Tinta Media: Tsaqofah
Tampilkan postingan dengan label Tsaqofah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tsaqofah. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 April 2024

Lakukan Amal yang Terbaik dan Berkualitas

Tinta Media - Sobat. Setiap orang yang islamnya bagus dan mencapai hakikat  akan fokus pada sesuatu yang bermanfaat dan berpaling dari sesuatu yang sia-sia. Menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak berguna sama dengan orang-orang yang sibuk menganggur lagi kacau.

Sobat. Orang yang terhalang dari ridha Tuhannya adalah orang yang tidak mau mengerjakan perintah, tapi justru sibuk dengan sesuatu yang tidak diperintahkan. Itulah keterhalangan yang sebenarnya, kemurkaan yang sesungguhnya dan keterusiran yang sejati dari hadrah-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda bagusnya Islam seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya” (HR at-Tirmidzi).

Sobat. Oleh karena itu Laksanakan perintah dan berhentilah dari larangan, terimalah berbagai ujian, lalu serahkan dirimu ke tangan takdir, tanpa bertanya kenapa dan bagaimana? Pandangan Allah SWT terhadapmu beserta pengetahuan-Nya tentang dirimu, lebih baik daripada pandanganmu terhadap dirimu beserta kebodohanmu tentang Tuhanmu. Qanaahlah dengan pemberian-Nya, sibukkan diri untuk bersyukur pada-Nya, dan jangan meminta tambahan dari-Nya, sebab engkau tidak tahu seperti apa pilihan-Nya.


ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” ( QS. Al-Mulk (67) : 2 ).

Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Tuhan yang memegang kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk. Jika saat kematian itu telah tiba, tidak ada suatu apa pun yang dapat mempercepat atau memperlambatnya barang sekejap pun. Demikian pula keadaan makhluk yang akan mati, tidak ada suatu apa pun yang dapat mengubahnya dari yang telah ditentukan-Nya. Allah berfirman:

Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (al-Munafiqun/63: 11)


Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah, sebagaimana firman-Nya:

Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. (an-Nisa'/4: 78)

Sobat. Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan kehidupan. Maksudnya ialah bahwa Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga tidak terancam kepunahan. Kemudian Dia pula yang menetapkan lama kehidupan suatu makhluk dan menetapkan keadaan kehidupan seluruh makhluk. Dalam pada itu, Allah pun menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba.


Sobat. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad dan siapa pula yang mengingkarinya. Dari ayat di atas dipahami bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk, hukum, dan ketentuan Allah sebagai penguasa alam semesta ini. Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di dunia.

Sobat. Berdasarkan ujian itu pula ditetapkan derajat dan martabat seorang manusia di sisi Allah. Semakin kuat iman seseorang semakin banyak amal saleh yang dikerjakannya. Semakin ia tunduk dan patuh mengikuti hukum dan peraturan Allah, semakin tinggi pula derajat dan martabat yang diperolehnya di sisi Allah. Sebaliknya jika manusia tidak beriman kepada-Nya, tidak mengerjakan amal saleh dan tidak taat kepada-Nya, ia akan memperoleh tempat yang paling hina di akhirat.

Sobat. Kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang selalu menggunakan akal dan pikirannya memahami agama Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik dikerjakannya, sehingga perbuatannya itu diridai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula yang paling taat kepada-Nya.

Sobat. Ayat ini mendorong dan menganjurkan agar manusia selalu waspada dalam hidupnya. Hendaklah mereka selalu memeriksa hati mereka apakah ia benar-benar seorang yang beriman, dan juga memeriksa segala yang akan mereka perbuat, apakah telah sesuai dengan yang diperintahkan Allah atau tidak, dan apakah yang akan mereka perbuat itu larangan Allah atau bukan. Jika perbuatan itu telah sesuai dengan perintah Allah, bahkan termasuk perbuatan yang diridai-Nya, hendaklah segera mengerjakannya. Sebaliknya jika perbuatan itu termasuk larangan Allah, maka jangan sekali-kali melaksanakannya.

Sobat. Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia Mahaperkasa, tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya jika Ia hendak melakukan sesuatu, seperti hendak memberi pahala orang-orang yang beriman dan beramal saleh atau hendak mengazab orang yang durhaka kepada-Nya. Dia Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepada-Nya dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji tidak akan melakukan dosa itu lagi serta berjanji pula tidak akan melakukan dosa-dosa yang lain.

Sobat. Pada ayat ini, Allah menyebut secara bergandengan dua macam di antara sifat-sifat-Nya, yaitu sifat Mahaperkasa dan Maha Pengampun, seakan-akan kedua sifat ini adalah sifat yang berlawanan. Sifat Mahaperkasa memberi pengertian memberi kabar yang menakut-nakuti, sedang sifat Maha Pengampun memberi pengertian adanya harapan bagi setiap orang yang mengerjakan perbuatan dosa, jika ia bertobat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang berhak disembah itu benar-benar dapat memaksakan kehendak-Nya kepada siapa pun, tidak ada yang dapat menghalanginya. Dia mengetahui segala sesuatu, sehingga dapat memberikan balasan yang tepat kepada setiap hamba-Nya, baik berupa pahala maupun siksa. Dengan pengetahuan itu pula, Dia dapat membedakan antara orang yang taat dan durhaka kepada-Nya, sehingga tidak ada kemungkinan sedikit pun seorang yang durhaka memperoleh pahala atau seorang yang taat dan patuh memperoleh siksa. Allah tidak pernah keliru dalam memberikan pembalasan.

Firman Allah lainnya yang menyebut secara bergandengan kabar peringatan dan pengharapan itu ialah


۞نَبِّئۡ عِبَادِيٓ أَنِّيٓ أَنَا ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ ٱلۡعَذَابُ ٱلۡأَلِيمُ

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (al-Hijr/15: 49-50)

Sobat. Penduduk surga tidak pernah merasa letih dan lelah, karena mereka tidak lagi dibebani oleh berbagai usaha untuk melengkapi kebutuhan pokok yang mereka perlukan. Segala sesuatu yang mereka inginkan telah tersedia, tinggal memanfaatkan saja. Mereka tidak pernah merasa khawatir akan dipindahkan ke tempat yang tidak mereka senangi karena mereka kekal di dalam surga. Mereka akan terus merasakan kenikmatan dan kesenangan yang sudah tersedia.

Pada ayat yang lain Allah SWT melukiskan keadaan di dalam surga itu:

Yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu." (Fathir/35: 35)

Hadis Nabi SAW menjelaskan keadaan surga:
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah berupa rumah (yang akan ditempatinya) di surga yang terbuat dari bambu, tidak ada kesulitan di dalamnya, dan tidak ada pula kelelahan." (Riwayat a-Bukhari dan Muslim dari 'Abdullah bin Aufa)

Dari keterangan di atas, maka keadaan orang-orang beriman dalam surga itu dapat digambarkan sebagai berikut: orang-orang yang beriman berada dalam keadaan terhormat, bersih dari berbagai penyakit hati seperti rasa dengki, iri hati, marah, kecewa, dan sebangsanya, tidak pernah merasa lelah, sakit, dan lapar, selalu dalam keadaan senang dan gembira, saling bersilaturrahim, dan bersahabat dengan penduduk surga yang lain, dan mereka kekal di surga sehingga tidak perlu merasa khawatir akan dipindahkan ke tempat yang tidak disenangi.

Sobat. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dari Abdullah bin Zubair bahwa Rasulullah SAW menegur para sahabat yang tertawa ketika beliau lewat di hadapan mereka. Beliau berkata, "Apa yang menyebabkan kamu tertawa?." Maka turunlah ayat ini sebagai teguran kepada Nabi saw agar membiarkan mereka tertawa karena Allah Maha Pengampun di samping siksa-Nya yang sangat pedih.

Diriwayatkan pula oleh Abu Hatim dari Ali bin Abi Husain bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, yang mana rasa dengki keduanya telah dicabut Allah dari dalam hatinya. Ketika ditanya orang, "Kedengkian apa?" Ali bin Abi Husain menjawab, "Kedengkian jahiliyah, yaitu sikap permusuhan antara Bani Tamim (Kabilah Abu Bakar) dan Bani Umayyah." Ketika Abu Bakar terserang penyakit pinggang, Ali memanaskan tangannya dan dengan tangannya ia memanaskan pinggang Abu Bakar, maka turunlah ayat ini.

Pada ayat ini, Allah SWT menjelaskan janji dan ancaman-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menyampaikan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dia bersedia menghapus segala dosa, jika seseorang telah bertobat dalam arti yang sebenarnya dan kembali menempuh jalan yang diridai-Nya. Allah tidak akan mengazab hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Allah juga memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar menyampaikan kepada hamba-Nya bahwa azab-Nya akan menimpa orang yang durhaka dan berbuat maksiat dan tidak mau bertobat atau kembali ke jalan-Nya. Azab-Nya itu sangat pedih, dan tidak ada bandingannya di dunia ini.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Rabu, 10 April 2024

Inilah Perwujudan Takwa dalam Kehidupan Sosial

Tinta Media - Selain dalam kehidupan pribadi atau individu, menurut Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY), takwa juga harus tampak dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat di antaranya adalah ketika menjadi pemimpin dalam arti sempit maupun luas.

“Perwujudan takwa itu seharusnya tidak hanya muncul dalam kehidupan pribadi, namun juga harus tampak  dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat di antaranya adalah ketika menjadi pemimpin dalam arti sempit maupun luas,” ucapnya dalam Siaran Live: Hakekat Idul Fitri dan Taqwa: Taqwa Negara, Gimana? Di kanal Youtube UIY Official, Ahad (7/4/2024).

Yang dimaksud pemimpin dalam arti sempit, menurut UIY, adalah seperti pemimpin sebuah lembaga, badan, organisasi dan sejenisnya. Sedangkan pemimpin dalam arti luas adalah pemimpin sebuah negara.

“Sebagai muslim, takwa itu harus muncul di setiap waktu dan tempat di mana pun kalian berada. Artinya dalam setiap posisi apa pun, takwa itu harus muncul dan selalu melekat atau mentajasad. Tidak mungkin seorang muslim bertakwa hanya dalam kehidupan pribadi tapi tidak dalam kehidupan sosial, politik, dan masyarakat,” urainya.

UIY menjelaskan ketika semakin besar posisi atau kedudukan di dalam masyarakat, maka kebutuhan akan ketakwaan akan semakin besar. Hal ini karena jika ketakwaan itu membawa kebaikan maka semakin besar kedudukan seseorang, kebaikan itu juga akan semakin besar ditimbulkan oleh yang bersangkutan.

“Jika kedudukan dan kewenangannya makin tinggi, maka makin luas pengaruh jika kewenangannya disertai dengan ketakwaan yang akan menghasilkan kebaikan yang makin besar dan makin luas. Sebaliknya jika tidak disertai dengan ketakwaan maka akan menimbulkan kerusakan yang sangat besar dan sangat luas pula,” ulasnya.

UIY mengibaratkan andai disuruh memilih, lebih baik menyingkirkan takwa di dalam kehidupan pribadi karena dampak rusaknya hanya pada pribadi atau individu itu saja. Berbeda jika ketakwaan itu hilang dari kehidupan bernegara, maka dampak rusaknya akan sangat luas. Namun ia menegaskan pilihan ini tentu tidak boleh kita lakukan.

“Negara yang bertakwa digambarkan dengan sangat bagus oleh Imam Ghazali dalam kitab  Al- i'tiqod fii al-iqtishodi menyebutkan agama dan kekuasaan itu seperti saudara kembar. Jadi institusi negara harus punya landasan agama untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Inilah relasi takwa dalam kehidupan bernegara,” tutupnya.[] Erlina

Minggu, 11 Februari 2024

Ilmu yang Pertama Kali Allah Angkat di Akhir Zaman

Tinta Media - Saat ini muncul berbagai produk barang maupun jasa yang ditawarkan di tengah masyarakat dikaitkan dengan akhir zaman. Sebut saja ada yang membuat ramuan minuman akhir zaman sampai menyediakan layanan olah raga akhir zaman. Namun, pernahkah Kita terpikir, bahwa ada sebuah ilmu yang dikabarkan oleh Rasulullah Saw sebagai ilmu yang pertama kali akan Allah angkat dari muka bumi ini sebelum datangnya akhir zaman. Ilmu apa yang dimaksud? 

Rasulullah SAW mengabarkan, ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang pembagian harta waris. Ilmu ini juga dikenal dengan nama ilmu faraidh. Rasulullah SAW bersabda :
“Pelajarilah ilmu faraid dan  ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya, ilmu faraid (ilmu waris) adalah  setengahnya ilmu dan ia akan dilupakan. Ilmu faraidh itu adalah ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan Ad-Darquthni) 

Lalu, apa yang akan terjadi ketika ilmu ini diangkat oleh Allah? Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW juga mengabarkan bahwa di tengah manusia akan terjadi perselisihan karena persoalan pembagian harta waris. Perselisihan ini terjadi, namun tidak ada seorang pun yang mampu memberikan solusi dengan aturan yang diturunkan oleh Allah dengan ilmu faraidh.

Mendengar kabar dari Rasulullah SAW ini, tidakkah muncul semangat di dalam diri kita untuk mempelajari ilmu faraidh? Bukankah ini sebuah peluang besar untuk mendulang pahala dan meraih keutamaan mendapatkan separuh dari ilmu? 

Ketika manusia cenderung jauh dari aturan agama, maka timbangan keadilan akan jatuh pada kemaslahatan dan kesepakatan manusia. Dalam pembagian harta waris, standar keadilan pun ditakar dengan prinsip bagi rata. Anggapan manusia, bahwa adil adalah jika semua mendapatkan bagian yang sama. Jelas, Ini muncul dari keterbatasan akal manusia, yang hanya mempertimbangkan angka. Padahal kebutuhan dan juga tanggung jawab dari keluarga tidaklah sama.  Kejahilan yang memunculkan banyak sekali perselisihan di tengah masyarakat. 

Pada kondisi yang demikian, maka munculnya seseorang yang membawa petunjuk agama akan menjadi obor penerang dalam gelapnya kebodohan masyarakat akibat mengikuti hawa nafsu. Inilah peluang besar pahala jariyah menyelamatkan manusia di akhir zaman. Pahala menyelamatkan manusia sehingga mereka terhindar dari pertengkaran akibat pembagian harta waris. 

Yuk, semangat belajar ilmu waris !

Medan, 10 Februari 2024 

Oleh: Muhammad Yusran Ramli
Sahabat Tinta Media

Rabu, 03 Januari 2024

Allah Pasti Menolong Hamba-Nya yang Taat

Tinta Media - Sobat. Orang yang berjuang di jalan Allah, taat pada aturan agama Allah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, Allah akan selalu bersama mereka, yaitu dengan memberikan pertolongan di dunia dalam berbagai bentuknya. Puncaknya, mereka mendapatkan ridha-Nya di surga nanti. Allah selalu menyertai dan memberikan pertolongan kepada kekasih-Nya di mana pun mereka berada dalam situasi apa pun. 

Sobat. Ustman bin Affan ra berkata ,” Tanda-tanda orang yang makrifat kepada Allah itu ada delapan. Hatinya dipenuhi rasa takut dengan murka dan azab Allah. Hatinya dipenuhi rasa harap akan rahmat Allah. Lisannya selalu memuji Allah. 

Lisannya selalu menyanjung Allah. Kedua matanya selalu disertai rasa malu. Kedua matanya selalu diiringi tangisan karena Allah. Keinginannya adalah meninggalkan kesenangan dunia. Keinginannya adalah mendapatkan ridha Allah.” 

Sobat. Terkait dengan ma’iyyatun nushrah ( kebersamaan yang bersifat khusus kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih dan dicintai ). Al-Qur’an secara khusus menyebutkan beberapa kelompok yaitu : 

1. Yang Bertaqwa ( Muttaqin ). 

Allah SWT berfirman : 

إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحۡسِنُونَ  

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” ( QS. An-Nahl (16) : 128 ) 

Sobat. Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan alasan mengapa Nabi diperintahkan bersabar dan dilarang untuk cemas dan berkecil hati. Allah SWT menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama orang yang bertakwa dan orang yang berbuat kebaikan sebagai penolong mereka. Allah selalu memenuhi permintaan mereka, memperkuat, dan memenangkan mereka melawan orang-orang kafir. 

Sobat. Orang-orang yang takwa selalu bersama Allah SWT karena mereka terus menyucikan diri untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan melenyapkan kemasygulan yang ada pada jiwa mereka. Mereka tidak pernah merasa kecewa jika kehilangan kesempatan, tetapi juga tidak merasa senang bila memperoleh kesempatan. 

Demikian pula Allah selalu menyertai orang yang berbuat kebaikan, melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya, dan selalu menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Pernyataan Allah kepada mereka yang takwa dan berbuat ihsan (kebaikan) dalam ayat ini mempunyai pengertian yang sama dengan pernyataan Allah dalam firman-Nya kepada Nabi Musa dan Harun a.s.: 

Dia (Allah) berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha/20: 46) 

Juga mempunyai pengertian yang sama dengan firman Allah kepada malaikat: 

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman." (al-Anfal/8: 12) 

2. Yang Penyabar ( Shabirin ). 

Allah SWT berfirman : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ 

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”  ( QS. Al-Baqarah (2) : 153 ) 

Sobat. Perjuangan menegakkan kebenaran harus diiringi dengan kesabaran dan memperbanyak shalat, sehingga menjadi ringan segala kesukaran dan cobaan, karena Allah senantiasa beserta orang-orang yang sabar. Dia akan menolong, menguatkan dan memenangkan orang-orang yang berjuang menegakkan kebenaran agamanya. 

3. Yang berbuat baik ( Muhsinin ). 

Allah SWT Berfirman : 

فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا عَمِلُوا وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ  

“Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu mereka perolok-olokan.” ( QS. An-Nahl (16) : 34 ) 

Sobat. Mereka ditimpa oleh bencana yang mengerikan karena kejahatan yang mereka lakukan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang dapat melepaskan diri dari bencana yang mengerikan itu karena semuanya berjalan menurut ketentuan dan sunnah Allah. 

Mereka telah diberikan peringatan berulang kali bahwa pada suatu saat akan datang azab Allah. Akan tetapi, mereka bukan menerima dengan kesadaran, justru malah mendustakan dan memperolok-olok rasul yang membawa berita tentang kehancuran yang akan mereka alami akibat perbuatan itu. 

Di akhirat, mereka pun akan merasakan sesuatu yang lebih mengerikan lagi yaitu pada saat mereka telah diputuskan untuk memasuki pintu-pintu Jahanam yang tidak dapat mereka hindari. 

Allah SWT berfirman:
Inilah hari keputusan yang dahulu kamu dustakan. (as-shaffat/37: 21) 

Allah SWT berfirman : 

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًاۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ  

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif" dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” ( QS. An-Nahl (16) : 123 ) 

Sobat. Dalam ayat ini ditegaskan hubungan yang erat antara agama Nabi Ibrahim dan agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. Firman Allah swt: 

Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku petunjuk ke jalan yang lurus, agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus. Dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik." (al-An'am/6: 161) 

Di antara syariat Nabi Ibrahim yang masih berlaku pada masa Nabi Muhammad SAW ialah pelaksanaan khitan. Beberapa ulama menetapkan hukum wajib khitan karena syariat khitan ini tidak dihapus oleh syariat Nabi Muhammad saw. 

Firman Allah SWT: 

Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah salat; tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dialah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. (al-hajj/22: 78) 

Berulang kali pula dalam Al-Qur'an, Allah SWT menegaskan bahwa Ibrahim itu bukanlah orang musyrik sebagaimana halnya orang musyrikin Quraisy yang mengakui diri mereka pengikut dan keturunan Nabi Ibrahim. 

Sobat. Sekali lagi Allah selalu menyertai dan memberikan pertolongan kepada para kekasih-Nya di mana pun mereka berada  dan  dalam situasi apa pun. 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Minggu, 31 Desember 2023

Hakikat Teman Sejati

Tinta Media - Saat maut menjemput dan manusia dengan sukarela atau terpaksa harus pergi meninggalkan dunia ini, sesungguhnya ia hanya akan diiringi oleh tiga ’iring-iringan’: (1) keluarganya; (2) hartanya; dan (3)  amalnya.

Keluarganya hanya akan mengantar jasadnya sampai ke pinggiran kuburan, tak mungkin menemani dia hingga ke dalamnya.

Hartanya—rumah, apartemen, tanah yang luas, kebun yang indah, perusahaan yang banyak dan harta tak bergerak lainnya—bahkan sejak awal tak mungkin ikut mengiringi dia. Harta yang bisa mengiringi sekaligus menemani dia hanyalah kain kafan yang melekat di badan. Itu pun hanya sampai di dalam kuburan. 

Saat-saat kematian seperti itu hanya amal salihlah yang pasti bakal tetap setia mengiringi sekaligus menemani dirinya hingga ia menjumpai Rabb-nya. Bukan hanya menjadi teman sejati yang mengiringi, bahkan amal salih itulah yang juga bakal dengan setia dan sukarela menjadi pembelanya di hadapan Mahkamah Pengadilan Akhirat, sebuah pengadilan yang tentu mahadahsyat! Saat itu, keluarganya, termasuk istri/suaminya sekalipun, tak mungkin turut membela dan menolong dirinya. Mereka bisa jadi malah mencelakakan dirinya, kecuali anak-anaknya yang salih/salihah. Bagaimana dengan hartanya? Tak mungkin pula ia bisa membela dan menolong dirinya. Boleh jadi hartanya itu malah memberatkan dan membebani dirinya di hadapan Hakim Yang Mahaadil, Allah ’Azza wa Jalla; kecuali harta yang pernah ia sedekahkah, ia hadiahkan, ia hibahkan atau ia wakafkan di jalan-Nya.

Jika memang hanya amal salih satu-satunya teman sejati yang akan mengiringi, menemani sekaligus membela manusia saat dimajukan ke Mahkamah Pengadilan Akhirat, faktanya justru banyak manusia lebih sering disibukkan untuk mencari dan mengumpulkan harta kekayaan, mengejar jabatan dan kedudukan, serta terobsesi untuk meraih sukses dunia yang fana. Sebaliknya, mereka abai untuk memperbanyak amal salih, mengejar pahala/surga dan terobsesi meraih sukses ukhrawi yang abadi.

Padahal Baginda Rasulullah saw. pernah bersabda, ”Tuhanku pernah menawari aku untuk mengubah bukit-bukit di Makkah menjadi emas. Namun, aku menadahkan tangan kepada-Nya, seraya berkata, ’Ya Allah, aku lebih suka sehari kenyang dan sehari lapar agar aku bisa mengingat-Mu saat lapar serta memujimu-Mu dan bersyukur kepada-Mu saat kenyang.’” (HR at-Tirmidzi).

Bagaimana dengan kita?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

Sabtu, 23 Desember 2023

Hakekat dalam Basmalah

Tinta Media - 

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

“Dengan Menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.“

Sobat. Surah al-Fatihah dimulai dengan Basmalah. Ada beberapa pendapat ulama berkenaan dengan Basmalah yang terdapat pada permulaan surah Al-Fatihah. Di antara pendapat-pendapat itu, yang termasyhur ialah:

1. Basmalah adalah ayat tersendiri, diturunkan Allah untuk jadi kepala masing-masing surah, dan pembatas antara satu surah dengan surah yang lain. Jadi dia bukanlah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah yang lain, yang dimulai dengan Basmalah itu. Ini pendapat Imam Malik beserta ahli qiraah dan fuqaha (ahli fikih) Medinah, Basrah dan Syam, dan juga pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya. Sebab itu menurut Imam Abu Hanifah, Basmalah itu tidak dikeraskan membacanya dalam salat, bahkan Imam Malik tidak membaca Basmalah sama sekali.
Hadis Nabi SAW:

Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Saya salat di belakang Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka memulai dengan al-hamdulillahi rabbil 'alamin, tidak menyebut Bismillahirrahmanirrahim di awal bacaan, dan tidak pula di akhirnya."(Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

2. Basmalah adalah salah satu ayat dari al-Fatihah, dan pada surah an-Naml/27:30, /27:30) yang dimulai dengan Basmalah. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i beserta ahli qiraah Mekah dan Kuffah. Sebab itu menurut mereka Basmalah itu dibaca dengan suara keras dalam salat (jahar). Dalil-dalil yang menunjukkan hal itu antara lain Hadis Nabi SAW:

Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, Rasulullah SAW mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim. (Riwayat al-hakim dalam al-Mustadrak dan menurutnya, hadis ini sahih)

Dari Ummu Salamah, katanya, Rasulullah saw berhenti berkali-kali dalam bacaanya Bismillahirrahmanirrahim, al-hamdulillahi Rabbil- 'alamin, ar-Rahmanir-rahim, Maliki Yaumid-din. (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan al-hakim. Menurut ad-Daruqutni, sanad hadis ini sahih).

Sobat. Abu Hurairah juga shalat dan mengeraskan bacaan basmalah. Setelah selesai salat, dia berkata, "Saya ini adalah orang yang salatnya paling mirip dengan Rasulullah." Muawiyah juga pernah salat di Medinah tanpa mengeraskan suara basmalah. Ia diprotes oleh para sahabat lain yang hadir di situ. Akhirnya pada salat berikutnya Muawiyah mengeraskan bacaan basmalah.

Sobat. Kalau kita perhatikan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw telah sependapat menuliskan Basmalah pada permulaan surah dari surah Al-Qur'an, kecuali surah at-Taubah (karena memang dari semula turunnya tidak dimulai dengan Basmalah) dan bahwa Rasulullah saw melarang menuliskan sesuatu yang bukan Al-Qur'an agar tidak bercampur aduk dengan Al-Qur'an, sehingga mereka tidak menuliskan 'amin pada akhir surah al-Fatihah, maka Basmalah itu adalah salah satu ayat dari Al-Qur'an.

Dengan kata lain, bahwa "basmalah-basmalah" yang terdapat di dalam Al-Qur'an adalah ayat-ayat Al-Qur'an, lepas dari pendapat apakah satu ayat dari al-Fatihah atau dari surah lain, yang dimulai dengan Basmalah atau tidak.

"Dengan nama Allah" maksudnya "Dengan nama Allah saya baca atau saya mulai". Seakan-akan Nabi berkata, "Saya baca surah ini dengan menyebut nama Allah, bukan dengan menyebut nama saya sendiri, sebab ia wahyu dari Tuhan, bukan dari saya sendiri." 

Maka Basmalah di sini mengandung arti bahwa Al-Qur'an itu wahyu dari Allah, bukan karangan Muhammad saw dan Muhammad itu hanyalah seorang Pesuruh Allah yang dapat perintah menyampaikan Al-Qur'an kepada manusia.

Makna kata Allah

Allah adalah nama bagi Zat yang ada dengan sendirinya (wajibul-wujud). Kata "Allah" hanya dipakai oleh bangsa Arab kepada Tuhan yang sebenarnya, yang berhak disembah, yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Mereka tidak memakai kata itu untuk tuhan-tuhan atau dewa-dewa mereka yang lain.

Hikmah Membaca Basmalah

Sobat. Seorang yang selalu membaca Basmalah sebelum melakukan pekerjaan yang penting, berarti ia selalu mengingat Allah pada setiap pekerjaannya. Dengan demikian ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan selalu memperhatikan norma-norma Allah dan tidak merugikan orang lain. Dampaknya, pekerjaan yang dilakukannya akan berbuah sebagai amalan ukhrawi.

Sobat. Seorang Muslim diperintahkan membaca Basmalah pada waktu mengerjakan sesuatu yang baik. Yang demikian itu untuk mengingatkan bahwa sesuatu yang dikerjakan adalah karena perintah Allah, atau karena telah diizinkan-Nya. Maka karena Allah dia mengerjakan pekerjaan itu dan kepada-Nya dia meminta pertolongan agar pekerjaan terlaksana dengan baik dan berhasil.

Nabi saw bersabda:

"Setiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan menyebut Basmalah adalah buntung (kurang berkahnya)." (Riwayat Abdul-Qadir ar-Rahawi).

Orang Arab sebelum datang Islam mengerjakan sesuatu dengan menyebut al-Lata dan al-'Uzza, nama-nama berhala mereka. Sebab itu, Allah mengajarkan kepada penganut-penganut agama Islam yang telah mengesakan-Nya, agar mereka mengerjakan sesuatu dengan menyebut nama Allah.

Sobat. Kalimat basmalah terdiri dari empat kata. Di dalamnya terdapat isyarat atas pertolongan Allah kepada para hamba-Nya yang muslim dalam menghadapi syetan yang berkata,

ثُمَّ لَأٓتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ وَعَنۡ أَيۡمَٰنِهِمۡ وَعَن شَمَآئِلِهِمۡۖ وَلَا تَجِدُ أَكۡثَرَهُمۡ شَٰكِرِينَ

“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” ( QS. Al-A’araf (7) : 17)

Karena itu, Allah menganugerahkan keempat kata dalam basmalah tersebut kepada para hamba-Nya yang berserah diri agar mereka terlindung dan selamat dari godaan syetan.
Sobat. Isyarat kedua, sesungguhnya perbuatan maksiat yang dilakukan orang-orang mukmin terjadi dalam empat keadaan; maksiat tersembunyi, maksiat secara terang-terangan, maksiat di malam hari, dan maksiat di siang hari. Dengan perantara kata-kata dalam basmalah yang dianugerahkan kepada orang-orang mukmin, Allah berkehendak mengampuni dosa-dosa yang mereka perbuat.

Sobat. Taubat berarti kembali. Kembali dari sesuatu yang tercela menurut syariat menuju sesuatu yang terpuji. Kembali kepada Allah setelah jauh dari-Nya akibat dosa dan maksiat. Semua orang membutuhkan taubat. Tak ada seorang pun yang tak berdosa dan tak mencederai hak-hak Allah SWT. Sangat langkah orang yang bersih, tegar, dan memiliki iman yang kuat. Taubat dibutuhkan untuk kembali mengisi jiwa dan menguatkan keimanan.

Sobat. Pilar taubat yang pertama adalah menyesal. Pilar yang kedua adalah bersegera meninggalkan maksiat, dan pilar yang ketiga bertekad untuk tidak mengulangi.

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” ( QS. Al-Baqarah (2) : 222 )

Sobat. Jika maksiat atau pelanggaran yang dilakukan berkaitan dengan manusia, taubat mensyaratkan pilar yang keempat, yaitu mengembalikan hak atau kehormatan yang direnggut kepada pemiliknya atau meminta maaf dan kehalalan darinya. Jalan-jalan taubat dapat ditempuh dengan baik kita menjauhi kawan-kawan dan lingkungan yang buruk. Sebab, orang-orang di sekitar kita sering menjadi sebab utama yang mendorong kita kembali melakukan dosa dan maksiat.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Jumat, 22 Desember 2023

Ciri-Ciri Mukmin yang Ideal


Tinta Media - Sobat. Orang yang beriman kepada Allah, maka ia akan terjaga dari segala sesuatu. Siapa yang tunduk kepada Allah, maka ia akan sedikit bermaksiat kepada-Nya. Jika ia bermaksiat, maka dia akan meminta ampunan, maka Allah akan mengampuninya. 

Sobat. Ada lima sifat mukmin yang sangat ideal yaitu mereka yang mampu menggabungkan amaliah lahir dan batin, antara iman dan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT  QS  Al-Anfal ayat 2 – 4 : 

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ  

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” ( QS. Al-Anfaal : 2 – 4 ) 

Sobat. Allah menjelaskan bahwa orang-orang mukmin ialah mereka yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat seperti tersebut dalam ayat ini. Tiga sifat disebutkan dalam ayat ini, sedang dua sifat lagi disebutkan dalam ayat berikutnya. 

1. Apabila disebutkan nama Allah bergetarlah hatinya karena ingat keagungan dan kekuasaan-Nya. Pada saat itu timbul dalam jiwanya perasaan penuh haru mengingat besarnya nikmat dan karunia-Nya. Mereka merasa takut apabila mereka tidak memenuhi tugas kewajiban sebagai hamba Allah, dan merasa berdosa apabila melanggar larangan-larangan-Nya. 

Bergetarnya hati sebagai perumpamaan dari perasaan takut, adalah sikap mental yang bersifat abstrak, yang hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Sedang orang lain dapat mengetahui dengan memperhatikan tanda-tanda lahiriah dari orang yang merasakannya, yang terlukis dalam perkataan atau gerak-gerik perbuatannya. 

Sikap mental itu adakalanya tampak dalam perkataan, sebagaimana tergambar dalam firman Allah: 

"Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya". (al-Muminun/23: 60) 

Dan adakalanya tampak pada gerak-gerik dalam perbuatan, firman Allah : 

"Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan, "salam." Dia (Ibrahim) berkata, "Kami benar-benar merasa takut kepadamu." (al-Hijr/15: 52) 

2. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah, maka akan bertambah iman mereka, karena ayat-ayat itu mengandung dalil-dalil yang kuat, yang mempengaruhi jiwanya sedemikian rupa, sehingga mereka bertambah yakin dan mantap serta dapat memahami kandungan isinya, sedang anggota badannya tergerak untuk melaksanakannya. 

Dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa iman seseorang dapat bertambah dan dapat berkurang sesuai dengan ilmu dan amalnya, 

Rasulullah bersabda:
"Iman itu lebih dari 70 cabang, yang tertinggi adalah pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) 

Dengan demikian bertambahnya iman pada seseorang dapat diketahui apabila ia lebih giat beramal. Iman dan amal adalah merupakan satu kesatuan yang bulat yang tak dapat dipisahkan. 

Firman Allah Swt.:
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, "Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung." (ali Imran/3: 173) 

Dan firman Allah: 

Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (al-Ahzab/33: 22) 

3. Bertawakal hanya kepada Allah Yang Maha Esa, tidak berserah diri kepada yang lain-Nya. Tawakal merupakan senjata terakhir seseorang dalam mewujudkan serangkaian amal setelah berbagai sarana dan syarat-syarat yang diperlukan itu dipersiapkan. Hal ini dapat dipahami, karena pada hakikatnya segala macam aktivitas dan perbuatan, hanya terwujud menurut hukum-hukum yang berlaku yang tunduk di bawah kekuasaan Allah. Maka tidak benar apabila seseorang itu berserah diri kepada selain Allah. 

Sobat. Allah menjelaskan sifat-sifat lahiriyah orang-orang mukmin sebagai kelanjutan dari sifat-sifat yang telah lalu. 

4. Selalu mendirikan salat lima waktu dengan sempurna syarat-syarat dan rukun-rukunnya, serta tepat pada waktunya, sedang jiwanya khusyu mengikuti gerak lahiriyah dan tunduk semata kepada Allah. 

5. Menginfakkan sebagian dari harta yang diberikan kepadanya. Yang dimaksud dengan membelanjakan harta dalam ayat ini ialah meliputi pengeluaran zakat, memberi nafkah kepada keluarga dekat ataupun jauh, atau membantu kegiatan sosial dan kepentingan agama, serta kemaslahatan umat. 

Sobat. Allah menegaskan bahwa orang-orang yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut adalah orang-orang mukmin yang sejati. Ibnu Hazm menjelaskan bahwa sifat-sifat ini adalah sifat-sifat yang dapat diketahui orang lain dari dirinya, maka apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya telah beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad Saw dan meyakini bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, sedang orang itu mengikrarkan semua pengakuannya itu dengan lisan, maka ia wajib mengatakan bahwa ia telah menjadi orang mukmin yang benar. 

Sobat. Di akhir ayat Allah menjelaskan imbalan yang akan diterima oleh orang-orang mukmin yang benar-benar beriman dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang telah disebutkan, yaitu mereka akan memperoleh derajat yang tinggi dan kedudukan yang mulia di sisi Allah, karena kuasa Allah semata. Kalau Allah berkuasa menciptakan segala macam bentuk kehidupan. Maka Dia berkuasa pula memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. 

Derajat yang tinggi itu, dapat berupa keutamaan hidup di dunia dan dapat berupa keutamaan hidup di akhirat, atau kedua-duanya. Allah berfirman: 

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.(at-Taubah/9:20)
Dan firman Allah : 

Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain. (al-Anam/6: 165) 

Sobat. Orang mukmin itu sakinah. Sakinah adalah hadirnya Allah Yang Mahabenar (al-Haq) tanpa ada sebab, dan kembali kepada yang haq tanpa ada keraguan, kecuali untuk terpenuhinya penghambaan. Maka saat itu bagian jiwa adalah khidmah ( pelayanan kepada Tuhan), bagian hati adalah makrifat, bagian akal adalah tersingkapnya tabir ilahi (mukasyafah), dan bagian roh adalah cinta. 

Sobat, Yang diminta oleh Allah dari kaum mukmin tidaklah begitu banyak yaitu suasana hati yang patuh kepada Allah, kemudian  mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mukmin yang demikian ini selalu memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Allah sangat suka yang demikian itu. 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Selasa, 19 Desember 2023

Ini Alasan Orang Ingkar pada Hari Kiamat

Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib mengungkap alasan orang bisa ingkar pada hari kiamat. "Penyebab orang ingkar pada hari kiamat adalah karena banyak dosa dan kemaksiatan yang menutupi hati mereka dengan penutup tebal yang disebabkan karena bertumbuhnya dosa," ujarnya dalam acara kajian tafsir Al Waie dengan tema Penyebab Mendustakan Hari Pembalasan di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Rabu (13/12/2023).

Jadi kata KH Rokhmat S. Labib, orang kalau hatinya sudah tertutup itu, maka sudah tidak bisa lagi melihat hal yang benar dan yang batil. Dan juga tidak bisa membedakan mana yang batil dan juga tidak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk.

"Lha wong hatinya sudah tertutup, kira-kira seperti kata penyanyi dulu, tai kucing rasa coklat kayak sudah buta," tegasnya.

Jadi kata KH Rokhmat S. Labib, saking tertutupnya hatinya maka tidak bisa membedakan orang baik dengan orang yang buruk, orang pinter dengan bodoh, orang beriman dengan tidak beriman.

"Hal demikian juga perkataan benar dengan salah, tidak bisa membedakan ini penjelasan yang benar dari berdasarkan Al Qur'an dengan perkataan dari hawa nafsu tidak bisa membedakan," ucapnya.

Jadi bebernya, orang yang tidak mengimani hari kiamat itu karena tertutup hatinya karna banyaknya dosa dan maksiat.

"Jadi jika suka dengan perbuatan itu (maksiat), sudah enak dengan menipu, maka dia akan mengabaikan peringatan lain, bahkan bukan hanya mengabaikan tapi mengingkari," tandasnya. [] Setiyawan Dwi

Ulama Aswaja: Hanya Orang yang Melampaui Batas dan Banyak Dosa yang Berani Mendustakan Hari Pembalasan

Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa tidak ada yang berani mendustakan hari pembalasan kecuali orang yang melampaui batas dan banyak dosa.

"Tidak ada yang berani mendustakan hari pembalasan kecuali orang yang melampaui batas dan banyak dosa," ujarnya dalam acara kajian tafsir Al Waie dengan tema Penyebab Mendustakan Hari Pembalasan di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Rabu (13/12/2023).

Jadi, menurut KH Rokhmat S. Labib, ada hubungannya antara melampaui batas dan orang banyak dosa dengan mendustakan hari pembalasan.

"Hubungannya terbalik dengan awal tadi, orang yang melakukan dosa karena tidak ada iman, iman yang lemah ternyata bisa membuat orang berbuat dosa, dan juga orang yang melampaui batas itu bisa mengikis keimanannya bahkan sampai membuat dia bisa mendustakan hari pembalasan," ungkapnya.

Adapun yang dimaksud orang yang melampaui batas itu menurut KH Rokhmat S. Labib adalah dari kata mu'tadin yakni melanggar atau menabrak batasan-batasan kebenaran.

"Jadi orang yang Mendustakan hari kiamat itu mempunyai sifat yang pertama adalah melanggar kebenaran atau dalam istilahnya fahrozi mengatakan adalah melewati atau melampaui batas jalan kebenaran," ungkapnya.

Sedangkan orang yang banyak dosa menurut KH Rokhmat S. Labib, itu karena dengan dosa mampu menutup hati mereka (orang-orang yang mendustakan hari pembalasan)

"Jadi orang yang melakukan dosa, itu membuat dada dia (orang yang mendustakan hari pembalasan) secara fisik dan batin itu kira-kira seperti yang disebutkan ada nuktah sauda' (titik hitam di dalam dada) jadi ketika melakukan kejahatan maka akan tertitik (dadanya)," bebernya.

Ketika bertobat kata KH Rokhmat S. Labib, dadanya bisa bersih dari nuktah sauda' (titik hitam di dalam dada). "Tapi jika melakukan kejahatan tanpa henti dan tanpa bertobat nambah kejahatan lama-lama titik di dadanya itu bukan hanya satu melainkan dua, tiga, empat, lima lama-lama hitam pekat," lanjutnya.

Jadi kalau hati itu hitam pekat kata KH Rokhmat S. Labib, maka tidak bisa lagi menangkap firman Allah, tidak bisa lagi bergetar ketika diingatkan hari kiamat malah mencela ketika diingatkan.

"Mereka menganggap hari kiamat itu hanya dongeng," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi

Ulama Aswaja: Tindakan Kejahatan Itu Disebabkan oleh Tiadanya Iman

Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa orang yang sering melakukan tindakan kejahatan itu karena tiadanya iman pada dirinya.

"Tindakan Kejahatan itu disebabkan oleh tiadanya iman," ujarnya dalam acara kajian tafsir Al Waie dengan tema Penyebab Mendustakan Hari Pembalasan di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Rabu (13/12/2023).

Jadi menurutnya, alasan mereka (orang yang berbuat kejahatan) itu bisa begitu berani melakukan tindakan kejahatan, kerusakan, kemaksiatan, karena memang tidak adanya iman pada diri orang tersebut.

"Misalnya, kalau orang tidak berani mengambil motor, kira-kira kenapa? Ya, karena dia takut pada Allah, takut pada manusia, takut pada tetangga jika ketahuan, takut pada polisi jika dihukum," ungkapnya.

Contoh lagi dalam konteks timbangan misalnya, masalah timbangan hampir sedikit sekali ketahuan oleh konsumennya, berarti jika melakukan kejahatan pada takaran timbangan hanya Allah yang mengetahui. Namun faktanya ada orang yang sesuai pada takaran ada yang tidak atau curang.

"Nah apa penyebabnya (orang yang menakar tidak sesuai)? Ya karena tidak yakin terhadap hari kiamat, dan tidak yakin bahwa Allah maha melihat," ujarnya.

Nah berarti, bebernya, ada hubungannya antara keimanan dan amal. "Iman yang benar akan menghasilkan amal yang benar, sedangkan amal yang rusak pasti disebabkan oleh iman yang rusak," tandasnya. [] Setiyawan Dwi

Rabu, 15 November 2023

Allah yang Memelihara dan Menjaga Kemurnian Al-Qur’an



Tinta Media - Sobat. Sebagai bentuk cinta dan kasih sayang Allah sebagai Rabb kepada umat manusia. Dia mengingatkan bahwa telah datang kepada mereka satu kitab suci dengan empat fungsi yang sangat mereka butuhkan ; Pertama. Mau’izhah – Pesan-pesan spiritual untuk selalu berada dalam rel kebenaran dengan cara yang santun dan bisa mengggah perasaan. Kedua.Syifa’- Obat penyakit hati seperti kekufuran, syirik, kemunafikan, kedzaliman, kesombongan, dan lain lain. Ketiga. Hudan – Petunjuk dengan mengemukakan dalil-dalil kebenaran agama Islam. Keempat. – Rahmah (kasih sayang) kepada orang mukmin, karena merekalah yang merasakanbuah dari rahmat Allah.

Sobat. Kehadiran Al-Qur’an kepada umat manusia adalah anugerah dan rahmat-Nya yang agung, yang semestinya disambut dengan sukacita, tangan terbuka dan hati yang ikhlas. Hal itu jauh lebih baik daripada kesenangan mereka terhadap benda yang mereka kumpulkan. Karena harta benda itu akan hilang, hanya dinikmati sesaat, sementara Al-Qur’an akan bermanfaat sepanjang zaman. 

Allah SWT berfirman : 

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ  

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” ( QS. Al-Hijr (15) : 9 ).

Sobat. Ayat ini merupakan peringatan keras bagi orang-orang yang mengabaikan Al-Qur'an dan tidak percaya bahwa Al-Qur'an itu diturunkan Allah kepada rasul-Nya Muhammad. Seakan-akan Allah mengatakan kepada mereka, "Kamu ini hai orang-orang kafir sebenarnya adalah orang-orang yang sesat yang memperolok-olokkan nabi dan rasul yang telah Kami utus untuk menyampaikan agama Islam kepadamu. Sesungguhnya sikap kamu yang demikian itu tidak akan mempengaruhi sedikit pun terhadap kemurnian dan kesucian Al-Qur'an karena Kamilah yang menurunkannya. Kamu menuduh Muhammad seorang yang gila tetapi Kami menegaskan bahwa Kami sendirilah yang memelihara Al-Qur'an itu dari segala macam usaha untuk mengotorinya dan usaha untuk menambah, mengurangi dan mengubah ayat-ayatnya. Kami akan memeliharanya dari segala macam bentuk campur tangan manusia terhadapnya. Akan datang saatnya nanti manusia akan menghafal, membaca, mempelajari, dan menggali isinya, agar mereka memperoleh dari Al-Qur'an itu petunjuk dan hikmah, tuntunan akhlak dan budi pekerti yang baik, ilmu pengetahuan dan pedoman berpikir bagi para ahli dan cerdik pandai, serta petunjuk ke jalan hidup di dunia dan di akhirat nanti."

Jaminan Allah swt terhadap pemeliharaan Al-Qur'an itu ditegaskan lagi dalam firman-Nya:

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ  

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (as-shaff/61: 8)

Mengenai jaminan Allah terhadap kesucian dan kemurnian Al-Qur'an serta penegasan bahwa Allah sendirilah yang memeliharanya terbukti dengan memperhatikan dan mempelajari sejarah turunnya Al-Qur'an, cara-cara yang dilakukan Nabi saw ketika menyiarkan, memelihara, dan membetulkan bacaan para sahabat, melarang menulis selain ayat-ayat Al-Qur'an, dan sebagainya. Kemudian usaha pemeliharaan Al-Qur'an ini dilanjutkan oleh para sahabat, tabiin, dan oleh setiap generasi kaum Muslimin yang datang sesudahnya, sampai sekarang ini.

Untuk mengetahui dan membuktikan bahwa Al-Qur'an yang sampai kepada kita sekarang terpelihara kemurniannya, diterangkan dalam sejarah Al-Qur'an, baik di masa Rasulullah, maupun di zaman sahabat, dan usaha kaum Muslimin memeliharanya pada saat ini. Di sisi lain otentisitas Al-Qur'an dapat dilacak dari sejarah penulisan dan bacaannya.

Pertama:
Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw dalam waktu kurang lebih 23 tahun. Setiap turun ayat, Nabi menyuruh para sahabatnya menghafal dan menuliskannya di batu, kulit binatang, dan pelepah korma. Nabi memiliki beberapa orang sahabat yang bertugas menulis wahyu dan mendampingi beliau ketika turun ayat. Di antara penulis wahyu itu adalah Zaid bin sabit, Ali bin Abi thalib, Utsman bin 'Affan, Ubay bin Ka'ab, dan lain-lain.

Setiap ayat turun, Nabi menjelaskan kepada para penulis wahyu di bagian mana dari ayat-ayat yang turun lebih dulu atau di surah apa ayat itu diletakkan dan ditulis. Beliau melarang para sahabat menulis selain Al-Qur'an, baik itu penjelasannya yang menjadi tafsir dari ayat atau keterangan yang ditulis oleh para sahabat itu sendiri. Hadis Nabi saw seperti diriwayatkan Abu Sa'id al-Khudri:

Jangan kalian menulis dariku apapun selain Al-Qur'an. Barang siapa yang menulis selain Al-Qur'an, hendaklah dia menghapusnya. (Riwayat Muslim)

Larangan secara umum itu adalah untuk menjaga kemurnian tulisan Al-Qur'an agar tidak bercampur-baur dengan tulisan-tulisan lain selain Al-Qur'an, baik bersumber dari Nabi saw maupun sahabat. Namun demikian, ada beberapa sahabat yang memang pandai baca tulis, menuliskan ucapan-ucapan Rasul sebagai penafsiran Al-Qur'an dan catatan mereka, seperti 'Abdullah bin 'Umar, 'Abdullah bin Mas'ud, Ali bin Abi thalib, Ibnu Abbas, dan lain-lain. 

Selain ditulis oleh para penulis wahyu dan sebagian sahabat, Al-Qur'an juga dihafal oleh para sahabat dan diwajibkan membacanya dalam salat.

Mengingat pentingnya peran tulis baca dalam menjaga otentisitas atau kemurnian Al-Qur'an, Nabi sangat menghargai orang-orang yang bisa tulis baca, dan menganjurkan sahabat-sahabatnya untuk mempelajarinya. Setelah Perang Badar, Nabi memanfaatkan para tawanan perang Badar yang pandai baca tulis untuk menebus dirinya dengan mengajar baca tulis 10 orang anak-anak muslim. 

Dengan keputusan Rasul ini, semakin banyak orang yang bisa baca tulis, semakin banyak pula orang yang bisa mencatat dan menghafal Al-Qur'an.

Dengan demikian, ada tiga faktor yang membantu menjaga kelestarian tulisan dan bacaan Al-Qur'an:
1. Tulisan atau naskah yang ditulis para penulis wahyu.
2. Hafalan dari para sahabat yang sangat antusias menghafalnya.
3. Tulisan atau naskah pribadi yang ditulis oleh para sahabat yang sudah lebih dulu pandai baca tulis seperti 'Abdullah bin 'Umar, 'Abdullah bin Mas'ud, Ali bin Abi thalib, dan lain-lain.

Selain tiga faktor di atas, Malaikat Jibril selalu mengecek bacaan Al-Qur'an Rasulullah setiap tahun. Ketika pengecekan, Rasulullah disuruh mengulang bacaan Al-Qur'an yang telah diturunkan. Bahkan sebelum wafat, Malaikat Jibril mengecek dua kali. 

Nabi sendiri sering mengecek bacaan sahabatnya. Mereka disuruh membaca Al-Qur'an di hadapannya, dan beliau membetulkan bacaan mereka.

Nabi wafat sesudah Al-Qur'an selesai diturunkan dan telah dihafal oleh orang banyak menurut tertib susunan Al-Qur'an yang kita baca sekarang ini, sesuai dengan petunjuk yang diberikannya ketika membaca Al-Qur'an, baik di dalam maupun di luar salat. Dengan cara pengamalan yang praktis di atas, Al-Qur'an bisa terpelihara kemurniannya dan tersebar dengan mudah di masyarakat.

Sesudah Rasulullah saw wafat, para sahabat sepakat memilih Abu Bakar sebagai khalifah. Pada permulaan masa pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya menjadi murtad dan ada pula di antara mereka mendakwakan diri menjadi nabi. Oleh karena itu, Abu Bakar memerangi mereka. 

Dalam peperangan ini telah gugur 70 orang penghafal Al-Qur'an dan sebelum itu telah gugur pula beberapa orang. Atas anjuran Umar bin Khaththab dan diterima oleh Abu Bakar, maka Zaid bin sabit ditugaskan menulis kembali Al-Qur'an yang naskahnya telah ditulis pada masa Nabi dan didukung oleh hafalan para sahabat yang masih hidup. Setelah selesai menuliskannya dalam lembaran-lembaran, diikat dengan benang, tersusun menurut urutan yang telah ditetapkan Rasulullah, mushaf itu kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal, mushaf ini diserahkan kepada penggantinya Umar bin al-Khaththab. Setelah Umar meninggal mushaf ini disimpan di rumah Hafsah, putri Umar dan istri Rasulullah, sampai kepada masa pembukuan Al-Qur'an di masa khalifah Utsman bin 'Affan.

Di masa khalifah Utsman bin 'Affan, daerah pemerintahan Islam telah sampai ke Armenia dan Azerbaijan di sebelah timur dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian, para sahabat waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia, dan Afrika. Ke mana mereka pergi dan di mana mereka tinggal, Al-Qur'an Al-Karim itu tetap menjadi imam mereka, di antara mereka banyak yang hafal Al-Qur'an. Mereka mempunyai naskah-naskah Al-Qur'an, tetapi naskah-naskah yang mereka miliki itu tidak sama susunan surah-surahnya karena dicatat sesuai dengan pemahaman mereka atau masih bercampur dengan penjelasan-penjelasan Rasul sebagai tafsirnya.

Hal ini menimbulkan pertikaian tentang bacaan Al-Qur'an di antara mereka. Asal mula perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiri memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berada di masanya, untuk membacakan dan melafazkan Al-Qur'an itu menurut dialek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan Nabi supaya mereka mudah mengucapkan dan menghafal Al-Qur'an.

Tetapi kemudian timbul kekhawatiran bahwa pertikaian tentang bacaan Al-Qur'an ini kalau dibiarkan saja akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan di kalangan kaum Muslimin.

Orang yang mula-mula menunjukkan perhatiannya tentang hal ini adalah seorang sahabat yang bernama Huzaifah bin Yaman. Beliau ikut dalam peperangan menaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Selama dalam perjalan-an, ia pernah mendengar kaum Muslimin bertikai tentang bacaan beberapa ayat Al-Qur'an dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya, "Bacaan saya lebih baik daripada bacaanmu."

Ketika hal ini disampaikan kepada Khalifah Utsman bin 'Affan, beliau langsung menyetujui dilakukannya penulisan Al-Qur'an, maka segera dibentuk tim yang terdiri dari para penulis wahyu, seperti Zaid bin sabit yang menjadi ketua tim, 'Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'As dan 'Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, dan lain-lain.
Mushaf yang berisi lembaran bertuliskan Al-Qur'an, yang pernah disusun oleh Khalifah Abu Bakar, dan disimpan di rumah hafsah, diminta kembali oleh Utsman. Karena tim ini bertugas menyalin kembali tulisan Al-Qur'an yang ada di mushaf tersebut dan menyeragamkan bacaan dan tulisannya. Hasil kerja tim ini akan menjadi acuan dan rujukan bagi bacaan Al-Qur'an umat Islam di seluruh dunia. 

Dalam menjalankan tugasnya, tim ini memberlakukan syarat-syarat berikut:

1. Tidak ditulis kecuali yang diyakini betul-betul Al-Qur'an, dengan mengacu pada tulisan dan hafalan sahabat.
2. Tidak ditulis kecuali ayat-ayat yang diyakini tidak pernah dinasakh.
3. Jika ada kata yang memiliki beberapa bacaan berbeda, maka ditulis dengan dialek Quraisy karena mayoritas Al-Qur'an ditulis dalam dialek itu.
4. Jika ada dua bacaan berbeda tetapi bisa ditampung dalam satu tulisan, ditulis dalam satu tulisan seperti malik dan malik. 

Mushaf yang sudah diseragamkan bacaannya itu dikenal dengan nama al-Mushaf al-Imam atau al-Mushaf al-'Utsmani. Mushaf ini digandakan menjadi lima mushaf, masing-masing dikirim ke Mekah, Syiria, Basrah, Kufah, dan sebuah ditinggalkan di Medinah.

Demikianlah Al-Qur'an itu dibukukan pada masa sahabat. Semua mushaf yang diterbitkan kemudian harus disesuaikan dengan al-Mushaf al-Imam. Kemudian usaha menjaga kemurnian Al-Qur'an itu tetap dilakukan oleh kaum Muslimin di seluruh dunia, sampai kepada generasi yang sekarang ini.

Untuk menjaga kemurnian Al-Qur'an itu di Indonesia dilakukan dalam bermacam-macam usaha, di antaranya ialah:

1.  Membentuk "Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an" yang bertugas antara lain meneliti semua mushaf yang akan dicetak sebelum diedarkan ke masyarakat. Tim berada di bawah pengawasan Menteri Agama.

2.  Pemerintah telah mempunyai naskah Al-Qur'an yang menjadi standar dalam penerbitan Al-Qur'an di Indonesia, yang telah disesuaikan dengan Mushaf al-Imam.

3.  Mengadakan Musabaqah Tilawatil Qur'an setiap tahun yang ditangani dan diurus oleh negara. 

4.  Usaha-usaha lain yang dilakukan oleh masyarakat muslim, seperti membentuk lembaga pendidikan, kajian, dan tahfiz Al-Qur'an

Kedua:

Setelah 'Utsman bin 'Affan wafat, al-Mushaf al-Imam tetap dianggap sebagai pegangan satu-satunya oleh umat Islam dalam bacaan Al-Qur'an. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa perbedaan dalam bacaan tersebut. Sebab-sebab timbulnya perbedaan itu dapat disimpulkan dalam dua hal:

Pertama : Penulisan Al-Qur'an itu sendiri yang belum sempurna.

Kedua : Perbedaan dialek orang-orang Arab.

Penulisan Al-Quran itu dapat menimbulkan perbedaan karena al-Mushaf al-Imam ditulis oleh sahabat-sahabat yang tulisannya belum dapat dikatakan tulisan yang sempurna karena belum mendapat tanda baca dan titik. Sebagaimana yang diterangkan Ibnu Khaldun dalam bukunya "Muqaddimah Ibnu Khaldun", ia berkata, "Perhatikanlah akibat-akibat yang terjadi karena tulisan mushaf yang ditulis sendiri oleh para sahabat dengan tangannya. Tulisan itu belum sempurna, sehingga kadang-kadang terjadi beberapa kesalahan dalam memahami bacaan dari tulisan tersebut karena tanpa titik dan baris."

Adapun perbedaan dialek orang-orang Arab yang telah ditoleransi oleh Rasulullah menimbulkan macam-macam qira'at (bacaan), sehingga pada tahun 200 Hijriah muncullah ahli-ahli qira'at yang tidak terhitung banyaknya.

Di antara dialek-dialek bahasa Arab yang terkenal ialah lahjah Quraisy, Hudzail, Tamim, Asad, Rabiah, Hawazin, dan Sa'ad. Pada waktu itu muncullah para ahli qiraat yang masyhur, dan yang termasyhur ada tujuh orang, yaitu: 'Abdullah bin Amir, Abu Ma'bad 'Abdullah bin Katsir, Abu Bakar Asim bin Abi an-Najud, Abu Amr bin A'la, Nafi' bin Abi Nu'aim, Abul Hasan 'Ali bin Hamzah al-Kisa'i, Abu Jarah bin Habib Ibnu Zayyat/Hamzah. Qiraat-qiraat itu dipopulerkan orang dengan nama "Qiraat Sab'ah" (bacaan yang tujuh).

Sebagaimana diterangkan di atas, Al-Qur'an mula-mula ditulis tanpa titik dan baris, namun hal ini tidak mempengaruhi bacaan Al-Qur'an karena para sahabat dan para tabiin selain hafal Al-Qur'an juga orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu, mereka dapat membacanya dengan baik dan tepat. Tetapi setelah agama Islam tersiar dan banyak bangsa yang bukan Arab memeluk agama Islam, sulit bagi mereka membaca Al-Qur'an tanpa titik dan baris. Sangat dikhawatirkan bahwa hal ini akan menimbulkan kesalahan dalam bacaan Al-Qur'an.

Maka Abul Aswad Ad-Duali mengambil inisiatif untuk memberi tanda-tanda baca dalam Al-Qur'an dengan tinta yang berlainan warnanya. Tanda titik ialah titik di atas untuk fathah, titik di bawah untuk kasrah, titik sebelah kiri atas untuk dhamah, dan dua titik untuk tanwin. Hal ini terjadi pada masa Ali bin Abi thalib.

Kemudian di masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, Nasr bin Asim, dan Yahya bin Ya'mar menambahkan tanda-tanda untuk huruf-huruf yang bertitik dengan tinta yang sama dengan tulisan Al-Qur'an untuk membedakan antara maksud dari titik Abul Aswad Ad-Duali dengan titik yang baru ini. Titik Abul Aswad adalah untuk tanda baca dan titik Nasr bin Asim adalah titik huruf. Cara penulisan semacam ini tetap berlaku pada masa Bani Umayyah, dan pada permulaan kerajaan Abbasiyah, bahkan tetap pula dipakai di Spanyol sampai pertengahan abad keempat hijriah. Kemudian ternyata cara pemberian tanda seperti ini masih menimbulkan kesulitan bagi para pembaca Al-Qur'an karena terlalu banyak titik, sedang titik itu lama kelamaan hampir menjadi serupa warnanya.

Maka al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu wau kecil di atas untuk dhammah, huruf alif kecil untuk tanda fathah, huruf ya kecil untuk tanda kasrah, kepala huruf sin untuk tanda syiddah, kepala ha untuk sukun dan kepala 'ain untuk hamzah.

Kemudian tanda-tanda ini dipermudah dengan dipotong dan ditambah sehingga menjadi bentuk yang ada sekarang.

Demikianlah usaha Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin memelihara dan menjaga Al-Qur'an dari segala macam campur tangan manusia, sehingga Al-Qur'an yang ada pada tangan kaum Muslimin pada masa kini, persis sama dengan Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ini merupakan bukti dari jaminan Allah yang akan tetap memelihara Al-Qur'an untuk selamanya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Minggu, 12 November 2023

Orang yang Akan Mendapat Cahaya Allah

Tinta Media - Sobat. Rasulullah mengajarkan suatu doa, “Ya Allah, jadikanlah untukku cahaya di hatiku, di pendengaranku, dipenglihatanku, dan di seluruh anggota tubuhku, Sungguh Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Sobat. Masjid adalah rumah Allah, tempat suci di bumi penghantar cahaya atau hidayah Allah kepada mereka yang ingin mendapatkannya. Allah memerintahkan agar masjid-masjid difungsikan untuk mengingat dan mengagungkan nama-Nya. Mereka yang akan mendapat cahaya Allah sebagaimana firman-Nya :

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ  

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” ( QS. An-Nur (24) : 36 )

Sobat. Di antara orang-orang yang akan diberi Allah pancaran Nur Ilahi itu ialah orang-orang yang selalu menyebut nama Allah di masjid-masjid pada pagi dan petang hari serta bertasbih menyucikan-Nya. Mereka tidak lalai mengingat Allah dan mengerjakan salat walaupun melakukan urusan perniagaan dan jual beli, mereka tidak enggan mengeluarkan zakat karena tamak mengumpulkan harta kekayaan, mereka selalu ingat akan hari akhirat yang karena dahsyatnya banyak hati menjadi guncang dan mata menjadi terbelalak. Ini bukan berarti mereka mengabaikan sama sekali urusan dunia dan menghabiskan waktu dan tenaganya untuk berzikir dan bertasbih, karena hal demikian tidak disukai oleh Nabi Muhammad dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Nabi Muhammad telah bersabda:
Berusahalah seperti usaha orang yang mengira bahwa ia tidak akan mati selama-lamanya dan waspadalah seperti kewaspadaan orang yang takut akan mati besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu Auz)

Sobat. Urusan duniawi dan urusan ukhrawi keduanya sama penting dalam Islam. Seorang muslim harus pandai menciptakan keseimbangan antara kedua urusan itu, jangan sampai salah satu di antara keduanya dikalahkan oleh yang lain. Melalaikan urusan akhirat karena mementingkan urusan dunia adalah terlarang, sebagaimana disebut dalam firman-Nya:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al-Munafiqun/63: 9)

Dan firman-Nya:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (al-Jumu'ah/62: 9)

Tetapi apabila kewajiban-kewajiban terhadap agama telah ditunaikan dengan sebaik-baiknya, seorang muslim diperintahkan untuk kembali mengurus urusan dunianya dengan ketentuan tidak lupa mengingat Allah agar dia jangan melanggar perintah-Nya atau mengerjakan larangan-Nya sebagai tersebut dalam firman-Nya:

Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (al-Jumu'ah/62: 10)

Sebaliknya melalaikan urusan dunia dan hanya mementingkan urusan akhirat juga tercela, karena orang muslim diperintahkan Allah supaya berusaha mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhannya, dan kebutuhan keluarganya. Orang-orang yang berusaha menyeimbangkan antara urusan duniawi dan urusan ukhrawi itulah orang-orang yang diridai oleh Allah. Dia bekerja untuk dunianya karena taat dan patuh kepada perintah dan petunjuk-Nya. Dia beramal untuk akhirat karena taat dan patuh kepada perintah serta petunjuk-Nya, sebagai persiapan untuk menghadapi hari akhirat yang amat dahsyat dan penuh kesulitan, sebagaimana disebut dalam firman-Nya:

إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوۡمًا عَبُوسٗا قَمۡطَرِيرٗا فَوَقَىٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَٰلِكَ ٱلۡيَوۡمِ وَلَقَّىٰهُمۡ نَضۡرَةٗ وَسُرُورٗا وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةٗ وَحَرِيرٗا  

Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh kesulitan." Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutera. (al-Insan/76: 10-12).

Sobat. Mereka yang akan mendapatkan cahaya Allah adalah :

1. Mereka yang selalu bertasbih di setiap waktu, baik waktu pagi dan sore; teku melaksanakan sholat berjamaah di masjid-masjid.

2. Mereka yang tidak terlenakan oleh kesibukan dalam mencari harta benda, dari mengingat Allah.

3. Melaksanakan sholat dan menunaikan zakat.

4. Mereka senantiasa takut akan hari kiamat, hari ketika mata terbelalak, hati bergejolak menyaksikan peristiwa di alam semesta yang sangat mengerikan.

Sobat. Masjid sebagai baitullah perlu difungsikan secara maksimal sebagai sarana untuk zikir kepada Allah. Dari sinilah hidayah Allah akan mengalir dan singgah kepada mereka yang tekun mencarinya. Mereka yang mendahulukan kepentingan Allah atas kepentingan dirinya, itulah yang paling layak mendapatkan cahaya Allah.

Allahumma Arinaal haqqa haqqaan warzuqnaat tibaa’ah, wa arinal baathila baathlaan war zuqnaaj tinaabah. 

“Ya Allah, perlihatkan kepada kami yang benar itu benar dan karuniakan kepada kami bisa mengikutinya. Perlihatkanlah kepada kami yang bathil itu bathil dan karuniakan kepada kami bisa menjauhinya.”

Sobat. Dalam Surat Al-Insan ayat 10, Allah menerangkan bahwa orang-orang abrar adalah orang yang mengerjakan segala perbuatan kebaikan seperti tersebut di atas karena takut pada azab Allah yang ditimpakan pada suatu hari yang penuh kesulitan. Mereka berbuat sosial membantu orang lain seperti memberi makanan dan lain-lain, adalah dengan harapan agar Tuhan mengasihi dan memelihara mereka dengan kasih sayang-Nya dari siksaan hari Kiamat pada saat manusia datang menemui Tuhan dengan wajah masam karena berbagai macam kesulitan dan ketakutan.

Sobat. Dijelaskan juga bahwa sebagai balasan kepada orang-orang abrar, Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu dan memberikan kepada mereka keceriaan wajah dan kegembiraan hati. Tampak pada wajah mereka kegembiraan yang berseri-seri sebagai tanda kepuasan hati karena anugerah Allah yang telah mereka terima. Dalam ayat lain, Allah berfirman:

Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria. ('Abasa/80: 38-39)

Sobat. Dalam ayat 12 Surat Al-Insan, dijelaskan bahwa Allah memberi mereka ganjaran karena kesabaran mereka dengan surga dan pakaian sutra. Karena kesabaran mereka dalam berbuat kebaikan, ketabahan menahan diri dari godaan nafsu, dan terkadang-kadang harus menahan lapar dan kurang pakaian (karena berbuat sosial dalam keadaan miskin), maka Allah membalasi yang demikian itu dengan kenikmatan surga dalam bentuk yang lain berupa pakaian yang terbuat dari sutra. Ayat ini sama artinya dengan firman Allah:

 (Mereka akan mendapat) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutra. (Fathir/35: 33)

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab