Tinta Media: Wawancara Tokoh
Tampilkan postingan dengan label Wawancara Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wawancara Tokoh. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Desember 2023

PPATK Temukan Transaksi Janggal, Kebutuhan Dana Kampanye 2024 Melebihi Batas


Tinta Media - Temuan PPATK terkait transaksi janggal dana kampanye 2024 menuai polemik di tengah hiruk pikuk perpolitikan Indonesia yang memulai memanas.

Diduga transaksi tersebut melibatkan ribuan orang dari seluruh partai. Apakah ini menandakan negara telah darurat money politic?

Simak wawancara wartawan Tinta Media Muhammad Nur bersama Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim. Berikut petikannya.

1. Adanya pemberitaan terkait temuan PPATK transaksi janggal dana kampanye 2024, bagaimana menurut Anda?

Menurut saya, hal biasa dalam sistem demokrasi kapitalisme,  mereka yang ikut kontestan pemilu baik legislatif maupun eksekutif membutuhkan dana yang tidak sedikit. Masalahnya itu terungkap atau tidak ?

2. Transaksi ini diungkapkan ketua PPATK itu sampai triliunan dan mencakup ribuan orang. Jadi korupsinya ini sudah berjamaah. Bagaimana pandangan Anda?

Dana pemilu yang ratusan triliun yang dikeluarkan oleh pemerintah, ini jelas pemborosan yang tidak memberikan manfaat untuk rakyat. Karena pemilu hanya dijadikan sarana oleh para kapitalis untuk melegitimasi seolah-olah legislatif atau eksekutif itu pilihan rakyat dan wakil rakyat, padahal kenyataannya sebagian besar mereka adalah wakil dari para kapitalis. Maka, ketika mereka terpilih bukan mengabdi untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan para kapitalis.

3. Apakah ini kesengajaan dari timses dan parpol yang tidak transparan dalam melaporkan dana kampanye?

Semuanya akan ingin dikesankan taat terhadap undang-undang pemilu yang membatasi kontribusi dana kampanye dari pihak swasta baik perusahaan ataupun individu terhadap partai dan calon tertentu. Tapi, kenyataannya tadi kebutuhan dana bagi setiap calon atau partai melebihi apa yang dibatasi oleh undang-undang, maka muncullah dana transaksi janggal seperti yang diungkapkan oleh PPATK.

4. Pak Ivan, Ketua PPATK menyebutkan jika transaksi janggal terkait pemilu ini terindikasi korupsi maka akan diserahkan ke KPK. Seperti yang kita ketahui juga salah satu ketua KPK diduga melakukan korupsi. Jadi, ibarat menyapu rumah tetapi sapunya kotor. Bagaimana penegakan hukum dana kampanye ini?

Penegakan hukum di rezim ini sudah berada di titik nadir, apalagi KPK yang seperti Anda tanyakan. Sulit orang percaya bahwa penegakan hukum oleh KPK itu dalam rangka menegakkan hukum korupsi, itu hanya kepentingan politik saja karena sulit untuk terbebas dari perilaku korup dalam sistem yang memang korup.

5. Sebagai masyarakat dengan  melihat kasus dugaan dana kampanye ini, apakah Pemilu 2024 bisa berjalan jurdil dan menghasilkan pemimpin yang memperoleh legitimasi dari rakyat?

Pemilu jujur dan adil (jurdil) dalam sistem demokrasi hanya ada dalam teori, faktanya sulit untuk direalisasikan karena dalam sistem kapitalisme, sistem kapitalisme dengan asas manfaat, maka semua pihak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan.

6. Kasus dugaan dana kampanye ini diduga berasal dari perusahaan tambang, menurut pandangan Anda, apakah terjadi deal antara parpol dan pengusaha sehingga oligarki di negeri telah mencengkeram dalam seluruh aspek kehidupan bernegara kita?

Dalam sistem kapitalisme, penguasa yang sebenarnya memang para oligarki, merekalah yang membiayai para politikus untuk meraih kekuasaan, maka setelah mereka menang maka mereka akan mengabdi kepada kepentingan para kapitalis.

Contoh saja UU Minerba, itu semua menguntungkan oligarki. Ada politikus yang dibiayai oleh oligarki dan tidak sedikit yang politikusnya ya, oligarki itu sendiri. Hari ini rezim yang kita kenal pengusaha. Mereka semua menganggap semua biaya pemilu dianggap modal untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui korupsi dan eksploitasi Undang-Undang (UU) yang melegalkan sumber daya alam milik rakyat.


7. Jika parpol dan pengusaha sudah deal-deal seperti itu, bagaimana pandangan anda seharusnya umat Islam dan terutama ulama dan tokoh umat bersikap?

Pertama, umat dan tokoh umat harus menyadari bahwa sistem demokrasi memang dirancang untuk melanggengkan penjajahan politik maupun ekonomi oleh negara kafir imperialis sehingga umat Islam dan tokoh umat harus mencampakkan sistem demokrasi dan menggantikannya dengan sistem Islam.

Kedua, umat Islam bersama tokoh-tokoh umat perlu menyadarkan para politikus yang muslim agar mereka menerapkan syariat Islam bukan hanya pada urusan ritual tapi juga dalam masalah politik, ekonomi dan sosial.

Ketiga, umat Islam dan tokoh umat terus berupaya  agar sistem Islam bisa diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Jadi, bukan hanya mengganti orang, kita butuh juga perubahan sistem.

8. Presiden Jokowi juga turut respons terhadap hasil temuan PPATK ini, apakah negeri ini sudah darurat politik uang?

Presidennya sendiri bagian masalah di negeri ini, dia menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan. Jadi bukan lagi darurat politik uang tapi lebih dari itu.

9. Politik uang yang sudah menggurita ini, kesejateraan rakyat dan keadilan tidak tercapai, apakah layak demokrasi ini dipertahankan, apakah ada solusi tuntas hal ini semua?

Itu tadi sistem demokrasi itu, sistem yang rusak dan merusak . Umat Islam harus mencampakkan sistem demokrasi dan mengganti dengan sistem Islam. Maka solusinya adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah Rasyidah ala Minhajin Nubuwah.

Fatwa Haram Golput, Tak Memiliki Landasan

Tinta Media - Pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis yang mengatakan bahwa golput itu hukumnya haram. 

Meskipun dari KH Muhammad Cholil Nafis memberikan beberapa alasan, namun pernyataan ini menjadikan seolah setiap individu untuk wajib ikut berpartisipasi dalam sistem demokrasi, sebenarnya apa hukumnya memilih presiden di dalam sistem demokrasi ini? 

Simak wawancara wartawan Tinta Media Setiyawan Dwi bersama Ulama Aswaja Solo Ustadz Utsman Zahid As-Sidany

1. Apa tanggapan ustadz terkait pernyataan MUI tersebut?

Sebenarnya fatwa ini bisa disebut dengan fatwa yang gagal atau fatwa yang tidak memiliki landasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mengapa? Karena fatwa ini yang pertama didasarkan pada kewajiban untuk mengangkat seorang pemimpin di dalam Islam. 

Nah, kita tahu bahwa kewajiban mengangkat pemimpin di dalam Islam yang memang ditegaskan oleh para fuqaha bahkan menjadi sebuah ijma' di kalangan fuqaha, tapi kita harus ingat bahwa mereka menyatakan itu bukan untuk menjustifikasi atau bukan untuk membenarkan berlakunya atau diterapkannya hukum yang bukan berasal dari Allah SWT alias hukum jahiliyah. 

Mereka mengeluarkan pernyataan tersebut atau menyatakan bahwa terjadinya ijma’ mengangkat seorang pemimpin itu sebenarnya dilatarbelakangi  atau berasaskan pada sebuah kenyataan bahwa penerapan syariat, menegakkan hudud alias hukum-hukum Islam itu kan seorang pemimpin. Di situlah kemudian kaum muslimin atau fuqaha secara umum menyatakan bahwa hukum fardhu kufayah untuk Nasbul Imamah untuk mengangkat seorang pemimpin. 

Nah kalau kemudian fatwa atau pernyataan para fuqaha ijma berkaitan dengan pengangkatan seorang pemimpin ini dilepaskan dari konteksnya lalu digunakan untuk menyatakan bahwa memilih presiden dan wakil presiden dan kita tahu bahwa presiden dan wakil presiden di negeri-negeri saat ini bukan hanya di Indonesia, itu bukan untuk menerapkan syariat Allah atau bukan untuk menerapkan hukum Allah SWT. Bukan pula menerapkan hukum-hukum buatan manusia yang sudah dinyatakan Allah SWT atau dicela oleh Allah Ta'ala dalam Qur'an disebut hukum jahiliyah. 

Jadi, membawa pernyataan para fuqaha ijma' wajib mengangkat seseorang pemimpin untuk menyatakan bahwa hukum memilih capres dan cawapres  itu adalah wajib dan kemudian mengatakan golput adalah haram merupakan sebuah fatwa yang tidak memiliki landasan sama sekali. 

Yang kedua ketika para fuqaha mengatakan bahwa memilih ataupun mengangkat seorang iman seorang pemimpin dan yang dimaksud adalah khalifah yang sebenarnya di dalam kitab-kitab fiqih itu maknanya mereka memahami dan memberikan penjelasan bahwa itu hukumnya fardhu kifayah. 

Sehingga ketika itu ada 1,2,3,4 orang atau lebih dari itu semua tidak mengangkat itu tidak masalah. Karena sifatnya fadhu kifayah yang penting sudah terlaksanakan, yang penting sudah ada orang-orang yang sudah mengangkat imam atau khalifah yang imam atau khalifah ini kemudian hukum-hukum syariat Allah SWT ditegakkan, hudud Islamiyah dan sanksi-sanksi di dalam Islam bisa ditegakkan. 

Selebihnya tidak berdosa, karena itu mengatakan  golput secara mutlak hukumnya haram misalnya, maka ini adalah sebuah pernyataan yang tidak jeli dan menyalahgunakan hukum wajibnya mengangkat imam atau khalifah yang hukumnya sendiri adalah fardhu kifayah. Sehingga dikatakan semua tidak mengangkat seorang pemimpin atau khalifah untuk menerapkan syariat Islam misalnya dia tidak ikut terlibat dalam mengangkat seorang imamah, seorang khalifah apakah dia berdosa, jika dikatakan seperti ini? maka ini jelas merupakan fatwa yang keliru. 

Jadi kesimpulannya adalah fatwa ini keliru dari dua sisi, yang pertama adalah sisi mencatat pernyataan fuqaha terkait ijma' wajibnya mengangkat imam, yang dimaksud imam di sini adalah seorang khalifah yang menerapkan syariat Allah SWT yang menerapkan hukum-hukum Alĺah SWT. 

Yang kedua adalah dari sisi bahwa mengangkat seorang pemimpin atau khalifah dalam sistem Islam pun itu adalah hukumnya fadhu kifayah, berarti maknanya tidak setiap orang berdosa, ketika ia tidak ikut terlibat dalam membuat seorang khalifah. 

2. Tapi di sisi lain dari pihak MUI yang diwakili KH Muhammad Cholil Nafis alasannya adalah "Tak ada yang ideal ya hidup ini tak selalu bisa sesuai harapan, kalau tak bisa sempurna minimal tak bahaya dan tak membahayakan," katanya di cuitannya. Bagaimana pandangan ustadz dengan alasannya?

Tentang pandangan hidup yang tidak ideal, jika tidak ada yang ideal yang penting tidak ada yang berbahaya. Sekali lagi ini sebuah pernyataan yang keliru, bahwa ketika tidak ada yang ideal walaupun kita memilih yang kurang ideal itu hal yang wajar dan rasional. Tetapi dalam konteks yang kita bicarakan ini adalah bukan persoalan ideal dan tidak ideal tapi merupakan sebuah persoalan halal haram bukan ideal dan tidak ideal. 

Sekarang kita balik bertanya bagaimana hukumnya memilih orang yang akan menerapkan syariat selain syariat-nya Allah Ta'ala atau orang yang menerapkan menegakkan hukum-hukum jahiliyah, hukum buatan manusia apakah itu sebuah ketidakidealan atau itu tidak ada mudhorotnya, naudzubillah.

Bagaimana dikatakan bahwa menerapkan selain hukum Allah Ta'ala tidak ada madhorotnya? Madhorotnya sudah kelihatan di dunia  dan tentu saja lebih besar lagi di akhirat. 

3. Jika kita tidak memilih, nanti kekuasaan dipegang orang kafir. Pendapat Anda?

Ini kan pertanyaan yang basi sejak puluhan tahun lalu sudah disampaikan seperti itu. Dari dulu sampai sekarang presiden atau calon presiden semua muslim. Jadi pernyataan ini tidak relevan jika dikuasai orang kafir. 

Kalau kita boleh jujur calon-calon semua yang ada, presiden-presiden yang sebelumnya yang telah jadi presiden, di belakang mereka orang kafir atau kita sebut oligarki, kita sebut 9 naga dan itu adalah orang-orang kafir. Lalu kemudian dikatakan kalau kita tidak memilih maka akan dikuasai orang kafir, loh itu sudah sejak lama presiden-presiden itu sudah dikuasai orang kafir, sudah bukan menunggu kalau kita tidak nyoblos akan dikuasai orang kafir. 

Justru kita nyoblos itulah faktanya orang-orang yang dikendalikan dan mereka mengabdi kepentingan-kepentingan oligarki yang notabene adalah orang kafir. 

Jadi, pernyataan kalau kita tidak nyoblos itu dikuasai orang kafir ini adalah pernyataan ketinggalan fakta. Faktanya sudah lama kaum muslimin di Indonesia ini secara politik dan ekonomi dikendalikan para oligarki jadi tidak harus menunggu kota nyoblos atau tidak, karena faktanya sudah dikuasai sejak lama. 

4. Bagaimana hukum memilih capres dan caleg dalam pandangan Islam?

Jadi sederhananya gini memilih itu sebenarnya dalam hukum Islamnya adalah fardhu kifayah dari kaum muslimin untuk mengangkat, membaiat seorang pemimpin dalam Islam. 

Nah seperti yang saya sampaikan memilih pemimpin, mengangkat seorang pemimpin dalam Islam itu wajib yang disebut dalam fardhu kifayah dalam rangka menegakkan syariat Allah SWT, menegakkan hudud Islam, hukum-hukum dalam Islam dalam rangka riayah su'unil ummah, mengelola menjaga, mengurusi ummah dengan syariat Islam. 

Imam Al Mawardi itu mengatakan bahwa khilafah atau imamah itu mengganti kenabian dalam arti menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia dengan agama. 

Sekarang masalahnya bukan masalah memilih seorang capres/cawapres. Masalahnya adalah bagaimana hukumnya kita mendorong orang, mengajukan orang, mendukung orang, untuk menegakkan syariat selain hukum Allah itu, bagaimana? 

Kalau Kita sudah tahu kalau menerapkan selain hukum Allah  SWT sebuah kemungkaran atau kemaksiatan yang sangat besar. Lantas bagaimana jika mendorong memilih mendukung kemaksiatan yang lebih dari kemaksiatan kan begitu, silakan jawab sendiri bagaimana hukum memilih pemimpin dalam rangka menerapkan selain menerapkan hukum Allah SWT. 

5. Apa syarat pemimpin yang layak dipilih?

Syaratnya adalah seorang muslim, laki-laki, merdeka bukan budak, berakal bukan gila, dan adil bukan fasik. 

Fasik artinya melakukan dosa-dosa besar dan mengulangi dosa-dosa kecil itu namanya fasik. Adakah yang dilakukan para calon ini atau kemudian yang dilakukan para pemimpin di negeri ini yang menjadikan mereka gugur keadilannya dan kemudian jadi fasik. 

Jawabannya jelas kita lihat di depan mata kita sendiri para pemimpin sering melakukan dosa-dosa besar dan tentu yang paling nyata dan tampak adalah menerapkan hukum selain hukum Allah SWT itu sudah bagian dari dosa besar, kalau dilakukan dengan sukarela dengan lapang dada, senang hati, dan menganggap hukum-hukum itu adalah hukum yang baik justru itu mengantarkan kita pada dosa besar. 

Nah dititik ini dalam pernyataan tidak ada yang bisa memenuhi syarat ini. Saat ini para pemimpin menjalankan atau menerapkan hukum-hukum selain hukum Allah SWT dan itu hukumnya dosa besar dan ditambah lagi syarat kelima mampu tidak untuk menjalankan tugas-tugas kenegaraan. 

6. Wajibkah memilih pemimpin yang buruk di antara yang terburuk, dengan alasan: ahwan as-syarrayn, atau akhaffu ad-dhararayn?

Wajib memilih yang paling ringan keburukannya dan meninggalkan keburukannya itu jika pilihannya ada 2, jadi itu maknanya adalah ketika ada harapan kita tidak ada jalan lain yang halal yang ada yang haram, tapi haram yang lebih berat, ada haram yang lebih ringan. 

Misalnya seorang yang berada dihutan kehabisan makanan dan tidak ada yang bisa dimakan kecuali bangkai misalnya kijang yang kedua bangkai babi misalnya, dari sini sama-sama haramnya karena bangkai. 

Namun ada bangkai lebih parah itu adalah babi dan kijang adalah paling ringan. Nah di sinilah milih yang ringan. Sedangkan dalam konteks memilih pemimpin, memilih itu tidak wajib setiap orang tapi hukumnya fadhu kifayah, ini pun untuk memilih pemimpin yang akan menerapkan syariat Allah SWT bukan yang lain. Oke gitu jadi tadi tidak tepat memakai kaidah ini. 

Yang kedua dihadapkan kita ditengah-tengah untuk memperbaiki bangsa ini, memperbaiki kondisi negara ini tentu saja masih ada jalan yang jauh lebih baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, tidak harus melalui pencalonan capres/cawapres ataupun melalui caleg atau kemudian calon legislatif yang nanti tugasnya membuat hukum  yang tidak berlandaskan pada kitab Allah SWT yang itu merupakan kehancuran. 

Jadi dihadapkan kita masih banyak jalan yang halal, jalan-jalan yang bahkan wajib diwajibkan oleh Allah Ta'ala untuk kita lakukan yaitu melalui jalan pemikiran, jalan dakwah, jalan melakukan perubahan-perubahan di tengah masyarakat sehingga menggunakan kaidah ini sama sekali tidak tepat. 

7. Apakah hukum wajibnya “nashb al-imam” dalam kitab-kitab  Muktabar bisa diberlakukan dalam konteks pemimpin  sekarang?

Tidak bisa sama sekali, karena hukum wajibnya mengangkat imam di dalam kitab-kitab muktabar itu konteksnya dalam rangka menegakkan hukum Allah SWT menegakkan syariat Allah SWT. 

Tidak mungkin para ulama itu ber-ijma' atau mustahil mereka ber-ijma' memilih pemimpin untuk menerapkan syariat selain syariat-nya Allah Ta'ala.  Jadi tidak mungkin mereka mengangkat ber-ijma wajibnya mengangkat seorang pemimpin untuk menerapkan syariat selain syariat-nya Allah Ta'ala. Itu sama saja mereka akan memberi pernyataan hukum wajibnya menyembelih babi lalu dimakan atau wajibnya menyembelih anjing lalu dimakan itu tidak mungkin. 

Jadi yang diambil jangan hukum wajibnya mengangkat pemimpin saja, tapi lihat untuk apa, dalam rangka apa pemimpin itu diangkat, dipilih  itulah wajib yang kita pahami sehingga kita tidak sekedar mencatut mengangkat/mengambil pernyataan para fuqaha lalu kita tempatkan yang tidak sesuai pada konteksnya. 

8. Benarkah Islam tidak memiliki metode baku dalam memilih pemimpin?

Memilih seorang pemimpin, kalau yang dimaksud adalah bagaimana mengetahui apa yang diinginkan oleh masyarakat, siapakah calonnya yang diridhoi oleh masyarakat tentu tidak ada cara yang baku. 

Kita bisa melakukan polling, kita bisa melakukan pemilihan secara langsung yang dilakukan dalam seperti konteks demokrasi ini misalnya, bisa juga kita melakukan itu. 

Intinya adalah bagaimana kita tahu bahwa masyarakat itu menginginkan seseorang tertentu untuk menjadi pemimpin. Jadi itu kalau yang dimaksud memilih ya seperti itu. Adapun kalau itu adalah termasuk mengangkat, maka Islam memiliki konsep baku yaitu baiat. 

Baiat ini baku dalam artian sudah ditegaskan oleh Nabi SAW dalam hadist-hadist dan sudah dijelaskan para fuqaha dalam kitab-kitabnya yang visi dari baiat itu adalah intinya kaum muslimin membaiat mengambil janji dari seseorang pemimpin agar pemimpin ini menegakkan hukum Allah SWT. 

Lalu dijawab apa ada metode secara langsung, ya intinya dijawab dari kesiapan pemimpin itu untuk menerapkan kitabullah sunnah Rasulullah SAW begitu. 

9. Apa yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menghadapi pemilu?

Pemilu adalah kegiatan 5 tahunan dan terus terjadi yang itu menguras energi, menguras  dana kaum muslimin menghambur-hamburkan uang yang begitu besar, begitu banyak dan hasilnya bisa kita katakan tidak pernah sesuai dengan harapan yang dikampanyekan selama ini. 

Maka apa yang seharusnya dilakukan oleh kaum muslimin, seharusnya yang dilakukan itu fokus membangun kesadaran, fokus membangun pemahaman, fokus memperjuangkan bagaimana syariat Allah SWT tegak, bagaimana menuju kepada kebangkitan Islam sesungguhnya, bagaimana cara menuju baldatun thoyyibatun warabbun ghafur negeri yang baik dan tuhan mengampuni penduduknya dan itu tidak mungkin terjadi jika tidak lewat penerapan hukum-hukum Allah SWT. 

Bagaimana baldatun thoyyibatun warabbun ghafur tercapai dengan baik sementara warrabun ghafur ini di negeri ini tidak menegakkan hukumnya Allah yang maha pengampunan tadi. 

Bagaimana negeri yang baldatun thoyyibatun warabbun ghafur bisa tercapai di negeri ini dan mendapatkan pengampunan bagi penduduknya sementara kedaulatan yang ada bukan kedaulatan Allah SWT bukan syariat Allah SWT yang tegak tapi syariat selain syariat-nya Allah Ta'ala. 

Bagaimana ada baldatun thoyyibatun warabbun negeri yang baik dan tuhan yang Pengampun sementara penguasanya menerapkan selain syariat-nya Allah Ta'ala. Melakukan berbagai macam kejahatan dan kefasikan, merampas hartanya rakyat dan kemudian mengeksploitasi dan menyerahkan eksploitasi alam itu yang merupakan hak kaum muslimin malah diserahkan kepada orang-orang non muslim, swasta asing ada juga aseng itu jelas mencela Allah SWT. 

Apakah ada harapan baldatun thoyyibatun warabbun ghafur dengan cara seperti itu? 

Jadi yang harus dilakukan kaum muslimin harusnya mereka fokus memperjuangkan syariat Allah SWT, fokus mendakwahkan syariat Allah SWT, fokus bagaimana agar ditengah-tengah kaum muslimin ini bangkit kesadaran keinginan untuk menerapkan syariat Allah SWT dalam layanan kepentingan Islam yang disebut oleh para fuqaha itu adalah khilafah atau imamah yang disebut oleh Nabi SAW secara shahih dan disebut oleh Al Qur'an dengan secara tidak shoruf, tapi mengarahkan apa yang disampaikan Allah SWT ataupun yang dijelaskan oleh para fuqaha itu seharusnya yang dilakukan. 

Bukan menghabiskan energi dan dana untuk pesta demokrasi yang menghamburkan harta yang tidak jelas hasilnya. []

Sabtu, 23 Desember 2023

Semua Negara Tak Peduli terhadap Akar Masalah Pengungsi Rohingya

Tinta Media - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyatakan, akar masalah pengungsi Rohingya adalah kekerasan yang terus terjadi di Myanmar akibat pertentangan antara junta militer dan warga sipil. Kondisi ini membuat etnis Rohingya terpaksa meninggalkan negaranya. Banyak di antara mereka akhirnya masuk Indonesia.

Bagaimana menyelesaikan akar masalah ini? Jurnalis Tinta Media  Irianti Aminatun mewawancarai Analis dari Geopolitical Institute Dr. Hasbi Aswar. Berikut petikannya.

1. Apa penyebab Muslim Rohingya dijuluki stateless dan terus keluar dari negaranya?

Masyarakat Muslim Rohingnya akhirnya memilih untuk pergi dari tanah kelahiran mereka karena dibantai oleh rezim junta militer Myanmar bekerja  sama dengan para ekstremis Budha di negara itu. Padahal mereka sudah hidup ratusan tahun di Myanmar secara turun temurun dengan kehidupan yang layak.

Sampai akhirnya tahun 1980-an pemerintah Myanmar tidak mengakui status kewarganegaraan mereka dan menganggap sebagai pendatang asing. Kondisi ini membuat Muslim Rohingya tidak mendapatkan posisi selayaknya sebagai manusia seperti pekerjaan, layanan Kesehatan dan pendidikan yang layak.

2. Bagaimana peran PBB dalam menyelesaikan masalah Muslim Rohingya ini?

PBB sebenarnya telah banyak menaruh perhatian pada persoalan Rohingya ini, tapi mereka hanya peduli pada isu kemanusiaan saja yakni isu pengungsi melalui UNHCR. Sementara akar masalah persekusi dan pelanggaran hak-hak Muslim Rohingya tidak dipedulikan sama sekali.

3. Bukankah PBB seharusnya menjadi badan yang menjaga perdamaian dunia?

Jika merujuk pada piagam PBB, fungsi utama badan ini adalah menjaga perdamaian dan mencegah berbagai bentuk upaya yang merusak perdamaian dunia. Jika terdapat upaya untuk melanggar perdamaian dan prinsip-prinsip kemanusiaan global PBB dapat mengambil sikap menjadi penengah atau bahkan memberikan sanksi bagi para pelanggar melalui persetujuan dewan keamanan PBB.
 
Namun, piagam ini hanya di atas kertas, faktanya PBB dan semua negara anggota PBB tidak peduli terhadap akar masalah dan menyelesaikannya.

4. Sebagian warga Aceh menolak kehadiran pengungsi Rohingya  karena perangai mereka yang kurang baik. Pendapat Anda?

Menyikapi penolakan warga Aceh terhadap pengungsi Rohingya saya kira adalah hal yang wajar saat sebagian warga pengungsi Rohingya berulah di pengungsian. Ditambah lagi semakin melonjaknya pengungsi yang ke Indonesia utamanya yang diselundupkan. Mereka ke Indonesia karena mereka berharap dapat tempat lebih baik dibanding pengungsian di Bangladesh.

5. Bagaimana seharusnya pemerintah Indonesia menyikapi masalah pengungsi Rohingya ini?

Secara teknis pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan negara-negara di Asia Tenggara untuk mencegah penyelundupan ini. Termasuk juga mencarikan tempat yang baik dan layak untuk mengungsi di Indonesia yang aman dari potensi penolakan dari masyarakat setempat.

6. Mengapa solusi ini tidak dilakukan?

Tapi, saya kira solusi teknis ini lama-lama akan memberatkan juga apalagi mereka tidak diperbolehkan bekerja dan hidup normal sebagaimana warga Indonesia pada umumnya. Kalau pemerintah mau, bisa tinggal dan bekerja di Indonesia serta diberikan fasilitas pendidikan, kesehatan, yang sama dengan warga Indonesia.

7. Memangnya pemerintah mau?

Walaupun ini memang sulit bagi pemerintah melihat kondisi negara kita juga yang serba kesulitan. Pada akhirnya para pengungsi ini hanya diperlakukan sebagai pengungsi tanpa hak untuk menjadi manusia “normal”. Sehingga wajar ketika banyak penyakit-penyakit sosial dan frustrasi yang muncul di kalangan mereka.

8. Idealnya, bagaimana?

Idealnya, yang namanya pengungsi mereka itu kan hanya tinggal untuk sementara saja sampai masalah mereka terselesaikan. Harusnya pemerintah Indonesia bersama-sama dengan masyarakat internasional fokus pada penyelesaian akar masalah di Myanmar dengan melakukan tekanan atau bahkan intervensi militer dan perubahan hukum di sana agar dapat menciptakan keadilan di tengah -tengah masyarakat.

Jika ini dilakukan para pengungsi Muslim Rohingya ini tidak perlu menunggu bertahun-tahun tak jelas nasibnya dan akhirnya bukannya merasa terlindungi, mereka mendapatkan penderitaan yang lain, terlunta-lunta, menderita, dan frustrasi dengan fitrah kemanusiaan mereka yang tidak mereka dapatkan. []

 


Rabu, 20 Desember 2023

Terusir dari Tanah Airnya, Muslim Rohingya Berhak Tinggal di Negeri Muslim Mana pun


Tinta Media - Ribuan Muslim Rohingya telah melarikan diri ke negara-negara sekitar terutama Bangladesh dan Malaysia akibat dibantai dan diusir oleh rezim Budha di Myanmar. Indonesia sendiri telah menampung ribuan pengungsi Rohingya, dengan setidaknya 1.500 di antaranya berada di Aceh.

Banyak pro dan kontra terkait permasalahan pengungsi Rohingya. Apa yang menjadi akar masalahnya dan Bagaimana cara mengatasinya? 

Simak wawancara wartawan Tinta Media R Raraswati bersama Jurnalis Senior Joko Prasetyo. Berikut petikannya. 

1. Mengapa Muslim Rohingya semakin banyak yang mengungsi ke Indonesia?

Karena mereka dibantai dan diusir dari tanah airnya sendiri di Arakan oleh rezim Budha Burma/Myanmar dari masa ke masa itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Bukan hanya ke Indonesia, bahkan ke Malaysia dan Bangladesh jauh lebih banyak lagi.

Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar sedunia wajib menolong Rohingya, baik secara kemanusiaan, apalagi sebagai sesama Muslim. Sesama Muslim itu saudara!

2. Tapi, kemusliman Rohingya diragukan karena baca Al-Fatihah saja tidak bisa, belum lagi ada yang memerkosa, tidak sopan dan lainnya. Karena itulah muncul seruan penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Tanggapan Anda?

Keji sekali orang yang menyeru penolakan pengungsi Rohingya dengan memfitnah sedemikian rupa. Saya yakin hanya oknum Rohingya saja yang seperti itu.

Tapi memang kalau Muslim Rohingya tidak bisa baca Al-Fatihah dan terkesan ngelunjak, tidak sopan dan lainnya, yang intinya terkesan jauh dari ajaran dan pemahaman Islam yang baik dan benar itu merupakan akumulasi dari keterjajahan sejak Kesultanan Benggala (yang meliputi Negara Bangladesh saat ini, India bagian timur saat ini, dan Arakan yang jadi bagian Myanmar saat ini) diruntuhkan oleh Inggris lalu memecah-belahnya menjadi negara bangsa Bangladesh, sebagiannya dimasukan oleh Inggris ke negara bangsa Hindu India, dan sebagiannya ke negara bangsa Budha Myanmar.

Jadi, Inggris memang tidak mau melihat kaum Muslim di bekas reruntuhan Kesultanan Benggala itu bersatu, meski hanya bersatu dalam negara bangsa Muslim Bangladesh. Negara Kristen Inggris memang benar-benar tidak pernah ridha kalau orang Islam tidak mengikuti milah mereka, dan milah mereka itu ingin menghancurkan kaum Muslim sehancur-hancurnya.

Keawaman tentang Islam itu sejatinya melanda mayoritas Muslim sedunia termasuk Indonesia, jadi bukan hanya Rohingya. Sehingga Muslim Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh pun enggan mengurus dan mendidik Muslim Rohingya ketika mendapati Muslim Rohingya ternyata awam Islam dan awam akhlak Islam.

Inilah PR kita bersama untuk menyadarkan mereka semua.

3. Ada kekhawatiran masyarakat, jika mereka semakin banyak yang datang, akhirnya minta tinggal seterusnya di Indonesia. Mereka minta menjadi warga negara bahkan minta negara sendiri. Bahkan muncul berita UNHCR dengan Pak Wapres mau ngasih pulau untuk mereka. Bagaimana menurut Anda?

Kalau Indonesia paham Islam, Rohingya paham Islam, ya tidak ada masalah apa-apa kalau Rohingya menetap di Indonesia, karena Muslim mana pun berhak tinggal di negeri Muslim mana pun dan diperlakukan sebagai Muslim, terlepas berasal dari mana pun. Karena, yang ada adalah ikatan akidah Islam yang meniscayakan semua Muslim bersaudara. Lain cerita kalau yang dijadikan ikatan itu adalah kebangsaan, ya sudah barang tentu Rohingya itu dianggap sebagai orang lain yang mau menjajah aja. Di sisi lain juga ya enggak peduli dengan nasib Muslim Rohingya yang dijajah dan diusir dari Arakan, tanah mereka sendiri, oleh kafir Budha Myanmar.

4. Lebih vulgarnya lagi ada yang menyatakan nanti mereka di Indonesia akan seperti Yahudi yang mendirikan negara Israel dengan merampas tanah Palestina. Tanggapan Anda?

Begini, memang benar Yahudi merampas tanah Palestina lalu mendirikan negara entitas Zionis tersebut dengan mengusir dan membantai rakyat Palestina dengan bantuan Inggris. Kemudian sampai sekarang Zionis Yahudi disokong penuh Amerika Serikat untuk terus menduduki Palestina dan membantai penduduknya terutama di Gaza.

Tapi, terlalu overthinking, terlalu su’udzan, bila menganggap Rohingya akan seperti itu juga di Indonesia bila Rohingya diperbolahkan menetap di Indonesia, karena secara faktual, Rohingya adalah sesama saudara Muslim yang wajib kita tolong.

Justru yang sudah pasti adalah entitas Zionis Yahudi telah mendukung militer Myanmar dalam genosida terhadap Muslim Rohingya dan Perang Saudara pada 1952. Setidaknya itu tertuang dalam dokumen Kementerian Luar Negeri Israel setebal 25 ribu halaman yang dirilis media Haaretz.

Jadi, mereka yang memfitnah Muslim Rohingya sedemikian rupa dan memprovokasi Indonesia untuk menolak pengungsi Rohingya itu benar-benar jahat, keji. Sudahlah Muslim Rohingya itu menderita di negerinya sendiri, di negeri sesama Muslim malah ditolak karena fitnah keji.

5. Memangnya seperti apa nasib Muslim Rohingya di negerinya sendiri?

Sebagian dari Muslim Rohingya syahid dibantai rezim Myanmar, militer Myanmar, para biksu Budha dan lainnya. Rumah dan hartanya banyak yang hangus dibakar. Perempuannya banyak yang diperkosa dan dibunuh.

Saking besarnya siksaan yang mereka rasakan, beberapa Muslimah Rohingnya bertukar cerita bagaimana mereka diperkosa, mereka menyebut berapa banyak tentara Myanmar yang memerkosanya, hingga salah seorang di antara mereka berkata, "Alhamdulillah, saya hanya sekali saja diperkosanya."

Mereka yang masih hidup dengan sebagian harta mereka yang tersisa juga sebagiannya habis agar bisa hijrah ke Indonesia, Malaysia ataupun Bangladesh, tetapi sebagian besar dari mereka juga tidak sampai tujuan karena ditipu oleh pihak yang katanya dapat menyewakan kapal.

Jadi, yang bisa sampai ke Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh itu memang mereka yang benar-benar telah lolos melalui berbagai cobaan yang saya yakin kita sendiri juga tidak akan sanggup menghadapinya. Tetapi begitu sampai di negeri sesama Muslim Indonesia, mereka yang penuh harap dapat diterima, eh, malah ditolak!

6. Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia dan Aceh (khususnya)? Menolong mereka sementara, kemudian mengembalikan ke negara asal, atau bagaimana?

Mereka itu saudara seakidah yang membutuhkan pertolongan secara mendesak. Mayoritas dari mereka meninggal dibantai di Arakan, sebagiannya lagi mati mengenaskan di tengah laut. Hanya sebagian kecil yang sampai ke Indonesia. Sebagian lainnya ke Bangladesh dan Malaysia.

Tidak hanya Muslim Aceh saja yang mesti sadar, pemerintah juga harus lebih jauh lebih menyadarinya. Harus dengan segera menangani Muslim Rohingya sebaik mungkin sebagaimana menangani warga negara sendiri.

Masalahnya rakyat sendiri juga diterlantarkan, apalagi harus urus Muslim Rohingya.

Maka, tidak aneh bila pemerintah lebih memilih untuk mendeportasi Muslim Rohingya ke Myanmar. Padahal di Myanmar juga Muslim Rohingya itu tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Mereka adalah manusia perahu yang tidak berkewarganegaraan. Jadi, kalau mau dideportasi itu mau dideportasi ke mana? Ke tengah laut?

Beginilah kondisi kaum Muslim saat ini, baik yang terjajah secara militer maupun nonmiliter sama-sama mengenaskan. Kita yang secara pemikiran lebih waras, lebih ideologis memiliki PR yang sangat-sangat agung (tadinya mau bilang sangat-sangat berat he...he...) yang wajib kita tunaikan secara berjamaah, karena mustahil bisa dikerjakan sendiri dan sporadis, tapi harus secara terstruktur dan sistematis dengan jamaah yang memang konsern berjuang mengembalikan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah.

7. Menurut Anda, bantuan apa yang perlu diprioritaskan saat ini?

Idealnya diberi sandang, pangan, papan, keamanan, dan pendidikan secara fokus dan serius berbasis Islam. Serta diberi keterampilan agar bisa mencari nafkah sendiri.

8. Di sisi lain, rezim sangat antusias menyambut orang Cina dengan dalih TKA, difasilitasi bagai raja. Apa tanggapan Anda mengenai fakta ini?

Iya, karena rezim ini juga notabene mayoritasnya adalah Muslim juga yang menjadi korban penjajahan secara nonmiliter. Bukan hanya rezim Indonesia, tetapi seluruh rezim dunia Islam hakikatnya adalah penguasa yang terjajah.

9. Apa pesan Anda untuk pemerintah Indonesia dan warga secara umum terkait berbagai pemberitaan Muslim Rohingya?

Mengapa bukan hal-hal yang lebih komprehensif yang dibahas ketimbang menyalah-nyalahkan Muslim Rohingya serta mengharap mereka datang ke Indonesia itu dengan sangat islami dan menguntungkan Indonesia? Lalu ketika kedapatan mereka mencuri, songong, tidak hafal Al-Fatihah kemudian kita muak dan mengusirnya? 

Lantas apa bedanya kita dengan mereka? Kita lebih parah lagi berarti, kita tidak dijajah secara fisik tetapi keawaman kita terhadap Islam lebih parah dari mereka.

Ingat! Memangnya di Arakan itu mereka belajar Islam leluasa? Mereka disiksa, bisa bertahan hidup saja sudah luar biasa, boro-boro belajar Islam.

Jadi, sekali lagi saya tegaskan kaum Muslim Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh wajib menolong pengungsi Rohingya. Karena, mereka itu sesama manusia yang sangat membutuhkan pertolongan, lebih dari itu mereka adalah sesama Muslim yang sangat butuh pertolongan.

Kita, orang Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh, kan sama-sama manusia, lebih dari itu sama-sama Muslim. Jadi, lebih wajib lagi menolong Muslim Rohingya. 

Negara dan warga harus bahu membahu menolongnya dengan memberikan sandang, pangan, papan, keamanan, dan pendidikan secara fokus dan serius berbasis Islam. Serta diberi keterampilan agar Muslim Rohingya bisa mencari nafkah sendiri, dan berkiprah sebagaimana manusia dan Muslim lainnya.[]

 

 

Jumat, 15 Desember 2023

Geger! Empat Bocah Dibunuh Ayah Kandungnya, Negara Punya Andil Menyelesaikan

Tinta Media – Empat bocah yang ditemukan tewas berjejer di atas tempat tidur, bikin geger warga Jalan Kebagusan Raya RT 004 RW 03, Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Rabu (6/12/2023) pukul 14.45 WIB. 

Keempat anak yang tewas itu adalah anak perempuan berinisial VA (6), anak perempuan berinisial S (4), anak laki-laki berinisial Ar (3) dan anak laki-laki berinisial As (1). Keempatnya dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri karena cemburu pada istrinya. 

Mengapa hal ini bisa terjadi? Kok tega banget, ada ayah membunuh buah hati yang seharusnya dilindunginya. Bagaimana Islam memandang masalah ini?

Jurnalis Tinta Media R Raraswati mewawancarai Pemerhati Anak dan Keluarga Dra. (Psi) Zulia Ilmawati. Berikut petikannya.
 
1. Pembunuhan 4 anak di Jagakarsa dilakukan oleh ayahnya sendiri (P). Bagaimana tanggapan Ustazah? 

Perbuatan biadab, lepas dari berbagai latar belakang masalahnya, membunuh adalah perbuatan keji. Terlebih membunuh anak kandung sendiri, empat sekaligus pula.  

2. Menurut Ustadzah, apa maksud dari tulisan “Puas Bunda Tx for all”?

Jika melihat dari perkembangan kasus, terungkap ayah melakukan pembunuhan pada 4 anaknya karena perasaan cemburu pada istrinya. Meski apa yang melatarbelakangi rasa cemburu suami belum diketahui secara pasti. 

Tulisan itu bisa jadi semacam luapan kemarahan yang diungkapkan ke istri, dengan menghabisi nyawa anak-anaknya dan juga dirinya yang memang merencanakan juga untuk bunuh diri, dalam pandangan pelaku (suami) dengan lenyapnya mereka dari dunia akan memberikan kebebasan buat istri. 

3. Menurut tetangganya, ada pertengkaran suami istri dan diduga masalah ekonomi. Mungkinkah ini ada kaitannya dengan pembunuhan 4 anak tersebut?

Bisa jadi.

4. Akhir-akhir ini, banyak terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekat. Menurut Ustadzah, apa penyebabnya? 

Faktor internal individu pelaku (rapuh, emosional, dan sebagainya) dan faktor eksternal yang bisa datang dari berbagai sebab, misalnya faktor ekonomi, percekcokan suami istri, dan sebagainya.  

5. Ketika ada masalah dalam sebuah keluarga, bolehkah orang lain (masyarakat sekitar bahkan negara) ikut campur menyelesaikannya? 

Tergantung dari persoalan dan sebabnya apa. Ada mekanisme di dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga di dalam Islam. 

Pertama tentu diselesaikan dulu oleh intern (suami dan istri), jika tidak ditemukan solusi, bisa melibatkan orang ketiga (keluarga) atau orang yang dipercaya mampu memberikan bantuan menyelesaikan masalah. Jika penyebab masalah terkait dengan masalah eksternal, tentu negara juga punya andil untuk terlibat dalam menyelesaikan.    

6. Bagaimana peran masyarakat sekitar ketika ada suatu keluarga yang sedang memiliki masalah, agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali? 

Pengawasan Masyarakat (kontrol sosial) terhadap berbagai persoalan individu dan keluarga dapat memudahkan penyelesaian masalah, agar tak sampai berlarut-larut. 

Satu hal juga yang sangat penting dalam hal ini adalah terbentuknya masyarakat yang memiliki satu pemikiran, perasaan dan aturan yang sama, sehingga akan sama pula ketika memandang sebuah masalah. Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini tak ada standar kehidupan yang shahih, memandang masalah saja tidak sama apa lagi memecahkan dan mencari solusinya. 

7. Dalam Islam, apa peran negara dalam mengatasi masalah keluarga? 

Negara memiliki peranan penting dalam mengurusi persoalan umat. Memfasilitasi kebutuhan dasar (ekonomi) yang terkadang ini juga menjadi sebab munculnya persoalan keluarga. Negara juga punya peranan penting dalam menjaga akidah umat, kehidupan dan perilaku individu agar terkondisi dan selalu terikat dengan hukum syara’. 

Penjagaan akidah ini menjadi hal yang sangat penting, negara tak hanya menjaga agar rakyatnya terikat dengan hukum syara’, tapi juga dengan menerapkan aturan-aturan Islam. 

Dalam masalah menjaga nyawa manusia, negara akan memberikan hukuman yang setimpal bagi pembunuh. Ini hanya bisa dilakukan jika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Dengan penerapan hukum ini, seseorang akan berpikir panjang ketika akan melakukan pembunuhan. 

8. Bagaimana Islam memberi solusi terhadap kasus semacam ini? 

Sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki aturan lengkap untuk mengatur kehidupan individu, keluarga, masyarakat bahkan negara. Begitu pula memberikan solusi terkait dengan segala masalah baik pribadi, masyarakat, maupun negara. Yang membedakan aturan Islam dan selain Islam adalah pada landasannya. 

Dalam Islam bagaimana tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dilandaskan pada aqidah Islam yang dibuat untuk mewujudkan misi penciptaan manusia sebagai hamba Allah untuk beribadah. Maka solusi Islam terkait soal ini adalah dengan menerapkan Islam secara kaffah pada level individu, masyarakat dan negara.[]

 

Kamis, 14 Desember 2023

Konflik Agraria, demi Investor Tabrak Kepentingan Rakyat

Tinta Media - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat dalam kurun waktu sejak 2015 sampai dengan 2022 telah terjadi 2.710 kejadian konflik agraria yang berdampak pada 5,8 juta hektar tanah dan korban terdampak mencapai 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, ada 1.615 rakyat yang ditangkap dan dikriminalisasi karena mempertahankan hak atas tanahnya. Sebanyak 77 orang menjadi korban penembakan. Bahkan 69 orang harus kehilangan nyawa. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Wartawan Tinta Media Muhammad Nur mewawancarai Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana. Berikut petikannya.

1. Bagaimana tanggapan Anda terkait adanya 2710 kasus konflik agraria?

Konflik agraria yang jumlahnya sampai 2710 ini tentu sangat miris ya. Seharusnya tanah itu untuk kesejahteraan rakyat, tapi malah karena dorongan investasi, karena dorongan untuk pertumbuhan ekonomi, misalnya terjadilah perampasan-perampasan yang difasilitasi oleh negara terhadap tanah-tanah rakyat sehingga menimbulkan konflik. Sehingga ini menimbulkan hubungan negara dengan rakyat semakin tidak kondusif.

2. Tentu, lagi-lagi rakyat yang menjadi korban, berdasarkan data KPA ada 1615 orang ditangkap dan dikriminalisasi bahkan 69 orang meninggal dunia. Sebenarnya, apa akar masalahnya?

Konflik agraria yang menimbulkan korban dalam jumlah yang cukup besar sampai ada yang meninggal dunia dalam jumlah puluhan ini tentu sangat disayangkan. Tentu hal ini terjadi karena rakyat dihadapi dengan aparat keamanan yang bersenjata, apakah dari kalangan kepolisian maupun kalangan tentara.

Dan seharusnya perlakuan terkait dengan masalah ini, harusnya mengedepankan komunikasi penyelesaian yang kolaboratif bukan kemudian menyelesaikan dengan represif karena ujung-ujungnya menimbulkan korban seperti yang terjadi sekarang.

Kalau dibilang apa yang menjadi akar masalah, karena selalu saja atau sering kali posisi aparat keamanan sebagai alat negara membuat kepentingan investor yang membutuhkan tanah rakyat. Yang kadang-kadang rakyat itu tidak paham legalitasnya sementara legalitas itu sudah dibereskan secara top down tanpa proses kolaboratif sehingga di sinilah menimbulkan problem-problem yang semakin besar. Kasus yang sangat nyata kan terbaru itu terkait dengan pulau Rempang.

3. Mengapa hal ini terus berulang? Berganti presiden, tetap terjadi konflik agraria?

Konflik agraria akan terus berulang dan terus akan terjadi, apalagi di tengah proses-proses mempercepat Indonesia menuju negara maju dalam perspektif pemerintah.

Hari ini, Indonesia digolongkan ke dalam kelompok negara yang kalau enggak hati -hati bisa masuk jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap.

Maka kita tahu misalnya Undang-undang Cipta Kerja, Omnibus Law Cipta Kerja itu kan di-setting untuk menjadi karpet merah investasi dengan harapan bisa melepaskan Indonesia dari middle income trap. Tapi apa yang terjadi, salah satu yang bisa kita baca adalah terkait dengan pengadaan lahan untuk investor.

Nah, pengadaan lahan untuk investor ini akhirnya bisa menabrak kepentingan rakyat. Banyak sekali aturan yang memberikan karpet merah pada investor. Misalnya terkait dengan hak guna dan hak kelola yang 90 tahun. Ini melebihi yang pernah terjadi di masa kolonial yang hanya 75 tahun, misalnya.

Terus proses-proses perampasan tanah rakyat, ini juga dilindungi kemudian dengan alasan investasi atau dengan alasan, kalau bahasa legalnya demi kepentingan umum. Cuma persoalannya demi kepentingan umum itu, siapa yang membuat keputusan?

Ya, selama ini keputusan itu selalu top down dan selalu yang menjadi arah adalah keberpihakan kepada investor.

Sehingga di sini lah akhirnya persoalannya terus berulang dan selama Indonesia berpikirnya seperti itu, para pemimpin negara itu berpikirnya seperti itu, maka konflik agraria itu pasti akan terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang jauh dari pemerataan ini adalah rezim yang berorientasi pada sistem pembangunan atau ekonomi politik kapitalisme, selama itu terjadi, pasti konflik agraria akan selalu berulang.

4. Apakah yang dilakukan pemerintah ini sudah tepat sasaran atau menyejahterakan rakyat?

Jika kita lihat konflik agraria ini terjadi pada semua sektor. Yang dilakukan pemerintah jelas tidak tepat, jauh dari tepat. Bahkan saya berat mengatakan itu sebuah kesalahan besar yang dilakukan oleh rezim penguasa kepada rakyat. Karena seharusnya tanah itu untuk kesejahteraan rakyat, bukan kemudian tanah itu diserahkan demi kepentingan investor.

Logika yang mengatakan bahwa yang penting pertumbuhan ekonomi nanti kepada rakyat akan track down effect ini adalah logika yang sangat salah. Pertumbuhan ekonomi adalah satu sisi, pemerataan itu satu sisi.

Selama ini pemerataan cenderung dilakukan melalui tangan tersembunyi yang tidak ada sistem yang serius untuk menatanya. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi, tanah -tanah yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat ini malah diprioritaskan untuk investor. Jelas ini sebuah kesalahan besar yang seharusnya dihentikan, bukan malah kemudian diterus-teruskan.

5. Pemerintah melalui Perpres 86 tahun 2018, membentuk gugus tugas reformasi agraria pandangan Anda terkait hal ini bagaimana, efektifkah?

Gugus Tugas Reformasi Agraria akhirnya tidak efektif. Kalau efektif kan harusnya problem-problem ini bisa diselesaikan. Tapi gugus tugas ini, kan bentukan dari pemerintah. Sementara orientasi pemerintah itu sendiri seperti yang diungkapkan sebelumnya. Apa pun bentuk gugus tugas itu hanya lip service yang tidak menyelesaikan masalah jauh dari kata efektif.

6. Terkait kedaulatan pangan, Pemerintah punya program akan membuka 1 juta hektar lahan pertanian pada satu sisi. Dan di sisi yang lain, negara membuka kran agar pengusaha mengelola hutan dan tanah di negeri ini. Apakah akan terwujud kedaulatan pangan tersebut?

Keinginan untuk membangun kedaulatan pangan atau ketahanan pangan, ini saya melihat kebijakannya sangat kontradiktif. Di depan publik selalu bilang bahwa akan membuka 1 juta hektar lahan pertanian, tapi sementara legal formalnya ini malah tidak membedakan perlindungan kepada lahan pertanian, tidak memberikan perlindungan pada di dalam pertanian itu ada yang membutuhkan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Istilahnya ketika satu wilayah sawah misalnya sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka tidak boleh seharusnya tidak boleh dialihfungsikan, tapi yang terjadi nyatanya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan itu cenderung dikalahkan untuk kepentingan pembangunan kawasan ekonomi khusus, real estate, tol, bandara, sarana pertambangan, energi, dan juga untuk kepentingan investasi, sehingga relatif alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan ini terus terjadi dan terus bertambah.

Ini kan kontradiktif. Satu setiap ingin membuka 1 juta hektar lahan pertanian, sementara lahan pertanian yang sudah jelas bagus, subur, malah dialihfungsikan dengan begitu cepat, demi kepentingan investasi.

Dan kalau kita lihat di Undang-undang Cipta Kerja itu, jelas sekali bahwa syarat-syarat alih fungsi lahan pertanian itu dihapuskan dengan alasan demi proses-proses yang lebih baik, demi kepentingan umum, demi kepentingan pembangunan, alasan-alasan lip service yang sebenarnya adalah karpet merah untuk investasi.

Ini yang terjadi. Kemudian yang sungguh sangat lucu juga, tidak hanya sekedar itu, impor pangan itu bisa menjadi salah satu, penjaga kedaulatan pangan, sangat lucu sekali. Sementara panen raya terjadi, cadangan pangan nasional juga ada, impor tetap menjadi salah satu bagian yang bisa dilakukan tanpa melihat lagi cadangan pangan.

Ini kontradiktif sekali. Jadi banyak sekali kebijakan yang jauh panggang dari api, tapi lip service, yang ke sana sini citra yang dibangun seperti peduli pada pertanian, seperti peduli pada kedaulatan pangan. Kalau seperti ini, konflik agraria pasti akan terus terjadi.

7. Setiap terjadi konflik agraria, aparat kepolisian, TNI dan lainnya berhadapan langsung dengan rakyat. Bagaimana sebenarnya pendekatan yang harus dilakukan negara?

Ya, konflik yang menghadap-hadapkan antara aparat keamanan dalam hal ini kepolisian dan juga TNI dengan rakyat secara langsung, ini kan problem di ujung.

Penyelesaian konflik agraria yang terbaik tentu di hulunya dulu, bagaimana mindset bahwa agraria atau tanah itu untuk kesejahteraan rakyat itu mindset yang harus dibangun dulu tentunya. Terus kemudian yang kedua dibangunlah legal formal yang betul-betul memberikan perlindungan pada tanah-tanah rakyat dan hak rakyat terhadap tanah.

Terus kemudian yang ketiga kalau ada konflik ya harus dibangun dengan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi, kemudian lebih melakukan pendekatan yang kekeluargaan, terus kemudian kolaboratif. Ini yang sangat penting untuk dilakukan. Tapi kalau dalam situasi seperti sekarang hulunya problem, mindsetnya problem, legal formalnya problem, ya ujung-ujungnya mau pendekatan yang kolaboratif, partisipatif nggak akan selesai. Karena pemerintah yang dikedepankan karpet merah untuk investor, karpet merah untuk para pemegang modal, seperti yang dilakukan Bahlil misalnya di kasus Rempang.

Dia kan ditugaskan Pak Jokowi untuk melakukan pendekatan kekeluargaan, tapi mindset di kepala Bahlil dan juga pemerintah tetap memprioritaskan pemegang modal bagaimana bisa melobby rakyat untuk dipindahkan dari tempat hak ulayat mereka.

Ini yang sangat disayangkan. Sehingga konflik ini akan terus terjadi. Tapi intinya kalau konflik terjadi atau menghindari konflik ya pendekatannya harus kolaboratif dan manusiawi.

8. Jika terjadi konflik agraria ini, bagaimana hukum Islam, perlukah negara menggunakan aparat hukum?

Ya, seperti yang saya katakan tadi. Konflik agraria ini harus kita baca secara utuh. 

Pertama, pendekatan Islam kepemilikan lahan atau kepemilikan itu harus benar-benar disesuaikan dengan konteks Islam, misalnya satu, Islam mengatur kepemilikan umum, kepemilikan individu dan kepemilikan negara, lahan-lahan hutan yang sangat luas luar biasa di Kalimantan, di Pesisir, di Sumatera dan sebagainya, itu hak milik umum.

Banyak sekali yang menjadi hak milik umum, termasuk lahan -lahan pertambangan di banyak tempat, itu hak milik umum yang harusnya dikelola oleh negara dan nanti dikembalikan untuk kemakmuran rakyat. Kedua, masyarakat yang sudah menempati dan menghidupkan tanah di satu lokasi tertentu, itu menjadi milik rakyat, tinggal negara membuat legalitas dalam bentuk sertifikat.

Jangan sampai terjadi seperti di Rempang, masyarakat sudah bertahun-tahun, tapi sertifikat saja tidak pernah ada. Dan seharusnya negara proaktif untuk memberikan sertifikat itu. Untuk memberikan lisensi bahwa mereka telah menghidupkan tanah, di tempat itu memproduktifkan tanah, di tempat itu.

Kemudian dibangunlah legalitas untuk benar-benar memberikan perlindungan terhadap tanah rakyat dan juga memberikan berbagai insentif penting untuk memproduktifkan lahan-lahan tersebut. Sehingga rakyat itu benar-benar bisa berkonsentrasi misalnya tadi kalau ingin membangun produktivitas lahan demi kepentingan pangan, rakyat juga bisa berkonsentrasi ke sana sehingga banyak sekali lahan yang bisa diproduktifkan dan banyak pihak yang tertarik untuk masuk di dunia pertanian.

Nah, kemudian baru di ujung nanti kalau ada konflik, ada hal -hal yang tidak tepat, maka dikembali ke standar hukum Islam dan diselesaikan secara baik. Secara baik, secara kekeluargaan, dan kalau nanti memang ada hukum Islam yang dilanggar, ya harus diselesaikan secara hukum.

Nah, pelanggaran itu tidak selalu rakyat loh, kalau dalam sistem sekarang kan, pelanggaran selalu ada pada rakyat. Pelanggaran bisa terjadi pada pemegang kebijakan. 

Ketiga, pelanggaran dalam pemegang kebijakan, maka hukum pun harus tajam kepada mereka. Jangan sampai seperti sekarang, hukum tajam pada rakyat sementara hukum tumpul kepada pemegang kebijakan atau penguasa.[]


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab