang memberikan 50.000 keping uang emas Utsmani. Kemudian dibayar juga uang sebanyak 100.000 keping emas Utsmani dari kas negara. Kaum Muslim dari berbagai penjuru dunia juga turut berlomba-lomba dalam membantu pembangunan rel kereta api Hijaz baik dengan harta maupun jiwa.
.
Pada 1907 M, proyek pembangunan rel kereta api Hijaz ini dikerjakan oleh sekitar 7.500 pekerja yang hampir kesemua pekerja itu adalah kaum Muslim. Sultan sangat meminimalisasi peran pekerja asing seperti arsitek dan pekerja lainnya dalam proyek ini. Sultan memaksimalkan tenaga para kaum Muslim. Dengan menghabiskan total biaya yang sangat besar, sekitar 4.283.000 lira Utsmani, pada Agustus 1908 M rel kereta api Hijaz ini telah sampai ke Madinah al-Munawwarah.
.
Rencana pembangunan ini juga melanjutkan ke Mekah dan pelabuhan Jeddah namun ditentang keras oleh Gubernur Mekah Syarif Hussein karena kuatir akan semakin memperkuat kontrol khalifah terhadap Hijaz. Rupanya bibit-bibit sparatisme berhasil disemai Kerajaan Kristen Inggris di benak Syarif Hussein ---yang kelak pada 1916 berhasil bughat dan mendirikan Kerajaan Hijaz.
.
Pada 1 September 1908 jalur ini selesai dibangun dan mulai dioperasikan. Pada 1912 telah mencapai 30.000 penumpang per tahun. Perjalanan haji semakin mudah serta menumbuhkan bisnis dan perdagangan di kawasan itu. Tercatat pada 1914 telah mencapai 300.000 penumpang. Selain para jamaah haji, angkatan bersenjata Utsmani memanfaatkannya untuk mengirimkan suplai pasukan dan barang.
.
Sebelum dibangun jalur kereta api sepanjang 814 kilometer dari Damaskus ke Madinah, biaya perjalanan haji cukup mahal. Dengan menyewa unta dan perlengkapannya menghabiskan biaya 3.50 pound per empat hari sedangkan perjalanan lima hingga delapan pekan. Sementara perjalanan dengan kereta api jauh lebih murah dan hanya menghabiskan waktu tiga hari saja.
.
๐ƒ๐ข๐ค๐ฎ๐๐ž๐ญ๐š
Sultan lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Ia adalah putra Abdul Majid dari istri keduanya. Ibunya meninggal saat ia berusia 7 tahun.
.
Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair. Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibaiat sebagai khalifah di tengah-tengah merosotnya pemahaman kaum Muslim akan pemahaman Islam yang benar.
.
Sehingga tidak sedikit yang terkecoh dan bersekutu dengan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa. Sehingga alih-alih membela Sultan, mereka malah bekerja sama dengan Inggris dan sekutunya untuk menggulingkan Sultan.
.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan.
.
Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah, di bawah tekanan Turki Muda, yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Syekh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain.
.
Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui rekam jejak perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke Istana Yildiz.
.
Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
.
Mereka mengudeta Sultan. “Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu per satu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah, tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
.
Sultan memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina.
.
Singkat kata, Sultan pun diasingkan ke Salonika, Yunani. Hingga ia menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari 1918.
.
Sejak dikudeta, tidak ada lagi yang meneruskan proyek kereta api tersebut. Bahkan parahnya pada 1924 khilafah Islam pun dibubarkan sang pengkhianat Mustafa Kemal Pasha ๐‘™๐‘Ž๐‘˜๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž. Sepeninggal pemimpin umat yang dikhianati itu, lahirlah lebih dari 50 puluh negara bangsa dan Aceh beserta puluhan kesultanan Islam lainnya di Nusantara menjadi bagian dari negara bangsa Republik Indonesia.[] 
.
Joko Prasetyo
๐ท๐‘–๐‘š๐‘ข๐‘Ž๐‘ก ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘Ÿ๐‘ข๐‘๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜ ๐พ๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘™๐‘œ๐‘–๐‘‘ ๐‘€๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘Ž ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก ๐‘’๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘– 202: ๐ฟ๐‘Ž๐‘”๐‘–, ๐‘ƒ๐‘œ๐‘™๐‘–๐‘ก๐‘–๐‘ ๐‘– ๐ป๐‘–๐‘›๐‘Ž ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š! (3 -16 ๐ท๐‘ง๐‘ข๐‘™โ„Ž๐‘–๐‘—๐‘—๐‘Žโ„Ž 1438 ๐ป/ 25 ๐ด๐‘”๐‘ข๐‘ ๐‘ก๐‘ข๐‘  - 7 ๐‘†๐‘’๐‘๐‘ก๐‘’๐‘š๐‘๐‘’๐‘Ÿ 2017).
.
___________
.
Dapatkan segera buku:
.
Tษชแด˜s Tแด€แด‹แด›ษชs Mแด‡ษดแดœสŸษชs แด…แด€ส€ษช Sแด€ษดษข Jแดœส€ษดแด€สŸษชs
๐‰๐ข๐ฅ๐ข๐ ๐Ÿ: ๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐Ž๐ฉ๐ข๐ง๐ข
Karya: Joko Prasetyo
Silakan klik https://bit.ly/3CZHq59

Selasa, 11 Oktober 2022

๐๐€๐‘๐€๐†๐‘๐€๐… ๐‘ฌ๐‘ต๐‘ซ๐‘ฐ๐‘ต๐‘ฎ ๐“๐ˆ๐ƒ๐€๐Š ๐Š๐€๐‹๐€๐‡ ๐๐„๐๐“๐ˆ๐๐†

Tinta Media - Meskipun secara anatomis tubuh manusia paragraf ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” (akhir) karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /FN) itu ibarat kaki dan tangan, namun fungsinya tidak kalah penting dengan paragraf lainnya termasuk paragraf pertama (leher) bahkan dengan judul (kepala). Bagaimana kalau manusia tanpa kaki dan tangan? Tentu saja tidak dapat bergerak ke mana-mana, begitu juga dengan FN.
.
Bila judul dan paragraf pertama berfungsi untuk menarik perhatian pembaca agar mau membaca lebih lanjut ke paragraf berikutnya, paragraf terakhir bertujuan memberikan informasi terakhir yang sangat berkesan.
.
Dengan adanya kaki, manusia bisa berjalan ke mana saja sesuai keinginannya. FN juga demikian, pembaca bisa dibawa ke akhir cerita yang menyenangkan, menyedihkan, menggantung, atau kesan terakhir lainnya yang diharapkan muncul dalam perasaan pembaca.
.
Ragam paragraf terakhir ada banyak dan masing-masing jenis akan memberikan kesan perpisahan (dengan pembaca) yang berbeda sebagaimana sudah disinggung di atas. Tujuh di antaranya sebagai berikut. 
.
Tunggu sebentar! Sebelum menjelaskan dan memberikan contoh ketujuh jenis paragraf akhir tersebut, saya ingin menyampaikan adab dalam membaca paragraf terakhir. 
.
Berbeda dengan pembahasan paragraf pertama, yang setiap jenisnya langsung saya sampaikan contoh paragrafnya sebagaimana disampaikan pada artikel yang berjudul ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘š ๐‘‡๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘  ๐พ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐พโ„Ž๐‘Ž๐‘  ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘˜๐‘ข๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘  (silakan klik: Baca disini), dalam pembahasan paragraf terakhir ini saya tidak akan mencantumkan paragraf terakhir sebagai contoh, tetapi saya akan memberikan FN utuh sebagai contohnya. 
.
Anda tidak boleh langsung membaca paragraf akhirnya, tetapi secara seksama harus membacanya dari awal; mulai dari judul dulu, kemudian paragraf pertama, diteruskan ke batang tubuh tulisan, setelah itu barulah baca ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” -nya. InsyaAllah dengan menaati adab baca ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ini kesan terakhir dari FN akan benar-benar terasa. Meskipun tidak haram/berdosa, tapi tolong ya adab ini jangan dilanggar. 
.
Berikut ketujuh jenis paragraf terakhir beserta contohnya.  
.
๐‘ท๐’†๐’“๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Ž๐’†๐’๐’š๐’†๐’๐’‚๐’๐’ˆ๐’Œ๐’‚๐’ (๐’‰๐’‚๐’‘๐’‘๐’š ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Akhir paragraf yang menunjukkan tercapainya harapan, perjuangan, dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa senang dengan membaca paragraf akhir seperti ini setelah membaca lika-liku si tokoh untuk menggapai keinginannya, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Paragraf ini sering digunakan. Karena umumnya memang kisah kesuksesan (๐‘ ๐‘ข๐‘๐‘๐‘’๐‘ ๐‘  ๐‘ ๐‘ก๐‘œ๐‘Ÿ๐‘–๐‘’๐‘ ) yang sering diangkat dalam menulis FN. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐‘†๐‘Ž๐‘š๐‘–’๐‘›๐‘Ž ๐‘ค๐‘Ž ๐ด๐‘กโ„Ž๐‘Ž’๐‘›๐‘Ž (๐‘Š๐‘Žโ„Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘›๐‘– ๐‘Š๐‘–๐‘Ÿ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ค๐‘Ž๐‘›, ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘”๐‘ข๐‘ ๐‘Žโ„Ž๐‘Ž ๐‘†๐‘Ž๐‘š๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘›๐‘‘๐‘Ž) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3T6Fpcj.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’…๐’–๐’‚, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Ž๐’†๐’๐’š๐’†๐’…๐’Š๐’‰๐’Œ๐’‚๐’ (๐’”๐’‚๐’… ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Kebalikan dari dari akhir yang menyenangkan, paragraf ini berupa peristiwa yang kurang bahkan tidak disukai seperti: kematian; kehilangan; kegagalan dalam mewujudkan harapan, perjuangan dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa sedih dengan membaca paragraf akhir seperti ini, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Meski agak kurang disukai pembaca, tapi akhir yang menyedihkan memberikan kesan yang lebih mendalam terkait pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐‘†๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ก ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘†๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š๐‘๐‘– ๐‘€๐‘’๐‘˜๐‘Žโ„Ž ๐‘€๐‘’๐‘š๐‘๐‘ข๐‘Ž๐‘ก ๐พโ„Ž๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘“๐‘Žโ„Ž ๐‘€๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3MkEWkC.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’•๐’Š๐’ˆ๐’‚, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Ž๐’†๐’๐’†๐’ˆ๐’‚๐’”๐’Œ๐’‚๐’ (๐’‚๐’‡๐’‡๐’Š๐’“๐’Ž๐’‚๐’•๐’Š๐’—๐’† ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Menegaskan kembali pesan yang disampaikan di paragraf pertama dan atau di batang tubuh tulisan. Bisa dengan redaksi kata yang berbeda tetapi bermakna sama sebagai titik tekan pesan. Tujuannya agar pembaca mengingat betul pesan tersebut. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐ต๐‘’๐‘™๐‘Ž ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐‘‘๐‘– ๐‘‡๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Žโ„Ž ๐พ๐‘’๐‘”๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘› (๐ท๐‘Ÿ. ๐‘†๐‘Žโ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข๐‘‘๐‘‘๐‘–๐‘› ๐ท๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘›๐‘”, ๐‘†.๐ป., ๐‘€.๐ป., ๐พ๐‘œ๐‘š๐‘–๐‘ ๐‘–๐‘œ๐‘›๐‘’๐‘Ÿ ๐พ๐‘œ๐‘š๐‘›๐‘Ž๐‘  ๐ป๐ด๐‘€ ๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘œ๐‘‘๐‘’ 2007-2012) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3CMPsOA.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’†๐’Ž๐’‘๐’‚๐’•, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Œ๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’Œ๐’” (๐’„๐’๐’Š๐’Ž๐’‚๐’„๐’•๐’Š๐’„ ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Paragraf terakhir merupakan puncak dari suatu hal, kejadian, keadaan, dan sebagainya yang berkembang secara berangsur-angsur. Paragraf ini merupakan paragraf yang paling menarik atau paling penting dari keseluruhan rekonstruksi suatu kejadian yang diceritakan. Pembaca juga tidak akan bertanya-tanya mengapa akhir ceritanya seperti itu, karena semua pertanyaan tersebut sudah dijawab di paragraf-paragraf sebelumnya.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐‘†๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘Ž๐‘ ๐ถ๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š๐‘Žโ„Ž, ๐ด๐‘‘๐‘Ž ๐‘†๐‘Ž๐‘—๐‘Ž ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ท๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘ก ๐ป๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Žโ„Ž yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3ClJsuH.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’๐’Š๐’Ž๐’‚, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’ˆ๐’‚๐’๐’•๐’–๐’๐’ˆ (๐’‰๐’‚๐’๐’ˆ๐’Š๐’๐’ˆ ๐’†๐’๐’…). Tentu saja menggantung di sini bukan berarti ceritanya terpotong, melainkan si penulis sengaja tidak menyimpulkan akhir ceritanya ke salah satu dari empat paragraf penutup di atas ataupun ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” lainnya. Alasannya bisa karena penulis ingin membiarkan pembaca memutuskan sendiri penyelesaiannya atau memang lantaran kejadiannya juga belum bisa diprediksi bakal berujung ke mana.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘†๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ÿ ๐‘†๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘’๐‘š๐‘ข ๐ป๐‘–๐‘ง๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘‡๐‘Žโ„Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ÿ (๐‘†๐‘ฆ๐‘’๐‘˜โ„Ž ๐ป๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘Ž๐‘™-๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ฆ๐‘›๐‘–๐‘ฆ, ๐ท๐‘œ๐‘ ๐‘’๐‘› ๐‘ˆ๐‘›๐‘–๐‘ฃ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘  ๐ด๐‘™-๐ด๐‘งโ„Ž๐‘Ž๐‘Ÿ ๐พ๐‘Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘œ) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3RI6n96.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’†๐’๐’‚๐’Ž, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’š๐’‚๐’๐’ˆ ๐’Ž๐’†๐’๐’š๐’†๐’Ž๐’‚๐’๐’ˆ๐’‚๐’•๐’Š (๐’†๐’๐’„๐’๐’–๐’“๐’‚๐’ˆ๐’Š๐’๐’ˆ ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Dari namanya sudah jelas, tujuan dari paragraf terakhir ini untuk menyemangati pembaca. Hal ini dilakukan karena alur cerita sudah semakin landai (sudah antiklimaks), bahkan bila paragraf ๐‘’๐‘›๐‘๐‘œ๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘”๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” dihapus, FN terasa sudah selesai. Namun penulis ingin memberikan kesan terakhir yang penuh semangat di benak pembaca maka dibuatlah paragraf ini. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Paragraf terakhir dalam FN ๐ท๐‘ข๐‘˜๐‘ข๐‘›๐‘” ๐พโ„Ž๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘“๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐ฝ๐‘–โ„Ž๐‘Ž๐‘‘ (๐‘Š๐‘–๐‘™๐‘™๐‘–๐‘Ž๐‘š ๐ป๐‘’๐‘›๐‘Ÿ๐‘ฆ “๐‘†๐‘ฆ๐‘Ž๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘ข๐‘™ ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐ด๐‘๐‘‘๐‘ข๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž” ๐‘„๐‘ข๐‘–๐‘™๐‘™๐‘–๐‘Ž๐‘š [1856-1932], ๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘–๐‘  ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐‘‘๐‘– ๐ผ๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3fJtyCu.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’•๐’–๐’‹๐’–๐’‰, ๐’‚๐’Œ๐’‰๐’Š๐’“ ๐’„๐’‚๐’Ž๐’‘๐’–๐’“๐’‚๐’ (๐’Ž๐’Š๐’™๐’†๐’… ๐’†๐’๐’…๐’Š๐’๐’ˆ). Mencampurkan dua atau beberapa ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”. Tujuannya untuk menyatukan kekuatan masing-masing ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” yang dicampurkan. 

๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก (campuran โ„Ž๐‘Ž๐‘๐‘๐‘ฆ ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” dan ๐‘ ๐‘Ž๐‘‘ ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”): 
Paragraf terakhir dalam FN ๐‘ƒ๐‘’๐‘›๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ ๐ป๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Žโ„Ž ๐‘‘๐‘– ๐ฟ๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘›๐‘” ๐‘†๐‘’๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข (๐บ๐‘ข๐‘  ๐‘Š๐‘Žโ„Ž๐‘–๐‘‘, ๐พ๐‘’๐‘ก๐‘ข๐‘Ž ๐ฟ๐‘ƒ๐‘† ๐บ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘‘๐‘Ž ๐‘€๐‘ข๐‘‘๐‘Ž) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3VdcgOy.
.
.
Bagaimana perasaan Anda setelah membaca semua contoh di atas? Sangat berkesan kan? Masing-masing contoh memberikan kesan yang berbeda. Benar enggak? Tapi kalau Anda merasa biasa-biasa saja, berarti Anda melanggar adab membaca ending. Ayo ngaku? He… he…. Tolong dijawab di kolom komentar ya. ๐ฝ๐‘Ž๐‘ง๐‘Ž๐‘˜๐‘ข๐‘š๐‘ข๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘˜โ„Ž๐‘Ž๐‘–๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘› ๐‘˜๐‘Ž๐‘ก๐‘ ๐‘–๐‘Ÿ๐‘Ž.[]
.
Depok, 14 Rabiul Awal 1444 H | 10 Oktober 2022 M
 .
Joko Prasetyo
Jurnalis

Sabtu, 01 Oktober 2022

๐‰๐€๐‹๐ˆ๐ ๐”๐๐’๐”๐‘ ๐…๐ ๐ƒ๐ˆ ๐‘ฉ๐‘ถ๐‘ซ๐’€ ๐“๐”๐‹๐ˆ๐’๐€๐ ๐ƒ๐„๐๐†๐€๐ ๐Š๐„๐‘๐„๐

Tinta Media - Sebagaimana tubuh yang dengan tangkas dan pas memproses nutrisi dan respirasi yang diterimanya dari leher, batang tubuh tulisan (๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘œ๐‘“ ๐‘ค๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘ก๐‘’๐‘›) juga haruslah menjalin berbagai unsur karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘  /FN) dengan keren (tangkas dan pas). Semua unsur FN yang belum dimuat dalam teras, harus dijalin sedemikian rupa di ๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ.
Mulai dari: 
.
- alur cerita (penjelasannya, baca ๐ต๐‘ข๐‘Ž๐‘– ๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘™๐‘ข๐‘Ÿ ๐ถ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘Ž ๐พ๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž ๐‘๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž dengan mengklik https://bit.ly/3fu3Bqo); 
.
- karakter dan kepribadian tokoh (penjelasannya, baca ๐ป๐‘–๐‘‘๐‘ข๐‘๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐ถ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐พ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘˜๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐พ๐‘’๐‘๐‘Ÿ๐‘–๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘‡๐‘œ๐‘˜๐‘œโ„Ž ๐‘ˆ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž dengan mengklik https://bit.ly/3dYBM9g); 
.
hingga
.
- latar tempat, waktu, dan suasana ceritanya (penjelasannya, baca ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐ฟ๐‘ข๐‘๐‘Ž ๐‘†๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐ฟ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘‡๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘ก, ๐‘Š๐‘Ž๐‘˜๐‘ก๐‘ข, ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘†๐‘ข๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘›๐‘Ž ๐ถ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘Œ๐‘Ž…dengan mengklik https://bit.ly/3UPF5jK).  
.
Semuanya harus ada, jangan sampai ada yang terlewat. Kalau ada yang terlewat, batang tubuh tulisannya jadi enggak keren. Kalau diibaratkan dengan tubuh manusia, ya jadi timbul penyakit. He… he… 
.
Iya, bila nutrisi berupa karbohidrat tidak dapat diproses oleh pankreas menjadi energi bukankah dapat menjadi penyakit diabetes? Begitu juga dengan berbagai nutrisi lainnya bila tidak dapat dicerna dengan baik oleh organ tubuh yang ada maka berpotensi menjadi berbagai penyakit. Batang tubuh FN juga begitu. Bila berbagai unsur FN di atas tidak dijalin dengan keren tentu akan menimbulkan banyak penyakit. Tiga di antaranya sebagai berikut.
.
๐‘ท๐’†๐’“๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚, kalau alur ceritanya melompat-lompat alias tidak menyambung dari satu adegan ke adegan lainnya tentu akan membuat pembaca merasa tidak nyaman dan berkesimpulan FN-nya tidak keren. 
.
Maka pastikan alur ceritanya menyambung dengan teras. Bila terasnya berupa teras ringkasan, maka semua unsur adegan (kecuali penutup/๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”) mesti dibahas di ๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ. Bila teras sudah mengandung salah satu unsur adegan, pastikan adegan lainnya (kecuali penutup/๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”) dimuat di ๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ. Bila terasnya sudah mengandung salah satu unsur adegan, bolehkan adegan tersebut dimuat lagi di ๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ? Boleh. Boleh sama persis, boleh lebih detail. Lebih baik yang mana? Lebih baik yang lebih detail. 
.
Selain itu, dari paragraf yang satu ke paragraf yang lainnya juga tetap harus ada keterkaitannya alias tidak melompat. 
.
๐‘ฒ๐’†๐’…๐’–๐’‚, kalau karakter dan atau kepribadian si tokoh utamanya tidak dideskripsikan tentu saja tokoh yang diceritakan terasa jauh, dingin, dan asing. Tidak akan memunculkan rasa suka atau tidak suka di benak pembaca kepada tokoh yang diceritakan. 
.
Karena itu, jangan lupa deskripsikan dan atau simpulkan karakter serta kepribadian sang tokoh terutama tokoh utamanya, sehingga pembaca merasakan betapa baiknya atau betapa tidak baiknya, sekaligus betapa islaminya ataupun betapa tidak islaminya si tokoh yang diceritakan.  
.
๐‘ฒ๐’†๐’•๐’Š๐’ˆ๐’‚, kalau penulis lupa mendeskripsikan latar tempat dan suasana ceritanya, pembaca akan kesulitan menangkap konteksnya dan bertanya-tanya di mana peristiwa itu terjadi. Bila tidak mencantumkan waktu, juga akan menimbulkan pertanyaan, “Kapan kejadiannya?”  
Maka, pastikan latar tempat dan suasana ceritanya itu dideskripsikan dan jangan lupa cantumkan pula waktu kejadiannya. Memang tidak mesti di setiap adegan ini semua disebutkan, tetapi di adegan-adegan kunci (adegan yang menentukan perubahan alur cerita) mestilah dicantumkan agar pembaca dapat membayangkan urutan kejadiannya, bagaimana suasana ceritanya, dan seperti apa konteksnya.
.
Dengan demikian, batang tubuh FN Anda menjadi sehat dan keren.
.
.
๐†๐š๐ซ๐ข๐ฌ ๐๐ž๐ง๐ญ๐ข๐ง๐ 
.
Selain itu, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan terkait batang tubuh tulisan dalam anatomi FN. Meski semua anatomi ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘–๐‘›๐‘”๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž, namun bisa dikatakan batang tubuh mengandung sedikit hal yang kurang penting. Gambarannya dapat dilihat pada bagan ๐ด๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘œ๐‘š๐‘– ๐พ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐พโ„Ž๐‘Ž๐‘  (๐น๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘๐‘’๐‘ค๐‘ ) yang terlampir di bawah ini.


Dalam bagan anatomi tersebut terlihat jelas bahwa FN terdiri dari judul (๐‘ก๐‘–๐‘ก๐‘™๐‘’), teras (๐‘™๐‘’๐‘Ž๐‘‘), batang tubuh tulisan (๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘œ๐‘“ ๐‘ค๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘–๐‘›๐‘”), dan penutup (๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”). 
.
๐‘†๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘–๐‘›๐‘”๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž itu, dalam bagan anatomi di atas ditandai dengan segaris secara vertikal (lihat garis warna merah di kanan dan kiri anatomi) antara judul, teras, batang tubuh, dan penutup. Bila menempel dengan garis merah, artinya paling penting. Semakin menjauh dari garis merah, semakin kurang penting. 
.
Nah, dalam bagan tersebut tampak sekali judul, teras, dan penutup menempel dengan garis merah. Itu artinya sama-sama paling penting alias sama-sama pentingnya. Sedangkan batang tubuh digambarkan ada sedikit menjauh dari garis merah. Artinya, batang tubuh tersebut ada sedikit kurang penting. 
.
Maksudnya, bukan berarti benar-benar tak penting tetapi bila kata, kalimat, atau paragraf tertentu di bagian tubuh tersebut dihapus, tidak merusak alur cerita. Namun bila tidak dihapus bukan berarti sia-sia kalau dibaca tetapi justru akan memperkaya wawasan pembaca.
.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก ๐Š๐š๐ฌ๐ฎ๐ฌ
.
Contoh kasusnya adalah FN ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK). Naskah aslinya adalah sekitar 9000 karakter sebagaimana yang telah Anda baca pada tautan di atas. Sedangkan pertama kali dipublikasikan, naskahnya tidak sepanjang itu, melainkan sekitar tujuh ribu karakter. 
.
Mengapa? Karena FN tersebut pertama kali dipublikasikan di media cetak, persisnya di rubrik Kisah tabloid Media Umat edisi 208 (pertengahan November 2017). Sedangkan naskah yang diperlukan untuk satu halaman penuh tabloid tersebut idealnya sekitar enam ribu sampai tujuh ribu karakter. Maka dengan terpaksa beberapa paragraf batang tubuh dihapus. Dengan kata lain, harus ada sedot lemak di perut dan di pinggang agar tubuhnya muat ke pakaian yang sudah disediakan he… he….  
.
Yang menjadi korban penghapusan ada dua bagian. ๐‘ท๐’†๐’“๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚, bagian rincian blok Islam, blok Pancasila dan blok Sosio-Ekonomi yang dimuat pada paragraf kedua sampai kelima. Pertimbangannya dihapus karena rincian tersebut sudah dimuat pula pada bagan yang menjadi ilustrasinya. Dengan kata lain, sudah terwakili oleh bagan. Apalagi pada praktiknya pembaca sangat mungkin langsung lihat bagannya terlebih dahulu sebelum membaca FN-nya. Maka, penghapusan bagian tersebut tidak akan berdampak apa-apa. 
.
๐‘ฒ๐’†๐’…๐’–๐’‚, bagian penyampaian pidato dari Partai Nahdlatul Ulama (NU) yang dimuat pada paragraf kedua puluh enam sampai ke paragraf tiga puluh. Pertimbangannya dihapus karena ada rencana akan membahas secara khusus argumen Partai NU bahwa dasar negara itu harus Islam, bukan Pancasila. Dan, pembahasan secara khusus tersebut dimuat pada rubrik Kisah tabloid Media Umat edisi 282 (pertengahan Januari 2021). Dimuat pula pada situs tintasiyasi.com dengan judul ๐ผ๐‘›๐‘–๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐ด๐‘™๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘› ๐‘ƒ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘– ๐‘๐‘ˆ ๐‘ƒ๐‘–๐‘™๐‘–โ„Ž ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘– ๐ท๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘๐‘’๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž (silakan klik https://bit.ly/3dMLeMY). 
.
Bagaimana? Sudah paham ya mengapa batang tubuh tulisan agak sedikit menjauh dari garis merah (garis penting)? Bagi Anda yang sudah pernah membuat FN, silakan mencoba menghapus atau menambah paragraf pada batang tubuh tulisan tanpa mengubah alur yang ada di atasnya maupun di bawahnya. Bila berhasil, berarti Anda sudah bisa membuat atau mengedit FN menjadi lebih panjang atau lebih pendek. Itulah salah satu kemampuan yang harus dimiliki seorang editor. Eh, kok malah jadi bahas editor ya? He… h e….[]
.
Depok, 2 Rabiul Awal 1444 H | 29 September 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis  

https://bit.ly/3y3PKh3

Selasa, 27 September 2022

๐๐„๐‘๐€๐†๐€๐Œ ๐“๐„๐‘๐€๐’ ๐Š๐€๐‘๐€๐๐†๐€๐ ๐Š๐‡๐€๐’ ๐˜๐€๐๐† ๐๐„๐‘๐Š๐”๐€๐‹๐ˆ๐“๐€๐’

Tinta Media - Setelah tertarik dengan judul, maka perhatian pembaca akan beralih ke paragraf pertama (๐‘™๐‘’๐‘Ž๐‘‘/teras). Peran paragraf pertama ini sangat penting, sepenting peran leher dalam anatomi tubuh manusia. 
.
Ya, bila diumpamakan sebagai leher, teras berperan untuk menghubungkan kepala (judul) dengan tubuh (paragraf kedua dan seterusnya). Jangan sampai fungsi leher sebagai penopang kepala serta penyampai nutrisi dan pernafasan dari kepala untuk tubuh gagal dilakukan, bila gagal bisa-bisa tewas alias pembaca enggan membaca paragraf berikutnya. 
.
Teras banyak ragamnya. Semuanya memiliki fungsi yang sama yakni menarik minat pembaca untuk membaca paragraf berikutnya. Bila menguasai aneka jenis teras, maka selain dapat membuat karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /FN) yang menarik, Anda dapat mengubah karangan khas tersebut menjadi banyak versi. 
.
Masing-masing versinya dapat dikirim ke media massa berbeda. Dan tentu saja, sebelum dikirim mesti diubah pula judulnya. Serta sangat mungkin adanya perubahan ---sedikit atau banyak--- pada beberapa paragraf lainnya agar lebih selaras dengan teras. 
.
FN ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK), misalnya. Terasnya bisa diubah menjadi beragam jenis. Di antaranya seperti di bawah ini.
.
.
๐‘ท๐’†๐’“๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’Œ๐’๐’๐’•๐’“๐’‚๐’”. Teras ini memperlihatkan perbedaan yang nyata apabila diperbandingkan. Baik perbandingan saat ini dengan masa lalu; perbandingan warna, rupa, ukuran; perbandingan karakter ataupun kepribadian; dan perbandingan lainnya. Targetnya, begitu membaca paragraf pertama, pembaca langsung mendapatkan berbedaan yang mencolok suatu hal dengan hal lainnya. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Sekitar 550 wakil rakyat yang berkumpul dalam Sidang Konstituante (1956-1959) terbelah menjadi dua blok besar yakni Islam (230 kursi, 44,8 persen) dan Pancasila (274 kursi, 53,3 persen). Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan parpol kubu Islam lainnya berargumentasi dasar negara yang paling tepat untuk negeri mayoritas Muslim ini adalah Islam. Sedangkan Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan parpol kubu Pancasila lainnya bersikukuh dasar negara haruslah Pancasila.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’…๐’–๐’‚, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’‚๐’๐’‚๐’๐’๐’ˆ๐’Š. Teras yang menunjukkan kesamaan sebagian ciri antara dua benda, dua peristiwa, dua watak, dua suasana atau dua hal lainnya yang dapat dipakai untuk dasar perbandingan. Tujuannya, agar pembaca langsung menemukan persamaan antara dua hal yang diperbandingkan. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Sebagaimana para ๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ (bapak pendiri bangsa) dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/PPKI, 1945), para wakil rakyat dalam Sidang Konstituante (1946-1949) pun terbelah menjadi dua kubu: kubu yang ingin Islam sebagai dasar negara versus kubu yang ingin Islam bukan sebagai dasar negara. Dalam kedua peristiwa bersejarah tersebut peran Soekarno juga sama: mengkhianati kesepakatan Piagam Jakarta 1945 dan membubarkan sepihak Sidang Konstituante sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’•๐’Š๐’ˆ๐’‚, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’†๐’Œ๐’”๐’‘๐’“๐’†๐’”๐’Š. Sesuai namanya, teras ini tentu saja menunjukkan ekspresi tokoh atau tokoh-tokoh yang diceritakan. Cirinya, gambaran dari ekspresi ---kegembiraan, kesedihan, kemenangan, kekalahan, kemarahan, kesabaran, keterkejutan, atau ekspresi lainnya--- yang lebih mendominasi paragraf pertama. Tujuannya, supaya pembaca langsung mengetahui perasaan dari tokoh atau tokoh-tokoh yang diceritakan. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Tidak hanya pihak pendukung Pancasila, para pendukung negara Islam pun sama-sama terkejut ketika Buya Hamka dari Partai Masyumi dengan lantang dan blak-blakan mengingatkan para peserta Sidang Konstituante (1956-1959) akan bahayanya Pancasila sebagai dasar negara. “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka …," tegas tokoh Muhammadiyah tersebut sebagaimana diceritakan KH Irfan Hamka, putra Buya Hamka yang ketujuh, dalam bukunya yang berjudul ๐พ๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž-๐พ๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž ๐ด๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘Ž๐‘š๐‘Ž ๐ด๐‘ฆ๐‘Žโ„Ž๐‘˜๐‘ข ๐ป๐‘Ž๐‘š๐‘˜๐‘Ž.
.
.

๐‘ฒ๐’†๐’†๐’Ž๐’‘๐’‚๐’•, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’‘๐’‚๐’“๐’๐’…๐’Š. Teras parodi itu teras yang dengan sengaja menirukan kata-kata dari peribahasa, lagu, film atau apa pun yang sudah ada bahkan popular dengan maksud mencari efek menggelikan atau cemoohan. Namun sejatinya, bukan benar-benar mencemooh melainkan salah satu cara mengkritik agar tumbuh kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik. Targetnya, pembaca langsung menangkap pesan bahwa ada masalah serius yang semestinya tidak terjadi dan jangan sampai terulang kembali.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Keledai saja tidak jatuh ke lubang yang sama sampai dua kali. Namun ironisnya, para pendiri bangsa (๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ) yang menginginkan Islam sebagai dasar negara bisa berkali-kali dikhianati oleh orang yang sama, orang yang menghalalkan segala cara agar Islam tidak jadi dasar negara. 
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’๐’Š๐’Ž๐’‚, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’Ž๐’†๐’๐’ˆ๐’ˆ๐’–๐’ˆ๐’‚๐’•. Fungsi dari teras ini untuk menggugat atau menyanggah pernyataan, kebijakan, dan lainnya. Cirinya, tentu saja berisi argumen yang mendukung sanggahan tersebut. Tujuannya, agar pembaca langsung sepakat dengan gugatan penulis. Atau, paling tidak, pembaca mengetahui ternyata pernyataan, kebijakan, dan semisalnya itu ada yang mempermasalahkannya. 
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Kalau benar-benar Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa (๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ) tentu saja tidak akan ada penghapusan sepihak tujuh kata (Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam Piagam Jakarta 1945; tidak akan ada penagihan janji agar diadakan pemilu; tidak akan ada polarisasi kubu Islam versus kubu Pancasila dalam Sidang Konstituante (1956-1959); dan tidak akan ada pula pembubaran sepihak sidang yang merumuskan dasar negara (Islam atau Pancasila) sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati.
.
.
๐‘ฒ๐’†๐’†๐’๐’‚๐’Ž, ๐’•๐’†๐’“๐’‚๐’” ๐’•๐’†๐’๐’“๐’†๐’•๐’Š๐’”. Teras ini berdasarkan teori alias berisi pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Tujuannya, agar pembaca langsung mengiyakan pendapat penulis sejak paragraf pertama bila memang di benaknya terdapat data yang sama. Bila belum memiliki data yang sama, diharapkan pembaca jadi penasaran ingin mengetahui datanya mengapa penulis sampai berkesimpulan demikian.
.
๐‚๐จ๐ง๐ญ๐จ๐ก:
Pernyataan beberapa pejabat yang menyebut Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa (๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ) belum tentu benar, bila dikaji ulang sejarahnya justru hasilnya dapat menunjukkan kebalikannya. Penghapusan sepihak tujuh kata (Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam Piagam Jakarta 1945; penagihan janji agar diadakan pemilu; polarisasi kubu Islam versus kubu Pancasila dalam Sidang Konstituante (1956-1959); dan pembubaran sepihak sidang yang merumuskan dasar negara (Islam atau Pancasila) sembilan bulan lebih awal dari jadwal yang disepakati, malah lebih menunjukkan bahwa kesepakatan itu tidak pernah ada.
.
.
๐“๐ž๐ซ๐š๐ฌ ๐‹๐š๐ข๐ง๐ง๐ฒ๐š
Selain keenam teras di atas, masih banyak teras lainnya. Di antaranya adalah: teras ringkasan; teras bercerita; teras deskriptif; teras pertanyaan; teras menuding; teras kutipan; dan teras gabungan dari beberapa teras yang ada.
.
Penjelasan terkait macam-macam teras tersebut berikut contohnya, bisa dibaca pada ๐‘‡๐‘–๐‘๐‘  ๐‘‡๐‘Ž๐‘˜๐‘ก๐‘–๐‘  ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘  ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘†๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ฝ๐‘ข๐‘Ÿ๐‘›๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘  ๐ฝ๐‘–๐‘™๐‘–๐‘‘ ๐ผ๐‘‰: ๐พ๐‘Ž๐‘๐‘–๐‘ก๐‘Ž ๐‘†๐‘’๐‘™๐‘’๐‘˜๐‘ก๐‘Ž ๐พ๐‘’๐‘—๐‘ข๐‘Ÿ๐‘›๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘›, bab ๐ด๐‘”๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘‡๐‘Ž๐‘˜ ๐‘‡๐‘’๐‘Ÿ๐‘—๐‘’๐‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘†๐‘–๐‘›๐‘‘๐‘Ÿ๐‘œ๐‘š '๐‘ƒ๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐ป๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘€๐‘–๐‘›๐‘”๐‘”๐‘ข' (๐‘€๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘š-๐‘€๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘š ๐‘‡๐‘’๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘  ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘Ž) atau klik https://bit.ly/35jdsL3. 
.
Nah, bagi Anda yang belum pernah membuat FN, kini sudah terbayang ๐‘˜๐‘Ž๐‘› bagaimana cara memulai membuat paragraf pertamanya? Tentukan salah satu teras yang menurut Anda lebih mudah dipraktikkan. 
.
Sedangkan bagi Anda yang pernah membuat FN, coba sekarang lihatlah kembali naskah yang pernah Anda buat, sudah terbayang ๐‘˜๐‘Ž๐‘› kalau terasnya diubah ke beragam teras lainnya yang tidak kalah berkualitas? 
.
Bagi kita semua, jangan lupa baca bismillah sebelum memulainya ya, agar bernilai ibadah. Selamat mempraktikkan, semoga Allah mudahkan dan berkahi. ๐ด๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘–๐‘›.[]
.
Depok, 27 Safar 1444 H | 24 September 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Kamis, 11 Agustus 2022

๐“๐ˆ๐ƒ๐€๐Š ๐’๐„๐Š๐€๐ƒ๐€๐‘ ๐‘ฉ๐‘ฌ๐‘จ๐‘ผ๐‘ป๐‘ฐ๐‘ญ๐‘ผ๐‘ณ, ๐‰๐”๐ƒ๐”๐‹ ๐‰๐”๐†๐€ ๐‡๐€๐‘๐”๐’ ๐‘ท๐‘ถ๐‘พ๐‘ฌ๐‘น๐‘ญ๐‘ผ๐‘ณ๐‘ณ(๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐‘ญ๐’†๐’‚๐’•๐’–๐’“๐’† ๐‘ต๐’†๐’˜๐’”)

Tinta Media - Judul sangat penting dalam semua jenis tulisan termasuk dalam penulisan karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /FN). Saking pentingnya, judul itu diibaratkan dengan kepala. Diibaratkan dengan kepala khususnya wajah. Selain sebagai identitas tulisan, judul juga sebagai daya tarik awal untuk membuat mata pembaca berhenti pada judul tersebut untuk kemudian membaca paragraf pertama dan seterusnya. 

Makanya, judul yang dibuat itu harus ๐‘๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–๐‘“๐‘ข๐‘™ (menarik). Selain mengandung kepentingan pembaca, sejumlah kata yang disusun juga diupayakan mengandung bunyi akhiran sama. Misal: ๐‘‡๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘†๐‘’๐‘˜๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ ๐ต๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–(๐’‡๐’–๐’), ๐ฝ๐‘ข๐‘‘๐‘ข๐‘™ ๐ฝ๐‘ข๐‘”๐‘Ž ๐ป๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ข๐‘  ๐‘ƒ๐‘œ๐‘ค๐‘’๐‘Ÿ(๐’‡๐’–๐’๐’). Sama-sama berbunyi akhir ๐˜‚๐—น bahkan ๐Ÿ๐ฎ๐ฅ. Pembaca yang berkepentingan dalam membuat judul mestilah tertarik dengan judul seperti ini. Benar enggak?
.
Selain harus ๐‘๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–๐‘“๐‘ข๐‘™, judul juga harus ๐‘๐‘œ๐‘ค๐‘’๐‘Ÿ๐‘“๐‘ข๐‘™๐‘™ (kuat). Judul yang kuat itu judul yang dapat mencerminkan isi tulisan dalam beberapa kata saja. Semakin mewakili isi tulisan, maka semakin kuatlah judul. Semakin melenceng dari tulisan, maka akan semakin lemah dan berdampak pada kekecewaan pembaca.  
.
Agar tidak mengecewakan pembaca, judul haruslah sesuai dengan isi pesan yang disampaikan dalam tulisan. Oleh karena itu, ambillah judul dari benang merah tulisan atau diambil dari frasa yang terdapat dalam tulisan FN agar menjadi ๐‘๐‘œ๐‘ค๐‘’๐‘Ÿ๐‘“๐‘ข๐‘™๐‘™. Bisa ditulis secara lugas, bisa pula puitis. Diupayakan pendek, meski panjang pun tak mengapa. Yang penting jadi ๐‘๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–๐‘“๐‘ข๐‘™.  
.
Salah satu contoh judul FN yang memenuhi dua kriteria tersebut adalah ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘–. Judul tersebut dicetuskan Redaksi Pelaksana Tabloid Media Umat Mujiyanto. Judul aslinya dari saya adalah ๐ท๐‘’๐‘˜๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก ๐‘ƒ๐‘Ÿ๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘‘๐‘’๐‘› ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘”๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– ๐‘ˆ๐‘š๐‘Ž๐‘ก ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š. Tentu saja saya langsung sepakat dengan judul ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– karena tiga alasan. 
.
๐‘ท๐’†๐’“๐’•๐’‚๐’Ž๐’‚, judul yang saya buat dan editan dari Mas Muji, begitu sapaan akrab saya kepada senior dan guru saya ini, sama-sama mewakili frasa yang ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa Pancasila bukanlah kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia. 
.
Karena, sedari awal (Sidang BPUPKI) hingga Sidang Konstituante, ๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ dari kalangan ulama dan aktivis Islam menginginkan Islam sebagai dasar negara. Namun atas pengkhianatan berkali-kali dari salah seorang pendiri bangsalah maka Islam tak jua jadi dasar negara.
.
๐‘ฒ๐’†๐’…๐’–๐’‚, “Dekrit Presiden Mengkhianati Umat Islam” itu hanya mewakili salah satu adegan dalam FN tepatnya mewakili adegan ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” (bagian akhir). Sedangkan “Janji Itu Dikhianati” bukan hanya mewakili ๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” tetapi juga mewakili batang tubuh tulisan (๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘œ๐‘“ ๐‘ค๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘–๐‘›๐‘”). 
.
Coba baca FN ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK), maka Anda akan menemukan pengkhianatan terhadap janji-janji yang telah diberikan tampak sebagai benang merah. Sehingga judul tersebut dapat dinilai lebih ๐‘๐‘œ๐‘ค๐‘’๐‘Ÿ๐‘“๐‘ข๐‘™๐‘™.
.
๐‘ฒ๐’†๐’•๐’Š๐’ˆ๐’‚, judulnya lebih singkat dan puitis sehingga lebih enak dibaca tanpa mengurangi makna. Sehingga judul tersebut dapat dinilai lebih ๐‘๐‘’๐‘Ž๐‘ข๐‘ก๐‘–๐‘“๐‘ข๐‘™. 
.
Pembahasan lebih lanjut tentang judul, silakan baca ๐‘‡๐‘–๐‘๐‘  ๐‘‡๐‘Ž๐‘˜๐‘ก๐‘–๐‘  ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘  ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘†๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐ฝ๐‘ข๐‘Ÿ๐‘›๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘  ๐ฝ๐‘–๐‘™๐‘–๐‘‘ ๐ผ: ๐‘‡๐‘’๐‘˜๐‘›๐‘–๐‘˜ ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘  ๐‘‚๐‘๐‘–๐‘›๐‘–, ๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘‡๐‘–๐‘๐‘  ๐‘€๐‘’๐‘š๐‘๐‘ข๐‘Ž๐‘ก ๐ฝ๐‘ข๐‘‘๐‘ข๐‘™ ๐‘‚๐‘๐‘–๐‘›๐‘– ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜ atau klik https://bit.ly/3BqgtXP. Ya, meskipun judulnya seolah ditujukan hanya untuk menulis judul opini tetapi sebenarnya itu berlaku juga untuk FN karena kaidahnya sama saja dengan kaidah judul berbagai jenis tulisan jurnalistik lainnya termasuk FN.[]
.
.
Depok, 12 Muharam 1444 H | 9 Agustus 2022 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis
.
.
______
.
Hitam putih adalah pembeda yang tegas antara hak dan batil. Hitamnya kehidupan jahiliah menjadi terang benderangnya kehidupan islami, ditandai dengan hijrahnya Rasulullah SAW, para shahabat dan kaum Muslim dari Mekah ke Madinah yang dimulai sejak bulan Muharam tahun pertama Hijriah, 1444 tahun yang lalu.
.
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah, Pustaka Abdurrahman Auf mengadakan program promo buku halaman dalam hitam putih:
.
Tษชแด˜s Tแด€แด‹แด›ษชs Mแด‡ษดแดœสŸษชs แด…แด€ส€ษช Sแด€ษดษข Jแดœส€ษดแด€สŸษชs
๐‰๐ข๐ฅ๐ข๐ ๐Ÿ: ๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐Ž๐ฉ๐ข๐ง๐ข
Karya: Joko Prasetyo
.
๐’๐ฉ๐ž๐ฌ๐ข๐Ÿ๐ข๐ค๐š๐ฌ๐ข ๐›๐ฎ๐ค๐ฎ:
- ukuran A5
- cover artcarton 260 gram plus laminating doft
- isi HVS 70 gram
- jilid lem binding (softcover)
- jumlah halaman 104 bolak-balik
.
Harga Normal: Rp140.000,-
๐‡๐š๐ซ๐ ๐š ๐๐ซ๐จ๐ฆ๐จ (๐Ÿ ๐€๐ ๐ฎ๐ฌ๐ญ๐ฎ๐ฌ - ๐Ÿ๐Ÿ“ ๐€๐ ๐ฎ๐ฌ๐ญ๐ฎ๐ฌ ๐Ÿ๐ŸŽ๐Ÿ๐Ÿ): ๐‘๐ฉ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ“.๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ,-
Harga halaman dalam berwarna (๐‘“๐‘ข๐‘™๐‘™ ๐‘๐‘œ๐‘™๐‘œ๐‘ข๐‘Ÿ): Rp185.000,-
.
Harga belum termasuk ongkos kirim.
.
๐—ฃ๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ท๐˜‚๐—ด๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ:
Pustaka Abdurrahman Auf
wa.me/6282112880274
Surel: pustakaabdurrahmanauf@gmail.com

Rabu, 10 Agustus 2022

๐๐€๐’๐“๐ˆ๐Š๐€๐ ๐€๐๐€๐“๐Ž๐Œ๐ˆ ๐…๐ ๐˜๐€๐๐† ๐€๐๐ƒ๐€ ๐๐”๐€๐“ ๐’๐”๐ƒ๐€๐‡ ๐‹๐„๐๐†๐Š๐€๐! (๐‘‡๐‘’๐‘˜๐‘›๐‘–๐‘˜ ๐‘€๐‘’๐‘›๐‘ข๐‘™๐‘–๐‘  ๐น๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘๐‘’๐‘ค๐‘ )


Tinta Media - Bukan hanya makhluk hidup yang perlu diketahui anatominya, banyak hal termasuk berbagai produk jurnalistik perlu diketahui tidak terkecuali karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘  /FN). Tujuan mempelajari anatomi karangan khas adalah untuk mempelajari bagian-bagian yang menyusun FN serta fungsinya masing-masing. 

Sebagaimana anatomi manusia yang terdiri dari  
- kepala; 
- leher; 
- batang tubuh (yang meliputi dada dan perut); 
- dua lengan dan tangan; serta dua tungkai dan kaki, 
anatomi rekonstruksi peristiwa yang dikemas dalam bentuk cerita juga memiliki tubuh yang terdiri dari 
- judul (๐‘ก๐‘–๐‘ก๐‘™๐‘’); 
- teras (๐‘™๐‘’๐‘Ž๐‘‘ /paragraf pertama); 
- batang tubuh tulisan (๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘œ๐‘“ ๐‘ค๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘–๐‘›๐‘”/๐‘ก๐‘œ๐‘Ÿ๐‘ ๐‘œ); dan 
- penutup (๐‘’๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘”). 

Jadi, 
- bila FN tanpa judul seperti manusia tanpa kepala; 
- FN tanpa teras seperti manusia tanpa leher; 
- FN tanpa batang tubuh tulisan seperti FN tanpa dada dan perut; dan
- FN tanpa penutup seperti FN tanpa tangan dan kaki. 

Bila memahami anatomi FN, maka Anda dapat menilai naskah FN yang disodorkan kepada Anda atau naskah yang Anda buat itu sudah memenuhi semua bagian anatomi FN atau belum. Maka, pastikan FN yang Anda buat sudah lengkap secara anatomis. Karena, setiap bagian penyusun FN memiliki fungsi yang saling menguatkan dan tidak dapat digantikan oleh bagian lainnya.[] 

Depok, 12 Muharam 1444 H | 9 Agustus 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis


______

Hitam putih adalah pembeda yang tegas antara hak dan batil. Hitamnya kehidupan jahiliah menjadi terang benderangnya kehidupan islami, ditandai dengan hijrahnya Rasulullah SAW, para shahabat dan kaum Muslim dari Mekah ke Madinah yang dimulai sejak bulan Muharam tahun pertama Hijriah, 1444 tahun yang lalu.
.
Dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1444 Hijriah, Pustaka Abdurrahman Auf mengadakan program promo buku halaman dalam hitam putih:
.
Tษชแด˜s Tแด€แด‹แด›ษชs Mแด‡ษดแดœสŸษชs แด…แด€ส€ษช Sแด€ษดษข Jแดœส€ษดแด€สŸษชs
๐‰๐ข๐ฅ๐ข๐ ๐Ÿ: ๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐Ž๐ฉ๐ข๐ง๐ข
Karya: Joko Prasetyo
.
๐’๐ฉ๐ž๐ฌ๐ข๐Ÿ๐ข๐ค๐š๐ฌ๐ข ๐›๐ฎ๐ค๐ฎ:
- ukuran A5
- cover artcarton 260 gram plus laminating doft
- isi HVS 70 gram
- jilid lem binding (softcover)
- jumlah halaman 104 bolak-balik
.
Harga Normal: Rp140.000,-
๐‡๐š๐ซ๐ ๐š ๐๐ซ๐จ๐ฆ๐จ (๐Ÿ ๐€๐ ๐ฎ๐ฌ๐ญ๐ฎ๐ฌ - ๐Ÿ๐Ÿ“ ๐€๐ ๐ฎ๐ฌ๐ญ๐ฎ๐ฌ ๐Ÿ๐ŸŽ๐Ÿ๐Ÿ): ๐‘๐ฉ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ“.๐ŸŽ๐ŸŽ๐ŸŽ,-
Harga halaman dalam berwarna (๐‘“๐‘ข๐‘™๐‘™ ๐‘๐‘œ๐‘™๐‘œ๐‘ข๐‘Ÿ): Rp185.000,-
.
Harga belum termasuk ongkos kirim.
.
๐—ฃ๐—ฒ๐˜€๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ท๐˜‚๐—ด๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ:
Pustaka Abdurrahman Auf
wa.me/6282112880274
Surel: pustakaabdurrahmanauf@gmail.com

Minggu, 24 Juli 2022

๐“๐ˆ๐๐’ ๐€๐†๐€๐‘ ๐Œ๐”๐ƒ๐€๐‡ ๐Œ๐„๐๐”๐‹๐ˆ๐’ ๐Š๐€๐‹๐ˆ๐Œ๐€๐“/๐๐€๐‘๐€๐†๐‘๐€๐… ๐๐„๐‘๐“๐€๐Œ๐€ (๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐‘ญ๐’†๐’‚๐’•๐’–๐’“๐’† ๐‘ต๐’†๐’˜๐’”)

Tinta Media - Pernah enggak Anda mengalami kesulitan ketika hendak memulai menuliskan kalimat pertama pada paragraf pertama? Padahal ide untuk menulis bahkan kerangka karangan juga sudah terbayang jelas di benak. Tapi anehnya, ketika mau menulis kok terasa sulit. Begitu bukan yang Anda rasakan? 

Masalah tersebut terjadi karena semuanya terbayang berbarengan di kepala. Jadi membuat Anda kehilangan fokus adegan apa yang mau ditulis duluan. Adegan yang mau ditulis duluan di paragraf pertama itu disebut ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’.

๐ด๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ merupakan sudut pandang penulisan yang pertama kali ditulis di kalimat pertama pada paragraf pertama. Istilah ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ ini diadopsi dari dunia fotografi. Nah, bila saya sedang merasa kesulitan membuat kalimat pertama ketika menulis karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘  /FN), biasanya saya akan bertindak seolah-olah sebagai fotografer yang sedang memotret suatu kejadian. 

Dalam demonstrasi, misalnya. Seorang fotografer bisa saja memotret dari jauh sekumpulan orang yang sedang berdemo untuk menunjukkan suasana; atau fokus kepada salah seorang pendemo yang mengacungkan poster sehingga dengan mudah pembaca menangkap pesan yang disampaikan poster tersebut.

Coba perhatikan foto yang dipotret fotografer tersebut (enggak ada di unggahan status ini, semuanya termasuk fotografernya hanya ada di benak saya dan Anda saja, he… he…). Foto pertama kelihatan sekerumunan orang di pinggir jalan. Sebagian ada yang tampak mengangkat poster, ada beberapa yang membentangkan spanduk, dan yang di atas mobil komando tampak sedang orasi. Enggak ada adegan lain kan? Misal, adegan ketika mereka masih di rumahnya masing-masing, atau adegan beragam laku yang mereka perbuat usai demo. Sama sekali tidak ada!

Jadi adegannya hanya itu saja bukan? Hanya semua yang tertangkap kamera dalam sekali jepret saja. Maka Anda tuliskan saja yang Anda lihat di foto tersebut, jangan tuliskan hal lain yang tidak ada di foto. Camkan itu! He… he… 

Begitu juga dengan foto yang kedua. Mesti di dalam foto itu hanya ada satu adegan saja bukan? Misalnya, foto orang yang sedang mengacungkan poster. Pastilah yang terlihat adalah foto orang yang sedang mengacungkan poster. Sama sekali tidak ada adegan orang tersebut berangkat dari rumah untuk pergi demo, tidak ada pula adegan orang tersebut makan mi ayam setelah demo. Padahal sejatinya (anggap saja begitu), dia itu berangkat demonya dari rumah, usai demo makan mi ayam. Oke deh saya ngaku, saya sih yang biasanya usai demo lalu makan mi ayam. He… he… 

๐‚๐š๐ซ๐š ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ๐ค๐š๐ง๐ง๐ฒ๐š

Maka, ketika Anda hendak menulis angle, jangan lupa bersikaplah seperti fotografer. Potretlah salah satu adegan dalam benak Anda. Bayangkan potret tersebut kuat-kuat, jangan pindah ke adegan lain. Perhatikan semua yang ada di potret tersebut, lalu tuliskanlah. 

Oke, dari seluruh rangkaian peristiwa demonstrasi tersebut sudah dipotret salah satu adegannya. Lantas bagaimana menuliskannya? Menuliskan angle bisa menggunakan segala macam kemungkinan dari urutan rumus 5 W + 1 H (๐‘คโ„Ž๐‘œ [siapa], ๐‘คโ„Ž๐‘Ž๐‘ก [apa/sedang apa], ๐‘คโ„Ž๐‘’๐‘› [kapan], ๐‘คโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ๐‘’ [di mana], ๐‘คโ„Ž๐‘ฆ [mengapa], dan โ„Ž๐‘œ๐‘ค [bagaimana]).

Pilihlah salah satunya yang dianggap: lebih menarik, lebih penting, lebih menggambarkan suasana peristiwa, lebih berdampak, atau lebih lainnya yang memang dinilai layak untuk dituliskan pertama kali.

Bila memotret suasana, salah satu kemungkinannya bisa seperti ini:

Sekitar 20 ribu massa ormas Islam dari Jabodetabek dan sekitarnya melakukan aksi tolak pemimpin kafir, Ahad (4/9/2016) di silang Monas sisi patung kuda, Jakarta. Spanduk dan poster bertuliskan ๐ป๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š ๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘–๐‘š๐‘๐‘–๐‘› ๐พ๐‘Ž๐‘“๐‘–๐‘Ÿ dan kalimat yang senada dibentangkan dan diacungkan para demonstran. Di atas mobil komando, dengan lantang orator pun berteriak, “Haram memilih pemimpin kafir!”

Nah, begitu juga saya ketika hendak menulis karangan khas ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK). Banyak adegan yang terbayang di dalam benak. Ada adegan ketika sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia); ada adegan ketika sidang Konstituante; dan adegan-adegan lainnya. 

Saat mau menuliskannya, saya memotret suasana sidang Konstituante. Mengapa? Karena itu yang paling terbayang, maklumlah dari kecil hingga dewasa saya tinggal di Bandung, dan Gedung Merdeka (yang dulu digunakan untuk Sidang Konstituante) sudah sering saya lihat. Jadi bagi saya lebih mudah membayangkan gedung tersebut.  

Bila ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ suasana demo di atas diadaptasi menjadi angle suasana karangan khas ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘–, maka rekonstruksinya bisa seperti di bawah ini:

Sekitar 550 orang berkumpul di dalam Gedung Merdeka, Bandung pada 10 November 1956. Dalam bangunan klasik dua tingkat berlantaikan marmer mengkilap khas kolonial ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ก ๐‘‘๐‘’๐‘๐‘œ, Presiden Soekarno melantik wakil rakyat hasil pemilu 1955 sebagai anggota Konstituante (lembaga yang membahas perubahan dasar negara dan undang-undang dasar). Pelantikan tersebut menandakan pula dimulainya sidang. 

Sedangkan ๐‘Ž๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ pemotretan yang fokus kepada salah satu detail (misal: pendemo yang mengacungkan poster), salah satu kemungkinannya seperti ini:

Sembari mengacungkan poster bertuliskan ๐ป๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘š ๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘–๐‘š๐‘๐‘–๐‘› ๐พ๐‘Ž๐‘“๐‘–๐‘Ÿ, Joko Prasetyo bersama ribuan demonstran lainnya yang berasal dari Jabodetabek dan sekitarnya, berteriak, “Allahu Akbar!” ketika mendengar orator meneriakkan haramnya memilih pemimpin kafir, Ahad (4/9/2016) di silang Monas sisi patung kuda, Jakarta.

๐ด๐‘›๐‘”๐‘™๐‘’ tersebut bila diaplikasikan kepada FN ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– maka kalimat pertama sekaligus paragraf pertamanya bisa seperti ini:

Dengan lantang dan blak-blakan Buya Hamka mengingatkan. “Bila negara kita ini mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita menuju jalan ke neraka…,” tegas ulama yang berafiliasi ke Partai Masyumi, dalam pidatonya di hadapan lebih dari 500 peserta Sidang Konstituante (1956-1959) di Gedung Merdeka, Bandung. 


Oh iya, pembahasan penulisan angle banyak persamaannya dengan pembahasan penulisan ๐‘™๐‘’๐‘Ž๐‘‘ (teras/paragraf pertama) karena seperti yang sudah disinggung, angle adalah kalimat pertama pada paragraf pertama alias bagian dari teras. Jadi, mau tidak mau, ketika salah satunya dibahas, lainnya mesti saja terbahas. 

Jadi bila Anda kesulitan menuliskan paragraf pertama, bahkan kalimat pertama, jangan lupa potret saja salah satu adegan peristiwa di benak Anda. Bekukan adegan tersebut lalu tuliskanlah di kalimat pertama dan seterusnya hingga menjadi paragraf pertama. Coba praktikkan deh, semoga menulis kalimat pertama dan paragraf pertama jadi lebih mudah. ๐ด๐‘Ž๐‘š๐‘–๐‘–๐‘›.[]

Depok, 25 Dzulhijjah 1443 H | 24 Juli 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis

Rabu, 13 Juli 2022

๐˜๐”๐Š ๐๐”๐€๐“ ๐๐„๐‘๐“๐€๐๐˜๐€๐€๐ ๐‚๐€๐‚๐ˆ๐๐† ๐€๐†๐€๐‘ ๐ˆ๐ƒ๐„ ๐ˆ๐๐’๐๐ˆ๐‘๐€๐“๐ˆ๐… ๐“๐„๐‘๐๐€๐๐‚๐ˆ๐๐† (๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐น๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘๐‘’๐‘ค๐‘ )

Tinta Media - Salah satu kendala dalam membuat karangan khas (๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /FN) adalah merasa bingung atau merasa tak punya ide untuk menulis. Padahal berbagai peristiwa yang dapat direkonstruksi ke dalam bentuk cerita sangat berlimpah di dalam otak. 

Bila memori otak diibaratkan kolam, maka berbagai peristiwa inspiratif itu merupakan ikan yang sangat banyak berenang-renang di dalamnya. Oleh karena itu, Anda haruslah memancing agar terpilih peristiwa tertentu menjadi rancangan yang tersusun di dalam pikiran alias terpancing.

Lantas bagaimana caranya membuat pertanyaan cacing? Banyak sekali. Beberapa di antaranya sebagai berikut.


๐Œ๐ž๐ฆ๐š๐ง๐œ๐ข๐ง๐  ๐๐ข ๐Š๐จ๐ฅ๐š๐ฆ ๐’๐ž๐ง๐๐ข๐ซ๐ข

Memancing di kolam sendiri artinya menggali ide untuk membuat kisah hidup sendiri. Maka peristiwa yang akan diceritakan kembali tentu saja terkait diri sendiri. Coba ingat-ingat, satu saja peristiwa yang paling berkesan yang Anda alami selama hidup ini. Setelah ingat, fokuskan ingatan Anda pada peristiwa tersebut dengan menjawab beberapa pertanyaan cacing yang mengarah pada rekonstruksi kejadian di dalam benak.

Peristiwa-peristiwa berkesan dimaksud sejatinya ada banyak. Di antaranya sebagai berikut. 

๐‘ƒ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘Ž๐‘š๐‘Ž, ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘–๐‘ค๐‘Ž ๐‘š๐‘Ž๐‘ ๐‘ข๐‘˜ ๐ผ๐‘ ๐‘™๐‘Ž๐‘š๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž, ๐‘๐‘–๐‘™๐‘Ž ๐‘‘๐‘ข๐‘™๐‘ข๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘๐‘ข๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘€๐‘ข๐‘ ๐‘™๐‘–๐‘š. Poin utama yang harus muncul ketika merekonstruksi dalam benak, salah satu caranya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan cacing di bawah ini: 

๐Ÿท. ๐™ผ๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š™๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šž๐š” ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š–? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š—/๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š–๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š“๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š.

๐Ÿธ. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š๐š’๐š๐š’๐š” ๐š๐š˜๐š•๐šŠ๐š” ๐š™๐šŽ๐š›๐šž๐š‹๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š—๐š˜๐š—-๐™ผ๐šž๐šœ๐š•๐š’๐š– ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐™ผ๐šž๐šœ๐š•๐š’๐š–? ๐™น๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š—๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š–๐šŠ๐š™๐šŠ๐š›๐šŠ๐š— ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐šž๐š๐šž๐šœ๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š–๐š’๐š•๐š’๐š‘ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šž๐š” ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šข๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š๐šŠ๐š.

๐Ÿน. ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š•๐š’๐š”๐šŠ-๐š•๐š’๐š”๐šž๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šž๐š•๐šŠ๐š’ ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š–๐šŠ ๐š”๐šŠ๐š•๐š’ ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐šŽ๐š—๐šŠ๐š• ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šž๐š” ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š–? ๐™น๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š’๐š—๐š’ ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š—๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐š’๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š—๐š˜๐š–๐š˜๐š› ๐š”๐šŽ๐š๐šž๐šŠ.  

๐Ÿบ. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐š’๐š‘ ๐š—๐š˜๐š—-๐™ผ๐šž๐šœ๐š•๐š’๐š–? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š“๐šŠ๐š๐š’๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š. 

๐Ÿป. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š™๐šŠ๐šœ๐šŒ๐šŠ-๐š–๐šŠ๐šœ๐šž๐š” ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š–? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š“๐šŠ๐š๐š’๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š. 

๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘Ž, ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘–๐‘ค๐‘Ž โ„Ž๐‘–๐‘—๐‘Ÿ๐‘Žโ„Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘Ž๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘˜๐‘ข๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘Ž๐‘ก ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘’โ„Ž๐‘–๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ž ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘๐‘Žโ„Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘ก๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก. Poin utama yang harus muncul ketika merekonstruksi dalam benak misalnya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini:

๐Ÿท. ๐™ผ๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š™๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‘๐š’๐š“๐š›๐šŠ๐š‘? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š—/๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š–๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š“๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š.

๐Ÿธ. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š๐š’๐š๐š’๐š” ๐š๐š˜๐š•๐šŠ๐š” ๐š™๐šŽ๐š›๐šž๐š‹๐šŠ๐š‘๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š”๐šž๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŽ๐š›๐š’๐š”๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š๐šŠ๐šŠ๐š? ๐™น๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š—๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š–๐šŠ๐š™๐šŠ๐š›๐šŠ๐š— ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐šž๐š๐šž๐šœ๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š–๐š’๐š•๐š’๐š‘ ๐š‘๐š’๐š“๐š›๐šŠ๐š‘ ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š.

๐Ÿน. ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š•๐š’๐š”๐šŠ-๐š•๐š’๐š”๐šž๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šž๐š•๐šŠ๐š’ ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šœ๐šž๐š”๐šŠ ๐š–๐šŠ๐š”๐šœ๐š’๐šŠ๐š ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š•๐šŠ๐š•๐šž ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ๐šข๐šŠ ๐š๐šŠ๐šŠ๐š? ๐™น๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š’๐š—๐š’ ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š—๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐š’๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š—๐š˜๐š–๐š˜๐š› ๐š”๐šŽ๐š๐šž๐šŠ. 

๐Ÿบ. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š ๐š”๐šŽ๐š ๐šŠ๐š“๐š’๐š‹๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐šœ๐šŽ๐šŒ๐šŠ๐š›๐šŠ ๐š”๐šŠ๐š๐š๐šŠ๐š‘ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐š’๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š•๐šž๐š– ๐š‘๐š’๐š“๐š›๐šŠ๐š‘? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š“๐šŠ๐š๐š’๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š. 

๐Ÿป. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š™๐šŠ๐šœ๐šŒ๐šŠ-๐šœ๐šŠ๐š๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š‹๐šŽ๐š›๐š”๐š˜๐š–๐š’๐š๐š–๐šŽ๐š— ๐šž๐š—๐š๐šž๐š” ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐šœ๐šŽ๐šŒ๐šŠ๐š›๐šŠ ๐š”๐šŠ๐š๐š๐šŠ๐š‘? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š“๐šŠ๐š๐š’๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š ๐šŠ๐š”๐š’๐š•๐š’ ๐š™๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š. 

๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘”๐‘Ž, ๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘’๐‘˜๐‘œ๐‘›๐‘ ๐‘ก๐‘Ÿ๐‘ข๐‘˜๐‘ ๐‘– ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘๐‘Žโ„Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ ๐‘’๐‘ ๐‘’๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘‘๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘– ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘˜๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘– ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘—๐‘Ž๐‘‘๐‘– ๐‘˜๐‘œ๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘ ๐‘– ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘œ๐‘™๐‘Ž๐‘˜ ๐‘๐‘’๐‘™๐‘Ž๐‘˜๐‘Ž๐‘›๐‘”. Perhatikan 5 pertanyaan pada poin pertama dan 5 pertanyaan pada poin kedua. Pola pertanyaannya sama persis bukan? Pola tersebut sangat cocok ditanyakan untuk merekonstruksi berubahnya seseorang dari suatu kondisi menjadi kondisi yang bertolak belakang. 

Misalnya: 
- ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐š’๐š๐šŠ๐š” ๐š‹๐šŽ๐š›๐š”๐šŽ๐š›๐šž๐š๐šž๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š”๐šŽ๐š›๐šž๐š๐šž๐š—๐š; 
- ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŽ๐š›๐š“๐šŽ๐š›๐šŠ๐š ๐š›๐š’๐š‹๐šŠ ๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐šŠ๐š”๐š๐š’๐šŸ๐š’๐šœ ๐šŠ๐š—๐š๐š’-๐š›๐š’๐š‹๐šŠ; 
- ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐š˜๐š—๐š๐šŠ-๐š๐šŠ๐š—๐š๐š’ ๐š™๐šŠ๐šŒ๐šŠ๐š› ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐šŠ๐š”๐š๐š’๐šŸ๐š’๐šœ ๐šŠ๐š—๐š๐š’-๐š™๐šŠ๐šŒ๐šŠ๐š›๐šŠ๐š—; 
- ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐šž๐šœ๐šž๐š‘๐š’ ๐š๐šŠ๐š”๐š ๐šŠ๐š‘ ๐š”๐š‘๐š’๐š•๐šŠ๐š๐šŠ๐š‘ ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š™๐šŽ๐š“๐šž๐šŠ๐š—๐š ๐š”๐š‘๐š’๐š•๐šŠ๐š๐šŠ๐š‘; 
- ๐š๐šŠ๐š— ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŽ๐š–๐š’๐šœ๐šŠ๐š•๐š—๐šข๐šŠ.  

Pola pertanyaan yang sama bisa juga digunakan untuk memancing ide rekonstruksi kejadian dari kondisi yang buruk menjadi kondisi yang baik, dari kondisi yang baik ke kondisi yang lebih baik. Bahkan, ๐‘›๐‘Ž๐‘ข๐‘‘๐‘ง๐‘ข๐‘๐‘–๐‘™๐‘™๐‘Žโ„Ž๐‘– ๐‘š๐‘–๐‘› ๐‘‘๐‘ง๐‘Ž๐‘™๐‘–๐‘˜, bisa memancing ide rekonstruksi kejadian dari kondisi yang baik menjadi buruk, dari kondisi yang buruk menjadi lebih buruk. 

๐พ๐‘’๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘ก, ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ ๐‘ก๐‘–๐‘ค๐‘Ž ๐‘˜๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐‘‘๐‘–๐‘ข๐‘—๐‘– ๐‘˜๐‘’๐‘š๐‘Ž๐‘ก๐‘–๐‘Ž๐‘› ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘ ๐‘Ž๐‘˜๐‘–๐‘ก๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘œ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘›๐‘” ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘๐‘–๐‘›๐‘ก๐‘Ž ๐‘ ๐‘’โ„Ž๐‘–๐‘›๐‘”๐‘”๐‘Ž ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘–๐‘š๐‘๐‘ข๐‘™๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐‘š๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘– ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘Ž๐‘๐‘Ž๐‘Ÿ ๐‘š๐‘’๐‘›๐‘”โ„Ž๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž๐‘๐‘–๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ก๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘ก๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ž๐‘ก. Pertanyaan pancingannya bisa seperti di bawah ini:

๐Ÿท. ๐š‚๐š’๐šŠ๐š™๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ๐š• ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐šœ๐š’๐šŠ๐š™๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŠ๐š”๐š’๐š? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šœ๐š˜๐šœ๐š˜๐š” ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ๐š• ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŠ๐š”๐š’๐š ๐š๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š‹๐šž๐š.

๐Ÿธ. ๐™ฐ๐š™๐šŠ ๐š๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š”๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŠ๐š๐š’ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š๐šŠ๐š–๐š‹๐šŠ๐š›๐š”๐šŠ๐š— ๐š‹๐šŠ๐š‘๐š ๐šŠ ๐š’๐š—๐š’ ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š/๐š๐š’๐š•๐šŽ๐š–๐šŠ๐š๐š’๐šœ ๐š‹๐šŠ๐š๐š’ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ.

๐Ÿน. ๐™ฑ๐šŠ๐š๐šŠ๐š’๐š–๐šŠ๐š—๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š๐šŠ๐šœ๐š’ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š’๐š—๐š’? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š‹๐šž๐šŠ๐š๐šŠ๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š™๐šŠ๐š ๐š๐š’๐šœ๐š’๐š–๐š™๐šž๐š•๐š”๐šŠ๐š— ๐š‹๐šŠ๐š‘๐š ๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š’๐š๐šž ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š‘๐šŠ๐š๐šŠ๐š™๐š’/๐š–๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š๐šŠ๐šœ๐š’ ๐š”๐šŽ๐š—๐šข๐šŠ๐š๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š˜๐š›๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŽ๐š›๐šŒ๐š’๐š—๐š๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ๐š• ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐šœ๐šŠ๐š”๐š’๐š.

๐Ÿบ. ๐™ผ๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š™๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‹๐š’๐šœ๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐š–๐šž๐šœ๐š’๐š‹๐šŠ๐š‘ ๐š’๐š๐šž ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š–๐š™๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ? ๐™ฒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐šœ๐šŠ๐š๐šž ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŽ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š™๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š ๐šŠ๐š‹ ๐š™๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š—๐šข๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š’๐š—๐š’. 

๐Ÿป. ๐š‚๐šŽ๐š–๐š™๐šŠ๐š๐š”๐šŠ๐š‘ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‘๐šŠ๐š–๐š™๐š’๐š› ๐š๐š’๐š๐šŠ๐š” ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š‹๐šŠ๐š‘๐š”๐šŠ๐š— ๐š๐š’๐š๐šŠ๐š” ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š–๐š‹๐šŠ๐š•๐š’ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š›? ๐š‚๐šŽ๐š–๐š™๐šŠ๐š๐š”๐šŠ๐š‘ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š•๐šŠ๐š—๐š๐š๐šŠ๐š› ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š”๐š‘๐š’๐š›๐š—๐šข๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š๐š˜๐š‹๐šŠ๐š ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š‘๐šŠ๐š๐šŠ๐š™๐š’ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š’๐š—๐š’? ๐™ฑ๐š’๐š•๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š›๐š’๐šœ๐š๐š’๐š ๐šŠ ๐š’๐š—๐š’ ๐šŠ๐š๐šŠ, ๐š‹๐šŠ๐š๐šž๐šœ ๐š๐š’๐šŒ๐šŽ๐š›๐š’๐š๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š“๐šž๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐š”๐š’๐šœ๐šŠ๐š‘๐š—๐šข๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š“๐šŠ๐š๐š’ ๐š•๐šŽ๐š‹๐š’๐š‘ ๐š‘๐š’๐š๐šž๐š™.

Salah satu hasil FN-nya seperti yang ditulis Siti Aisyah ketika merekonstruksi peristiwa dilematis karena orang yang dicintainya ada yang meninggal dunia dan ada yang sakit dalam waktu bersamaan, ๐ท๐‘– ๐ด๐‘›๐‘ก๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐ท๐‘ข๐‘Ž ๐‘ƒ๐‘–๐‘™๐‘–โ„Ž๐‘Ž๐‘›, ๐ผ๐‘๐‘ข ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž๐‘ข ๐‘†๐‘ข๐‘Ž๐‘š๐‘– ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘›๐‘Ž๐‘˜๐‘˜๐‘ข? https://bit.ly/3AK43tg.

๐พ๐‘’๐‘™๐‘–๐‘š๐‘Ž, ๐‘š๐‘œ๐‘š๐‘’๐‘›-๐‘š๐‘œ๐‘š๐‘’๐‘› ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ก๐‘’๐‘›๐‘ก๐‘ข ๐‘˜๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐‘‘๐‘–๐‘ข๐‘—๐‘– ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘๐‘Ž๐‘”๐‘Ž๐‘– ๐‘š๐‘Ž๐‘ ๐‘Ž๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐‘ก๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘๐‘– ๐ด๐‘›๐‘‘๐‘Ž ๐‘ก๐‘’๐‘ก๐‘Ž๐‘ ๐‘๐‘’๐‘Ÿ๐‘ข๐‘๐‘Ž๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ ๐‘ก๐‘Ž๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘ฆ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘–๐‘Ž๐‘ก ๐‘๐‘ข๐‘˜๐‘Ž๐‘› โ„Ž๐‘Ž๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž ๐‘˜๐‘Ž๐‘ ๐‘ข๐‘  ๐‘๐‘Ž๐‘‘๐‘Ž ๐‘๐‘œ๐‘–๐‘› ๐‘˜๐‘’๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘ก ๐‘ ๐‘Ž๐‘—๐‘Ž. Ada banyak kasus sepola yang dapat dipancing dengan lima pertanyaan pada poin keempat tersebut. 

Misalnya:
- ๐™ฐ๐š๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š—๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š”๐šŽ๐š•๐šž๐šŠ๐š›๐š๐šŠ ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŠ๐šž ๐š™๐šŽ๐š—๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š ๐šŠ๐š›๐š๐šŠ ๐š•๐š’๐š—๐š๐š”๐šž๐š—๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š–๐š™๐šŠ๐š ๐š๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ๐š• ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐š๐šŠ๐š”๐š ๐šŠ๐š‘ ๐š”๐šŽ๐š™๐šŠ๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š›๐šŽ๐š”๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š–๐š‹๐šž๐š•๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™๐š’ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š‘๐šŠ๐š๐šŠ๐š™๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š;

- ๐™ฐ๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐šŽ๐š”๐š˜๐š—๐š˜๐š–๐š’ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐š๐šŽ๐š›๐šŠ๐šœ๐šŠ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šŠ๐š ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š–๐š™๐šŠ ๐š๐š’๐š›๐š’ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š‘๐š’๐š—๐š๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š—๐š’๐š–๐š‹๐šž๐š•๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™๐š’ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š‘๐šŠ๐š๐šŠ๐š™๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š;

- ๐™ฐ๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ ๐š๐š’๐š™๐šŽ๐šŒ๐šŠ๐š๐š—๐šข๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐š™๐šŽ๐š”๐šŽ๐š›๐š“๐šŠ๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š›๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š•๐šŠ๐š”๐šž๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š”๐š๐š’๐šŸ๐š’๐š๐šŠ๐šœ ๐šŠ๐š–๐šŠ๐š› ๐š–๐šŠ๐š”๐š›๐šž๐š ๐š—๐šŠ๐š‘๐š’ ๐š–๐šž๐š—๐š๐š”๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š–๐šž๐š‘๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š‘ ๐š•๐š’๐š• ๐š‘๐šž๐š”๐š”๐šŠ๐š– (๐š–๐šŽ๐š—๐š๐š˜๐š›๐šŽ๐š”๐šœ๐š’ ๐š™๐šŽ๐š—๐š๐šž๐šŠ๐šœ๐šŠ) ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š;

- ๐™ฐ๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ ๐š๐š’๐šŒ๐šŠ๐šŒ๐š’๐š–๐šŠ๐š”๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‹๐šŠ๐š‘๐š”๐šŠ๐š— ๐š๐š’๐š™๐šŠ๐š”๐šœ๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š•๐šŽ๐š™๐šŠ๐šœ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐š›๐šž๐š๐šž๐š—๐š ๐š๐šŠ๐š— ๐š“๐š’๐š•๐š‹๐šŠ๐š‹ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐šž๐š๐šž๐šœ๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š—๐šž๐š๐šž๐š™ ๐šŠ๐šž๐š›๐šŠ๐š ๐šœ๐šŽ๐šŒ๐šŠ๐š›๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐š–๐š™๐šž๐š›๐š—๐šŠ ๐šœ๐šŽ๐šœ๐šž๐šŠ๐š’ ๐š๐šž๐š—๐š๐šž๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š“๐šŠ๐š›๐šŠ๐š— ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š–, ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š;

- ๐™ฐ๐š๐šŠ ๐š–๐šŠ๐šœ๐šŠ๐š•๐šŠ๐š‘ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ ๐š๐š’๐šŒ๐šŠ๐šŒ๐š’๐š–๐šŠ๐š”๐š’๐š—๐šข๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š‹๐šŠ๐š‘๐š”๐šŠ๐š— ๐š๐š’๐š™๐šŽ๐š›๐šœ๐šŽ๐š”๐šž๐šœ๐š’/๐š”๐š›๐š’๐š–๐š’๐š—๐šŠ๐š•๐š’๐šœ๐šŠ๐šœ๐š’ ๐š”๐šŽ๐š๐š’๐š”๐šŠ ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š–๐šž๐š๐šž๐šœ๐š”๐šŠ๐š— ๐š–๐šŽ๐š—๐š๐šŠ๐š”๐š ๐šŠ๐š‘๐š”๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š“๐šŠ๐š›๐šŠ๐š— ๐™ธ๐šœ๐š•๐šŠ๐š– ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐™ฐ ๐šœ๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š’ ๐š‰, ๐š๐šŠ๐š›๐š’ ๐šŠ๐š”๐š’๐š๐šŠ๐š‘ ๐šœ๐šŠ๐š–๐š™๐šŠ๐š’ ๐š”๐š‘๐š’๐š•๐šŠ๐š๐šŠ๐š‘, ๐š—๐šŠ๐š–๐šž๐š— ๐™ฐ๐š—๐š๐šŠ ๐š๐šŽ๐š๐šŠ๐š™ ๐š‹๐šŽ๐š›๐šœ๐šŠ๐š‹๐šŠ๐š› ๐š๐šŠ๐š— ๐š๐šŠ๐šŠ๐š ๐šœ๐šข๐šŠ๐š›๐š’๐šŠ๐š;

- ๐š๐šŠ๐š— ๐šŠ๐š๐šŠ-๐šŠ๐š๐šŠ ๐š•๐šŠ๐š’๐š—๐š—๐šข๐šŠ ๐šข๐šŠ๐š—๐š ๐šœ๐šŽ๐š™๐š˜๐š•๐šŠ, ๐š‘๐šŽ… ๐š‘๐šŽ…

๐พ๐‘’๐‘’๐‘›๐‘Ž๐‘š, ๐‘˜๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘’๐‘Ÿโ„Ž๐‘Ž๐‘ ๐‘–๐‘™๐‘Ž๐‘› (๐‘ ๐‘ข๐‘๐‘๐‘’๐‘ ๐‘  ๐‘ ๐‘ก๐‘œ๐‘Ÿ๐‘ฆ). Selain berbagai kisah di atas, ada juga kisah keberhasilan dalam upaya Anda meraih sesuatu bukan? Munculkan berbagai pertanyaan cacing, mulai dari mengapa Anda bisa sukses melakukan hal tersebut hingga Anda mensyukurinya. 

Tetapi, tetap jawabannya berupa cerita peristiwa yang mengambarkan usaha Anda yang pantang menyerah ketika meraih cita-cita dimaksud. Dan seterusnya, dan seterusnya, saya percaya Anda bisalah cari pertanyaan cacing sendiri he… he… Tetapi sekali lagi ingat, apa pun pertanyaannya jawabannya harus dalam bentuk cerita. 

Kenapa jawabannya harus berupa cerita? Karena Anda sedang merekonstruksi kejadian yang dikemas dalam bentuk cerita. Kalau jawabannya bukan dalam bentuk cerita, maka jadinya nanti bukan karangan khas, tetapi opini (penyikapan Anda atas suatu peristiwa). 

Terkait menulis opini silakan Anda baca buku Tษชแด˜s Tแด€แด‹แด›ษชs Mแด‡ษดแดœสŸษชs แด…แด€ส€ษช Sแด€ษดษข Jแดœส€ษดแด€สŸษชs ๐‰๐ข๐ฅ๐ข๐ ๐Ÿ: ๐“๐ž๐ค๐ง๐ข๐ค ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฌ ๐Ž๐ฉ๐ข๐ง๐ข (silakan klik https://bit.ly/3AAWzsK). Ngiklan he… he… Iklan ini penting bagi saya, agar istri senang melihat saya nulis. Selain berbagi ilmu dengan Anda sekalian, saya pun jadi dapat cuan. Aamiin.


๐Œ๐ž๐ฆ๐š๐ง๐œ๐ข๐ง๐  ๐๐ข ๐Š๐จ๐ฅ๐š๐ฆ ๐Ž๐ซ๐š๐ง๐ 

Memancing di kolam orang artinya menggali ide untuk membuat kisah hidup orang lain. Maka peristiwa yang akan diceritakan kembali tentu saja terkait diri orang tersebut (bukan diri Anda). Pola pertanyaannya juga sama persis, bedanya kali ini Anda yang bertanya (mewawancarai) orang lain. Ubahlah pertanyaan-pertanyaan cacing di atas menjadi pertanyaan yang Anda tujukan kepada orang lain. Hasilnya, tentu saja bisa Anda bikin FN tentang orang tersebut.


๐Œ๐ž๐ฆ๐š๐ง๐œ๐ข๐ง๐  ๐๐ข ๐๐ž๐ซ๐ฉ๐ฎ๐ฌ๐ญ๐š๐ค๐š๐š๐ง

Diakui, memang saya agak memaksakan diri menamai subjudul ini dengan istilah memancing di perpustakaan he… he… tapi maksudnya begini ๐‘™โ„Ž๐‘œ, Anda juga bisa mengangkat kisah hidup orang-orang yang pernah ditulis (dalam berbagai buku, artikel, berita, dan lainnya); maupun dari suara/video (kisah di ๐‘Œ๐‘œ๐‘ข๐‘‡๐‘ข๐‘๐‘’, radio, ๐‘๐‘œ๐‘‘๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘ก, dan lainnya). 

Jadi dengan membaca atau mendengar/menonton itu semua, Anda bisa memancing dengan berbagai pertanyaan cacing di atas. Tentu saja pertanyaan cacing tersebut diajukan kepada diri Anda sendiri.

Kemudian, Anda jawab pakai bahasa Anda sendiri (kecuali kalimat kutipan langsung dari narasumber dalam kolam perpustakaan), sehingga menjadi karya yang bukan salin tempel (๐‘๐‘œ๐‘๐‘ฆ ๐‘๐‘Ž๐‘ ๐‘ก๐‘’/copas). Sumbernya pun bisa satu atau lebih dari satu video/suara/teks, yang penting semua pertanyaan cacing tersebut terjawab.


๐Œ๐š๐ฌ๐ฎ๐ค๐ค๐š๐ง ๐ค๐ž ๐„๐ฆ๐›๐ž๐ซ

Jangan lupa, setelah ikannya terpancing segera masukan ke ember tempat penyimpan ikan. Ember tersebut bisa berupa tulisan ataupun rekaman suara jawaban-jawaban pertanyaan cacing tersebut. Ikan-ikan tersebut nantinya diolah menjadi ikan bakar (FN pola kronologis); ikan goreng (FN pola ๐‘“๐‘™๐‘Ž๐‘ โ„Ž๐‘๐‘Ž๐‘๐‘˜); atau pecel ikan (FN pola lainnya). 

Sedangkan cara mengolah ikan tersebut, eh, membuat alur cerita FN tersebut dapat Anda pelajari dengan menyimak bab ๐ต๐‘ข๐‘Ž๐‘– ๐‘ƒ๐‘’๐‘š๐‘๐‘Ž๐‘๐‘Ž ๐‘‘๐‘’๐‘›๐‘”๐‘Ž๐‘› ๐ด๐‘™๐‘ข๐‘Ÿ ๐ถ๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘ก๐‘Ž ๐พ๐‘–๐‘ ๐‘Žโ„Ž ๐‘๐‘ฆ๐‘Ž๐‘ก๐‘Ž pada pada tautan https://bit.ly/3nRrc5g.


๐Ž๐›๐ฌ๐ž๐ซ๐ฏ๐š๐ฌ๐ข

Ya, subjudul ini enggak mungkin saya paksakan menggunakan diksi memancing lagi, tetapi tetap pakai bahasa aslinya yakni observasi karena saya belum dapat padanan pemisalan yang pas kalau tetap pakai istilah memancing. Tapi yang jelas, observasi itu Anda berada di lokasi peristiwa terjadi. 

Anda amati secara seksama, masukan ke dalam ember ikan hal-hal yang menurut Anda itu penting, menarik dan atau penting dengan cara mencatatnya, merekamnya, dan atau mengingat-ingatnya. Untuk kemudian pada kesempatan yang pas dijadikan bahan tulisan FN. 

Misalnya: ketika Anda melakukan kunjungan ke objek wisata yang bersejarah; melihat suatu peristiwa yang inspiratif, terjebak di dalam suatu peristiwa penting dan atau menarik. Catat saja, insyaAllah kelak diperlukan untuk menulis FN. 

Banyak FN yang saya tulis yang sumbernya adalah observasi. Salah satu di antaranya adalah FN ๐พ๐‘’๐‘ก๐‘–๐‘˜๐‘Ž ๐ท๐‘–๐‘‘๐‘’๐‘ ๐‘Ž๐‘˜ ๐‘‡๐‘–๐‘‘๐‘Ž๐‘˜ ๐‘‡๐‘’๐‘Ÿ๐‘๐‘–๐‘ก๐‘˜๐‘Ž๐‘› ๐ผ๐‘€๐ต ๐พ๐‘’๐‘‘๐‘ข๐‘๐‘’๐‘  ๐ด๐‘š๐‘’๐‘Ÿ๐‘–๐‘˜๐‘Ž, ๐ต๐‘’๐‘”๐‘–๐‘›๐‘–๐‘™๐‘Žโ„Ž ๐ถ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘Ž ๐ฝ๐‘œ๐‘˜๐‘œ๐‘ค๐‘– ๐ต๐‘’๐‘Ÿ๐‘˜๐‘’๐‘™๐‘–๐‘ก https://bit.ly/3wIcDHa. Saya mencatat berbagai pernyataan penting dan menarik dari semua tokoh yang berbicara dalam peristiwa tersebut, untuk kemudian saya pilih yang relevan sehingga jadilah FN di atas. 
.
Bagaimana perasaan Anda melihat gerak-gerik dan pernyataan Presiden, eh, Gubernur Jokowi dalam FN di atas? He… he… Ingat, perasaan Anda itu sama sekali tidak saya tulis bukan? Tapi itulah target yang saya inginkan ketika Anda membacanya.


๐๐ž๐ซ๐›๐š๐ ๐ข ๐๐ž๐ง๐ ๐š๐ฅ๐š๐ฆ๐š๐ง

Seperti yang sudah disinggung di atas, ide untuk menulis karangan khas sangatlah melimpah. Namun saya pribadi sering kali memancingnya dengan cara dikaitkan dengan peristiwa politik yang hangat bahkan sedang panas-panasnya. 

Contoh kasus: berulang kalinya pernyataan politis dari para pejabat dan juga kelompok-kelompok latah yang menyebut, 

๐™ฟ๐šŠ๐š—๐šŒ๐šŠ๐šœ๐š’๐š•๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐šœ๐šŽ๐š™๐šŠ๐š”๐šŠ๐š๐šŠ๐š— ๐‘“๐‘œ๐‘ข๐‘›๐‘‘๐‘–๐‘›๐‘” ๐‘“๐‘Ž๐‘กโ„Ž๐‘’๐‘Ÿ๐‘  (๐š™๐šŠ๐š›๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š—๐š๐š’๐š›๐š’ ๐š‹๐šŠ๐š—๐š๐šœ๐šŠ ๐™ธ๐š—๐š๐š˜๐š—๐šŽ๐šœ๐š’๐šŠ). 

Agar ide muncul, maka saya membuat pertanyaan cacing: 

๐™ฑ๐šŽ๐š—๐šŠ๐š›๐š”๐šŠ๐š‘ ๐™ฟ๐šŠ๐š—๐šŒ๐šŠ๐šœ๐š’๐š•๐šŠ ๐š–๐šŽ๐š›๐šž๐š™๐šŠ๐š”๐šŠ๐š— ๐š”๐šŽ๐šœ๐šŽ๐š™๐šŠ๐š”๐šŠ๐š๐šŠ๐š— ๐š™๐šŠ๐š›๐šŠ ๐š™๐šŽ๐š—๐š๐š’๐š›๐š’ ๐š‹๐šŠ๐š—๐š๐šœ๐šŠ?

Untuk menjawabnya, siapa saja yang mau menulis karangan khasnya mau tidak mau mesti mendalami sejarah terkait lahirnya Pancasila dan berbagai peristiwa sejarah yang menunjukkan benar atau tidaknya pernyataan tersebut. 

Mendalaminya bisa dengan berbagai cara. Salah satu caranya dengan studi pustaka (memancing di perpustakaan ha… ha… pakai diksi memancing lagi). Di antaranya, membaca risalah sidang BPUPKI dan PPKI, risalah sidang Konstituante, dan referensi lain yang terkait. Misal, buku biografi salah satu peserta sidang BPUPKI, buku biografi salah satu peserta sidang Konstituante, dan buku-buku lain yang terkait pembahasan. 

Fokuskan pada pencarian jawaban terhadap pertanyaan di atas. Tapi dalam praktiknya sangat mungkin menemukan peristiwa lain yang penting dan atau menarik. Jangan mudah tergoda untuk berganti fokus. Hal lain tersebut cukup saja ditandai dan bisa diagendakan untuk bahan tulisan berikutnya.

Maka, akhirnya terbitlah karangan khas yang berjudul ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– (silakan klik https://bit.ly/3tMuXMK). Karangan khas tersebut sama sekali tidak menyinggung pernyataan yang menyebut, “Pancasila merupakan kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia).” Tapi, siapa pun yang membaca FN ๐ฝ๐‘Ž๐‘›๐‘—๐‘– ๐ผ๐‘ก๐‘ข ๐ท๐‘–๐‘˜โ„Ž๐‘–๐‘Ž๐‘›๐‘Ž๐‘ก๐‘– normalnya akan berkesimpulan pernyataan para pejabat dan orang-orang yang latah tersebut hanyalah hoaks belaka. Benar enggak?

Oh iya, salah satu ciri FN yang baik itu ketika ingin menyatakan pesan utama bahwa sesuatu itu hoaks, sama sekali tidak mengatakan hal tersebut itu hoaks, tapi cukup saja merekonstruksi suatu peristiwa yang secara umumnya pembaca akan menyimpulkan bahwa sesuatu itu hoaks. 

Itulah salah satu seninya membuat ๐‘“๐‘’๐‘Ž๐‘ก๐‘ข๐‘Ÿ๐‘’ ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ , tidak ๐‘ ๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘–๐‘”โ„Ž๐‘ก/๐‘ก๐‘œ ๐‘กโ„Ž๐‘’ ๐‘๐‘œ๐‘–๐‘›๐‘ก (lugas/langsung pada pokok permasalahan) sebagaimana berita lugas (๐‘ ๐‘ก๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘–๐‘”โ„Ž๐‘ก ๐‘›๐‘’๐‘ค๐‘ /SN). 

Jadi, yang disampaikan penulis kepada pembaca itu bukan kesimpulannya sebagaimana SN, tetapi rekonstruksi suatu peristiwa sedemikian rupa sehingga peristiwanya tergambar jelas di benak pembaca agar pembaca menyimpulkan sendiri yang tentu saja kesimpulannya seperti yang penulis maui. Menarik bukan?[]

Depok, 12 Dzulhijjah 1443 H | 11 Juli 2022 M

Joko Prasetyo 
Jurnalis
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab