Tinta Media: Motivasi
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Februari 2024

Menulis demi Umat, Bukan karena Bakat



Tinta Media - Banyak orang mengira bahwa menulis adalah sebuah bakat alami yang Allah berikan kepada seseorang sejak dalam buaian. Karena itu, tidak sedikit yang minder untuk menulis sebab merasa tidak memiliki bakat dan keterampilan dalam menulis. 

Dugaan ini belum bisa dikatakan benar sebab pada kenyataannya, ada yang tadinya tidak bisa menulis, tetapi ternyata bisa menjadi penulis hebat. Berbagai karya tulis telah dimuat di berbagai media cetak dan elektronik. Juga tak sedikit buku telah mereka terbitkan. 

Sebenarnya permasalahan tentang bakat itu bukan hanya tentang menulis. Contoh lainnya, menjadi seorang atlet sepakbola. Apakah untuk menjadi pesepakbola hebat seperti Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi harus mempunyai bakat atau perlu latihan? 

Jika jawabannya perlu bakat alami, lantas bagaimana mereka yang tak memiliki bakat? Apakah harus mengubur dalam-dalam cita-citanya untuk menjadi pesepakbola hebat? Andai saja benar begitu, di mana keadilan Allah? 

Dulu saya juga merasakan hal yang sama, hidup di bawah bayang-bayang ketidakmampuan dalam segala hal, merasa minder karena tidak memiliki bakat apa pun. 

Perasaan itu terus berlanjut hingga dakwah Islam menyentuh saya. Ketika berada di tengah jamaah dakwah, saya selalu minder, tidak banyak berargumen, hanya menjadi pendengar setia saja. 

Maka, terkadang saya mencurahkan isi hati dan pikiran melalui tulisan, meski menulis pun sebenarnya merasa tidak mampu karena tidak pernah mengenyam pendidikan kepenulisan atau mengikuti pelatihan yang semisal. 

Akan tetapi, karena ingin mengamalkan ilmu dari hasil belajar, sedikit demi sedikit saya mencoba menulis, merangkai kata semampu dan sebisanya. 

Dorongan lain kenapa harus memaksakan menulis adalah kondisi umat yang kian terpuruk, semakin jauh dari syariah Islam dan hidup di tengah kegelapan.
Umat Islam jauh dari identitasnya sebagai seorang muslim, tidak paham syariat, terjerumus pada pergaulan bebas, perjudian merajalela, pembunuhan di mana-mana, bahkan mereka buta akan politik dunia. 

Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengamalkan ilmu ketika kita merasa tidak mampu menyampaikan secara lisan. Masih ada tulisan yang bobotnya sama jika kita mau melakukannya. 

Terlebih saat ini, pelatihan kepenulisan sudah membludak, bak jamur di musim penghujan. Dari yang tanpa biaya sampai yang harus mengeluarkan dana, semua ada. 

Namun, masalahnya bukan pada ada bakat atau tidak, tetapi mau atau tidak kita belajar, menjalani proses, melawati setiap tahapan, dan yang paling penting bersabar atas segala tugas dan masukan. 

Ini yang saya temukan kemudian setelah aktif dalam wadah training kepenulisan, bahwa menulis itu bukan karena ada atau tidak ada bakat, tetapi tentang keseriusan dan kepedulian terhadap umat. 

Jika yang menjadi tujuan adalah kepahaman umat terhadap syariat Islam, maka tidak akan ada lagi alasan untuk bermalas-malasan. Bukan hanya dalam belajar menulis, tetapi dalam mempelajari berbagai ilmu yang lain.



Oleh: Cesc Riyansyah,
Graphic Designer 

Senin, 12 Februari 2024

Mewujudkan Generasi Emas

Tinta Media - Generasi Emas istilah yang sering didengar oleh kalangan pendidikan. Sebuah istilah yang dijadikan sebagai sebuah impian bagi bangsa Indonesia menyambut hari kemerdekaannya yang ke seratus tahun. Berbagai macam cara dan upaya untuk mempersiapkan generasi yang memiliki kemampuan  baik pengetahuan, keterampilan maupun karakter terus di lakukan. Bonus demografi yang akan di dapatkan oleh bangsa Indonesia di kisaran tahun 2030 – 2040 di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak di bandingkan penduduk usia tidak produktif bisa menjadi berkah bagi bangsa Indonesia atau justru sebaliknya bisa menjadi musibah. Oleh karenanya penting memiliki suatu pemahaman yang sama terkait karakter generasi emas yang akan dibentuk dan bagaimana cara mewujudkannya. 

Dalam Al Quran ayat 110 Allah SWT berfirman: “Kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah”. Ayat ini memberikan suatu pemahaman kepada kita bahwa sejatinya umat Islam itu adalah umat yang terbaik, yang dengan posisinya sebagai umat yang terbaik akan dapat menebarkan kebaikan (kerahmatan) bagi umat-umat yang lain. Ada beberapa karakter yang harus diwujudkan pada generasi Islam agar menjadi umat terbaik yakni menjadi generasi mukminun (beriman), menjadi generasi muttaqun (bertaqwa), menjadi generasi muhsinun (berbuat kebajikan), dan menjadi generasi muslihun (melakukan perbaikan). Empat karakter ini yang harus ada pada diri generasi muslim agar dapat disebut sebagai generasi emas (generasi khoiru ummah). 

Adapun bagaimana cara mewujudkan empat karakter tersebut pada generasi muslim tentunya melalui proses pendidikan yang melibatkan berbagai macam peran. Peran orang tua, sekolah, masyarakat dan negara. Keempat peran ini harus memiliki kesatuan pandang dalam mewujudkan karakter generasi muslim terbaik. Proses pendidikan yang dilakukan untuk membekali pola pikir dan pola sikap generasi dengan cara pandang Islam, dengan suatu pendekatan bahwa apa yang telah di dapatkan dalam proses pendidikan tersebut dalam rangka untuk dipahami, diamalkan dan di sebar luaskan kepada orang lain, bukan semata-mata kepuasan intelektual, akan melahirkan generasi emas, generasi terbaik yang bukan sekedar mengisi lowongan pekerjaan tetapi memimpin peradaban.

Oleh: Rudi Harianto, Praktisi Pendidikan 

Minggu, 11 Februari 2024

Menulis: 'Mengabadikan' Pahala

Tinta Media - Menulis merupakan penuangan gagasan atau kejadian, yang memiliki dimensi pahala jariah. Di dalam Islam, menulis merupakan sebagai suatu bentuk dakwah yang merupakan ibadah penting. Hasil amalan menulis ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis itu sendiri, namun juga bagi pembaca yang memperoleh manfaat dari konten tulisannya. 

Konsep pahala jariah merupakan bentuk 'mengabadikan'  pahala karena pahala terus mengalir bahkan setelah kita meninggalkan dunia. Ini juga memiliki hubungan dengan kegiatan menulis. Ketika seseorang menulis, baik itu dalam bentuk berita, opini, artikel, buku, atau bahkan catatan politik, ini tidak hanya membagikan pengetahuan atau pengalaman, namun juga memberikan peluang kepada pembaca untuk terus memperoleh manfaat dari tulisannya, bahkan setelah penulisnya tiada. 

Menulis bukan hanya sekadar mengungkapkan pemikiran atau pengalaman pribadi, tetapi juga merupakan sebuah amalan dakwah mulia yang memiliki dampak penyebaran Islam ke tempat-tempat yang luas. 

Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Barang siapa menunjukkan jalan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikuti amal kebaikan tersebut tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun." (HR. Muslim) 

Hadis ini menjelaskan bahwa setiap orang yang menunjukkan kebaikan salah satunya menulis atau memberikan inspirasi kepada orang lain untuk berbuat kebaikan akan terus menerima pahala dari setiap orang yang mengikuti jejak kebaikan tersebut. 

Menulis memungkinkan seseorang untuk mengabadikan seruan kebaikan dalam bentuk tulisan. Tulisan yang disebarkan kepada orang lain memiliki potensi untuk memberikan manfaat yang berkelanjutan, karena dapat diakses dan dibaca oleh banyak orang dari berbagai generasi. 

Dengan menulis, akan memberikan manfaat kepada sesama manusia. Tulisan yang membawa pesan-pesan positif, pengetahuan yang bermanfaat, atau inspirasi yang memotivasi dapat menjadi penggerak bagi pembacanya. Dengan demikian, menulis yang merupakan bagian pendidikan bisa menjadi suatu langkah untuk meningkatkan pemahaman dan kualitas hidup secara kolektif dalam masyarakat. 

Menulis dilihat dari dakwah, juga merupakan upaya dalam menyebarkan ajaran Islam dan nilai-nilai positif kepada masyarakat. Dengan menulis, seseorang dapat mengkomunikasikan risalah (risalah) Islam dan memberikan penjelasan tentang ajaran Islam atas seluruh kehidupan dan masalah yang dihadapi manusia. 

Apalagi suatu artikel atau buku yang ditulis dengan baik dapat menjadi panduan bagi banyak orang dalam bertindak dalam kehidupannya. 

Sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW, penulisan telah digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat secara efektif. Kita bisa melihat dari penulisan surat dakwah kepada para penguasa di sekitar jazirah Arab. 

Begitu juga hadis dari Rasulullah SAW  untuk menyampaikan walaupun hanya satu ayat. Hadis ini menekankan pentingnya menyampaikan pesan-pesan Islam kepada orang lain, bahkan jika hanya satu ayat saja. Tidak hanya lisan, tulisan juga merupakan salah satu cara yang efektif untuk memenuhi amanah tersebut. 

Tulisan-tulisan yang dibuat sebagai bagian dari dakwah Islam memiliki potensi untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan. Risalah yang disampaikan melalui tulisan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku orang banyak, sehingga membawa perubahan positif yang dapat dirasakan dalam jangka panjang. Dengan demikian, menulis sebagai bagian dari dakwah Islam merupakan investasi amal yang bernilai tinggi di mata Allah SWT. 

Salah satu bentuk menulis yang paling kuat dalam konteks 'mengabadikan' pahala adalah dengan menulis buku. Sebuah buku memiliki daya tahan yang lama dan dapat dibaca oleh banyak orang dari berbagai kalangan dan generasi. Seorang penulis yang mampu menyajikan pengetahuan atau pemikiran yang bermanfaat melalui bukunya memiliki kesempatan untuk terus menerima pahala dari setiap orang yang membacanya, selama buku itu menebar manfaat. 

Menulis buku juga merupakan salah satu bentuk pengabadian ilmu yang penting dalam Islam. Banyak buku-buku Islami telah menjadi sumber pengetahuan dan inspirasi bagi umat selama berabad-abad, membimbing mereka dalam memahami ajaran agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari kiamat tinta (karya tulis) ulama ditimbang bersama tetesan darah syuhada. (Hasilnya lebih berat nilai tetesan tinta ulama sebagaimana riwayat lain),” (HR Ibnu Abdil Barr, Ibnun Najjar, Ibnul Jauzi, As-Syairazi, Al-Marhabi, dan Ad-Dailami). Hadis ini menunjukkan keutamaan ilmu dan penulisan dalam Islam. Meskipun jihad fisik di jalan Allah dianggap mulia, namun pengetahuan yang disampaikan melalui tulisan juga memiliki kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. 

Melalui buku-buku, penulis dapat menyebarkan ilmu, pemikiran, ideologi Islam kepada dunia luas. Buku-buku Islami tidak hanya menjadi sumber referensi bagi para pembaca, tetapi juga memotivasi mereka untuk menggali lebih dalam tentang ajaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Buku yang ditulis dengan baik dan berdasarkan prosedur yang benar akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Mereka akan mewarisi pengetahuan dan inspirasi dari para penulis terdahulu, memperkaya pemahaman mereka tentang Islam dan membimbing mereka dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, menulis buku bukan hanya sebuah tindakan, tetapi juga suatu bentuk ibadah yang berkelanjutan dalam Islam. 

Dalam Islam, setiap amal kebaikan yang dilakukan dengan niat ikhlas dan cara sesuai dengan ajaran Allah SWT akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Menulis yang dilakukan dengan tujuan menyebarkan kebaikan, memberikan pengetahuan yang bermanfaat, atau menginspirasi orang lain merupakan salah satu bentuk amal yang dihargai oleh Allah. Menerima pahala atas menulis bukan hanya tentang jumlah kata atau halaman yang dihasilkan, tetapi lebih tentang keikhlasan hati dalam menyebarkan Islam. 

Meskipun menulis dapat menjadi sarana untuk dakwah dan mengabadikan pahala, sehingga merupakan suatu tanggung jawab besar. Seorang penulis harus bertanggung jawab atas setiap kata yang ia tulis, karena setiap kata memiliki potensi untuk mempengaruhi pemikiran dan perasaan pembaca. Oleh karena itu, menulis dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian menjadi suatu keharusan.

Oleh: Taofik Andi Rachman
Sahabat Tinta Media 

Apa Sumbangsihmu untuk Kebangkitan?

Tinta Media - Islam merupakan agama yang paripurna yang mengatur semua hal dalam hidup ini. Islam mengatur hubungan kita dengan sang pencipta, Islam mengatur hubungan kita dengan diri kita sendiri bahkan Islam mengatur hubungan kita dengan orang lain. Oleh karena itu jika kita punya masalah bagaimana cara kita membangun hubungan dengan sang pencipta maka Islam punya jawabannya. 

Bagaimana kita memenuhi kebutuhan kita seperti makan dan minum maka Islam juga punya jawabannya. Begitu pula bagaimana kita berdagang, bergaul, bermasyarakat dan bernegara Islam juga punya solusinya karena Islam adalah agama yang sempurna yang Allah ridhoi. 

Melihat Islam yang begitu sempurna tentu yang terbayang adalah umat Islam adalah umat yang istimewa, penuh dengan keteraturan dan bahkan menjadi umat terbaik. Tapi jika kita melihat fakta justru umat Islam hari ini jauh dari kata umat yang teratur, umat Islam hari ini hidup di bawah tekanan bahkan tidak jarang hidup dalam penjajahan. 

Lantas apa yang mengakibatkan itu semua terjadi? Apakah Islam agama yang salah? Atau Islam tidak cocok lagi digunakan hari ini? Jawabannya adalah tidak mungkin Islam ini agama yang salah. Dilihat dari sisi historis kita bisa lihat dalam catatan sejarah bahwa Islam mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang tinggi, masyarakat yang berpecah belah menjadi masyarakat yang kuat bersatu padu. 

Dari sisi dalil Allah SWT. sendiri yang menyebutkan dalam kitab-Nya bahwa Islam adalah agama yang benar dan bahkan bisa menjadi rahmat untuk semesta alam tidak hanya untuk umat Islam tapi untuk semua umat manusia. Lantas apa yang salah sehingga idealisme Islam begitu jauh ketimpangannya dibandingkan dengan fakta umat Islam sendiri pada hari ini? 

Jawabannya adalah karena Islam tidak digunakan sebagai sebuah tuntunan. Islam tidak digunakan sebagai sebuah patokan dalam kehidupan kaum muslimin hari ini atau bisa juga dikatakan Islam hanya digunakan dalam aspek tertentu saja dalam kehidupan, tidak dalam semua aspeknya. Islam hanya digunakan dalam aspek hubungan dirinya dengan tahannya dan juga bagaimana hubungan umat Islam dengan dirinya sendiri sementara dalam membangun hubungan dengan sesama manusia hari ini Islam tidak digunakan sebagai pedoman. 

Lantas bagaimana kita sebagai kaum muslimin bisa menggunakan Islam sebagai sebuah panduan dalam semua aspek kehidupan? Kuncinya adalah kita harus mengubah pikiran kita bahwa islamlah satu-satunya ideologi, agama yang benar yang akan membawa pada keberkahan dalam kehidupan dan barang tentu kesadaran ini tidak boleh hanya dimiliki oleh kita saja tetapi harus dimiliki oleh kaum muslimin yang lain agar Islam bisa diterapkan dalam semua aspek kehidupan. Menerapkan Islam secara totalitas tidak bisa dilakukan sendiri tapi butuh kebersamaan, butuh persatuan, butuh sebuah masyarakat yang kemudian memiliki pemikiran, perasaan dan aturan yang sama yakni peraturan Islam. 

Dalam upaya mengajak dan memahamkan kaum muslimin tentang pentingnya Islam dijadikan petunjuk dalam semua aspek kehidupan maka media yang bisa kita gunakan salah satunya adalah melalui tulisan. Ya, dengan menulis kita bisa menyampaikan paripurnanya Islam, dengan tulisan kita bisa menjangkau kepada siapa pun dan bahkan tulisan bisa bertahan dan dibaca walaupun yang menulis sudah tiada. 

Coba kita lihat bagaimana kitab Tafsir Ibnu Katsir misalnya, kitab Ahkamu Al shulthaniyyah karya imam Al Mawardi, kitab Fiqih dan banyak lagi buku atau tulisan yang dibuat pada masa lalu tetapi masih ada bahkan menjadi rujukan pada hari ini. Manusia khususnya kaum muslimin tentu ketika pandangannya tentang Islam itu benar pasti akan bergerak dengan sendirinya untuk menjadikan Islam sebagai sebuah tuntunan dalam kehidupan. 

Oleh karena itu, menuliskan bukan hanya sebuah hobi atau aktivitas recehan tetapi adalah aktivitas agung yang akan mampu membangkitkan manusia bahkan sebuah peradaban. Menuliskan bukan hanya menghasilkan sesuatu yang besar di dunia tetapi juga akan menjadi amalan yang tidak akan terputus pahalanya walaupun penulisannya sudah tiada. Jika kita ingin mendapat pahala yang tiada henti-hentinya maka menulis bisa menjadi salah satu pilihannya. Tinggal kita memilih apakah akan berdiam diri saja melihat kondisi umat Islam yang hancur hari ini atau kah kita akan bergerak berusaha mengubahnya menjadi sebenar-benar khairu ummah. Pilihan ada di tangan anda. 

Wallahu a'lam.

Oleh: Ikhsan Hari, Pegiat Pendidikan Agama 

Mengapa Harus Menulis?

Tinta Media - “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) bisa menembus jutaan kepala.” Sebuah ungkapan yang indah dari Sayyid Quthb. Saat itu, beliau terbelenggu di penjara namun pikirannya mampu menerobos keluar tembok-tembok penjara dan menembus langit demi tegaknya kalimat tauhid. Bukan karena peluru senjata, tetapi karena peluru pena Sayyid Quthb memerahkan telinga penguasa. Itulah hebatnya peluru pena yang menghasilkan sebuah tulisan. Tulisan tersebut dapat mempengaruhi pemikiran seseorang. Tulisan bisa menjadi sarana berdakwah. 

Berdakwah dengan menggunakan tulisan, mudah diterima semua golongan. Oleh karena itu, saya mengambil jalan dakwah dengan cara menulis. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Hijr : 94 yang artinya, “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” 

Pada awalnya semua orang mendapatkan pengetahuan tentang mengenal huruf-huruf dan ejaan sebelum akhirnya menulis. Menulis adalah proses menghasilkan catatan, informasi, atau cerita menggunakan aksara. Bangsa Sumeria adalah manusia yang bisa menulis pertama kalinya, bangsa Sumeria (3500-3000 sebelum Masehi) membuat tulisan sebagai alat komunikasi jarak jauh yang diperlukan dalam perdagangan. 

Menulis opini merupakan sebuah cara dalam mengekspresikan pendapat. Menulis opini pun juga menjadi sarana menuangkan sebuah gagasan dari permasalahan yang dihadapi. Saat ini banyak permasalahan yang timbul baik dari permasalahan ekonomi, pendidikan sampai dunia remaja. 

Mengapa saya menulis opini? Karena dengan menulis, saya bisa mengutarakan segala sesuatu tentang semua keresahan yang saya rasakan. Misalnya di bidang ekonomi, permasalahan kelangkaan gas elpiji 3 kg. Belum lagi di bidang Pendidikan, bagaimana sistem pendidikan saat ini membuat anak didik menjadi lebih berani dalam bertindak  bahkan sudah tidak ada rasa hormat kepada sosok guru.

Salah satu tokoh yang menginspirasi saya untuk menulis adalah Syekh Taqiyudin An-Nabhani.  Beliau merupakan seorang ulama terkemuka dalam daulah Utsmaniyyah. Beliau pun merupakan seorang sastrawan dan pemikir ulung. Semua tulisan  yang beliau hasilkan adalah buah dari pemikiran beliau yang sangat tegas dan kritis. Oleh karena itulah penulis sangat mengidolakan beliau dalam menulis opini. 

Dalam menulis opini, Syekh Taqiyudin An-Nabhani merupakan sosok yang sangat cerdas dan intelektual. Karya beliau menampilkan Islam sebagai ideologi sempurna yang dapat memberikan solusi atas berbagai problematika kehidupan. Tulisan-tulisannya memberikan serangan mematikan seperti peluru yang menembus ratusan, ribuan bahkan jutaan kepala sehingga terjadi lonjakan kesadaran untuk bergerak bangkit dari keterpurukan. 

Teringat pula sebuah kisah dari Syaikh Abdul Qadim Zallum tentang “kayu dan jerami”. Bagaimana api dapat membakar jerami lebih cepat daripada kayu. Jerami pun akan cepat padam ketimbang kayu. Pribadi yang lemah ini ingin seperti kayu. Kayu akan terbakar perlahan, tetapi tidak mudah cepat padam. Kayu akan tetap bertahan walaupun api yang panas membakarnya. Kisah ini yang menjadi inspirasi saya dalam menulis. Walaupun masih banyak kekurangan, namun tidak menjadikan kekurangan ini sebagai hambatan dalam menulis. Bahkan kekurangan yang ada menjadikan sebuah motivasi untuk dapat memperbaikinya.

Tulisan ini juga adalah awal bagi penulis untuk dapat terus menuangkan segala keresahan yang dihadapi di zaman ini dalam bentuk tulisan. Penulis berharap tulisan-tulisan yang dihasilkan bisa menjadi satu dari sekian solusi dari semua permasalahan yang timbul. 

Tulisan ini merupakan jalan dakwah yang diambil penulis dalam upaya menyampaikan sebuah kebenaran, sehingga kebenaran itu bisa dapat masuk ke dalam pemikiran secepat peluru yang melesat. Semoga tulisan ini  juga bisa menjadi sebuah semangat bagi para penulis-penulis baru untuk terus berkarya dalam menulis opini.

Oleh: Adzmy Tamdzyl, S.E.
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Remaja) 

Tentang Penulis:
Penulis bernama Adzmy Tamdzyl. Lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Aktif bekerja sebagai guru di sekolah menengah kejuruan swasta di Balikpapan. Selain itu, penulis juga aktif mengisi kajian-kajian remaja Balikpapan dan sekitarnya.

Menulis Itu Uslub Dakwah Memperpanjang List Pahala

Tinta Media - Menulis adalah salah satu uslub untuk memperpanjang list pahala, membuat pahala mengalir walaupun sang penulis telah tiada. Menulis juga merupakan cara agar kita tidak merugi di akhirat sana.

Berdakwah adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap kaum muslimin. Dakwah menyampaikan kebenaran, menyerukan kebaikan, membela Islam, bisa dilakukan dengan lisan maupun tulisan. Aktifitas menulis untuk menyampaikan dakwah merupakan salah satu uslub yang bisa ditempuh agar kewajiban tersebut tertunaikan. Tentu kegiatan menulis ini harus mengacu pada Islam dan dilakukan sepenuhnya untuk menjalankan apa yang telah diwajibkan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Di samping itu, berdakwah dengan menulis sangat sesuai dengan kondisi saat ini, terutama di bidang pendidikan.

Pada saat ini di bidang pendidikan sangat ditekankan aktifitas literasi, yang antara lain berupa kegiatan membaca, menulis, juga berbicara. Literasi sangat ditekankan, bahkan dimasukkan dalam penilaian di rapor pendidikan masing-masing lembaga negeri maupun swasta di negara ini. Aktifitas membaca dan menulis begitu ditekankan sehingga semua program bahkan anggaran sekolah harus ditujukan untuk meningkatkan kemampuan literasi.

Pengkondisian suasana belajar dengan upaya peningkatan aktifitas literasi ini harus disambut dengan penyediaan bahan bacaan yang memadai. Padahal pada saat ini bahan bacaan atau tulisan yang beredar sebagian besar berupa karya yang dipengaruhi oleh pola pemikiran Barat yang sekuler. Bahkan pemikiran yang didasari ide sosialis pun beredar luas di masyarakat. Oleh karena itu harus ada upaya maksimal dari para penulis yang beridiologi Islam untuk mengisi ruang literasi tersebut sehingga bisa mendominasi karya yang siap dikonsumsi. Inilah medan dakwah yang ada saat ini, menjadi peluang bagi para pejuang idiologi Islam.

Kondisi saat ini menjadi kesempatan bagi para penulis idiologis untuk menyajikan karya terbaik yang bisa membalikkan pola berpikir umat, dari pola pikir yang kapitalis sekuler dan sosialis menuju pala pikir Islami. Dengan tulisan, mereka  harus mengupayakan agar bisa membentuk pola jiwa para pembaca menuju karakter yang dikehendaki oleh Allah SWT dan RasulNya. Sehingga pribadi-pribadi yang berkarakter kuat sebagaimana karakter sahabat bisa segera mencuat dan memenuhi komunitas umat, menjadikan mereka pejuang bukan hanya untuk uang tetapi kemuliaan dunia hingga meraih ridhoNya. Malaikat akan mencatat amal penulis dan efek yang ditimbulkannya. (QS Yasin;12).

Aktifitas menulis yang bisa mengarahkan pembaca memiliki karakter Islami itu akan menjadikan penulis menorehkan tinta amalnya, memperpanjang list pahalanya dan bisa mendudukkannya pada posisi mulia di sisi Allah SWT. Karena amal menyerukan pada Islam yang diikuti oleh orang lain, akan mengalirkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tersebut dan akan mengalir terus walaupun sang penulis sudah tutup usia.

Di sisi lain, berdakwah dengan tulisan juga akan menjadikan penulisnya tidak termasuk orang yang merugi di akhirat nanti. Allah SWT telah menjelaskan masalah ini dalam Al Quran surat Al Ashr bahwa semua manusia akan merugi, disiksa di akhirat nanti, kecuali mereka yang beriman, beramal sholih (menjalankan syariat Islam dengan ikhlas), berdakwah dan mengajak pada kesabaran. Empat syarat ini harus terpenuhi semua agar tidak disiksa di d5 nanti. Oleh karena itu berdakwah dengan menulis, mengarahkan orang agar menjadikan Islam sebagai acuan hidupnya adalah aktifitas penting yang harus selalu dilakukan.

 Oleh: Eko Rahmad P (Staf Pengajar SMP)

Pinjol untuk Mahasiswa, Solusi atau Bencana?




Tinta Media - Dari tahun ke tahun lulusan sekolah menengah atas yang melanjutkan pendidikan ke jenjang  perguruan tinggi terus meningkat dan ini sangat menggembirakan serta memberikan gambaran bahwa kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan semakin membaik dan menjadi investasi yang sangat berharga dalam menyongsong Indonesia emas tahun 2045. 

Peningkatan jumlah mahasiswa tersebut dapat dilihat dari data di awal tahun 2023, jumlah mahasiswa mencapai 7,8 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 3,3 juta mahasiswa di universitas negeri dan 4,4 juta mahasiswa di universitas swasta (journal.revou.co, 2023). Angka 7,8 juta mahasiswa ini tentu sangat menarik bila dikaitkan dengan dunia bisnis, baik bisnis yang terkait dengan keberadaan mereka secara fisik di suatu daerah seperti meningkatnya transportasi, kebutuhan alat-alat tulis, kebutuhan hunian atau tempat tinggal atau rumah kos, ramainya aktivitas kuliner, dan lain-lain. Kota-kota seperti Yogyakarta, Malang, Depok, dan kota-kota pelajar lainnya tentu merasakan betul efeknya dalam mendongkrak perekonomian. 

Sayangnya jumlah mahasiswa yang besar tersebut tidak di topang oleh kondisi ekonomi masyarakat yang baik, hal ini di mulai ketika terjadinya pandemi covid-19 sejak tahun 2020 yang membuat kondisi perekonomian masyarakat Indonesia tidak kurang sehat serta diperparah dengan sistem ekonomi kapitalis, kekayaan hanya berpusat pada segelintir masyarakat saja, sehingga terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si kaya. Dan kondisi ini kemudian memunculkan banyak orang tua mahasiswa kemudian tidak memiliki keuangan yang sehat untuk membiayai pendidikan anaknya. 

Disisi lain, ternyata situasi ini di atas memunculkan adanya lembaga-lembaga yang memberikan pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar uang kuliah atau keperluan lain yang berhubungan dengan perkuliahan, seperti Cicil, Pintek, KoinPinter, Danacita, dan lain-lain serta bank BRI dengan nama Briguna Pendidikan. 

Sepintas lalu pinjol ini sepertinya merupakan solusi bagi mahasiswa namun bagi seorang muslim transaksi pinjol atau pinjam-meminjam ini tidak bisa hanya dipandang sebatas terpenuhinya atau terselesaikannya keperluan keuangan mahasiswa namun lebih jauh kita harus mengetahui bagaimana status hukum akad dari transaksi-transaksi pinjol ini. Karena di dalam Islam pinjam-meminjam itu termasuk dalam akad tabaru’ah atau akad tolong-menolong sehingga dalam transaksinya tidak boleh ada mengambil keuntungan atau pengembalian lebih atau bunga serta jika peminjam tidak mampu mengembalikan pinjamannya tepat pada waktunya, juga tidak boleh kemudian dikenakan denda. 

Dari fakta-fakta transaksi yang ada, ternyata transaksi pinjol ini memang menetapkan bunga dalam pengembaliannya. Maka dengan demikian dapat disimpulkan pinjol mengandung unsur riba. Dari sini dapat dipastikan secara syar’i bahwa keberadaan pinjol untuk membantu mahasiswa ini bukanlah sebuah solusi tetapi ini adalah sebuah transaksi yang dilarang dalam ajaran Islam karena riba hukumnya haram dan dosanya sangat mengerikan. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda : 

“Riba itu mempunyai 73 pintu dosa, sedangkan yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya’ (HR. Ibn Majah, Al Hakim dan Al Baihaqi). Dan di dalam hadist yang lain Rasulullah Saw juga bersabda : “Barang siapa memakan satu dirham riba, maka dia seperti berzina 33 kali. Dan barang siapa dalam dagingnya tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih pantas untuknya” (HR. Ath Thabrani) 

Bahkan Allah akan mengancam orang yang tidak bertobat dari mengambil riba dengan ancaman akan kekal di neraka sesuai dengan firman Allah Swt : 

مَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ 

“Orang yang kembali (mengambil iba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (TQS Surah Albaqarah [2] : 275 

Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pinjol yang dianggap sebagai solusi untuk mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi bukanlah sebuah solusi nyata tetapi pinjol bahkan menjadi bencana untuk mahasiswa, karena secara fakta mahasiswa belum memiliki pekerjaan sehingga darimana mereka akan mencicil pinjol mereka.

Coba kita bayangkan jika seorang mahasiswa yang memiliki pinjol dan kemudian tidak mampu mencicil alias menunggak, apa yang terjadi?. Bisa jadi dia akan dicari-cari oleh debt collector (penagih utang). Dan bila ini terjadi, memungkin dia tidak berani datang ke kampusnya untuk kuliah karena ada kemungkinan debt colletor (penagih utang) menunggunya di pintu masuk kampus. Kalau begitu pinjol ini alih-alih menyelesaikan masalah tetapi justru menambah masalah. Dan dari sisi agama Islam pinjol ini telah menimbulkan dosa riba yang sangat mengerikan dan besar karena ancaman bagi pelakunya sangat berat yaitu bisa menjadi penghuni neraka dan kekal. 

Fakta ini menunjukkan bahwa perekonomian dengan sistem kapitalis telah gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya padahal sumber daya alam kita melimpah ruah tetapi kepemilikannya dikuasai oleh swasta dan/ atau oligarki. Sehingga pemerintah tidak memiliki keuangan yang baik dan sehat untuk membangun sistem pendidikan yang murah bahkan gratis. 

Lalu adakah solusinya? tentu ada, yaitu penerapan sistem Islam kaffah. Dalam sistem Islam tidak hanya pendidikan yang gratis tetapi kesehatan juga gratis serta keamanan seluruh rakyat terjamin. Maka tidak ada cara lain buat mahasiswa Islam, agar supaya kehidupannya selamat di dunia (tidak dikerja-kejar penagih utang) dan selamat di akhirat (karena pinjol adalah riba), kecuali segera menerapkan Islam kaffah di dalam kehidupannya dengan sistem khilafah.


Oleh : Achmad Darlan bin Juhri
Konsultan Bisnis Syariah 

Menulis untuk Berdakwah



Tinta Media - Di zaman sekarang banyak cara (uslub) dakwah yang bisa dilakukan oleh kaum muslim dalam menyampaikan Islam kepada umat. Bisa dengan lisan ataupun dengan tulisan. Dengan lisan bisa secara langsung disampaikan kepada umat seperti di mimbar-mimbar, orasi, pelatihan (training) ataupun di media Online seperti di Youtube, Tik Tok dan lain-lain. Adapun  tulisan bisa dengan menulis di media Online (daring) kita sendiri seperti di Facebook, Instagram ataupun kita kirimkan ke media cetak. Khususnya dakwah dengan tulisan, menurut pandangan penulis, sangat penting sekali. Seperti yang penulis rasakan ketika sekolah dulu. 

Dengan kita menulis, ilmunya lebih lama membekas dibandingkan hanya mendengar atau melihat saja. Ketika dipadukan berdakwah dengan lisan, materi dakwah akan mudah dikuasai. Apa yang sudah kita dapatkan di perhalaqohan (pembinaan) ataupun di kajian-kajian Islam, bisa kita sampaikan kembali sebagai materi dakwah dengan tulisan, atau dipadukan dengan dakwah lisan.  Dari kondisi tersebut penulis mengazamkan diri untuk lebih bersemangat dalam membuat tulisan, terutama tulisan tentang materi dakwah Islam Ideologis yang saat ini, umat masih belum memahaminya secara kaffah (totalitas). 

Setiap muslim laki-laki ataupun perempuan wajib melakukan dakwah, menyeru umat untuk menerapkan Islam. Allah SWT menjanjikan pahala yang luar biasa berlipatnya bagi muslim yang melakukan dakwah Islam. Jangan sampai kita merasa menyesal tidak berakhir ketika kita dibangkitkan di akhirat kelak tidak membawa pahala. 

Ketika kita melakukan dakwah kepada umat, lalu ada seseorang dari umat tersebut yang berubah menjadi lebih baik, rajin melakukan ibadah, bahkan ikut berjuang dalam barisan dakwah Islam, maka pahala orang tersebut akan mengalir terus kepada kita yang sebelumnya mendakwahi dia. Jadi berdakwahlah. Berdakwah kepada keluarga, sahabat tetangga ataupun masyarakat luas. Lalu caranya bagaimana andai kita sulit untuk berdakwah dengan lisan. Ya dengan tulisan. Buatlah tulisan, lalu kirimkan di media yang kita punya seperti Facebook, Instagram  atau bahkan kita kirim ke media Online (daring) lainnya. Belajarlah terus, biasakan kita baca kembali tulisan kita dan sampaikan juga dengan lisan. Dengan ijin Allah SWT kemampuan dakwah kita akan terus meningkat. Dari hal tersebut semakin memotivasi penulis untuk lebih memaksakan diri menulis tulisan-tulisan dakwah. Dengan tulisan-tulisan dakwah, penulis berharap akan mendapatkan pahala jariah dari Allah SWT. Jangan sampai, di padang mahsyar nanti, pahala kita hanya sedikit atau malah minus. Rugi... 

Lalu apa yang kita tulis ? Kebetulan penulis sangat senang dengan politik. Tetapi tidak sama dengan definisi politik yang dipahami oleh kebanyakan masyarakat sekarang. Yang mendefinisikan politik hanya untuk memilih wakil rakyat, memilih pejabat publik di Even pemilu. Bukan seperti itu. Tetapi politik yang sesuai dengan Islam. Di dalam Islam, politik adalah aktivitas mengurusi umat, bagaimana Islam mengatur seluruh urusan umat. 

Dalam pandangan Islam, semua perbuatan atau aktivitas kita harus sesuai dengan Islam, aturan dari Allah SWT. Termasuk juga dengan politik. Bagaimana urusan keumatan diurus sesuai dengan syariat Islam. Seperti di bidang ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, politik dalam negeri ataupun politik luar negeri. Semua itu diatur dalam Islam. Tetapi saat ini umat banyak yang meninggalkannya malah menerapkan aturan yang tidak sesuai Islam. 

Umat banyak yang belum memahami bagaimana seorang muslim itu harus menerapkan Islam secara kaffah (totalitas). Bagaimana umat Islam itu harus terikat dengan Islam. Saat ini, umat Islam di dunia itu banyak, sekitar 2 milyar jumlahnya. Tetapi bagai buih di lautan. Islam hanya sebagai identitas saja. Tetapi bagaimana dia berpikir, bagaimana dia berbuat, tidak sesuai dengan Islam. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Banyak umat Islam yang memisahkan Islam dalam kehidupan. Islam hanya boleh dibicarakan atau diterapkan saat di mesjid saja. Hal tersebut dikenal dengan istilah Sekuler (memisahkan agama dalam kehidupan). Jadi penerapan sekuler Inilah yang menjadi pokok permasalahan umat saat ini. 

Kondisi ini akan makin parah jika umat ini diam tanpa melakukan dakwah. Islam akan semakin jauh dari pemikiran & perasaan umat, disebabkan umat menggunakan standar kehidupan selain Islam. Umat terpengaruh oleh standar kehidupan orang-orang barat seperti paham Pluralisme, Liberalisme, Sekularisme serta isme-isme (paham-paham) lain yang tidak sesuai Islam. Dari hal tersebut, pentingnya ada dakwah Islam Ideologis yang memberikan pemahaman kepada umat tentang Islam Kaffah (totalitas). Bagaimana umat menjadikan Islam sebagai standar atau ideologi dalam kehidupannya. Dari kondisi tersebut, ayo berdakwah. Dakwah dengan lisan atau dengan tulisan. Takbir Allahuakbar..... 

Oleh : Yusup Muhamad Yani
Aktivis Dakwah

Jadikan Tanganmu Senjata Dakwahmu



Tinta Media - Beberapa waktu yang lalu banyak beredar berita tentara Israel yang terkena gangguan mental, akibat akun media sosialnya diserang dengan kata-kata yang bikin tentara popok itu depresi, hal ini disebabkan karna mereka melakukan Genosida ke wilayah Palestina. Jika kita pahami lebih dalam lagi ternyata serangan itu berasal dari akun media sosial pendukung Palestina. Salah satu pelopor serangan tersebut berasal dari warga negara Indonesia, Good job untuk masyarakat Indonesia yang sudah ikut berpartisipasi dalam membela Palestina yang sedang tertindas akibat kekejaman zionis Yahudi. 

Pernahkah Anda berpikir untuk berdakwah menggunakan tangan, padahal bukan penguasa? Tanpa kita sadari Genosida yang terjadi di Palestina membuka cakrawala berpikir manusia sehingga dengan izin Allah mampu menemukan ide-ide cemerlang untuk ikut andil dalam perjuangan membela warga di Palestina. Jari-jemari yang biasanya hanya digunakan untuk berselancar di Dunia maya tanpa tujuan yang jelas, berubah menjadi senjata dakwah yang cukup ampuh untuk menyerang psikologis tentara popok Zionis. 

Dari peristiwa di atas kita bisa ambil hikmah bahwasanya tangan adalah salah satu pancaindra yang sangat penting, dengan adanya tangan aktivitas kita jadi lebih mudah. Bersyukurlah kita kepada Allah atas pemberian nikmat dengan adanya tangan, dan bersabarlah jika Allah menguji kita dengan tidak adanya tangan atau tangan yang kita miliki tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Allah lebih tau tentang apa yang kita butuhkan dan Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya. 

Ingatlah saudaraku, Allah memberi kita pancaindra ini bukan tanpa tujuan, Allah memberikan itu semua agar kita bisa memanfaatkannya untuk beribadah kepada-Nya. Jadi semua yang kita lakukan didunia ini akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka  terhadap apa yang mereka dulu usahakan”(QS.Yasin ayat 65). 

Maka dari itu mari kita manfaatkan sisa waktu yang ada ini untuk beribadah kepada Allah. jadikan setiap waktu kita bernilai ibadah dan salah satu ibadah yang memiliki keutamaan serta memiliki nilai pahala yang besar dan terus mengalir adalah dakwah. 

Pentingnya dakwah 

Dakwah adalah salah satu aktivitas yang dilakukan oleh utusan Allah seperti nabi dan Rasul, tujuannya untuk menyeru manusia agar kembali ke jalan yang benar yaitu jalan yang diridai oleh Allah yang tidak lain dan tidak bukan adalah Islam. Maka dari itu dakwah adalah pekerjaan bergengsi yang sangat penting untuk dilakukan saat ini. Hal ini karena aktivitas dakwah saat ini sering ditinggalkan dan diabaikan oleh umat Islam, Padahal  Ketika kita melakukan dakwah, sejatinya kita sedang menjadi penerus perjuangan para nabi dan Rasul. Insya Allah ketika kita ikhlas berdakwah hanya dengan mengharap rida dari Allah serta mengikuti metode dakwah nabi Muhammad SAW, akan mendapat pahala yang berlipat ganda dan akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga. Mau? pastinya dong! 

Cara Dakwah 

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan dalam berdakwah, yaitu menggunakan lisan, tangan maupun perbuatan. Contoh dakwah menggunakan lisan yaitu khotbah, ceramah, diskusi dll adapun berdakwah menggunakan tangan contohnya menulis dan membuat keputusan yang sesuai Syariat Islam bagi para penguasa. 

Menulis merupakan dakwah yang bisa dilakukan oleh siapa saja dan sangat efektif untuk dilakukan saat ini, mengingat kemajuan teknologi dan berkembangnya media masa serta media sosial saat ini menjadikan opini dakwah dengan tulisan lebih mudah untuk dipahami oleh masyarakat. Ketika kita Istiqomah berdakwah menggunakan tulisan Insya Allah kemungkaran yang terjadi dimasyarakat saat ini bisa diminimalisir, hal ini sudah terbukti seperti yang dilakukan oleh pasukan julid fisabiillah yang telah berhasil membuat mental tentara zionis mengalami depresi sehingga mereka mudah dikalahkan oleh pejuang Hamas. 

Berkenaan dengan pasukan julid  fisabilillah, yang berhasil merontokkan mental para penjajah zionis Yahudi, rata-rata pelakunya adalah anak muda yang mana para pemuda ini merasa simpati dengan keadaan warga di Palestina yang dibiarkan dijajah tanpa ada pertolongan yang bisa menghapus penderitaan warga Palestina. Dari situ mestinya kita sadar bahwasanya penting sekali kita membina pemuda dan remaja, karna mereka memiliki peran yang penting untuk kemajuan agama dan bangsa, ditangan para pemuda nantinya kehidupan akan diwariskan. Untuk itu kita harus berusaha  agar mereka mau tunduk dan taat kepada syariat Islam. sampai mereka menyadari jika kita memiliki ikatan yang mesti dijaga sampai hari kiamat yaitu Ukhuwah Islamiyah atau ikatan persaudaraan sesama umat Islam sedunia. 

Jadi mulai sekarang ayo kita manfaatkan tangan dan semua anggota tubuh  yang Allah berikan  kepada kita untuk berdakwah. Banyak sekali permasalahan-permasalahan generasi muda kita yang harus diluruskan, baik dari pemikiran maupun perbuatan, dengan cara mengajak mereka taat Syariat Islam. Karna merekalah penerus dari agama ini, Islam akan berjaya kembali ketika para pemudanya bangkit, dan kita saat ini memiliki peluang besar untuk menjadi wasilah serta memancing hidayah Allah agar mereka mau menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam berpikir dan berbuat, Sehingga para pemuda dimasa depan memiliki kepribadian Islam yang kokoh seperti batu karang di lautan. Serta dapat menegakkan syariat Islam secara kaffah. Dengan begitu multilevel pahala akan kita dapatkan, Aamiin.

Oleh: Dudik Sulistyo
Sahabat Tinta Media

Menulis Itu Susah Tapi Bukan Alasan untuk Menyerah


 
Tinta Media - “Saya ingin bisa seperti orang lain, membuat tulisan opini dakwah tapi susah karena tidak bisa menulis,” itulah alasan yang sering kita dengar dari sebagian orang yang memiliki keinginan untuk berdakwah melalui tulisan tapi terkendala ketidakmampuan. Sehingga dengan alasan itu tidak sedikit yang kemudian berhenti untuk mencoba dan memulai untuk belajar membuat tulisan opini atau semacamnya. 

Aktivitas dakwah akan terus berlangsung sampai hari kiamat, sebagaimana pertempuran al-haq dan bathil yang senantiasa mengikuti keberlangsungannya. Dakwah merupakan amalan mulia yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaiyhi wassalam, tanpa dakwah mustahil Islam bisa tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia dan sampai ke Bumi Nusantara. 

Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara dan gaya menyesuaikan dengan segmentasi dakwahnya. Secara umum, kita memahami bahwa dakwah itu merupakan aktivitas lisan padahal tidak demikian pada faktanya. 

Dakwah dimaknai sebagai ajakan atau seruan kepada orang lain, kepada masyarakat atau jamaah agar mau memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama dengan penuh kesadaran. Sehingga dengan dakwah yang dilakukan diharapkan akan bisa membangkitkan semangat berislam dengan lebih baik dan benar sesuai tuntunan. 

Dakwah selain disampaikan melalui lisan ternyata juga bisa disampaikan melalui tulisan sebagaimana Rasulullah SAW juga berdakwah melalui surat-surat yang dikirimkan ke para penguasa negeri-negeri jazirah arab ketika itu agar mau tunduk pada kekuasaan Islam. Bahkan seiring berkembangnya teknologi dan zaman, hari ini kita bisa melihat bagaimana dakwah mulai merambah di jejaring-jejaring media sosial baik secara visual ataupun audio visual. 

Berbicara terkait dakwah, Ustadz Ismail Yusanto pernah menyampaikan. “Jika kita bicara tentang dakwah, maka alat dakwah itu hanya ada dua, jika tidak lisan ya tulisan. Akan sangat bagus jika kita menguasai keduanya, lisannya tajam tulisannya luar biasa. Lisannya tajam setajam tulisannya, sebaliknya tulisannya tajam setajam lisannya. Jangan sampai kita tidak bisa kedua-duanya, kalau tidak bisa kedua-duanya minimal satu saja. Kalau tidak bicara maka menulislah!.” 

Yang tidak kalah penting untuk kemudian kita pahami adalah terkait dengan konten dakwah itu sendiri. Hari ini kondisi masyarakat khususnya umat Islam terus menerus mengalami kemunduran baik dari sisi moral (akhlak) individu, sosial, ekonomi bahkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Maka penting untuk para Da’i untuk mulai menyampaikan berbagai kondisi tersebut dari sudut pandang Islam. Sehingga Islam tidak lagi sebatas disampaikan sebatas urusan akhlak dan ibadah, tapi lebih jauh lagi bagaimana kemudian Islam mampu memberikan solusi untuk urusan sosial, ekonomi, hukum, bahkan politik dalam konteks kekinian. 

Bila kita kembali kepada sejarah Islam, pasca diruntuhkannya Kekhilafahan pada tanggal 28 Rajab 1342 H yang bertepatan dengan 3 Maret 1924 M, Umat Islam telah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang khususnya pemikiran. 

Berbagai Upaya untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Umat Islam telah dilakukan namun tak kunjung membuahkan hasil yang membahagiakan kecuali hanya dalam urusan-urusan yang sifatnya parsial. Hal ini tidak terlepas dari akibat mundurnya pemikiran kaum Muslimin secara umum, khususnya pemahaman akan pentingnya mengembalikan kembali kehidupan Islam di bawah Institusi kekhilafahan dan metode shahih untuk merealisasikannya. 

Salah satu cara yang ditempuh oleh Inggris yang bekerja sama dengan Mustafa Kemal Ataturk, salah seorang pengkhianat Islam saat berusaha menghancurkan kekhilafahan Islam Turki Utsmani adalah dengan terus memaksakan sekularisasi⁸ dalam berbagai pengaturan kehidupan. Sekularisasi hukum, pendirian lembaga-lembaga yang bekerja dengan menggunakan hukum positif dan menjauhkannya dari pengaturan Syari'ah Islam dalam segala bidang, sosial, budaya, politik bahkan ekonomi. 

Hal ini tentu harus mulai disadari oleh kita sebagai umat Islam terlebih para Da’i. Oleh karena itu, upaya penyadaran untuk mengembalikan pemahaman kaum Muslimin pada pemahaman Islam yang benar sangatlah penting dan wajib dilakukan oleh siapa saja yang telah mengazzamkan diri untuk berkontribusi dalam dunia pergerakan (Dakwah) agar umat Islam dan masyarakat secara umum tidak terus menerus berada dalam keterpurukannya. 

Maka, dakwah terkait Khilafah sebagai institusi pelaksana hukum-hukum Syari’ah harus terus digelorakan baik melalui dakwah lisan maupun tulisan. Sampaikan kepada umat bahwa Khilafah itu adalah Tajul Furudh (mahkota kewajiban) karena tanpa adanya Khilafah sebagaimana saat ini banyak hukum Syari’ah dalam bidang ekonomi, sosial, hukum terabaikan. 

Oleh karena itu agar kita bersemangat dalam berdakwah baik melalui lisan ataupun tulisan hendaknya kita kembali memahami keutamaan-keutamaan dalam amalan dakwah. Bagaimana kemudian Allah sudah memberikan banyak keutamaan didalamnya. Keduanya (Dakwah melalui ucapan ataupun tulisan) sama-sama berpahala dimata Allah SWT sebagaimana kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa 𝑎𝑙-𝑘𝑖𝑡𝑎𝑏 𝑘𝑎𝑙 𝑘ℎ𝑖𝑡ℎ𝑎𝑏 yang bermakna Tulisan itu statusnya sama atau sebanding dengan ucapan. 

Jadi kalau masih merasa kesusahan dalam menulis opini dakwah, ingat kembali niat awal kita. Bahwa tulisan kita adalah untuk menyampaikan al-haq, niatkan untuk meraih keridhoan Allah, maksimalkan segenap kemampuan, teruslah belajar. Bicaralah atau menulislah (dakwah) agar umat yang mulia ini segera terbebas dari segala bentuk penjajahan dan mampu bangkit dari keterpurukan. 

Hayya ‘ala l-Falah !!


Oleh : Rahmat S. At-Taluniy
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 08 Februari 2024

Lelah Menulis Dapat Surga?



Tinta Media - Lelah adalah aktivitas dunia yang pasti akan dialami manusia saat ini. Apa pun aktivitas manusia pasti akan lelah, kerja lelah, pengangguran lelah, tidak menulis lelah, menulis lelah, tidur lelah, duduk  lelah, bahkan tidak melakukan apa pun lelah. Karena karakter dunia adalah berisi tentang kelelahan tiada henti sampai nanti masuk ke Alam keabadian. Berbeda dengan surga yang semuanya serba mudah tanpa merasa lelah bisa mendapatkan sesuatu tanpa susah payah. 

Menulis adalah aktivitas melelahkan yang mencurahkan segala problematika pemikiran yang kelak akan menjadi tonggak peradaban baru, yang kelak akan menjadi tunas bagi institusi sebuah ideologi, dan yang akan menjadi mercusuar lintas peradaban. Maka pemikiran yang benar hanya akan menjudi ilusi pepesan kosong ketika tidak disampaikan dan ditulis. Maka aktivitas menulis menjadi kewajiban bagi yang ingin mendobrak peradaban kufur dan menyesatkan, karena seorang pengemban pemikiran itu pasti akan mati, sementara tulisan itu abadi sampai hari kiamat nanti jika Allah Swt menghendaki. 

Maka pemikiran memiliki dampak yang signifikan bagi perubahan besar yang terjadi didunia ini. Mengembangkan pemikiran adalah bagian dari pengembangkan diri (self development) yang menjadi turunan (terintergral). Maka harapannya pengembangkan diri (Self development) yang akan menjadi fokus menulis. Pengembangan diri  (self development) diri seseorang akan mengubah pola pikir dan pola sikap terhadap sesuatu. Apabila pola pikir itu diarahkan dengan benar,  dipastikan akan mampu merobohkan benteng kokoh  kesesatan (kekufuran) sistem,  yang insya Allah akan hancur sampai ke akar-akarnya. Maka pengembangan diri (self devolopment) yang dimaksud adalah akidah Islam yang akan ditanamkan secara permanen dalam otak manusia sebagai proccesor otak manusia, yang kedepannya agar terinstal secara utuh dan kuat. Sehingga seorang manusia memiliki sikap yang islami dalam level kehidupan sebagai pribadi, masyarakat maupun negara. 

Maka menulis yang benar, pasti merepotkan, melelahkan, tapi lelah yang didapat akan mengantarkan ke tempat yang jauh melebihi langit angkasa. Karena lelah menulis pemikiran yang benar akan mengantarkan ke tempat keabadian yang tidak mampu dibayangkan oleh pemikiran manusia itu sendiri. Karena surga adalah tempat di mana lelah sudah hilang. Sebuah kenikmatan yang tidak akan sanggup digambarkan oleh kejeniusan pemikiran itu sendiri. Sebuah kenikmatan abadi yang dijanjikan oleh penguasa langit dan bumi Ilahi Robbi. Maka, menulislah jika merasa amalmu saat ini tidak cukup untuk mendapatkan surga yang abadi. 

Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu KELELAHAN, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573) 

Oleh : Aris Mayhendra
Sahabat Tinta Media

Memenangkan Kebenaran lewat Tulisan



Tinta Media - Fitrah manusia menyukai dan cenderung pada kebenaran.  Dengan kebenaran manusia menjadi mulia. Demi kebenaran manusia rela melakukan dan mengorbankan apa pun.   Manusia memahami bahwa kebenaran mendatangkan kebahagiaan ketika diperoleh, dipertahankan dan disebarluaskan. Namun anehnya saling klaim kebenaran dari sudut pandang berbeda menjadikan kebenaran seolah ditentukan oleh siapa yang menyampaikan kebenaran itu. Siapa yang paling kuat dan mendominasi maka dialah yang akan memenangkan kebenaran sesuai versinya. 

Menurut KBBI kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan hal sesungguhnya. Qadhi dan Ulama alumni Al-Azhar Mesir, Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa kebenaran dinilai dengan nash Syar’i. Nash syar’i sendiri bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas Syar’iiyah. Dikatakan benar bila sesuai, dikatakan keliru bila sebaliknya. Beliau menegaskan bahwa menilai kebenaran bukan berdasarkan suara mayoritas, dengan kata lain suara mayoritas bukan standar menilai benar atau salahnya sesuatu. 

Penerapan sistem sekuler dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara menjadikan rakyat di dalamnya memiliki ikatan rapuh berdasarkan identitas dan kepentingan, melahirkan aturan yang menguntungkan pembuatnya, mewujudkan perasaan marah dan bencinya rakyat seuai aturan tersebut. Sistem ini memiliki ciri yang nyata dalam bentuk dipisahkannya agama dari urusan kehidupan. Agama hanya diberi tempat pada urusan individu seputar ibadah mahdhah, perkawinan, talak dan akhlak, sedangkan urusan lain di atur berdasarkan aturan yang dilahirkan dan bersumber dari akal manusia.  Kebenaran dalam sistem sekuler ditentukan oleh sistem tersebut yang menempatkan suara mayoritas sebagai penentu benar dan salah. 

Dengan standar menentukan kebenaran berdasarkan suara mayoritas, menjadi dianggap wajar praktik politik uang dalam ajang pemilu dengan aneka dalih,  pemberlakuan pajak sebagai sumber pendapatan dianggap benar karna banyak yang mampu dibiayainya, riba dianggap solusi menguntungkan kedua belah pihak antara peminjam dan yang memberi pinjaman, hutang luar negeri yang tak gratis juga dianggap lumrah, korupsi, kolusi, nepotisme juga sah-sah saja asal tidak ada pengaduan dan pihak yang dirugikan, membuka aurat di tempat umum, pergaulan pria-wanita non mahram bercampur baur dianggap kultur, LGBT dianggap sebagai yang harus diakui dan dibela, dan sekian fenomena kehidupan dianggap tak mengapa selama mayoritas membenarkannya, seringnya pembenaran itu dalam wujud mendiamkan. 

Kebenaran berdasarkan suara mayoritas juga diusung melalui media tulisan. Baik dalam bentuk karya sastra seperti puisi, novel maupun juga dalam bentuk opini, makalah, karya tulis, dll. Gugatan terhadap perda syari’at, monsterisasi sistem khilafah dan panji Rasulullah, serangan pada niqab dan busana muslimah, vonis mabok agama bagi mereka yang ingin berislam secara benar, upaya peleburan dan pengaburan agama (Islam) dalam bentuk moderasi beragama, merupakan sekelumit contoh tema tulisan yang diusung kubu ini. 

Disisi lain, internal umat Islam sendiri juga terindikasi menggunakan media tulisan sebagai alat untuk menyerang pihak lain yang berbeda pandangan fiqih, bahkan vonis bid’ah terhadap bentuk amaliah khair tak jarang menjadi sebab timbulnya pertikaian. Hasil kajian maupun pandangan keagamaan terhadap topik tertentu, seperti menasihati penguasa di depan umum, larangan meng-ghibah penguasa, klaim wajib  memilih pemimpin dalam sistem sekuler, juga disajikan dalam bentuk tulisan.  Akibatnya banyak pembaca terpengaruh dan bersikap sesuai dengan apa yang dibaca, karena dianggap benar. 

Upaya untuk menggugat, mengkritisi dan menjelaskan ketidakmampuan sistem sekuler sebagai pondasi lahirnya aturan, hukum dan pendapat yang diadopsi saat ini sering kali direspons dengan tuduhan radikal dan berbahaya. Tulisan-tulisan yang mengkritisi dan memberi solusi tambal sulam tak jarang diakomodir sebagai sumber informasi pembaca, namun tulisan yang mengkritisi, menjelaskan persoalan dan menawarkan solusi fundamental (seperti pergantian sistem) dianggap menimbulkan polemik dan memberi efek negatif bagi sebagian media massa mayor. 

Begitu masifnya arus informasi melalui media tulisan, begitu pengusung sistem sekuler memproduksi tulisan dan menyebarkannya, familiarnya masyarakat dengan media sosial, bahkan adanya media-media online Islami yang di gagas penulis muslim menjadi tantangan sekaligus peluang untuk menghadirkan tulisan-tulisan yang membawa pesan kebenaran sesuai fitrah manusia.  Dalam kitab Nidzamul Islam, An Nabhani menjelaskan bahwa fitrah manusia itu meliputi kepuasan akal dan ketenteraman jiwa. Saatnya penulis muslim mengambil bagian memenangkan Islam lewat tulisan. 

Oleh: Abah Afiji
Pegiat Islam politik

It is Time to be Writer (Saatnya Menjadi Penulis)



Tinta Media - Menjadi penulis Islam ideologis adalah keberuntungan bagi kita sebagai seorang muslim, karena kita akan mampu mempengaruhi dunia dengan ideologi Islam yang kita sampaikan kepada jutaan manusia kapan saja tanpa ada batasan waktu dan tempat. Penulis Islam ideologis juga memiliki peluang masuk surga lebih dulu karena tulisannya. 

Dakwah merupakan kewajiban yang harus dilakukan dalam kondisi apa pun. Allah SWT memberi bekal akal kepada kita untuk berpikir tentang berbagai uslub dalam menjalankan kewajiban tersebut. Sebagai manusia kita  diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, kekurangan sebagai pembicara di forum menjadikan saya berpikir barangkali ada peluang untuk menjadi penulis, tentu harus belajar mengasah diri sehingga suatu saat menjadi penulis yang handal, dan tulisan dakwah kita tidak sekedar seperti anak panah yang ketika melesat hanya menancap pada satu kepala, tapi tulisan kita mampu menancap dan menghunjam ribuan bahkan jutaan kepala. 

Tak terhitung berapa pahala para penulis di jalan dakwah, setiap tulisan yang dibaca dan membuat pembaca mengalami perubahan diri dari buruk menjadi baik, malas menjadi semangat, bahkan kufur menjadi beriman, tentu ini menjadi pahala investasi yang terus mengalir kepada penulis meskipun penulis telah meninggalkan dunia ini. 

Bayangkan kita sudah tidak bisa beramal lagi karena telah meninggal, akan tetapi pahala amal kebaikan dari tulisan kita terus mengalir sampai hari kiamat setiap kali ada orang yang membaca, terinspirasi dan mengamalkannya dalam kehidupan, tidak berhenti di situ saja, ketika itu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya kita pun dapat pahalanya. 

Sahabat Zaid bin Tsabit, sekretaris Rasulullah saw. menuliskan setiap aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Rasul, baik mengirim surat seruan untuk masuk Islam kepada para raja, kaisar, kepala suku di seluruh jazirah arab, atau memberikan balasan surat dari mereka,  sehingga masuk Islam lah banyak dari mereka.  As Syaikh Taqiyuddin An Nabhani  misalnya berapa banyak karya beliau yang dibaca, diamalkan dan dijadikan rujukan oleh kaum muslim di dunia, diajarkan dan didakwahkan keseluruh penjuru dunia oleh orang-orang yang yakin akan kebangkitan dan kemenangan Islam dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Islam yang lainya yang bisa kita ambil sebagai inspirasi untuk terus menulis. 

Orang pintar menjadikan setiap waktunya bermanfaat untuk akhiratnya dan bernilai pahala disisi Allah SWT, maka kita meski memaksakan diri kita untuk terus belajar, dan bisa memberi kontribusi terbaik di jalan dakwah, dan menulis termasuk pilihan cerdas untuk menjadikan waktu kita selalu produktif untuk bekal di akhirat kelak. Pertanyaannya mau jadi orang pintar? Itu pilihan kita. 

Kapan mau menulis? Jawabannya sekarang, bagaimana bisa menulis? Ya mulailah menulis. Banyak pilihan dan bahan yang beredar di sekitar kita untuk ditulis dalam sebuah opini yang bisa mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu atau menjauhi sesuatu. Opini dibidang politik misalnya, merupakan tema yang terus hangat dan banyak sisi yang bisa kita tulis dan mengaitkannya dengan kewajiban dakwah kita, dengan opini politik yang kita tulis orang tersadarkan bagaimana sebagai seorang muslim mengambil sikap atas berbagai peristiwa politik yang mereka hadapi di negeri ini, bisa dibayangkan berapa pahala yang akan diraih. 

Semoga terus istiqomah dalam menulis dan jangan pernah berhenti menulis, kepada Allah SWT. kita berserah diri dan meminta diberikan keistiqomahan untuk terus semangat menjadi penulis Islam Ideologis. It is time to be writer. 

Oleh: Ainur Rahman
Pemerhati Pendidikan

Menulis untuk Bekal Menuju Akhirat


Tinta Media - Pernahkah kita berpikir untuk menyiapkan bekal menuju akhirat berupa pahala yang terus mengalir, meskipun amalnya sudah tidak dilakukan lagi? Berpikir seperti ini perlu kita lakukan, sebab bukankah setiap insan pasti akan wafat. Dan Ketika sudah wafat, sudah tidak ada lagi yang bermanfaat, kecuali amal sholeh yang sudah kita siapkan selama di dunia. Di akhirat, saatnya menunggu perhitungan (hisab), sementara kesempatan beramal sudah terhenti. Namun, ternyata ada amal yang pahalanya masih terus mengalir, meski perbuatannya sudah tidak dilakukan lagi. Inilah yang disebut amal jariyah. 

Ya, kenapa harus berpikir tentang amal jariyah?
Ketika nafas sudah terhenti. Jasad sudah tertimbun dalam tanah. Fisik sudah tidak lagi bisa beramal. Namun, ternyata aliran pahala masih terus mengalir. Wah…alangkah bahagianya. Siapa yang tidak senang, segala kebaikan masih terus berdatangan, meski tidak lagi beramal? Semua tidak lain datang dari pahala jariyah yang sudah ditanam benihnya sejak masih hidup. Dan tahukah kita, bahwa itu bisa kita dapatkan dari menulis?. Menuliskan ilmu yang kemudian diikuti oleh orang sehingga menjadi amal kebajikan baginya. Memotivasi orang lain agar senantiasa taat, sehingga ia terjaga dari maksiat. Sungguh inilah yang membuat sehingga muncul tekad yang kuat untuk selalu menulis. Menulis untuk meraih pahala dan mendakwahkan agama Allah ini. Sesuatu yang selalu menyalakan api semangat ketika rasa malas datang menghampiri. 

Menyajikan tulisan terbaik berisi ilmu, tentu saja tidak boleh asal. Sebab, bila ada yang keliru dan diamalkan oleh orang lain, kita bukannya mendapat aliran pahala. Bahkan bisa menyesatkan orang lain. Maka, semangat menyelamatkan orang lain dan menyebarkan ilmu harus terus dijaga. Azam, tekad kuat yang sudah terpatri untuk terus menulis harus dijaga agar tidak mudah redup. 

Maka, semangat untuk terus menulis harus terus dijaga. Tentu sesuai passion, minat dan keahlian. Saat ini bidang Fikih Waris menjadi bidang sangat menarik untuk ditulis. Kenapa? Sebab Rasulullah menyebutkan bahwa ini adalah setengah ilmu dan menjadi ilmu yang pertama kali akan diangkat oleh Allah SWT di akhir zaman. Di saat itu, seperti disampaikan oleh Rasulullah Saw. di dalam sabdanya, akan muncul banyak perselisihan. Bahkan ini bisa terjadi di antara saudara kandung yang dahulunya sangat akrab ketika orang tua mereka masih hidup. 

Kenapa ini bisa terjadi? Rasulullah Saw menyebutkan bahwa pada saat itu, masyarakat sulit menemukan orang yang bisa memberikan solusi persoalan waris dengan hukum waris Islam (faroidh). Sepertinya, apa yang disampaikan oleh Rasulullah ini sudah mulai terjadi sekarang ini. Maka ini peluang besar, meraih pahala yang sangat besar. Membuat tulisan seputar ilmu waris untuk memberikan penyelesaian dari berbagai kasus waris yang terjadi. 

Bidang lain yang juga menarik adalah menulis persoalan politik ekonomi. Sebab, manusia setiap hari hidup dengan kedua persoalan ini. Namun, sayangnya kita  hidup dalam pengaturan sistem politik ekonomi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntunan syariah. Bahkan banyak hal yang jelas diharamkan, namun seolah dianggap sesuatu yang lumrah saat ini. Contohnya persoalan riba. Lalu bagaimana agar orang lain tahu mengenai pengaturan Islam dalam persoalan politik ekonomi? Menulis adalah salah satu cara yang jitu. Memahamkan orang lain dengan kata-kata dan argumen yang menggugah akal. Semoga Allah menjaga semangat ini. 

Medan, 6 Februari 2024 

Oleh: Muhammad Yusran Ramli
Sahabat Tinta Media

Menumbuhkan Budaya Literasi bagi Pendidik



Tinta Media - Dalam wikipedia budaya literasi didefinisikan sebagai suatu budaya di dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Komponen utama dalam pembentukan budaya literasi adalah kegiatan membaca, menulis dan berpikir kritis. 

Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan karya tulis ilmiah yang berdaya guna. 

Tuntutan perkembangan dunia pendidikan di era digital menuntut pendidik untuk memiliki kemampuan literasi yang baik. Apakah kemampuan literasi membaca,  menulis terlebih lagi literasi digital.  Dengan kemampuan literasi yang baik akan dapat mendorong pendidik untuk memanfaatkan berbagai macam kemudahan teknologi untuk menuangkan berbagai macam karyanya agar dapat memberikan kemanfaatan bagi orang lain terlebih lagi bagi peserta didiknya. 
Menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik merupakan hal yang harus terus menerus diupayakan dengan berbagai macam cara dan juga dengan pemanfaatan teknologi yang ada agar persepsi pendidik bahwa budaya literasi itu suatu hal yang sangat berat dan sulit diwujudkan akan dapat terkikis. Sehingga karya-karya produktif dapat dihasilkan oleh para pendidik melalui budaya literasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pendidik. Untuk menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik ada beberapa hal yang bisa dilakukan di antaranya: 

1. Membangun kebutuhan 
Membangun kebutuhan perlu dilakukan pertama kali untuk dapat menumbuhkan budaya literasi bagi pendidik. Biasanya seseorang akan melakukan sesuatu didorong oleh rasa kebutuhan orang tersebut pada sesuatu itu. Semakin tinggi rasa kebutuhan pada sesuatu itu akan semakin besar pula usaha yang dicurahkan. Kebutuhan tentunya ada tingkatannya, ada kebutuhan dilandaskan pada nilai materi dan ada kebutuhan dilandaskan pada nilai spiritual. Dari dua nilai kebutuhan ini, Kebutuhan yang dilandaskan pada nilai spiritual yang memiliki kekuatan yang tinggi dikarenakan tujuan akhirnya bukan sekedar nilai materi tetapi nilai spiritual yang tidak bisa dinilai dan diukur dengan apa pun. 

Nilai spiritual akan menjadikan standar ukuran kebahagiaan adalah keridhoan Allah SWT bukan sekedar materi. Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ali ‘Imran ayat 133: 

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.  

Membangun kebutuhan spiritual perlu dikaitkan dengan suatu kesadaran bahwa hidup di dunia ini sangat sebentar, kisaran 60 – 70 tahun. Kalau diambil rata-rata kurang lebih 65 tahun. 65 tahun ini jika kita bandingkan dengan kehidupan di akhirat sekitar 0.5 hari akhirat. Sangat singkat sekali. Oleh karenanya, sangat disayangkan kehidupan dunia yang singkat ini kita pertaruhkan untuk kehidupan yang selama-lamanya kekal abadi di akhirat kelak. Maka penting bagi kita untuk menggunakan umur kita sebaik-baiknya agar hasilnya dapat kita petik di dunia dan kelak di akhirat.

Muncul pertanyaan, dengan umur yang sangat singkat ini apakah ada cara, agar kita dapat memiliki amal yang sebanyak-banyaknya? Bahkan amal itu dapat jauh melampaui umur kita sendiri? 
Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat merenungkan sabda Nabi SAW: “ Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim dan Ahmad). 

Sabda yang lain, “Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang yang mengikutinya ajakannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya menangung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka itu” (HR. Muslim).

Dua hadis ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa amal manusia akan terhenti ketika sudah meninggalkan dunia yang fana ini, kecuali beberapa amal yang pahalanya terus mengalir yakni Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendo’akannya”. 

Ketiga amal ini ada satu amal yang mudah dilakukan oleh siapa pun tanpa harus menjadi orang kaya terlebih dahulu sehingga bisa shodaqoh jariyah, atau memiliki banyak anak yang shalih mengingat fakta hari ini tidak banyak yang berkeinginan memiliki anak yang banyak.  Amal itu adalah mengajak orang lain pada petunjuk Allah Swt, amal ini adalah salah satu aktivitas amal yang dicintai oleh Allah Swt dan menjadi amal yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para Sahabatnya. 
Menekuni amal ini perlu untuk terus melakukannya sehingga pengalaman yang didapatkan bisa menjadi pelajaran untuk terus menemukan pola dan cara yang tepat dengan berbagai macam latar belakang objek yang akan diajak. Salah satu hal yang bisa kita jadikan sebagai uslub ( cara) dalam mengajak orang lain adalah melalui tulisan. Menulis bukan perkara yang mudah namun bisa kita lakukan. Dengan tulisan kita, harapannya orang lain mendapatkan inspirasi baik dan tulisan kita bisa menjadi bukti kelak di hadapan Allah Swt bahwa kita sudah berupaya untuk memberikan kontribusi menyampaikan risalah yang diturunkan-Nya. Hidup kita sangat singkat, melalui tulisan yang kita hasilkan meskipun kita sudah meninggalkan dunia ini, orang lain masih mengenal dan mendapatkan inspirasi dari tulisan kita. 

“..Demi Allah, bila ada satu orang saja yang mendapat hidayah melalui perantaraan dirimu, maka itu lebih baik bagimu dari pada unta-unta merah (benda/kendaraan yang paling dibanggakan orang Arab).” (HR. Al-Bukhari) 

Jika kebutuhan pendidik sudah didasarkan kepada nilai spiritual, maka budaya literasi akan dapat ditumbuhkan. Dengan dorongan untuk terus melahirkan karya yang dapat memberikan kebermanfaatan bagi orang lain yang kelak akan menjadi amal kebaikan bagi diri pendidik ketika menghadap Allah SWT. 

2. Memulai dari yang paling mudah 
Untuk Menumbuhkan budaya literasi, mulailah dari yang paling mudah. Mulai membaca dari topik yang paling disenangi. Tujuannya adalah dalam rangka menumbuhkan kecintaan dan kesukaan dalam membaca. Jika rasa cinta dan suka tumbuh maka akan menjadi modal bagi kita untuk terus meningkatkan variasi topik yang akan kita baca. Semakin banyak bacaan kita akan menambah banyak informasi yang kita rekam di otak kita. Dan informasi ini akan membantu kita untuk menumbuhkan budaya literasi. 

3. Merawat rasa cinta dan rasa suka yang tumbuh 
Rasa cinta dan rasa senang yang mulai tumbuh harus terus dirawat. Ibarat tunas tanaman yang baru tumbuh perlu di sirami secara teratur dan dijaga dari faktor-faktor yang merusak tunas tanaman tersebut. Demikian halnya dengan rasa cinta dan senang membaca harus terus dirawat. Caranya bisa dengan membuat komitmen diri untuk mengalokasikan waktu membaca sehari berapa lama. 

Komitmen diri ini harus dijalankan dengan berbagai macam cara. Misal jika tidak dijalankan kita bisa memberi sangsi pada diri kita sendiri.  Bentuk sangsinya pun yang positif, misal jika saya tidak membaca sesuai dengan komitmen diri saya maka saya akan bercerita kepada teman saya topik bacaan yang sudah saya baca. Ataupun bentuk sangsi positif lainnya. Harapannya dengan komitmen diri dan adanya sangsi positif, kecintaan dan kesukaan yang sudah tumbuh dapat terus dirawat. 

4.Berbagi dalam forum kecil 
Berbagi dalam forum kecil sebagai bentuk untuk terus membuat otak kita yang menyimpan informasi yang kita dapatkan dari membaca topik yang kita suka akan terus optimal. Otak akan terus dipaksa bekerja menyimpan dan mengeluarkan informasi yang ada. Melatih lisan, melatih gestur, melatih merangkai informasi akan terus menyuburkan budaya literasi. Pendidik tentunya tidak akan kesulitan membuat forum kecil untuk berbagi. Bisa forum kecil bersama peserta didik atau forum kecil bersama pendidik yang lain. 

5. Tuangkan dalam bentuk tulisan 
Setelah tumbuh rasa cinta dan suka membaca, dan juga sudah berbagi dalam forum kecil. Untuk mengikat pemahaman yang sudah kita miliki dengan cara menuangkan dalam bentuk tulisan. Menulis bisa kita lakukan di mana saja. Bisa menulis di akun media sosial, bisa menulis di laptop, atau menulis di buku harian kita. 

Dalam menulis tidak harus terkungkung dengan persepsi harus sesuai dengan kaidah penulisan, harus tersistematis, harus sempurna dan persepsi lainnya yang justru membuat kita tidak akan menulis. Menulis saja seperti kita menulis balasan WA teman kita, atau balasan email. Setelah kita terbiasa menulis baru kemudian akan kita naikkan levelnya dengan standar penulisan yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. 

Semoga dengan lima hal ini, budaya literasi bagi pendidik dapat tumbuh dan terus berkembang. Didasarkan pada dorongan nilai spiritual menjadikan pendidik akan terus menghasilkan tulisan yang mampu menginspirasi pembaca menjadi pribadi yang semakin baik, yang akan memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan ini sesuai dengan ketentuan Sang pencipta alam semesta.

Oleh: Rudi Harianto
Praktisi Pendidikan 

Tulisan, Suarakan Keresahan


Tinta Media - Persoalan dunia pendidikan, masalah ekonomi, kasus perundungan anak, aksi kenakalan remaja hingga tragedi yang melanda saudara muslim kita di Gaza- Palestina secara simultan hadir tersaji di kanal-kanal media digital baik itu kanal media informasi ataupun beranda media sosial. Mungkin sering tayang di beranda media sosial kita video guru yang menumpahkan curahan hatinya, seruan donasi untuk membantu ekonomi seorang kakek renta yang menjajakan dagangannya, berita perundungan (bullying) pada anak dan aksi gangster para remaja yang meresahkan warga, hingga krisis Gaza – Palestina yang masih terus berlanjut. 

Semua informasi tadi membuat isi kepala terasa penuh, bahkan membuat jumud.  Dan, kemudian  memunculkan keresahan. Keresahan seorang anak akan orang tuanya, keresahan seorang suami akan istrinya, keresahan seorang ayah akan anak-anaknya, hingga keresahan diri sebagai seorang muslim mendengar kabar kezaliman yang menimpa saudaranya di Gaza - Palestina. Dan segala keresahan tadi jangan dibiarkan mengendap di pikiran, Keresahan tadi harus disalurkan agar tidak menjadi toksik yang tersimpan dalam pikiran. Toksik yang  dapat menyebabkan penyakit mental dan juga penyakit fisik. 

Salah satu cara untuk menyalurkan keresahan adalah melalui menulis. Menulis adalah saluran universal dalam menuangkan ide, pikiran, dan mengekspresikan perasaan. Menulis dapat menyembuhkan penyakit. Menulis adalah sarana berbagi ilmu, wawasan dan pengalaman. Dengan menulis seseorang mengikat dan mengekalkan ilmu. Dengan menulis pula sikap seseorang tampak dan hadir. 

Tentunya dalam menulis kita harus tahu aturan dan pedomannya, serta kaidah-kaidah yang digunakan dalam menulis. Karena menulis itu tidak bisa asal-asalan, tidak menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar. Tujuannya adalah agar tulisan kita dapat dipahami dengan baik oleh pembaca kita. Menulis juga tidak bisa mengabaikan nilai moral dan etika. Dan sebagai seorang muslim nilai dasar dalam menulis tentunya adalah syariat (aturan Islam). Segala tulisan seorang muslim landasan dasarnya adalah pemikiran Islam, baik dalam menulis sebuah tanggapan hingga opini terhadap suatu persoalan. 

Ada satu kewajiban yang harus dijalankan seorang muslim, yakni kewajiban amar ma’ruf nahi munkar – menyeru kebaikan mencegah kemungkaran. Ketika seorang muslim melihat kemungkaran maka hendaknya dia berupaya mengubah kemungkaran tersebut sesuai kemampuannya.

Dari Abu Said Al Khudri ra, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim) 

Dari hadis di atas, ada tiga tingkatan dalam upaya mengubah kemungkaran. Pertama, mengubah dengan tangannya, hal ini bermakna orang yang memiliki kekuasaan seharusnya dapat mencegah dan mengubah kemungkaran dengan kekuasaannya. Kedua, mengubah dengan lisannya, dapat dimaknai memberikan nasihat dan ilmu dengan cara yang baik. Ketiga, mengingkari dengan hati dan ini tingkat yang paling rendah. 

Upaya mengubah kemungkaran yang bisa kita lakukan saat ini hanya dua, yakni mengubah kemungkaran dengan lisan dan atau mengingkari dengan hati. Kita berupaya untuk tidak berada pada tingkat yang paling rendah. Dan “lisan” bisa kita suarakan melalui tulisan. Kita sebagai seorang muslim yang peduli – dan harus peduli – akan segala persoalan yang ada harus  menampakkan sikap kita, kepedulian kita dan keresahan kita. Suarakan sikap kita, suarakan kepedulian kita dan suarakan keresahan kita dalam bentuk tulisan. [] 

Oleh: Syadzuli Rahman
Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi

Tulisan Membawa Perubahan


Tinta Media - Sebagai seorang muslim, dakwah adalah kewajiban sebagaimana kewajiban lainnya. Maka, sudah tentu dalam berdakwah harus bisa memaksimalkan diri dan bersungguh-sungguh dengan segala potensi yang dimiliki tanpa kenal lelah apalagi gampang pasrah dan menyerah dalam menghadapi tantangan dakwah. Kita ingatkan kembali diri ini bagaimana Rasul SAW dan para sahabat juga para khalifah berjuang demi dakwah Islam  dengan sungguh-sungguh bahkan rela mengorbankan segalanya dari mulai harta sampai nyawa demi tersampaikannya pesan dakwah kepada seluruh umat manusia. Sampai dakwah Islam diterima dunia dan memimpinnya selama lebih 1300 tahun dengan segala kemajuan dan perkembangannya. 

Seperti halnya para ulama terdahulu yang menulis berbagai kitab dan bahkan menjadi pakar di bidang masing-masing. Semisal Ibnu Sina yang ahli di bidang pengobatan, dengan kitabnya Al-qanun fi al-Tibb. Al-Khawarizmi penemu algoritma yang menjadi dasar pengembangan komputer modern juga ditemukannya angka nol yang mempermudah penghitungan. Jabir ibnu Hayyan ahli kimia yang karya karyanya sampai diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Ibnu Al Haytam ahli matematika, astronomi, dan fisika. Terkenal dengan karyanya Al-Manazir, kitab yang membahas tentang optik yang bahkan dijadikan rujukan ilmuwan barat Roger Bacon dan Kepler dalam menciptakan mikroskop dan teleskop. Al-Jazary yang bergelar bapak robot karna karyanya sebagai pembuat robot pertama. Al-Zahrawi seorang dokter dan ahli bedah dengan karyanya At-Tasrif yaitu ensiklopedia medis yang jadi rujukan di dunia kedokteran. Dan masih banyak lagi. 

Mereka dengan penuh kesungguhan sampai rela berjalan puluhan atau bahkan ribuan km jauhnya untuk mempelajari suatu keilmuan untuk kemudian dibukukan agar bisa dipelajari umat serta generasi setelahnya, sekaligus menjadi ilmu pengetahuan bagi yang mempelajari dan pahala jariah bagi mereka yang menuliskannya. 

Ini dari sisi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi perubahan peradaban. Sementara, dari sisi kemunduran tatkala umat dilemahkan dengan  gencarnya serangan misionaris terhadap dunia Islam sekitar abad ke 16 hingga 19 Masehi yang membuat Daulah Islam berhasil diruntuhkan tahun 1924 Masehi. Kala itu, salah satu senjata yang digunakan para misionaris adalah melalui  pencetakan buku-buku dan penerbitan buletin-buletin yang kemudian disebarluaskan kepada kaum muslim dengan tujuan untuk melemahkan kaum muslim. hingga mereka (kaum muslim) ragu dengan agamanya dan perlahan tapi pasti kaum muslim kehilangan jati diri dan bahkan kehilangan negaranya yaitu runtuhnya kekhilafahan islam tahun 1924 masehi melalui antek penjajah inggris mustafa kemal at-taturk. 

Oleh karenanya, menulislah sampaikanlah pesan dakwah kepada umat. agar umat terlepas dari belenggu kejumudan, kekufuran serta mengembalikan manusia kepada fitrahnya dan besar harapan bisa mengembalikan kembali cahaya kejayaan Islam yang telah lama padam dengan tegaknya syari’ah Islam  dalam bingkai khilafah ‘ala minhajin nubuwwah sebagaimana yang di sabdakan baginda Rasullullah SAW. Yang akan membawa kemajuan serta perubahan bagi peradaban Islam dan dunia. 

Oleh: Dede Dahyat
Aktivis Komunitas Karyawan Hijrah Purwakarta

Menulis sebagai Uslub Dakwah Islam Ideologis, Panggilan Jiwa yang Mendalam



Tinta Media - Dalam era informasi ini, peran menulis memiliki dimensi yang lebih luas, terutama ketika digunakan sebagai uslub dakwah Islam ideologis. Di tengah kompleksitas tantangan zaman, kemauan yang kuat dari penulis menjadi landasan utama dalam menjadikan setiap tulisan sebagai panggilan jiwa yang mendalam. Keinginan yang tulus untuk menyebarkan nilai-nilai Islam melalui medium tulisan bukan hanya menjadi tugas, melainkan juga tanggung jawab spiritual yang memerlukan keautentikan dan kecemerlangan.

Pertama, tanggung jawab spiritual penulis mencuat sebagai esensi dari kemauan kuat dalam menulis sebagai uslub dakwah Islam ideologis. Menulis bukan hanya keterampilan teknis, melainkan amanah yang memerlukan kesungguhan dan ketulusan dalam menyampaikan pesan Islam. Penulis yang memiliki kesadaran akan tanggung jawab spiritual ini akan menjadikan setiap kata yang tercipta sebagai refleksi dari keimanan dan kecintaan kepada ajaran Islam.

Kemauan yang mendalam juga mendorong penulis untuk mengeksplorasi kreativitas dalam penyampaian dakwah. Menulis sebagai uslub memungkinkan penciptaan narasi yang tidak hanya menggugah, tetapi juga memudahkan pemahaman. Dengan kreativitas, penulis dapat membentuk kata-kata menjadi instrumen yang membangun jembatan antara ajaran Islam dengan realitas kehidupan sehari-hari. Inilah jalan untuk membuat dakwah tidak hanya bermakna, tetapi juga relevan dalam konteks masa kini.

Adaptasi dengan konteks kontemporer menjadi langkah selanjutnya yang diambil oleh penulis yang memiliki kemauan kuat. Mampu memahami isu-isu zaman dan menyampaikan pesan Islam dengan cara yang relevan memerlukan kepekaan terhadap perubahan sosial dan budaya. Dengan kemampuan beradaptasi, tulisan menjadi alat yang efektif untuk merespons tuntutan masa kini, sehingga pesan Islam dapat diterima dengan lebih luas dan mendalam.

Tidak hanya sekadar menyampaikan pesan, penulis dengan kemauan kuat untuk menjadikan menulis sebagai uslub dakwah Islam ideologis juga mencerminkan keteladanan dalam tulisan. Melalui kata-kata, penulis tidak hanya menjadi penyampai informasi, melainkan juga contoh yang menginspirasi dan memotivasi pembaca. Keteladanan ini memberikan dimensi lebih dalam pada tulisan, menjadikannya lebih dari sekadar rangkaian kalimat, tetapi sebagai cerminan dari nilai-nilai yang diadvokasi.

Kontinuitas dan konsistensi adalah aspek penting yang tercermin dari kemauan yang terus menerus. Menjadikan menulis sebagai uslub dakwah Islam ideologis bukanlah proyek sesaat, melainkan perjalanan panjang untuk membangun kesadaran dan pemahaman umat terhadap nilai-nilai Islam. Dengan mempertahankan kontinuitas, tulisan menjadi alat yang mampu secara berkesinambungan memengaruhi dan membentuk pola pikir umat dalam mendekatkan diri kepada ajaran Islam.

Dengan demikian, menjadikan menulis sebagai uslub dakwah Islam ideologis bukan hanya menciptakan tulisan-tulisan berkualitas, tetapi juga merintis jalan untuk memperkaya spiritualitas dan pemahaman umat terhadap ajaran Islam. Kemauan yang kuat dari penulis menjadi pendorong utama dalam membangun jembatan antara dunia tulisan dan nilai-nilai Islam, membawa pesan agung dengan penuh keikhlasan dan kecintaan.[]


Oleh: Zamrudin
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab