Tinta Media: Remaja
Tampilkan postingan dengan label Remaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Remaja. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 April 2024

Ada Apa dengan Remaja Kita?

Tinta Media - Pertanyaan di atas kerap mengusik jiwa, manakala melihat maraknya berbagai tayangan berita kenakalan remaja di bulan Ramadhan yang mulia. 

Betapa tidak, berbagai media baik mainstream juga daring hampir setiap hari menghiasi sebagian tayangan pemberitaannya dengan peristiwa seputar tawuran remaja. 

Okezone.com, media daring ini merilis pemberitaan 12 orang remaja yang akan melakukan tawuran di Kampung Muara Ciwidey, Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung, Ahad (17/3/2024) saat dini hari, telah diamankan oleh aparat kepolisian setempat. (OkeZone.com, 18/3/2024).

Sungguh miris..., waktu dini hari, di saat kaum muslim tengah menjalankan ibadah Ramadhan, mempersiapkan menjelang ibadah sahur, 12 remaja ini malah melakukan tindakan tak terpuji. Beruntung aparat segera sigap mengantisipasi, sehingga  tawuran itu tidak terjadi.

Hanya saja, persoalannya tidak berhenti sampai di sini. Belajar dari beberapa peristiwa tawuran yang terjadi, pengamanan oleh aparat tidaklah cukup untuk menghentikan tindakan anarkis kaum milenial ini, faktanya tawuran remaja semakin hari semakin masif terjadi.

Pertanyaannya, ada apa dengan remaja ini? Mengapa begitu mudah mereka melakukan tindakan anarkis?

Kapitalisme Biang Rusaknya Remaja

Bila kita telisik, maraknya tawuran yang dilakukan oleh para remaja, tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme yang sekuler di negeri ini.

Sistem ini telah melahirkan berbagai kebijakan dan peraturan yang bercorak liberal. Agama dalam hal ini Islam, tidak lagi dijadikan sebagai panduan atau dasar dalam mengeluarkan kebijakan. Agama hanyalah sebatas norma positif yang digunakan hanya untuk mengatur masalah yang bersifat individu. Sehingga dalam berbagai kebijakan dan juga peraturan  termasuk di dalamnya masalah pendidikan, agama (Islam) justru malah dinihilkan.

Hal ini terbukti dengan penerapan sistem pendidikan yang sekuler di negeri ini. Lihat saja, kurikulum di negeri ini berkali-kali terus berganti, dan berkali-kali pula telah gagal mencetak para pelajar menjadi seorang muslim yang berkepribadian Islam. Terlebih saat kurikulum merdeka diberlakukan, para pelajar seolah diberikan angin segar untuk melakukan berbagai hal sesuka hati mereka. Kebebasan menjadi pijakan untuk melakukan perbuatan. Tidak peduli halal dan haram yang penting mereka suka, termasuk melakukan tawuran. 

Inilah senyatanya biang keladi dari rusaknya generasi. Sistem ini telah gagal mencetak para pelajar yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang berdasarkan pada aqidah Islam.

Dan sebaliknya,  justru telah berhasil dengan sempurna mencetak para pelajar yang doyan tawuran, sungguh sangat mengerikan.  Lantas bagaimana solusi Islam?

Islam Penyelamat Remaja

Sebagai sebuah sistem yang paripurna, Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelamatkan manusia dari kerusakan, termasuk masalah tawuran remaja.

Jika sistem pendidikan sekuler menjadi biang kerusakan para remaja, maka sistem pendidikan Islamlah yang mampu menyelamatkan para remaja dari kerusakan. 
 
Dalam Islam, kurikulum pendidikan didesain untuk menghasilkan para pelajar yang memiliki kepribadian Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqaid (cabang-cabang aqidah), maupun hukum. Oleh karenanya, aqidah Islamlah satu-satunya landasan dalam merealisir tujuan pendidikan yang mulia ini. 

Halal dan haram menjadi standar dalam perbuatan. Sehingga para pelajar akan selalu menyandarkan perbuatan mereka pada hukum syara, bukan pada kebebasan (seperti dalam sistem kapitalisme). Dengannya (sistem Islam) tidak akan muncul kasus tawuran pelajar atau remaja seperti yang marak terjadi saat ini,  karena mereka akan takut pada Allah SWT sebagai Rabbnya. Mereka akan memahami mana perbuatan yang halal dan mana perbuatan yang haram. 

Aktivitas mereka akan dicurahkan untuk menuntut ilmu, dan melakukan berbagai amal kebaikan yang bernilai pahala di sisi Allah SWT. 

Ini semua terdorong dan termotivasi oleh firman Allah dalam Surah Az-zumar ayat 9. Bagaimana  Islam telah memberikan motivasi, penguatan dan juga dorongan agar supaya manusia menuntut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan, sehingga, para pelajar termotivasi untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan, tidak akan terlibat dan tergoda melakukan tindakan tawuran.

Sejarah telah membuktikan betapa penerapan sistem pendidikan Islam yang berdasar pada aqidah Islam telah mampu mencetak para ilmuwan muslim yang hebat yang memberikan manfaat bagi dunia dan umat manusia.

Wallahu a'lam bishowwab 

Oleh: 'Aziimatul Azka (Aktivis Muslimah)


Senin, 11 Maret 2024

Remaja Makin Sadis, Orang Tua Hanya Bisa Menangis



Tinta Media - Entah apa yang membuat para remaja yang digadang-gadang akan menjadi generasi emas pada tahun 2045 hari ini senang melakukan aksi bully, bahkan semakin hari semakin sadis?

Pertanyaan di atas mungkin pernah tersirat dalam pikiran kita, bahkan membuat kita ketakutan saat melepas anak-anak untuk bebas bergaul bersama teman-temannya. Seperti yang viral di sosial media (di Batam), aksi bullying dilakukan oleh sejumlah Gen Z. Tak tanggung-tanggung, mereka berani memukul, bahkan menendang kepala si korban.  Mirisnya, para pelaku semuanya wanita. 

Wajar, beginilah kondisi di saat sistem yang mengatur kehidupan adalah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga banyak masyarakat yang tidak peduli terhadap dosa dan maksiat. Karena itu, kekacauan dan kerusakan terjadi di mana-mana. Padahal, bullying adalah perbuatan yang haram dilakukan. Allah dengan jelas berfirman dalam QS. Al-Hujarat ayat 11.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” 

Terlebih jika sudah merambat ke penganiayaan dan penyiksaan fisik, maka semakin besar dosa dan pertanggungjawaban yang akan didapat oleh para pelaku, Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Maidah ayat 45. 

Artinya: “Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya.”

Sayang, kondisi ini pun diperparah dengan hukuman yang tidak tegas bagi pelaku, bahkan banyak kasus yang laporannya tidak ditindaklanjuti oleh para penegak hukum. Akhirnya, orang tua hanya bisa menangisi nasib putra-putrinya yang menjadi korban penganiayaan tersebut.

Hal ini pun sangat jelas memperlihatkan kepada kita bahwa pemimpin di sistem ini tidak serius mengurusi kehidupan rakyat. Penguasa di sistem sekuler terlihat tidak peduli terhadap apa yang terjadi pada rakyatnya. 

Padahal, di dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. 

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR  Bukhari)

Penguasa di dalam sistem Islam sangat serius dalam mengurusi rakyat. Mereka tahu bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka, pemimpin dalam Islam tidak akan membiarkan kasus bullying tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. 

Ada beberapa mekanisme yang akan mereka lakukan di antaranya:

Pertama, penguasa dalam sistem Islam akan menguatkan akidah rakyat melalui sistem pendidikan Islam. Kurikulum pendidikannya adalah berdasarkan atas akidah Islam. Materi yang diajarkan bersumber dari Al-Quran dan hadis sehingga rakyat akan memiliki pemahaman Islam.

Kedua, memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku. Sanksi di dalam Islam berfungsi sebagai penebus dosa dan pencegah kasus tersebut terulang. Dalam Islam, pelaku bisa diberikan sanksi ketika ia sudah memasuki usia balig karena mereka sudah terbebani syariat Islam, bukan berdasarkan batas usia yang ditetapkan manusia. 

Salah satu yang membuat generasi memiliki hobi bully bermunculan adalah karena penetapan label “anak di bawah umur” yang seolah menjadi alasan bahwa sanksi bisa ditangguhkan, disesuaikan, bahkan dikurangi. 

Untuk kasus bullying fisik atau penganiayaan, Islam memberikan hukuman berupa qishash sebagaimana telah Allah jelaskan dalam QS Al-Maidah: 45. 

Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya ….“

Namun, jika bully masih berupa celaan, maka hukumannya akan diserahkan kepada keputusan hakim.

Jika menginginkan kasus bullying ini hilang maka, kita harus mengganti sistem yang berlaku hari ini, yaitu sistem  sekularisme menjadi sistem Islam yang datangnya langsung dari Pencipta manusia, yaitu Allah Swt. Wallahualam bishawwab.


Oleh: Ririn Arinalhaq
Sahabat Tinta Media

Minggu, 03 Maret 2024

Rusaknya Mental dan Moral Remaja di Sistem Kapitalisme


Tinta Media - Pemuda hari ini banyak yang terkena penyakit mental illness. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) dalam survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. ( UGM.CO 24/10/2022)

Ini tentunya tidak terjadi tanpa sebab. Ini semua berasal dari kesalahan pendidikan di Indonesia. Kita tahu bahwa pendidikan di Indonesia hanya berdasar pada transfer ilmu saja dan hanya terbatas pada nilai semata, sehingga menjadikan remaja hanya kuat dalam teori keilmuan, tetapi lemah dalam mental dan adab. Belum lagi hukum di negeri ini yang seakan menjadikan murid lebih berkuasa daripada guru .

Kita bisa lihat bahwa kehidupan remaja saat ini begitu rusak.  Adab remaja saat ini membuat kita merasa miris. Mereka  berani melawan dan membentak guru, tidak mau disalahkan atas  kesalahannya, bahkan jika guru melawan dengan fisik yang terukur, maka guru seakan bersalah dengan dilaporkan ke polisi. Tidak sedikit dari guru yang sudah tertangkap hanya karena masalah tersebut. Ini kan aneh? 

Guru yang memberikan pendidikan dan arahan yang benar dengan mengingatkan dan melakukan amar makruf nahi mungkar justru disalahkan. Bagaimana Remaja di negeri ini bisa menjadi penerus bangsa yang hebat, penerus yang layak mengemban amanah dakwah terhadap negeri ini, jika adab mereka rusak dan mental mereka lemah?

Oleh karena itulah dibutuhkan sistem pendidikan yang benar, yang bisa mencetak pemimpin hebat selayak Muhammad al-Fatih. Beliau dibina dengan pendidikan yang benar dengan tsaqafah dan keimanan yang kuat, sehingga menjadikannya bukti bisyarah Rasulullah saw. 

Beliau dibina dengan fisik dan mental yang kuat. Bahkan, beliau sering dipukul dengan rotan saat menempuh pendidikan. Belum lagi transfer karakter yang dilakukan oleh gurunya, Syekh Aaq Syamsudin dan Ahmad Al Qurani yang menjadikannya pemimpin berkarakter Rasulullah saw.

Inilah yang menjadikan Muhammad al-Fatih sebagai pemimpin hebat sepanjang masa. Ia menaklukkan konstantinopel di usia 21 tahun dan pandai dalam 7 bahasa sekaligus di usia 17 tahun. 

Pendidikan seperti ini tentunya tidak bisa dilakukan dalam sistem demokrasi sekuler seperti sekarang. Pendidikan yang dibutuhkan saat ini adalah pendidikan dengan sistem Islam yang mendidik remaja untuk menjadi pemimpin masa depan.
Ketika meneliti sejarah, kita bisa menyaksikan bahwa semua itu telah terbukti secara nyata. Islam menjadi pusat peradaban ilmu yang besar. Peradaban Islam menghasilkan ilmuwan-ilmuwan muslim terkenal yang hingga saat ini karya mereka tetap abadi. menjadi awal perkembangan pendidikan ketika Barat masih dalam Dark Age. 

Tentunya, sistem pendidikan ini tidak akan bisa terwujud tanpa sebuah institusi yang menerapkan Islam secara sempurna, yaitu sistem khilafah yang menaungi seluruh umat yang ada di negeri ini. Sistem inilah yang akan menerapkan aturan terbaik dari Sang Pencipta Yang Maha Baik. Oleh karena itu, inilah waktunya untuk umat bersatu (it is time to be one ummah), beralih ke sistem yang berdasar pada Al-Qur'an dan Sunnah.



Oleh: Azzaky Ali Amrullah
Santri Kelas X Ponpes Al Amri

Minggu, 11 Februari 2024

Remaja Korban Sosial Media

Tinta Media - Era digital  memacu kebangkitan komunikasi tanpa batas sekat negara, berbagai kejadian mudah diakses dari berbagai kanal media sosial. Namun dampaknya yang tidak  bisa dihindari paparan yang  merusak generasi muda belum mempunyai filter untuk menyeleksi informasi yang baik atau menjerumuskan hal merusak potensi generasi muda.

Memanfaatkan sosial media dengan bijak, sesuai dengan tujuan yang dicapai, misal  baik dalam hal pendidikan, perniagaan, dan kesehatan, maupun politik dalam koridor norma yang berlaku. 

Dampak kemajuan era digital bagi kalangan remaja, informasi sampah yang merusak pemikiran remaja baik dalam narasi maupun visual. 

Berbagai kasus pembunuhan dan tindakan bunuh diri di kalangan remaja dari awal bullying sampai akhirnya pembunuhan, sangat miris hal ini terjadi pada kalangan remaja. 

Banyak faktor yang melatar belakangi tindakan remaja sehingga terjadi, faktor pengawasan orang tua, kurikulum sekolah serta masyarakat. Namun hal yang lebih penting informasi yang diterima remaja merusak pemikirannya. Kecanduan game online, permainan game memerlukan waktu lama dan merusak sistem syaraf tubuh, berbagai kasus kalangan remaja bahkan anak-anak tidak bisa lepas dari gawai. 

Kasus marak nikah di bawah umur kalangan remaja akibat dari pergaulan bebas dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah hampir terjadi di tiap kota-kota terjadi kasus yang sama. Kehidupan remaja dalam gelombang informasi kapitalisme menjadi target market baik pemikiran maupun barang konsumtif, bahkan menjadi agen pembawa pemikiran liberal. Tren remaja yang bebas dari polah perbuatannya meniru idola yang justru bertentangan dengan ajaran agama. 

Ajaran Islam solusi paripurna dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan umat.  Berbagai kasus yang menimpa kalangan remaja bisa di kategorikan, pertama, mereka tidak memahami hukum perbuatan yang menyertainya, misal meninggalkan sholat
merasa tenang saja tidak ada rasa bersalah atau berdosa. Terkait dengan perbuatan ini ada lima yang harus dipahami dan dilaksanakan antara lain wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. 

Kedua, edukasi tidak mendalam hanya sekedar mendapatkan nilai dalam sekolah, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tidak dilaksanakan dengan baik sebagai individu saja, atas perbuatannya yang berdampak merugikan diri dan orang lain. Ketiga, tidak ada ketegasan hukum yang dilaksanakan di negeri ini, terbukti tidak ada efek jera. Bahan pelaku menjadi residivis. 

Keempat, hukum sosial masyarakat terhadap pelaku amoral yang berjalan justru tidak sesuai hukum syariat. Kelima, hukum syariat tidak dilaksanakan dengan sempurna hanya parsial dalam hubungan ibadah mahdoh, sementara hukum sosial di abaikan, negara abai dalam penerapan secara kaffah. 

Maka solusi dari berbagai problematika remaja juga secara umum dalam masyarakat dan berbangsa menjadikannya syariah Islam di terapkan secara kaffah sebagaimana pendahulu para kholifatur Rosyidin yang menjadikan negara adil makmur, keamanannya terjamin tidak ada rasa takut masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi munkar sebagai kewajiban tiap individu. 

Oleh: Edy Susyanto Rusyadi
Pegiat Dakwah Literasi

Selasa, 07 November 2023

Tren Self Harm di Kalangan Remaja, Tiga Pilar Solusinya



Tinta Media - Sebanyak 76 murid SMP Negeri di Kabupaten Magetan, Jawa Timur melukai diri sendiri atau melakukan _self harm_ atau bahasa lainnya adalah _non-suicidal self injury (NSSI)._ Tidak hanya di Kabupaten Magetan, _Self Harm_  terjadi pada puluhan siswa di Bengkulu Utara. Mereka ditemukan menyayat tangan menggunakan silet gegara konten sosmed (news.detik.com). Tentu kasus ini bukanlah kasus baru, tetapi salah satu di antara beberapa kasus yang terjadi.
(news.republika.co.id, Jumat, 20/10/2023)

Data survei YouGov Omnibus yang dilakukan pada bulan Juni 2019 menunjukkan bahwa lebih dari satu dari empat masyarakat Indonesia dengan prosentase 36,9% pernah melakukan _self harm_ dengan sengaja dengan jangkauan usia 18-24 tahun.

Studi yang dilakukan bersama oleh The University of Manchester, Keele University, University of Exeter, dan badan amal penelitian kesehatan mental The McPin Foundation ini dipublikasikan di Lancet Child and Adolescent Health (20/06/23). Peningkatan kejadian tindakan menyakiti diri sendiri juga paling besar terjadi pada perempuan berusia 13-16 tahun, dengan jumlah kejadian 38% lebih besar dari perkiraan. (www.manchaster.ac.uk)

Sungguh miris dan mengkhawatirkan kondisi Remaja saat ini. Fenomena tersebut marak beredar di sosial media, bahkan seperti menjadi tren. Gegara konten medsos tersebut, remaja menjadi terinspirasi. Dalam hal ini, sosial media seolah-olah mengajak dan memberi suatu nilai keren. www.goodnewsfromindinsia.id

Tentu persoalannya tidak hanya dipengaruhi oleh konten sosial media, tetapi juga disebabkan karena kondisi kejiwaannya yang rapuh, eksistensi remaja yang ingin mendapatkan pengakuan di sekitarnya, lingkungan pergaulan/pertemanan, sistem pendidikan yang masih menjadi PR besar bagi pemerintah, bahkan peran pengasuhan keluarga yang rapuh.

Semua ini disebabkan karena sekulerisme yang  memang menjauhkan agama dari kehidupan, yang membatasi agama hanya pada persoalan ibadah ritual saja, sementara pada aspek kehidupan lainnya tidak ada peran agama. Selain itu, semua kebijakan media diserahkan kepada perusahaan dan pasar demi cuan. Berbagai tekanan hidup, terutama ekonomi mengakibatkan pendidikan anak tidak berjalan secara maksimal.

Karena persoalan yang melibatkan remaja ini sangat kompleks, maka penyelesaiannya pun tidak cukup hanya pada satu aspek saja, semisal penyembuhan psikis anak, tetapi harus menyeluruh, meliputi seluruh aspek. Upaya-upaya tersebut antara lain:

Pertama, memperbaiki peran keluarga. Keluarga adalah madrasah atau sekolah bagi anak. Keluarga adalah tempat untuk mencetak generasi terbaik.

Dalam Surat At-Tahrim ayat 6 , Allah berfirman, yang artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu."

Keluarga yang bertakwa akan menghasilkan jiwa yang kuat bagi anak karena mereka dididik untuk memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami sehingga mereka menjadi generasi yang berkualitas, bermanfaat untuk masyarakat, berakhlak baik, dan produktif dunia akhirat.

Kedua, menciptakan masyarakat yang kondusif. Di sini, indiviu masyarakat/komunitas/organisasi saling memberikan penyadaran dan edukasi, serta melakukan kontroling. Sebab, masyarakat ini punya peran pencegahan. Kritik dan koreksinya terhadap kekeliruan dan kerusakan akan mencegah terjadinya kezaliman dan kerusakan. Hal ini sesuai dengan Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 104.

Masyarakat bukan menjadi beban bagi negara, tetapi justru mempermudah negara dalam merealisasikan tujuan.

Ketiga, negara menjalankan fungsinya secara optimal. Peran keluarga dan masyarakat bisa berjalan dengan baik karena ada suport dari negara. 

Ini sesuai dengan hadis Rasulullah,

"Imam/Khalifah itu tak lain laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Negara merupakan pendukung dan penopang dalam merealisasikan ketakwaan masyarakat. Bentuk pengaturannya akan mencegah apa pun yang melemahkan ketakwaan masyarakat, termasuk sosial media atau tayangan-tayangan yang menyajikan konten-konten yang menjadikan para remaja kintraproduktif dan tidak terjaga adab dan akhlaknya/moralnya.

Negara adalah penjaminan terpenuhinya kebutuhan sandang/pangan/papan yang membuat para ibu dan ayah akan maksimal dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Ibu akan mendidik dengan penuh kebahagiaan tanpa tekanan/stres karena harus memikirkan harga beras yang naik, listrik yang membubung, sekolah mahal, dan lain-lain. Ayah akan maksimal dalam kepemimpinannya sebab terpenuhi tanggung jawab nafkah. Hal ini karena lapangan pekerjaan terjamin oleh negara.

Jika tiga pilar ini berjalan sebagaimana mestinya, maka semua persoalan dalam kehidupan, termasuk masalah _self harm_ ini bisa teratasi. Hanya saja, penerapan tiga pilar itu akan sempurna jika sistem yang diterapkan adalah Khilafah Islamiyyah.

Oleh: Juhaini S.Pd.
Pengajar

Sabtu, 04 November 2023

Lagi, Fenomena Self Harm Menggejala Kaum Remaja



Tinta Media - Dunia remaja, masa menemukan jati diri dan mengeksplor potensi. Saat giatnya belajar, menemukan circle pertemanan tepat. Namun menghadapi masalah kadang tak jarang solusinya dengan cara pragmatis sebab masih labil.

Di sisi lain banyak dijumpai bahkan penulis sendiri menyaksikan. Saat remaja merasa hampa ia hinakan dirinya di media sosial, berharap respon dari yang lainnya untuk berkomentar buruk juga padanya. Sudah jatuh mau pula di timpa tangga. Sakit.

Bagaimana tidak sakit, baru-baru ini sebanyak 76 murid SMP Negeri di Kabupaten Magetan melukai dirinya dengan benda tajam. Salah satunya pecahan kaca, jarum sampai penggaris. (Republika, 20/10/2023)

Sebelumnya di bulan Maret 2023 sebanyak 52 siswi SMP di Bengkulu Utara menyayat tangan mereka dengan menggunakan pisau dan silet. Kasus serupa juga terjadi di Bali, diduga karena pengaruh media sosial (Antara, 14/03/2023). Dilansir dari laporan yang dikutip The Conversation, pada tingkat global sekitar 17% anak muda (12-18 tahun) setiap tahunnya sengaja menyakiti diri mereka sendiri. Lantas, kenapa fenomena ini menyerang generasi?

Apa Itu Self Harm?

Self harm adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyakiti dirinya sendiri. Perilaku ini termasuk ke dalam penyakit kejiwaan dan perlu penanganan agar tak memperparah keadaan. Bentuk umum dari self harm ialah mengiris kulit, over dosis, menarik rambut, menggaruk luka, bahkan membakar diri.

Namun saat ini fenomena self harm berkembang dimana remaja membuat identitas palsu tentang dirinya secara daring. Dengan media sosial kemudian memposting komentar kejam untuk diri sendiri atau agar mendapatkan komentar kejam dari orang lain biasa disebut digital self harm atau self cyber bullying. Pertanyaannya, benarkah self harm ini dapat mengatasi masalah dikalangan remaja?


Sekulerisme Akar Masalah

Ide sekulerisme adalah ide yang berasal bukan dari islam. Dengan ide ini Islam diasingkan dalam kehidupan. Anggapan bahwa Islam adalah sebatas ibadah ritual hanya ada di mesjid atau dihamparan sajadah.

Sekulerisme juga meniscayakan kebebasan. Ketika diberi kebebasan dan yang lainnya menasehati, maka ia menjawab ini bukan urusanmu, ini hidupku. Aku berhak dong melakukan apa. Akhirnya terjadilah individualisme yaitu sikap hanya mementingkan diri sendiri.

Sekulerisme ini juga membentuk mindset remaja menjadi kapitalisme. Dimana yang di anggap baik itu hanya yang cantik, kaya dan terkenal. Dalam artian orang-orang didalamnya digiring untuk mencari materi sebanyak-banyaknya. Jika ga cantik, ga kaya maka ga berguna.

Dalam sistem sekulerisme ini bebas mengolok-olok orang lain yang ga sesuai standardnya. Walhasil pandangan manusia membuat ia berubah. Bukan standar dari baik menurut Allah.

Belum lagi media yang mudah diakses. Remaja seolah-olah dipertontonkan film yang menayangkan edukasi self harm ini. Tak ada filter untuk menjamin remaja tidak terpapar tontonan buruk. Gaya hidup ala barat seperti fun, food, fashion, film yang jauh dari Islam. Maka wajar remaja kita minim ilmu untuk membedakan mana yang halal dan mana haram dalam kehidupan.


Islam Solusi

Kita harus menyadari bahwa tujuan hidup hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Kita adalah seorang hamba di muka bumi ini. Apa yang diperbuat akan ada perhitungan nya di hari pembalasan, dalam surah Al Baqarah ayat 286 :

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala dari kebajikan yang dikerjakannya dan dia mendapat siksa dari kejahatan yang diperbuatnya.

Selain itu, kita harus yakin setiap permasalahan, Allah akan menolong hambaNya. Smoga ayat Allah ini dapat menghujam ke sanubari  :

" cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar." Q.S. Ali Imran ayat 173

Ayat ini juga dikumandangkan saudara kita di Palestina yang diantara mereka bukan lagi urusan duniawi tetapi menunggu kematian didepan mata. Bagaimana dengan kita, remaja yg notebene di daerah aman tanpa ada masalah yg pelik hingga tak mampu diselesaikan dengan cara yang baik.

Ketika sistem pendidikan berdasarkan Islam akan membentuk kepribadian Islam, Fokus beramal dgn ketinggian ilmu dan adab. Sistem yang berbasis gratis bagi muda maupun tua, muslim maupun non-muslim yang menjadikan kita ga mudah poltek (depresi saat ujian hidup datang). Juga didukung media yang mengedukasi kebaikan. Tidak ada tempat bagi media yang merusak mental dan jiwa, serta sokongan dari peran keluarga hingga negara.

Akhirnya islam adalah solusi semua masalah kehidupan. Rasulullah menjadi figur yang patut dicontoh, rule of model baik dalam pergaulan, berinteraksi, ekonomi, berkeluarga bahkan bernegara. Tiada lagi kebingungan remaja sebab faham untuk apa hidup didunia. Tentunya dari mengkaji Islam secara kontinyu. Hingga output yang dihasilkan adalah remaja cerdas sholih sholiha sebagaimana peradaban Islam yang pernah berjaya dalam Daulah Khilafah selama 14 abad lamanya. Wallahu a'lam bisshowab

Oleh: Lisa Herlina
Aktivis Dakwah, Pengurus Komunitas Muslimah Istiqomah

Sabtu, 28 Oktober 2023

Remaja dan Jebakan Dunia Digital

Tinta Media - Di era serba digital, banyak hal yang bisa dikerjakan dengan mudah. Dengan sekadar sentuhan jemari, layar menampilkan kemauan pemilik gadget. Dengan sebutan HP pintar, kini siapa pun bisa menyelami dunia maya, lantas berinteraksi dengan siapa pun dalam genggaman androidnya, tak luput juga bagi para remaja.  Baik dalam hal berjual beli, menambah ilmu, menambah teman, berkampanye pun bisa melalui media elektronik.

Dengan derasnya arus digital ini, banyak pendidik maupun orang tua, bahkan negara pun mengalami ketidakberdayaan dalam menanggulangi dampak negatif dari dunia digital bagi remaja. Berikut beberapa hal yang merupakan dampak negatif dari adanya arus digitalisasi terhadap generasi:

Pertama, game online yang mampu membajak potensi generasi. Generasi terjebak pada lahwun yang hanya menyia-nyiakan waktu dan bersikap mager (malas gerak).

Kedua, shopping online mampu menumbuhkan sikap boros dengan  fasilitas pay later, bahkan mampu terjerumus ke dalam transaksi-transaksi batil, misalnya serbu seru mobil.

Ketiga, menyebabkan narkolema (narkoba lewat mata). Bagi remaja yang beriman dan bertakwa, mereka lebih mampu memfilter tayangan pornoaksi maupun pornografi. Namun, bagi mereka yang terpapar sekularisme dan liberalisme, hal ini menjadi ancaman perusak akhlak jika tayangan baik berupa film, gambar, maupun musik yang mengarah pada zina maupun bullying terus terpapar. Hal ini bisa menjadi tuntunan buruk bagi amal perbuatan dalam hidupnya.

Keempat, adanya prostitusi online menjadi lahan menggiurkan bagi remaja untuk meraup cuan demi mengikuti gaya hidup maupun tuntutan kehidupan.

Kelima, banyak terjadi penipuan maupun hoax yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Bahkan, data-data pribadi dan penting bisa bocor.

Keenam, remaja lebih nyaman di dunia maya dengan medsosnya sehingga susah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitar, bahkan menimbulkan sikap individualis dan apatis.

Perlu dipahami bahwa era digital tak bisa dibendung keberadaannya, terutama bagi para remaja, generasi penerus bangsa. 

Adapun penyebab munculnya kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan dari dunia digital saat ini adalah:

Pertama, sistem pendidikan sekuler (sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan) yang sedang diterapkan melahirkan individu hedonis yang berfokus pada pencarian materi, serta kesenangan hidup semata sehingga melahirkan individu dengan pola hidup liberal/ bebas yang tak mau terikat dengan aturan-aturan kehidupan.

Kedua, diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme mampu menumbuh-suburkan produk-produk yang merusak, asalkan menghasilkan banyak materi atau keuntungan, seperti game online, musik, atau film-film, dll.

Ketiga, sistem sanksi lemah. Tidak adanya sanksi yang tegas dan memberi efek jera bagi pelaku kemaksiatan seperti pelaku penipuan secara online, dll.

Karena itu, perlu sikap bijak dalam menghadapi segala dampak yang ditimbulkan, baik dari peran keluarga, masyarakat, dan negara untuk menyiapkan remaja dalam menghadapi dunia digital. Peran negara dalam mencegah dan menanggulangi dampak negatif dari arus digital sangatlah penting. Berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh negara: 

Pertama, menjadikan akidah Islam sebagai asas kurikulum pendidikan. Hal ini sesuai dengan sistem pendidikan Islam, yang membentuk kepribadian anak didik menjadi kepribadian Islam, yakni berpola pikir Islam dan berpola tingkah laku Islam. Dengan penanaman akidah yang kuat sejak dini akan tumbuh insan yang bertakwa dan mampu melindungi diri dari pengaruh negatif era digital.

Kedua, pengaturan konten dalam industri digital. Negara proaktif dalam memfilter konten-konten berbahaya yang tersebar di dunia digital untuk menjadi konten yang edukatif dan membangun pribadi islam.

Ketiga, penerapan sistem ekonomi Islam dalam menyejahterakan hidup setiap warga negara agar tercukupi kebutuhan pokoknya. Dengan sistem kepemilikan ekonomi Islam dan pendistribusian ekonomi yang merata, akan terjamin kesejahteraan ekonomi rakyat sehingg mereka bisa fokus beribadah.

Keempat, penegakan hukum yang tegas terhadap oknum-oknum yang merusak melalui dunia digital, misalnya perusahaan game online yang memproduksi konten game online adiktif bernuansa kekerasan, atau hukuman tegas bagi penipu online, dll.

Oleh karena itu, perlu adanya aturan-aturan kehidupan yang diterapkan oleh negara dalam menggapai kehidupan masyarakat yang sejahtera. Sedangkan aturan-aturan dalam Islam mampu menjaga eksistensi manusia, agama, kepemilikan individu, kehormatan, jiwa, keamanan, dan negara. Maka, dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh sebagai bentuk ketaatan, niscaya remaja-remaja akan terhindar dari budaya hedonis dan liberal. Semua aturan itu hanya bisa diterapkan oleh institusi negara dalam sistem Islam.

Keluarga adalah benteng terakhir bagi anak dalam melindungi dari paparan negatif dunia digital dengan segenap informasi dan teknologinya. Maka, perlu strategi dan peran orang tua yang benar dan bersungguh-sungguh dalam mendidik anak sesuai dengan jenjang usia, yakni berdasarkan Islam. 

Dengan demikian, hendaklah setiap muslim maupun negara menjalankan setiap aktivitasnya sesuai dengan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya, sehingga melahirkan ketenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan inj bukan sekadar untuk mendapatkan kepuasan dalam kebutuhan jasmani dan naluri saja, melainkan juga keridaan Allah Swt.

Karena itu, remaja bisa memanfaatkan dunia digital dengan hal-hal yang bernilai positif dan mengembangkan kreativitas dan keterampilannya dalam mengarungi kehidupan sesuai dengan syariat Islam, tanpa khawatir potensi yang dimiliki remaja tergerus arus digital.

Oleh: Siti Nur Rahma (Sahabat Tinta Media)

Selasa, 10 Oktober 2023

Pemerhati Remaja Ungkap Tiga Akar Masalah Tindakan Perundungan

Tinta Media - Pemerhati Remaja Wendy Lastwati mengungkap, setidaknya ada tiga poin akar masalah dari tindakan perundungan (bullying) yang marak terjadi. Hal tersebut dijelaskan dalam kegiatan Keputrian di SMK Utama Informatika, Jumat (6/10/2023) di Depok.

Pertama, pola asuh pendidikan. “Pola asuh keluarga dalam mendidik yang bersifat sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) adalah pola asuh yang salah,” ujarnya di hadapan sekitar 90 siswi SMK.

Kedua, masyarakat yang individualis yaitu masyarakat yang apatis (tidak peduli) terhadap tindak kriminal termasuk perundungan.

Ketiga, kebijakan negara. “Kebijakan negara hanya mengutamakan nilai dan sekuler, bukan dari proses bagaimana seseorang belajar,” terangnya.

Faktor Melakukan Perundungan

Dalam kesempatan yang sama, Kak Wendy, begitu sapaan akrabnya, menjelaskan ada beberapa faktor seseorang bisa melakukan perundungan. “Faktor pertama pelaku melakukan bullying karena pelaku memiliki masalah keluarga, stres atau trauma,” terangnya.

Faktor lainnya, ujarnya, yaitu pelaku tidak berinteraksi dengan orang tua/wali, melihat pertengkaran di rumah setiap hari, dan 14 persen pelaku adalah korban di masa lalu.

Pandangan Islam

Kak Wendy pun menegaskan, dalam pandangan Islam tindakan perundungan itu dilarang. “Bullying bukan dari Islam! Justru Islam melarang perbuatan tersebut,” jelasnya.

Menurutnya, hal tersebut diterangkan dalam Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 11. Isi terjemahnya yakni:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Kak Wendy menjelaskan, perundungan adalah penyakit sosial peradaban sekuler, dan pondasi keimananlah benteng dari pelaku jahat dan sadis.

Ia pun menegaskan, dalam pola asuh orang tua yang islami juga sangat penting, yakni suasana keimanan harus ditanamkan orang tua, anak kenyang perhatian dan kasih sayang.

“Selain itu, negara berperan membangun sistem sesuai syariat Islam. Peran negara yaitu membangun sistem pendidikan dan sistem pergaulan sesuai syariat Islam,” pungkasnya.[] Mustikawati

Rabu, 13 September 2023

Kapitalisme Menggerus Mental Generasi

Tinta Media - Ironis dan terpukul melihat mental generasi saat ini. Mereka bagaikan debu yang bertebaran tak tentu arah. Tujuan hidup tidak pasti, aktivitas bebas, pergaulan kacau, adab tak punya, ditambah lingkungan pun kian hari kian memburuk dari sisi keteladanannya. Ternyata, semuanya tak lain disebabkan sistem yang bercokol di negeri ini, yaitu kapitalisme. 

Ya, kapitalisme telah menggeruskan hati dan pikiran para generasi. Kapitalisme telah berhasil mengubah arah pandang mereka secara perlahan, namun pasti. Yang seharusnya untuk mencari rido
Allah Swt. tetapi berubah hanya mengejar popularitas dan materi.

Tak hanya itu, kapitalisme telah menjadikan generasi memiliki 'mental tempe'. Kematangan emosinya di titik nadir. Sosoknya mudah depresi, pragmatis terhadap dinamika kehidupan, perjuangan hidupnya salah arah, bahkan jauh dari karakter problem solver. Parahnya, selalu menjadikan bunuh diri sebagai solusi.

Bagi kapitalisme, generasi menjadi sasaran empuk untuk diterkam. Begitu mudah menjauhkannya dari jalan Islam, apalagi di era digitalisasi. Sebut saja beberapa platform, seperti Netflix, Tiktok, Youtube, Viu berhasil menyedot perhatian generasi. Mereka rela berjam-jam didepan ponselnya, hanya untuk memuaskan pikiran dan waktunya.

Tak heran, selama ini jutaan anak muda di Indonesia diasuh oleh produk-produk teknologi, gaya hidup, dan informasi hiburan kapitalistik. Mereka ditarget untuk menjadi penikmat/ konsumen industri
hiburan dan gaya hidup dari berbagai platform teknologi global. Walhasil, mereka terbawa arus digitalisasi yang kebablasan. Yang seharunya, menjadikan tekonologi sebagai ladang dakwah untuk mengejar pahala.

Akibatnya, jika tak terpenuhi, mereka depresi dan akhirnya terkena gangguan mental. Tak salah, banyak pakarnya yang menyebutkan generasi saat ini seperti 'strawbery'. Mereka terlihat kuat dari luar, tetapi rapuh didalam dirinya sendiri. Sebut saja, gangguan mental yang biasa terjadi yaitu kecemasan, kurang percaya diri, takut kehilangan sesuatu, ataupun takut ketinggalan dari berbagai
hal.

Sisi lain, hantaman generasi pun dihantuin dengan biaya pendidikan yang makin tinggi, tekanan komersialisasi kurikulum yang padat, dan paling parah adanya fenomena disfungsi keluarga muslim yang makin mewabah. Inilah konsekuensi nyata kehidupan generasi yang jauh dari agama.

Lantas mengapa sedemikian kejamnya kapitalisme? Karena kapitalisme beringinan keras menghancurkan generasi Muslim hingga tak tersisa. Semua yang melenakkan dirinya akan difasilitasi. Tanpa disadari, generasi Muslim terpedaya didalamnya, tanpa ada sedikitpun menolaknya.

Itulah wajah kapitalisme yang terus mengancam generasi Muslim dari berbagai sisi. Segala cara digaungkan demi mengukuhkan hegemoninya. Ide kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat
telah menjadi corong dalam semua perbuatan mereka.

Walhasil, generasi tumbuh menjadi remaja yang sekuler. Mereka tidak mampu mengaitkan antara masalah hidupnya dan keberadaan Allah sebagai Sang Maha Pencipta sekaligus Maha Pengatur.

Mereka tidak punya “sandaran” yang kukuh untuk menopang jiwanya. Hanya jalan pintaslah yang selalu terbesit dalam pikiran mereka.

Sungguh, ini adalah tragedi besar. Generasi yang semestinya menjadi pejuang peradaban, ternyata mengalami krisis jati diri yang begitu parah, yang berdampak pada gangguang kesehatan mental. Jadilah, mereka enggan untuk berjuang dalam penegakkan syariat Islam kaffah.

Maka, perlulah generasi Muslim senantiasa mengisi aktivitas hariannya dengan melakukan amal yang mendekat kepada Allah. Yang nantinya akan memberi efek munculnya kecenderungan untuk taat dan
tidak tergoda dengan maksiat, meskipun menggiurkan.

Selain itu, generasi Muslim harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidupnya, sehingga tidak akan mudah galau, apalagi putus asa. Niatkan semua karena Allah. Menuntut ilmu karena Allah, menjalani aktiviatas apapun karena Allah, meraih berbagai prestasi semata karena Allah. Ditambah menghadapi berbagai persoalan hidup pun harus yakin ada Allah yang akan membantunya. Inilah yang akan menguatkan hati dan menjauhkan diri dari gangguan mental.

Oleh: Citra Salsabila (Pemerhati Remaja)

Selasa, 22 Agustus 2023

Liberalisasi Pergaulan Remaja

Tinta Media - Pergaulan remaja zaman dulu dengan saat ini jelas banyak berbeda. Zaman dulu, untuk mengungkapkan perasaannya, anak remaja cukup dengan membuat coretan di kertas lalu dilempar kepada seseorang yang menjadi idamannya, atau sebatas mengirim surat bertabur puisi cinta. Namun, saat ini melakukan ciuman, bahkan hubungan seksual menjadi hal biasa.

Lebih miris lagi ketika melihat temuan data dari BKKBN, hasil survei Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Dari data yang didapat, 60% remaja usia 16 sampai 17 tahun telah melakukan hubungan seksual. Usia 14 sampai 15 tahun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 20%, dan usia 19 sampai 20 tahun sebanyak 20% (www.merdeka.com).

Melihat fakta tersebut, timbul tanda tanya, apa sebenarnya penyebab usia seks remaja semakin muda? Adakah solusi yang bisa menuntaskan permasalahan seks remaja?

Cepatnya Usia Baligh Anak

Psikolog Nuzulia Ahmad Rizky Harun menyatakan bahwa kasus hubungan seksual remaja itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dampak dari seks bebas di antara para remaja. Kemudian juga disebabkan oleh faktor ekonomi, karena ingin mendapatkan uang secara instan. Ditambah lagi kurangnya pengawasan dari keluarga dan lingkungan yang apatis. Kondisi ini diperparah oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis, sehingga anak tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua dalam bentuk quality time. Maka, anak mencari pemenuhan kasih sayang di luar rumah (republika.co.id, Sabtu, 15/04/2023).

Senada dengan Nuzulia, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyatakan, "Semakin ke sini ternyata remaja itu berhubungan seks semakin awal, sementara usia nikah semakin mundur."  

Menurut hasto, hal itu disebabkan pola pergaulan antara lawan jenis dan pengaruh media sosial yang semakin bebas. Memang diakui, masa pubertas remaja wanita saat ini lebih cepat dari pada zaman dulu. Kalau dulu pubertas dialami pada usia 17 atau 18 tahun, pada saat ini maju pada usia 12 tahun. 

Lebih lanjut, Hasto mengajak remaja untuk memahami dampak negatif dari seks dini. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, maka ketika hamil dalam usia dini, pertumbuhannya akan terganggu akibat kalsium pada penyusun tulangnya tersedot untuk tumbuhnya janin, sehingga akan terjadi pengeroposan tulang lebih awal. persalinannya pun rawan karena panggulnya masih sempit (jogja.bkkbn.go.id, Rabu, 22/03/2023) 

Maraknya Pergaulan Bebas Remaja

Maraknya pergaulan bebas merata di mana-mana. Baik di desa maupun di kota, kebebasan pergaulan menjadi hal yang lumrah terjadi di kalangan remaja. Tidak ada lagi batas-batas syariat yang dipergunakan dalam pergaulan. Agama tidak lagi dijadikan sebagai standar dalam pergaulan. 

Asas sekulerisme telah mewarnai kehidupan, yakni asas yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dipakai dalam masalah ibadah saja, sedangkan dalam masalah muamalah, peran agama dipinggirkan, termasuk dalam masalah pergaulan pria dan wanita.

Maka, tidak aneh ketika terjadi bencana akibat pergaulan bebas tersebut. Salah satunya adalah yang pernah terjadi di daerah Gumukmas Jember satu tahun yang lalu, yakni kasus pembunuhan yang dialami oleh remaja inisial AR usia 16 tahun yang terbunuh oleh pacarnya sendiri setelah diketahui hamil 2 bulan (detikjatim, Kamis, (29 /12/2022). 

Dengan modus membawa korban untuk periksa ke bidan, pelaku kemudian membawa korban ke tengah persawahan, kemudian menghabisi nyawa korban dengan menggorok leher dan perutnya menggunakan celurit yang disembunyikan di balik baju. Korban meregang nyawa dengan bersimbah darah akibat luka menganga sepanjang 25 cm, hingga akhirnya ditemukan warga dalam kondisi sudah tidak bernyawa di tempat kejadian, daerah Wonosari Kecamatan Kencong.

Inilah buntut dari adanya pergaulan bebas di antara remaja. Masih banyak fakta lain yang merupakan dampak turunan dari seks remaja. Sebut saja tindakan aborsi, pernikahan yang dipaksakan, gangguan psikologis, terjangkit kanker mulut rahim, dsb.

Sesak rasanya dada inj mendengar kasus kenakalan remaja yang semakin marak dan terus berulang. Adakah yang salah dalam sistem pendidikan hari ini? Siapa yang bertanggung jawab atas problema ini? 

Butuh Solusi Paripurna

Kerusakan generasi tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diberlakukan di negeri ini, juga sistem pergaulan yang tidak diatur oleh negara dengan aturan Islam. Kurikulum yang ditetapkan oleh negara telah gagal mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dari makin merosotnya moral generasi. Visi pendidikan bersifat sekular-kapitalistik. Ini tampak dari output yang dihasilkan dari pendidikan yang hanya berorientasi pada penyerapan tenaga kerja untuk industri kapitalis. 

Islam sebagai agama yang paripurna telah memberikan seperangkat aturan dalam kehidupan manusia, khususnya sistem pergaulan antara pria dan wanita. Islam menetapkan hukum asal pria dan wanita adalah terpisah atau infishal. Mereka boleh bertemu ketika ada hajat syar'i, misalnya dalam pendidikan, kesehatan, persaksian, peradilan, jual beli dan sebagainya. Islam juga memerintahkan seorang wanita ketika keluar rumah untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An Nur ayat 31, 

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya atau auratnya kecuali yang biasa terlihat, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya ...."  

Firman Allah Swt. yang lain dalam surah Al-Ahzab ayat 59, 

"Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ...."

Begitu pula Islam memerintahkan kepada laki-laki untuk menundukkan pandangann. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An-Nur ayat 30,

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sungguh Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat."  

Di samping itu, Islam juga melarang seorang perempuan bertabaruj di hadapan pria asing. Islam juga melarang wanita dan pria berdua-duaan (khalwat) tanpa disertai mahram. Demikianlah islam sudah memberikan aspek pencegahan terjadinya pergaulan bebas di antara manusia, khususnya remaja.

Islam juga memberlakukan sanksi yang tegas terhadap mereka yang melakukan perzinaan. Bagi mereka yang belum menikah, maka hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan di suatu tempat. Bagi mereka yang sudah menikah, maka hukumannya rajam hingga mati. Hukuman ini memberikan aspek jera dan sebagai penebus dosa. Anak yang sudah baligh adalah manusia yang sudah terkena beban hukum, maka mereka akan dikenai sanksi sebagaimana orang dewasa.

Khatimah

Jelas, penyebab utama terjadinya seks bebas di kalangan remaja adalah diadopsinya asas sekularisme dan diambilnya asas kebebasan ala Barat, baik oleh individu, masyarakat, maupun negara. Maka, tidak ada solusi lain selain harus mencampakkan asas sekuler-kapitalisme itu dari kancah kehidupan, baik oleh individu, masyarakat, ataupun negara, kemudian menggantinya dengan sistem paripurna yang datang dari Sang Khalik, yakni sistem Islam. 

Sistem Islam itu harus diambil secara menyeluruh (kaffah), baik terkait hubungan individu dengan tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun hubungan individu dengan manusia yang lain. Jadi, masalah ibadah, makanan, pakaian, akhlak, pergaulan, jual beli, pendidikan, kesehatan, peradilan, pemerintahan dll harus mengacu pada syariat Islam saja. 

Maka, kondisi rusaknya pergaulan remaja hari ini menjadi tanggung jawab bersama, baik individu (keluarga), sekolah (masyarakat) dan negara. Semua bersinergi, berupaya menjauhkan remaja dari tsaqafah asing yang merusak, membina mereka dengan pemahaman Islam yang benar, mengajarkan tsaqafah Islam yang sahih, dan mengantarkan mereka menjadi generasi cemerlang seperti saat kegemilangan peradaban Islam. Dalam hal ini, negara mempunyai peran penting karena negara adalah junnah (pelindung) dan pihak yang mempunyai otoritas untuk memberlakukan sistem/aturan, yakni sistem Islam kaffah. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Dyah Rini
(Kontributor Tintamedia)

Kamis, 17 Agustus 2023

Potret Buram Remaja dalam Jeratan Liberalisme

Tinta Media - Kondisi pergaulan anak remaja saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Pergaulan remaja sekarang lebih condong berkiblat pada orang-orang barat yang menjunjung tinggi kebebasan dalam bergaul.

Sebagaimana yang dilansir di beberapa media online, termasuk dalam liputan6.com dan metro.batampos.co.id, menunjukkan data yang cukup mencengangkan. Dijelaskan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mendapati mayoritas anak remaja di Indonesia sudah pernah berhubungan seksual. Dalam data tersebut menunjukkan untuk remaja usia 14-15 tahun jumlahnya 20% anak yang sudah berhubungan seksual, sementara usia 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60% yang sudah berhubungan seksual dan usia 19-20 tahun sebanyak 20%.

Jumlah angka yang ditunjukkan tersebut ternyata membuat hati kita para orang tua semakin miris.

Jika kita amati dan analisis, ternyata ada berbagai macam faktor penyebab tingginya angka remaja yang sudah berhubungan seksual, diantaranya:

Pertama perkembangan informasi atau kita mengenalnya dengan istilah digitalisasi. Adanya media sosial dan konten-konten negatif yang mudah diakses menjadikan para remaja bebas berselancar di jejaring internet hingga banyak bertemu dengan konten-konten yang tidak sesuai, dan pada akhirnya menjerumuskan mereka pada pergaulan bebas. Parahnya lagi mereka tidak menyadari bahwa yang dilakukannya malah merusak masa depannya.

Kedua kurangnya pengetahuan mengenai dampak dari seks bebas. Kebanyakan orang tua masih berfikiran bahwa pemahaman tentang seks adalah sesuatu yang tabu, sehingga para orang tua tersebut membebankan pada pihak sekolah terkait pemahaman itu. Sementara di sekolah pun pengetahuan tersebut sangat terbatas sekali dan didukung oleh gaya para remaja yang malas untuk membaca. Pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya tidak berkembang sementara nafsu seks mereka semakin berkembang.

Ketiga persoalan ekonomi menjadi salah satu penyebab seks bebas. Gaya hidup kapitalis di lingkungan masyarakat menuntut para remaja hidup dengan berfoya-foya. Ini menjadi salah satu pemicu para remaja untuk mendapatkan uang dengan cara yang instan dengan menjual dirinya. Mereka rela melakukan apapun untuk bisa mendapatkan uang demi pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Keempat kurangnya pengawasan dari pihak keluarga, sekolah dan masyarakat. Kebanyakan anak-anak remaja yang kurang kasih sayang dari orang tuanya atau anak-anak yang berasal dari keluarga Broken Home berpeluang besar untuk terjerumus ke dalam seks bebas. Sementara di lingkungan masyarakat terjadi perubahan cara pandang setiap tahunnya berkaitan dengan kemajuan masa pubertas sekaligus masa menstruasi pada remaja putri. Jika pada masa dahulu usia 17-19 tahun baru mengalami menstruasi tapi anak remaja sekarang usia 12 tahun sudah mengalami menstruasi.

Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka anak remaja yang sudah melakukan seks bebas dan berdampak pada tingginya angka kasus pencabulan, pernikahan dini, hingga kasus penjualan atau pembuangan bayi. Di sisi yang lain juga berdampak pada moral remaja tersebut, karena pada akhirnya mereka tidak akan bisa fokus untuk melanjutkan pendidikannya hingga merusak masa depannya.

Memang jeratan liberalisme pada remaja sangat miris sekali. Kita bisa melihatnya dari usia para pelaku seks bebas yang semakin muda. Dan kalau kita perhatikan, ini adalah tanda kerusakan perilaku yang sangat parah sekali yang bersumber dari rusaknya asas kehidupan.

Pendidikan seks dan reproduksi yang ditawarkan sebagai solusi, ternyata hanya akan menambah parah persoalan tersebut. Karena solusi yang ada lahir dari paradigma baru yang justru bertentangan dengan Islam.

Pada dasarnya IsIam merupakan satu-satunya solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan seks bebas. Dalam sistem IsIam akan menjadikan aqidah IsIam sebagai landasan/pondasi dalam kehidupan. Dan dari akidah IsIam tersebut akan muncul sebuah tata aturan yang bisa diterapkan dalam kehidupan kita. Sehingga dengan kita menerapkan sistem IsIam dalam kehidupan, maka akan dapat menjaga kemuliaan para generasi dan peradaban yang ada. Wallahu a'lam bish shawab. 

Oleh: Iin Rohmatin Abidah, S.Pd. (Sahabat Tinta Media)

Senin, 20 Maret 2023

Maraknya Siswi SMP-SMA Meminta Dispensasi Nikah Bersifat Sistemik

Tinta Media - Menanggapi maraknya siswi SMP-SMA meminta dispensasi nikah karena mayoritas hamil duluan, Penulis Buku The Model For Smart Parents Nopriadi Hermani menyatakan bahwa persoalan ini bersifat sistemik bukan persoalan individual.

“Persoalan ini adalah persoalan yang bersifat sistemik. Bila ada satu,  dua yang berzina maka ini individual. Tapi kalau banyak yang melakukan, terus berulang, maka ini persoalan sistemik,” tuturnya kepada Media Umat pada rubrik wawancara edisi 3-16 Februari 2023.

Menurutnya, disebut sistemik karena banyak bagian dalam kehidupan ini yang bekerja menghasilkan kerusakan moral pada remaja.
“Disebut sistemik karena ada banyak bagian-bagian dalam kehidupan kita yang saling terhubung dan bekerja menghasilkan kerusakan moral para remaja ini,” tambahnya.
Ia menilai, kerusakan moral ini bermula dari keluarga yang tidak kompeten dalam mendidik anak-anak mereka menjadi pribadi yang bertakwa.

“Harus diakui kerusakan remaja ini bisa bermula dari keluarga yang tidak kompeten dalam mendidik anak-anak menjadi pribadi yang bertaqwa,” ujarnya.

Ia juga berujar, orang tua harus membekali diri dengan ilmu mendidik anak. “Orang tua harus membekali diri dengan ilmu yang memadai dalam mendidik anak,” pungkasnya.[] Kays

Senin, 13 Maret 2023

REMAJA HILANG KENDALI, TAK SADAR PUNYA KENDALI


Tinta Media - “Ini idolaku, mana idolamu?” Tak sedikit orang masih terbius oleh kalimat tadi. Bahkan menjadi hal yang lumrah di dunia untuk terpukau dengan  idola yang didambakan. Namun dunia hari ini menjadikan kaum remaja hilang kendali terhadap idolanya, terlagi untuk kaum plastik, atau dunia game, hingga tataran menjadi sebagian pemuda yang konsumtif. Dengan segala cara mereka lakukan tuk ikuti cara berpakaian hingga gaya hidup. Sudahlah sesat, ditambah lagi terjerumus lubang kesengsaraan. Karena tak mempertimbangkan apa yang akan dilakukan dan efek bagi dirinya ataupun sekitarnya.

Padahal generasi bangsalah yang bisa membawa perubahan suatu negeri. Namun lagi-lagi, sorotan publik terhadap kekerasan, balapan liar, hingga pergaulan bebas yang terjadi adalah pemuda yang menjadi tokoh utama. Hingga berbagai kasus sudah menjadi hidangan media setiap hari. Pastinya terfigur oleh apa yang sudah menjadi pikiran yang sudah terbangun dari faktor tontonan, keluarga, teman hingga negara.

Menggambarkan ada kesalahan beruntun yang terjadi pada dunia hari ini yang belum dipahami oleh remaja luas. Bahkan faktor yang menjadikan mereka rusak yakni;

Pertama, ada kesalahan pada diri pemuda bangsa ini. Minimnya ilmu agama hingga moral kehidupan hilang dengan begitu saja. Terlagi poros hidup yang belum mereka ketahui sepenuhnya yang menjadikan jati dirinya terombang ambing seperti buih dilautan dan berefek pada ketidak tahuan arah pandang hidup yang sebenarnya.

Kedua, masyarakat sekitar, terutama  keluarga. Karena menjadi pendorong salah satu faktor remaja hilang kendali. Terlagi masyarakat yang tak peduli urusan hidup orang lain. Sifat individu yang mengakar kuat pada masyarakat hari ini. Hingga imbas teruntuk sekitarnya.

Ketiga, negara. Yang seharusnya sebagai pengatur urusan rakyatnya. Bagaimana menyediakan pendidikan yang mencetak moral yang tinggi serta iptek yang berkualitas. Namun, negara ini masih penganut system kapitalisme yang sejatinya penghalang hakekat amanah negara. Hanya bisa berlekuk lutut pada pemodal agar rencana mereka berjalan lancar. Penghancur pemuda negeri ini terlagi, umat Islam menuju kebangkitan. Malah sibuk memeras darah rakyat ,hingga  tak peduli akan kerusakan negerinya.

Alhasil, semua ini adalah buah dari penerapan sistem yang tunduk pada akal manusia yang berasas sekulerisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dan urusan kehidupan. Bahkan agama hanya dijadikan ritual belaka oleh individu-individu. Sedangkan urusan dunia bebas oleh akal manusia yang terbatas.

Sangatlah miris kita semua melihat ini. Inilah tatkala akal manusia dijadikan patokan hukum untuk menerapkan di dunia. Remaja yang kian hilang akal. Diserang dari berbagai sisi fun, fashion, food, dan film, friction, free sex, free thinkers. Hingga tergila-gila oleh K-pop. Rela beli tiket dan persiapan untuk konser berjuta-juta. Padahal ini semua pasti ada lahwun munadzamun (kesenangan yang terorganisir). Dari souvenir, pakaian, hingga tiket semua biaya akan berakhir ditangan para penjajah kafir.

Maka tak heran jika remaja sekarang minim pemahaman agama. Pendidikannya saja meminimalisir pelajaran agama dan fokus kepada mencetak para buruh bukan menimba ilmu. Moral tak lagi jadi acuan melainkan orang bermodal yang bisa bermegang setir dunia. Tingkah laku yang kebarat-baratan hingga bertindak amoral. Sangat jauh dari adat ketimuran apalagi nilai Islam.

Mau dibawa kemana remaja kita? Yang seharusnya remaja menjadi pewaris negri ini, justru menjadi korban serangan barat.  Yang seharusnya menjadi pemegang kebangkitan negri malh jadi babu barat. Lantas semua ini akan menyalahkan sapa? Remaja  itu sendiri? Ataukah keluarga yang tak mendidik? Ataukah negara yang tak peduli  potensi remaja.

Potensi Generasi Terealisasi oleh Sistem Islam

Najmu syabab, sebutan pemuda islam dengan potensi akal, jiwa pemuda, skill, tsaqofah sains, dan koneksi. Semua akan didukung oleh negara islam. Dari segi pendidikan, mencetak produk remaja berkualitas seperti halnya para ilmuwan yang menjadi peletak dasar ilmu hingga teknologi hari ini. Dari dukungan masyarakat yang kuat dan peka terhadap lingkungan. Bahkan pada individunya yang berasas aqidah Islam dalam berbuat sesuatu. Dan yang utama adalah negara yang mengawal semua struktur agar berjalan sesuai syariatnya.

Oleh: Fariha Maulidatul Kamila

Siswi SMA IT Alamri

Sabtu, 25 Februari 2023

Dampak Maraknya Perzinaan Remaja Menjadi Hal Lumrah dan Menular

Tinta Media - Menanggapi pernyataan dampak dari maraknya perzinaan remaja, Penulis Buku Nopriandi Hermani menyatakan bahwa itu akan menjadi hal lumrah dan menular pada remaja lain.

“Perzinaan remaja ini akan menjadi hal lumrah dan tentunya menular pada remaja lain,” ujarnya di Tabloid Media Umat edisi 329, 3-16 Februari 2023.

Menurutnya, dampak bawaan bisa dari masalah perilaku mesum hingga merembet pada persoalan-persoalan lain seperti lemahnya menunaikan tanggung jawab.

“Dampak bawaannya tidak hanya masalah perilaku mesum, tapi bisa merembet pada persoalan-persoalan lain. Misalnya, semakin lemahnya mereka dalam menunaikan tanggung jawab sebagai remaja,” tuturnya.

Ia juga menilai, akan semakin terpuruk negeri ini jika mereka (remaja) melanjutkan kepemimpinan negeri ini.

“Semakin terpuruk negeri ini bila mereka melanjutkan estafet kepemimpinan negeri ini,” pungkasnya.[] Kays

Rabu, 01 Februari 2023

Marak Remaja MBA, Buah Pergaulan Bebas

Tinta Media - MBA (Married by Accident) kini menjadi realitas horror yang menimpa generasi muda. Maraknya remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Imbasnya, pengadilan agama banyak menerima pengajuan dispensasi menikah.

Seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur, sekitar 15 ribu pengajuan dispensasi nikah terjadi dalam satu tahun. Kasus yang cukup membuat heboh masyarakat adalah fenomena dispensasi nikah di Kabupaten Ponorogo. Sekalipun demikian, ada daerah lain yang angka dispensasi nikahnya jauh lebih tinggi, seperti Malang, Jember, dan Kraksaan. Menurut Maria Ernawati, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jatim, 80 persen pengajuan dispensasi nikah yang marak terjadi gara-gara kasus hamil di luar nikah (JawaPos.com, 18/1/2023).

Potret kelam pemuda memang masih menjadi persoalan negeri ini, bahkan seluruh dunia. Kasus hamil di luar nikah semakin lama semakin bertambah seiring dengan pergaulan masyarakat yang serba sekuler-liberal. 

Pada perayaan tahun baru misalnya, banyak muda-mudi memanfaatkan momen pergantian tahun sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu yang berujung kehamilan di luar rencana. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran dan pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya. Alhasil, banyak orang tua mengajukan dispensasi menikah setelah anaknya terlanjur hamil di luar nikah.

Maraknya pengajuan dispensasi menikah semestinya tidak dinilai sebagai jalan pintas. Namun, kita harus menaruh perhatian tentang apa akar masalah dari fenomena nikah muda ini, yaitu perzinaan alias seks bebas di kalangan remaja.  

Seks bebas merupakan muara dari pola pikir sekulerisme dan liberalisme yang kini acapkali diaruskan melalui media sosial. Ditambah lagi aturan yang ditegakkan tidak memberi efek jera bagi remaja. Peraturan yang diberlakukan justru meningkatkan angka seks bebas, seperti anjuran penggunaan kondom saat berhubungan badan. Bahkan, undang-undang yang baru meniscayakan adanya persetujuan adanya hubungan badan yang dikenal dengan istilah sex consent.  

Lantas, bagaimana menyetop akar masalahnya? 

Sekulerisme-liberalisme harus dicabut sampai ke akarnya dan diganti dengan paham kehidupan yang mengembalikan fitrah manusia dan mengarahkan pemikiran manusia pada kebaikan hakiki, yakni sebagaimana pandangan hidup Islam.  

Islam mengajarkan batasan yang tegas dalam hal pergaulan antara pria dan wanita. Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam hubungan pria-wanita. Preventifnya, Islam menegakkan aturan yang jelas dan memuliakan perempuan, seperti aturan menutup aurat bagi perempuan saat keluar rumah, larangan khalwat dan ikhitlat serta perzinaan.  

Sedangkan kuratifnya, Islam memiliki sanksi yang menjerakan bagi pelaku zina, yakni cambuk (bagi pezina ghairu muhsan) dan rajam (bagi pezina muhsan). Jadi, bukan dengan dispensasi menikah dini.

Karena itu, guna menghentikan maraknya perzinaan pada generasi, maka wajib kita terapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Dengan begitu, niscaya generasi Islam akan lahir dari para ibu cerdas dengan Islam yang jauh dari perbuatan maksiat yang merusak keberlanjutan generasi.

Oleh: Risa Hanifah
Sahabat Tinta Media

Marak Remaja MBA, Buah Pergaulan Bebas

Tinta Media - MBA (Married by Accident) kini menjadi realitas horror yang menimpa generasi muda. Maraknya remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Imbasnya, pengadilan agama banyak menerima pengajuan dispensasi menikah.

Seperti halnya yang terjadi di Jawa Timur, sekitar 15 ribu pengajuan dispensasi nikah terjadi dalam satu tahun. Kasus yang cukup membuat heboh masyarakat adalah fenomena dispensasi nikah di Kabupaten Ponorogo. Sekalipun demikian, ada daerah lain yang angka dispensasi nikahnya jauh lebih tinggi, seperti Malang, Jember, dan Kraksaan. Menurut Maria Ernawati, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jatim, 80 persen pengajuan dispensasi nikah yang marak terjadi gara-gara kasus hamil di luar nikah (JawaPos.com, 18/1/2023).

Potret kelam pemuda memang masih menjadi persoalan negeri ini, bahkan seluruh dunia. Kasus hamil di luar nikah semakin lama semakin bertambah seiring dengan pergaulan masyarakat yang serba sekuler-liberal. 

Pada perayaan tahun baru misalnya, banyak muda-mudi memanfaatkan momen pergantian tahun sebagai ajang pelampiasan hawa nafsu yang berujung kehamilan di luar rencana. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran dan pengawasan orang tua terhadap pergaulan anaknya. Alhasil, banyak orang tua mengajukan dispensasi menikah setelah anaknya terlanjur hamil di luar nikah.

Maraknya pengajuan dispensasi menikah semestinya tidak dinilai sebagai jalan pintas. Namun, kita harus menaruh perhatian tentang apa akar masalah dari fenomena nikah muda ini, yaitu perzinaan alias seks bebas di kalangan remaja.  

Seks bebas merupakan muara dari pola pikir sekulerisme dan liberalisme yang kini acapkali diaruskan melalui media sosial. Ditambah lagi aturan yang ditegakkan tidak memberi efek jera bagi remaja. Peraturan yang diberlakukan justru meningkatkan angka seks bebas, seperti anjuran penggunaan kondom saat berhubungan badan. Bahkan, undang-undang yang baru meniscayakan adanya persetujuan adanya hubungan badan yang dikenal dengan istilah sex consent.  

Lantas, bagaimana menyetop akar masalahnya? 

Sekulerisme-liberalisme harus dicabut sampai ke akarnya dan diganti dengan paham kehidupan yang mengembalikan fitrah manusia dan mengarahkan pemikiran manusia pada kebaikan hakiki, yakni sebagaimana pandangan hidup Islam.  

Islam mengajarkan batasan yang tegas dalam hal pergaulan antara pria dan wanita. Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam hubungan pria-wanita. Preventifnya, Islam menegakkan aturan yang jelas dan memuliakan perempuan, seperti aturan menutup aurat bagi perempuan saat keluar rumah, larangan khalwat dan ikhitlat serta perzinaan.  

Sedangkan kuratifnya, Islam memiliki sanksi yang menjerakan bagi pelaku zina, yakni cambuk (bagi pezina ghairu muhsan) dan rajam (bagi pezina muhsan). Jadi, bukan dengan dispensasi menikah dini.

Karena itu, guna menghentikan maraknya perzinaan pada generasi, maka wajib kita terapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan negara. Dengan begitu, niscaya generasi Islam akan lahir dari para ibu cerdas dengan Islam yang jauh dari perbuatan maksiat yang merusak keberlanjutan generasi.

Oleh: Risa Hanifah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 04 Januari 2023

Jutaan Remaja Menderita ODGJ, MMC: Akibat Penerapan Sistem Sekuler Kapitalis

Tinta Media - Temuan Tim risert I-NAMHS yang menyebut  satu dari 20 remaja di Indonesia atau setara dengan 2,45 juta remaja memiliki gangguan mental yang terkategori ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), dinilai Muslimah Media Center (MMC) berpangkal pada penerapan sistem sekuler kapitalis.

“Problem ini sejatinya berpangkal pada penerapan sistem sekuler kapitalis yang rusak tidak sesuai dengan fitur manusia dan kering dari nilai-nilai agama,” ujar narator pada rubrik serba-serbi MMC: Fenomena Gangguan Mental pada Pemuda, Butuh Solusi Sistemik, Ahad (25/12/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC).

Penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini, menurut narator, telah menjadikan angka kemiskinan tinggi. “Pemenuhan kebutuhan hidup semakin sulit dan persaingan hidup untuk mencari materi dan kenikmatan juga semakin keras,” paparnya.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak cukup seorang ayah saja yang bekerja untuk mencari nafkah. Tapi kondisi ini juga menyeret kaum Ibu berperan sebagai ibu rumah tangga dan penopang ekonomi keluarga. Anak-anak akan tumbuh dan berkembang tanpa pengawalan dan pendampingan. “Sehingga terjadilah disharmonisasi diantara keluarga, relasi atau hubungan yang terjadi di antara keluarga penuh dengan tekanan sehingga anak-anak berguru pada lingkungan yang buruk,” jelas narator.
 
Dalam kondisi ini, narator melihat negara juga merusak para remaja dengan kebijakan media yang sangat longgar. "Pornografi, kekerasan, pencabulan, perilaku menyimpang dan yang lainnya sangat mudah didapatkan oleh remaja dari media. Tak heran remaja dalam sistem kapitalisme begitu rentan dengan gangguan kesehatan mental,” tukasnya.

Kondisi ini, dinilainya berbeda dengan Islam. Islam sebagai din yang sempurna sekaligus sebagai ideologi yang berasal dari Allah dinilai mampu menyelesaikan setiap persoalan manusia tak terkecuali masalah remaja. “Dengan sistem yang komprehensif Islam memberikan solusi untuk mencegah gangguan kesehatan mental pada remaja diantaranya pertama menanamkan akidah yang kuat bahwa tujuan hidup yang hakiki di dunia ini adalah untuk beribadah meraih Ridho Allah dan surga di akhirat,” nilainya.  

Menurut narator, dunia adalah ladang untuk mencari akhirat. Maka semua amalan-amalan yang dilakukan seorang hamba di dunia ini adalah dalam rangka menyiapkan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. “Penanaman akidah yang kuat juga harus disertai dengan adanya sikap yang benar dalam menerima qada Allah dengan rida dan sabar,” jelasnya. 

Adapun bentuk tubuh yang diciptakan oleh Allah, menurutnya, haruslah disyukuri oleh manusia bukan untuk dihina atau dijadikan sumber depresi. “Dengan sikap seperti ini seorang muslim akan menjadi tenang tanpa adanya tekanan dan depresi,” tuturnya.

Solusi kedua, menurut narator yaitu adanya optimasi dari peran negara. “Negara harus menjalankan perannya sebagai riayatus syu’unil ummah atau pelayan terhadap semua urusan umat dalam segala aspek kehidupan,” terangnya. 

Dalam aspek ekonomi, ia berpendapat negara berkewajiban memenuhi semua kebutuhan rakyatnya individu per individu, sehingga tidak ada satupun orang dari warga negara yang kesulitan mencari nafkah kesulitan bertahan hidup atau mendapatkan pekerjaan yang layak. 

Dalam aspek pergaulan, negara wajib menciptakan iklim yang aman dari segala bentuk kemaksiatan, tindakan asusila, kejahatan seksual, perudungan, atau yang lainnya. "Dalam aspek pendidikan, negara akan memberikan biaya yang gratis tanpa memungut sepeser pun dari rakyat. Negara akan memberlakukan kurikulum yang sesuai dengan tumbuh kembang anak sehingga tidak ada satupun peserta didik yang depresi karena kurikulum yang terlalu berat," terangnya. 

Dari aspek kesehatan negara akan memberikan pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas. “Negara akan memberikan rehabilitasi medis dan non medis bagi orang-orang yang mengalami gangguan mental melalui ahli-ahli yang kompeten,” papar narator.

Narator menyebutkan dalam sejarah kedokteran, Abu Bakar ar-Razi adalah orang muslim pertama yang meletakkan dasar-dasar pengobatan jiwa. Beliau mengarang sebuah kitab yang berjudul ‘Aktif ar-Ruhani’ atau pengobatan jiwa. Sementara pada saat yang sama di Eropa orang dengan gangguan jiwa masih diperlakukan layaknya pelaku kriminal. Mereka dipenjara dan disiksa karena orang-orang Eropa menganggap bahwa penyakit jiwa merupakan laknat dari langit yang ditimpakan kepada pengidapnya sebagai siksa atas dosa yang dilakukannya. Dan kondisi ini terjadi hingga pada akhir abad ke-18 masehi. 

Dari aspek hukum, lanjutnya, negara akan memberikan sanksi yang menjeratkan kepada setiap perilaku kriminal. Sehingga tidak ada pelaku kejahatan yang menyebabkan orang lain mengalami gangguan jiwa. “Demikianlah solusi sistemik Islam dalam mengatasi masalah gangguan mental pada rakyat termasuk remaja,” jelasnya.

“Solusi tersebut hanya bisa terlaksana ketika negara memberlakukan sistem syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah,” tandasnya.[] Raras

Senin, 02 Januari 2023

Refleksi 2022, Kasus Kriminalitas Remaja dan Pelajar Alami Peningkatan

Tinta Media - Melihat dunia remaja dan pelajar di Indonesia pada tahun 2022, Pakar Parenting Iwan Januar menyebutkan ada peningkatan kasus kriminalitas pada mereka baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 

“Peningkatan kasus kriminalitas yang menimpa remaja dan pelajar di Indonesia tahun 2022 ada peningkatan secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis kriminalitasnya pun beragam berupa tindak kekerasan seperti geng motor, tawuran, pembunuhan, pencurian dan perampasan yang sebagiannya dibarengi dengan kekerasan bahkan pembunuhan,” tuturnya kepada Tintamedia.web.id, Senin (2/1/2023).    
Selain tindak kekerasan, lanjutnya juga ada kejahatan seksual seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan dan jumlahnya juga meningkat. “Kejahatan seksual ada yang dilakukan secara solo atau berkelompok. Beberapa kali terjadi kasus remaja putri jadi korban pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai,” ucapnya prihatin.

Menurut Iwan, perilaku seks bebas di kalangan remaja dan pelajar juga meningkat. Peningkatan Ini bisa karena pengaruh pergaulan saling mempengaruhi, juga pornografi. “Yang lebih miris jumlah pelajar dan remaja yang terlibat kegiatan prostitusi juga meningkat, terutama melalui medsos atau media online,” ujarnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, Iwan mengungkapkan remaja Indonesia juga rawan perilaku seks menyimpang seperti L68T. Usia sekolah sampai mahasiswa banyak menjadi sasaran kaum L68T. “Biasanya mereka dijadikan gundik atau piaraan kaum gay yang lebih tua. Meski tidak menutup kemungkinan terjadi juga perilaku homoseksual di antara mereka,” tambahnya.

Iwan mengakui cukup sulit mendapatkan secara pasti angka kasus kenakalan remaja selama tahun 2022, karena persoalan sosial khususnya kejahatan di tingkat remaja dan pelajar kurang mendapatkan perhatian dari negara dan pihak terkait. “Ini beda dengan persoalan di bidang politik dan ekonomi yang jadi komoditi utama kebijakan nasional dan banyak pihak. Padahal, melihat dari berbagai kasus kriminalitas remaja, Indonesia sudah harus masuk ruang UGD,” imbuhnya.

Umat Harus Sadar

Iwan menandaskan bahwa umat harus sadar kalau dunia remaja dan pelajar di tanah air ini sudah bermasalah akut bagai masuk stadium III bahkan mungkin IV. “Umat juga harus belajar kalau kerusakan ini tidak timbul begitu saja, tapi karena nilai-nilai yang berlaku di masyarakat memang sudah rusak. Itulah liberalisme turunan dari sekulerisme,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk memperbaiki lingkungan remaja dan pelajar hari ini tidak mungkin dilakukan kalau kondisi tanah air masih dibelit sekulerisme-liberalisme. 

“Ibarat mencuci baju kotor dengan air yang juga kotor. Umat harus berpikir out of the box mencari solusi lain yang terbaik, yaitu Islam. Maka umat harus kembali dalami Islam dan perjuangkan Islam agar jadi nilai-nilai dasar dan utama di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina

Kamis, 08 Desember 2022

Peran Remaja untuk Kejayaan Islam

Tinta Media - Potret remaja saat ini begitu menyedihkan. Bagaimana tidak, generasi yang seharusnya menjadi sosok dambaan umat dan pelopor peradaban malah terjerumus dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti mengikuti balap motor hingga masuk menjadi anggota geng motor. Usia yang seharusnya digunakan untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, malah melenakan para generasi muda saat ini. 

Tak dimungkiri, banyak remaja yang telah kecanduan narkoba dan obat-obatan terlarang, bahkan hingga berani menenggak minuman keras di tempat umum. Jadilah usia yang mereka miliki terbuang sia-sia hanya untuk memenuhi hawa nafsunya semata.

Tak hanya itu, pergaulan bebas yang kini merajalela seolah bukan hal yang tabu. Hal itu menggenapkan keyakinan kita bahwa generasi saat ini telah begitu rusak. Mereka telah kehilangan jati diri sebagai sang pelopor perubahan. Perilaku gen Z yang sangat rusak menyebabkan masa depan suram. Kondisi seperti ini sangat berbeda dengan zaman dahulu. 

Lihatlah Usamah bin Zaid, sang panglima perang termuda dalam sejarah. Di usianya yang ke 17, ia telah menghadapi pasukan Romawi dan berhasil kembali dengan kemenangan yang sangat gemilang. 

Ada juga Shalahuddin Al-Ayyubi, sang pembebas Palestina. Ia membebaskannya di usia yang masih muda. 

Para Assabiqunal Awwalun di masa Rasulullah juga kebanyakan dari para pemuda, seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Mush’ab bin Umair, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan masih banyak lagi.
Mereka adalah para pemuda yang ikut berkontribusi untuk kejayaan Islam. Mereka tak pernah menyia-nyiakan waktu yang dimiliki. Bagi mereka, seluruh waktu adalah berharga. Mereka menggunakan waktu yang ada untuk belajar dan beribadah agar bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. 

Seperti halnya Mehmet kecil yang selalu disibukkan dengan belajar dan beribadah. Memang, membentuk pribadi seperti layaknya Sultan Muhammad Al-Fatih membutuhkan waktu yang tidak singkat. Diperlukan adanya pendidikan dari orang tua dan ketekunan dalam belajar. Hingga akhirnya, beliau dikenal sebagai sang Penakluk Konstantinopel di usianya yang ke 21 tahun. Menjadi pewujud bisyarah Rasulullah Saw. adalah suatu hal yang sangat diimpikan oleh Mehmet kecil. Ketekunan dan kedekatannya dengan Sang Pencipta mengantarkannya pada kesuksesan yang telah lama diimpikan seluruh kaum muslim kala itu.

Kerusakan yang terjadi saat ini tak terlepas dari peran orang tua sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Banyaknya perceraian yang terjadi membuat anak tumbuh tanpa kasih sayang dan pendidikan yang cukup. Hingga akhirnya, sebagai pelampiasan akan kekecewaannya, para anak yang broken home itu terjerumus pada pergaulan yang salah. 

Di sini, lingkungan juga sangat berperan dalam membentuk pribadi sang anak. Apabila lingkungan yang melingkupi dia buruk, maka bisa dipastikan kemungkinan besar remaja tersebut akan terikut rusak juga. 

Nah yang paling penting di sini adalah peran negara sebagai pengayom rakyat yang seharusnya memperhatikan kehidupan rakyat dengan baik. Negara juga harus memberi fasilitas yang baik sehingga remaja saat ini bisa belajar dengan semestinya. 

Tentu saja di sistem saat ini, mengharap kepada negara adalah suatu hal yang mustahil. Sistem yang digunakan saat ini bukanlah sistem Islam sehingga aturan yang diterapkan sudah barang tentu bukan Islam. Lalu bagaimana peran kita untuk kebangkitan Islam? 

Sebagai seorang remaja muslim, kita telah memiliki tugas di atas pundak kita untuk mengembalikan kejayaan dan kegemilangan Islam. Melalui media sosial yang kita miliki, kita bisa memaksimalkan dakwah melalui media sosial itu. Dengan kecanggihan teknologi seperti saat ini, berdakwah tak harus melalui pengajian. Melalui tulisan yang kita buat, atau podcast yang kita sebarkan, itu bisa menjadi pahala jariyah ketika seseorang yang melihat dan membaca tersadar akan hakikat dan tugasnya sebagai seorang remaja muslim.

Oleh karena itu, tetaplah berdakwah melalui hal apa pun. Usia kita yang masih muda bukanlah penghalang untuk tetap menyadarkan umat. Malah, di usia saat ini kita harus maksimalkan dakwah untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa yang akan datang. Tetaplah semangat dan istiqamah. Jangan pernah mundur dari tugas dakwah ini karena dipundak kitalah kejayaan Islam terletak. Takbir!!!
Wallahu ‘a’lam bish shawwab ….

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk

Jumat, 21 Oktober 2022

2,45 Juta ODGJ, Pakar Parenting: Remaja Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Tinta Media - Hasil Riset yang menyebut 2,45 Juta Remaja termasuk ODGJ, menunjukkan remaja Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

“Hasil riset ini membuka mata kita bagaimana kondisi mental remaja di negeri ini. Remaja di negeri ini sedang tidak baik-baik saja,” ujar Pakar Parenting sekaligus Penulis Buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D. dalam wawancara eksklusif dengan Tinta Media, Rabu (19/10/2022).

Mestinya menjadi prihatin dan risau, karena 2,45 juta remaja di Indonesia memiliki masalah dalam kesehatan mental. Di antara remaja kita yang usianya 10-17 tahun banyak yang memiliki gangguan gangguan kecemasan(sekitar 3,7%), gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pascatrauma dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) yang masing-masing diderita oleh 0,5% oleh populasi. “Ini bukan angka yang kecil. Bukan masalah sepele,” nilai Nopriadi. 

“Masih sangat muda sudah mengalami masalah kesehatan mental,” tambahnya.

Akar masalah

Secara penelitian, menurut Nopriadi akar masalah gangguan mental pada remaja bisa bermacam-macam. “Di usia tersebut hormon reproduksi terus aktif, perkembangan otak terus berlangsung dan biasanya masih ada proses pembentukan identitas diri,” paparnya.

Semua itu biasanya disertai dengan ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif. “Penelitian lain menunjukkan banyaknya remaja Indonesia, di periode transisi ini, mengalami tantangan adaptasi terhadap kehidupan yang mulai berubah, kesulitan mereka mengatur waktu dan keuangan pribadi,” jelasnya. 

Ia menambahkan juga ada yang mengalami rasa kesepian saat belajar dan merantau di kota yang jauh dari tempat tinggal. “Namun, semua ini bukanlah faktor utama,” ujarnya.
 
Faktor utamanya menurut Nopriadi adalah fenomena matang semu. “Apa itu? Secara biologis mereka tumbuh dewasa, tapi secara psikologis mereka masih mentah, tidak tumbuh normal,” jelasnya.

Seharusnya ketika baligh mereka sudah memiliki kematangan kepribadian yang cukup dalam menghadapi perubahan dan tantangan kehidupan. “Kematangan kepribadian ini bisa dilihat dari mentalitas (mentality) dan tingkah laku (behaviour) mereka yang terbentuk dengan standar yang jelas,” ungkapnya.

Bagi remaja muslim, kata Nopriadi standarnya adalah Islam. “Matangnya pribadi mereka adalah buah dari penanaman keimanan yang baik, pembiasaan prilaku yang sesuai dengan syariat Islam dan pembangunan budaya pribadi yang amanah akan segala tanggungjawab,” terangnya.

Tanggung Jawab Siapa?

Menurut Nopriadi, banyak yang bertanggung jawab dalam kerusakan mentalitas generasi muda ini, dari keluarga sampai negara. “Pertama yang kita lihat adalah orangtua,” tuturnya.

“Orang tua, terutama ayah, memiliki tanggung jawab utama dalam menjaga keluarganya,” jelasnya lebih lanjut.
 
Dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 66 Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”

Dari ayat tersebut dijelaskannya bahwa Allah mewajibkan para ayah menjaga anak-anak mereka agar selamat dan memiliki kehidupan yang baik di akhirat. Tidak hanya akhirat, tapi Ayah bertanggungjawab untuk kebaikan anak-anak mereka di dunia. “Tidak hanya mencari nafkah, tapi juga mendidik mereka agar memiliki kepribadian yang matang sesuai dengan perkembangan usia mereka,” jelasnya.

“Disamping ayah, tentu saja ada bunda yang mendampingi,” tambahnya.
 
Cuma Nopriadi menilai bahwa hari ini banyak orang tua yang tak siap menjalani peran sebagai ayah-bunda. “Coba bayangkan, untuk menjalankan profesi sebagai dokter saja seseorang memerlukan sekolah paling tidak 3,5 tahun untuk mendapatkan sarjana kedokteran, lalu 2 tahun koas (co-assistant) dan 1 tahun magang di rumah sakit atau puskesmas,” bebernya.
 
Semua harus dilewati sehingga dia sudah dikatakan cukup ilmu, keterampilan dan pengalaman untuk praktik sendiri. Butuh minimal 6,5 tahun bagi seorang calon dokter untuk bisa menangani manusia (pasien). Bila tidak memenuhi standar ini maka dokter tersebut melakukan malpraktik.

“Nah, kebanyakan kita menjalankan peran sebagai orang tua bukan karena sudah lulus sekolah dengan kesiapan ilmu, keterampilan dan pengalaman sebagaimana para dokter. Kita menjadi orangtua hanya gara-gara punya anak. Gara-gara punya anak kita langsung praktik. Gara-gara punya anak kita harus menangani manusia sejak bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa,” terangnya.

Tanpa ilmu, keterampilan dan pengalaman yang cukup, kata Nopriadi orangtua akan melakukan malpraktik dalam mendidik anak. “Jadi, kalau kita lihat rumah-rumah di sekitar kita kebanyakan terjadi malpraktik yang dilakukan orang tua pada anak-anak mereka,” ucapnya.

Tanggung jawab berikutnya menurut Nopriadi adalah sekolah, masyarakat dan terutama negara. Perlu dicatat massifnya gangguan kesehatan mental pada anak remaja menunjukkan bahwa problem ini bukan problem pribadi satu dua orang. Bukan problem satu dua keluarga, tapi ini problem yang bersifat sistemik. “Seolah-olah ada mesin yang memproduksi sakit mentalnya para remaja,” nilainya.

Sikap Masyarakat

“Tugas kita adalah menyehatkan mentalitas keluarga kita dan juga masyarakat kita,” ujar Nopriadi.

Menyebarluaskan dan menanamkan konsep-konsep keimanan pada keluarga dan masyarakat. Mendakwahkan Islam sebagai cara hidup. Membiasakan orang-orang yang menjadi tanggung jawab agar hidup sesuai dengan syariat Islam. “InsyaAllah dengan menyuntikkan Islam dalam pribadi mereka (anak-anak) maka mereka akan memiliki kepribadian matang yang sesuai dengan Islam,” tukasnya.

“Mereka akan hidup dengan konsep Islam yang membuat mereka mampu menyikapi segala persoalan hidup dengan tepat,” tegasnya.
 
Menurutnya, dengan Islam mereka akan memiliki cara hidup yang tertata sesuai dengan panduan-Nya. “Tertata pikirannya, tertata perasaannya, tertata kata-katanya, tertata sikap prilakunya, dan tertata kehidupannya,” tuturnya.
 
Dijelaskannya bahwa mereka yang hidup dengan Islam ini akan memiliki kehidupan yang baik. “Kehidupan baik ini Insya Allah akan jauh dari segala masalah penyakit mental,” jelasnya.
 
Dia menyampaikan firman Allah SWT dalam Q.S An-Nahl: 97, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”

Peran Negara

Susah, Nopriadi membayangkan apa yang harus dilakukan negara, menurut Islam, ketika masalah sistemik ini dihasilkan oleh kehidupan yang jauh berpaling dari Islam. “Tadi saya sampaikan masalah penyakit mental remaja kita adalah masalah sistemik,” ujarnya.

“Masalah ini terus diproduksi secara sistemik selama sistemnya tidak berubah. Sistem bermasalah hanya menghasilkan kehidupan yang bermasalah. Sistem bermasalah terjadi ketika Islam tidak dijadikan sebagai panduan dalam menata sistem kehidupan,” paparnya.
 
“Kalau seandainya nih kita membayangkan Islam sebagai panduan dalam membangun sistem kehidupan, maka kita akan menyaksikan pribadi-pribadi bertakwa yang sehat mentalitasnya dan baik cara hidupnya,” paparnya selanjutnya.
 
Menurutnya, pribadi-pribadi yang jauh dari masalah mental, baik muslim maupun non-muslim. “Kita juga akan menyaksikan keluarga sakinah mawaddah warahmah dimana suami istri dan anak-anak hidup dalam suasana terbaik yang saling membahagiakan,” ungkapnya. 

“Anggota keluarga yang menunaikan tanggungjawabnya sehingga mereka hidup bahagia dan penuh ketenteraman,” imbuhnya. 

Dengan Islam pula kata Nopriadi akan menyaksikan masyarakat amar ma’ruf nahi munkar yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaatan. Masyarakat yang sangat kondusif untuk hadirnya para remaja muslim yang sehat mentalnya, bahagia jiwanya, dan produktif hidupnya. “Dengan Islam pula kita akan menyaksikan negara yang adil yang memenuhi segala kebutuhan warga negaranya. Negara dimana para pemimpin sangat takut pada Allah SWT bila tidak menunaikan amanah kepemimpinannya,” paparnya. 

“Dengan Islam kita membayangkan sebuah sistem kehidupan yang mampu menjaga agama (al-din), jiwa (al-nafs), keturunan (an-nasl), harta (al-mal) dan aqal (al-aql),” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab