Tinta Media: Kapitalisme
Tampilkan postingan dengan label Kapitalisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kapitalisme. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 Mei 2024

Nyawa Melayang dengan Mudah, Di manakah Jaminan Nyawa Sistem Kapitalisme?


Tinta Media - Belakangan ini, sejumlah kasus pembunuhan secara sadis terjadi di beberapa daerah seperti di Bekasi, Ciamis dan Bali. Kasus kriminalitas ini menjadi booming di publik nasional. Aparat kepolisian juga berhasil membekuk para pelaku terduga dan mengungkap motif pembunuhan itu.

Yang pertama, ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi yaitu jasad wanita berinisial RM (50) sebagai korban pembunuhan Kamis (25/4) pagi. Polisi pun menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan.

Yang kedua, kasus pembunuhan dan mutilasi  terjadi di Ciamis yang dilakukan oleh TBD (50) terhadap istrinya bernama Yanti (44) di wilayah Rancah, Ciamis, Jawa Barat. Ketua RT setempat di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Rancah, Yoyo Tarya melaporkan aksi pembunuhan tersebut kepada polsek Rancah. Setelah mengetahui pelaku berkeliling menawarkan daging korban dalam baskom.

Yang ketiga kasus pembunuhan pekerja seks komersial (PSK) di Bali oleh seorang pria bernama Amrin Ar-Rasyid Pane (20) menewaskan seorang perempuan berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. Kasus ini bermula saat pelaku memesan wanita pekerja seks komersial melalui aplikasi di ponsel dan terjadi tawar menawar dengan korban. Mereka sepakat dengan harga Rp500 ribu. Korban datang di tempat kejadian perkara yang ditentukan oleh pelaku yaitu dikamar indekos pelaku. Lalu, korban masuk ke kamar kos dan pelaku melakukan hubungan badan dengan korban. Setelah itu, pelaku membayar sebesar Rp500 ribu, namun korban tidak terima dan meminta bayaran kepada pelaku sebesar Rp1 juta. Kemudian, pelaku tidak terima sehingga korban mengancam pelaku akan mendatangkan pacarnya bersama teman-temannya.

Usai diancam, pelaku emosi dan secara spontan melakukan penganiayaan dengan menggorok leher korban dari belakang dengan menggunakan pisau dapur. Korban pun sempat berteriak, pelaku membungkam mulut korban dengan tangan kiri. Lalu pelaku dengan cara membabi buta langsung menikam tubuh korban berulang ulang sampai tewas dan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam koper lalu membuangnya. (CNN Indonesia, 05/05/2024).

Dalam sistem kapitalisme, kejahatan marak terjadi termasuk pembunuhan. Nyawa dalam sistem ini ternyata dihargai sangat murah, hanya karena emosi nyawa pun dapat dihabisi. Tidak habis pikir, manusia-manusia yang hidup di sistem ini berbuat di luar nalar. Hanya dengan perkara kecil saja nyawa dapat melayang. Cara membunuhnya pun beragam hingga sadis dan kejam. Tentu saja bagaimanapun cara membunuhnya pembunuhan yang terjadi tidak dapat dimaklumi. Karena kejahatan hingga hilangnya nyawa adalah suatu perkara yang besar.

Dengan meninggalnya satu orang tidak akan memutus kehidupannya saja, banyak kerugian lain yang akan terjadi. Ada keluarga, kerabat dan teman-teman yang akan sangat kehilangan sosok yang disayang. Bagaimana nanti nasib anak-anaknya jika ia adalah seorang ibu? Bagaimana nasib orang tuanya jika ialah anak tunggal mereka? Bagaimana nasib kerabatnya jika dia adalah satu-satunya saudara? Apalagi mengetahui tewasnya secara sadis dan kejam. Semua personal akan merasakan akibatnya.

Berita di atas hanyalah tiga dari banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi. Apalagi masih banyak kasus-kasus kriminalitas yang tidak terekspos media massa. Tentu hal itu ada kaitannya dengan pendidikan yang didapat masyarakat. Dengan sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme masyarakat dididik dengan orientasi pada materi sehingga manusia-manusia yang dihasilkan adalah manusia-manusia tamak yang memaksakan kehendak dan selalu ingin memenuhi nalurinya.

Kepuasan jasmani dan materilah yang menjadi prioritas masyarakat sekuler. Tidak ada lagi syariat atau agama yang menjadi ukuran mereka. Semua cara dilakukan asalkan dapat mencapai tujuan. Semua dapat diterjang untuk mendapat kesenangan sesaat.

Hal tersebut juga berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Orang-orang mudah tersulut emosi walau dengan hal-hal sepele. Hingga ringan sekali tangannya untuk menebas nyawa seseorang. Itu semua menjadi bukti bahwa sistem yang berlaku saat ini gagal dalam menjamin keamanan rakyatnya. Menjamin nyawa seorang saja tidak mampu.

Hal itu juga menunjukkan sistem sanksi yang ada tidak dapat menjerakan pelaku dan mencegah orang lain berbuat kriminal. Buktinya kejahatan seperti ini terus saja berulang terjadi dan semakin marak. Mata rantai permasalahan ini harus segera diputuskan.          

Sistem kapitalisme-sekularisme yang tidak dapat menyejahterakan rakyatnya serta menjaga keamanan seluruh rakyatnya maka berbanding terbalik dengan sistem Islam yang berorientasi jelas. Yaitu untuk menyejahterakan rakyatnya. Semua orang yang berada di bawah naungan Islam, muslim maupun non muslim akan terjamin kehidupannya dan terjaga nyawanya.

Dalam islam, membunuh seorang muslim diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sistem sanksi yang diterapkan oleh islam pun dapat membuat jera pelaku dan mencegah orang lain bertindak kejahatan. Karena nyawa akan ditebus dengan nyawa inilah sistem yang akan memutus mata rantai  pembunuhan yang terjadi.

Ditambah lagi, sistem pendidikan islam yang berbasis akidah islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang bertakwa kepada Allah SWT. Standar perbuatannya adalah syariat Allah SWT dari Al-Quran dan As-Sunnah.  Mereka pun paham dan yakin bahwa esok aka nada hari pembalasan yang mana semua amal akan dipertanggungjawabkan. Sehingga semua personal akan berhati-hati dalam bertindak dan menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. Waallahua’lam bisshawab. 

Oleh: Rosyida Az Zahro, Aktivis Dakwah

Minggu, 19 Mei 2024

Rentenir Berkedok Usaha Resmi, Solusi ala Kapitalisme


Tinta Media - Pemkab Bandung sukses melahirkan koperasi besar dan Go Internasional. Koperasi yang menjadi pilar ekonomi ini telah berkontribusi besar terhadap pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna, Jumat (3/5/2024).

Salah satunya adalah Koperasi Banjaran Karya Samuha yang mampu menembus pasar internasional. Beberapa komoditas unggulan seperti ubi jalar, kentang dan baby buncis, menembus ke negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, India, dan beberapa negara Timur Tengah.

Kesuksesan ini berkat program inkubasi dan pendampingan intens yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung. Dindin Syahidin sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UMKM memastikan bahwa melalui program ini, koperasi mampu bertumbuh dan bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Ia berharap bahwa koperasi ini mampu memberikan dampak konkret agar masyarakat, khususnya petani lebih sejahtera.

Pelaku UMKM dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga membuka lahan pekerjaan dan punya andil mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini membuat pemerintah menaruh perhatian dengan menghadirkan koperasi. Bagaimana tidak, UMKM telah berkontribusi terhadap PBD Nasional sebesar 60,5%. Artinya, UMKM sangat potensial untuk memberikan keuntungan yang besar bagi negara.

Namun sayangnya, solusi yang seolah-olah membantu UMKM khususnya petani agar sejahtera, nyatanya sarat akan kepentingan para pemilik modal besar. Bukan rahasia lagi, di negeri yang kaya akan hasil pertaniannya, tidak menjamin petaninya hidup sejahtera. Kebijakan yang tak berpihak pada rakyat kecil menambah penderitaan petani.

Penguasa dan pengusaha berkolaborasi. Mereka menawarkan pinjaman modal pada pelaku UMKM atau petani demi meraup keuntungan dari pinjaman koperasi tersebut. Pinjaman yang awalnya indah, tetapi berakhir dengan musibah. Mungkin ada yang sukses ketika menjadi nasabah koperasi, tetapi tidak sedikit pula yang berakhir dengan kegagalan.

Banyak fakta yang terjadi, bahwasanya tidak sedikit UMKM atau petani yang tidak berhasil mengembangkan usaha karena tidak mampu bersaing. Akhirnya, mereka gulung tikar dan menyisakan cicilan utang kepada koperasi atau bank dan malah menimbulkan masalah baru.

Selain itu, menurut data CNBC Indonesia, ada banyak koperasi bermasalah di antaranya:

(1)    KSP Sejahtera Bersama, 186 ribu korban dari seluruh Indonesia dengan kerugian Rp8,8 T, dengan dugaan kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah senilai Rp249 miliar.

(2)    KSP Indosurya, kasus yang dimulai di tahun 2020. Terjadi kegagalan bayar bunga dan pokok simpanan anggota. Tersangkanya adalah pemilik KSP Indosurya dan pada tahun 2023 diputus bebas.

(3)    KSP Pracico Inti Utama.

(4)    KSP Inti Sejahtera tersandung kasus gagal bayar sejak tahun 2020 lalu, dan masih banyak lagi koperasi yang bermasalah.

Ini membuktikan bahwa solusi yang pemerintah tawarkan tidak benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat kecil. Alih-alih mampu mengendalikan inflasi, pada akhirnya inflasi tetap terjadi. Buktinya, pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan para pemilik modal besar saja.

Selain itu, koperasi dalam sistem sekuler kapitalisme ini diperparah dengan praktik riba di dalamnya, sehingga menambah ketidakberkahan pada usaha yang dijalani. Jelas, dalam Islam riba diharamkan, apa pun namanya, seperti bunga (interest), denda (fine), penalti, annual fee, iuran tahunan dalam kasus kartu kredit dan sebagainya. Segala bentuk tambahan biaya dari dana pinjaman dinamakan riba.

Ini artinya kehadiran koperasi sebagai pilar pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh masyarakat. Masyarakat bawah tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, mereka begitu berharap bahwa dengan mendapatkan modal pinjaman dari koperasi, usaha mereka akan berkembang. Namun, kenyataannya bukan kesejahteraan yang mereka dapatkan, malah penderitaan.

Inilah sistem sekuler kapitalisme. Penguasa lebih berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat. Negara telah gagal mengurusi rakyat. Sejatinya, negaralah yang bertanggung jawab atas keberlangsungan perekonomian rakyat.

Sebagai motor negara, pemerintah wajib menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Namun, dalam sistem saat ini rakyat berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Negara malah menjerumuskan rakyat pada rentenir berkedok usaha resmi.

Sedangkan dalam Islam, Khilafah menjamin kesejahteraan rakyat, baik sandang, pangan, ataupun papan. Jika rakyat membutuhkan bantuan dana dari pemerintah untuk mengembangkan usahanya, negara akan berupaya penuh membantu para pelaku UMKM atau petani. Tentunya dengan aturan yang sesuai dengan syariat.

Khalifah sebagai raa’in (pelindung/pemelihara) umat, akan memfasilitasi seluruh kebutuhan rakyat, misalnya untuk para petani. Khalifah akan menyediakan lahan untuk digarap, dipupuk, diberi fasilitas irigasi, alat-alat pertanian, sarana transportasi. Tidak kalah penting, infrastruktur jalan pun harus memadai demi memudahkan pendistribusian hasil pertanian. Semua fasilitas tersebut akan diberikan secara cuma-cuma atau gratis.

Kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat tidak diragukan lagi. Pengelolaan SDA dilakukan secara mandiri tanpa menyerahkan kepada pihak swasta atau asing, sehingga hasilnya sangat luar biasa dan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang disimpan di Baitul Mal.

Selain itu, negara akan mendorong para pelaku usaha untuk menginvestasikan uangnya ke bisnis yang riil dan melarang disimpan di sektor perbankan dan investasi portofolio yang bertujuan untuk mendapatkan bunga. Negara akan melarang segala model bisnis berbasis utang bunga, dan akan mengubahnya menjadi bisnis yang diajarkan Islam, seperti bisnis kemitraan bagi hasil. Dalam bisnis tersebut, para mitra berbagi profit dan risiko secara bertanggung jawab.

Rasulullah SAW bersabda,

“Rasulullah melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba, dan dua saksi yang menyaksikan riba.”

Kata beliau, “semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598)

Oleh sebab itu, negara Khilafah tidak akan mengambil keuntungan atau manfaat dari usaha rakyat. Maka dari itu, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Sudah saatnya kaum muslimin bergandengan tangan dalam ukhuwah Islamiah dengan membuang jauh-jauh sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan rakyat dari hukum-hukum Allah. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae, Sahabat Tinta Media 

Jumat, 17 Mei 2024

Kelaparan, Sebuah Keniscayaan dalam Sistem Ekonomi Kapitalisme


Tinta Media - Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa 59 negara atau wilayah masih banyak yang mengalami kelaparan akut. Jumlah penduduk dunia yang menghadapi kerawanan pangan akut terus melonjak menjadi sekitar 282 juta orang pada 2023. Angka ini menunjukkan peningkatan 24 juta orang dari tahun lalu. (Antara, 25/4/2024)

Penyebab terjadinya krisis kelaparan yang melanda dunia tidak lain dikarenakan penerapan sistem kapitalisme global. Sebab, penerapan sistem saat ini mengakibatkan sebagian besar kekayaan alam atau sumber daya alam yang ada di setiap negara hanya dikuasai oleh segelintir orang saja tanpa memikirkan manusia yang lain. Padahal, sumber daya alam merupakan kepemilikan umum atau publik yang hasil dari pengelolaannya dapat dinikmati secara umum, tidak hanya untuk individu saja atau pemilik modal.

Konsep dari sistem tersebut mengakibatkan masyarakat sulit mengakses kebutuhan pokok berupa pangan. Kalaupun diberi akses, masyarakat harus membayar dengan harga mahal, sebab pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh pihak swasta atau pemilik modal yang meniscayakan kapitalisasi berorientasi pada untung atau bisnis.

Namun, faktanya pemerintah terus melibatkan korporasi dalam produksi dan distribusi pangan. Korporasi memiliki peran besar dalam mengendalikan pangan, mulai dari produksi hingga distribusi yang sering kali melakukan penimbunan bahan pokok dan lain-lain.

Karenanya, kedaulatan pangan adalah hal yang mustahil direalisasikan jika masih mempertahankan sistem kapitalisme. Ini diperparah dengan keberadaan negara yang hanya berposisi sebagai regulator saja. Negara dalam sistem kapitalisme berlepas tangan atas tanggung jawabnya sebagai pengurus rakyat, termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan.

Dengan demikian, selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka tidak akan ada kesejahteraan yang dialami oleh rakyat. Padahal, PBB pada tahun 2015 menargetkan bahwa kelaparan dunia berakhir pada 2030.

Awalnya, target tersebut tampak sangat mungkin untuk dicapai. Namun, sekarang laporan terbaru ter-indeks ke laporan global yang dikeluarkan Weld Hanger Life and Concern World Wide. Ini mengindikasikan bahwa perang melawan kelaparan sudah sangat keluar jalur. Hal ini berdasarkan data jumlah orang yang tidak mendapatkan nutrisi layak di dunia pada 2020 yang mencapai 2,4 miliar orang atau hampir sepertiga populasi dunia.

Sistem ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada segelintir orang telah menjadikan sebagian besar penduduk dunia jatuh dalam jurang kemiskinan.  Pasalnya, sistem ini telah melibatkan pihak swasta dalam mengelola kebutuhan strategis rakyat, baik kebutuhan pangan, layanan pendidikan, hingga kesehatan. Semuanya legal dijadikan sebagai objek komersialisasi oleh para pemilik modal. Maka, tak heran jika hanya untuk mendapatkan dan mengakses kebutuhan tersebut, rakyat harus membayar mahal atas dasar hitung-hitungan bisnis para kapitalis.

Mirisnya, sistem ekonomi kapitalisme juga telah menjadikan distribusi pangan berada di bawah kendali para kapitalis. Alhasil, proses distribusi pangan menemui beragam kendala, seperti tidak sampainya bahan makanan ke tempat-tempat yang sudah dijangkau. Kalaupun sampai, pasti dengan harga yang mahal akibat rantai distribusi yang panjang.

Selain itu, banyak tengkulak nakal yang sengaja menimbun bahan pangan agar untung besar. Bahan tersebut akan dikeluarkan ketika harga pangan meningkat.

Sejatinya, permasalahan kelaparan ini tak akan pernah usai selama sistem kapitalisme masih diterapkan di negeri ini. Umat membutuhkan sistem yang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di dunia ini, khususnya masalah kelaparan, yakni dengan menerapkan aturan Islam. Sebab, Islam memberi solusi tuntas pencegahan serta penanganan krisis pangan dan kelaparan. Sabda Rasulullah saw.

“Imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” Hadits Riwayat Muslim dan Ahmad

Di dalam negeri, politik pangan Islam adalah mekanisme pengurusan hajat pangan seluruh individu rakyat. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok tiap individu rakyat, baik berupa pangan, pakaian, ataupun papan.

Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka.

Untuk mereka yang tidak mampu bekerja karena sakit, cacat, ataupun yang lainnya, maka Islam telah menetapkan bahwa nafkah mereka dijamin kerabatnya. Akan tetapi, jika kerabatnya juga tidak mampu, maka negara Khilafah yang akan menanggungnya.

Dalam sistem ekonomi Islam, masalah produksi, baik primer atau pengolahan, distribusi, dan konsumen akan terselesaikan. Dalam hal distribusi pangan, negara akan memutus rantai panjang distribusi sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Yang nakal akan dikenai sanksi. Sarana distribusi yang murah akan disediakan.

Dengan demikian, hasil pertanian akan merata ke seluruh lapisan masyarakat. Negara mampu memenuhi semua jaminan kebutuhan pokok rakyat tanpa kekurangan sedikit pun. Hal tersebut bisa terjadi karena di dalam Islam sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum yang pengelolaannya dilakukan oleh negara. Hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan publik sehingga semua fasilitas dan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan bisa didapatkan oleh seluruh rakyat secara gratis.

Inilah mekanisme Islam untuk mencegah terjadinya krisis pangan ataupun kelaparan dalam negeri. Semua mekanisme ini hanya bisa diterapkan ketika sistem Islam telah diterapkan di negeri ini, yakni di bawah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan demikian, kesejahteraan akan dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Wallahu a’lam bis shawwab.

Oleh: Umu Khabibah (Generasi Peduli Umat)

Sabtu, 27 April 2024

Adakah Efek Jera dalam Kapitalisme?


Tinta Media - Miris! Negara seharusnya memberikan hukuman berat kepada para koruptor, bukan malah memberikan diskon. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Remisi Khusus (RK) bagi narapidana dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) Khusus bagi Anak Binaan yang beragama Islam pada saat hari raya Idul Fitri. 

Penerima RK dan PMP Khusus pada lebaran 2024 berjumlah 159.557 orang (tirto.id, 10/04/2024). Salah satu penerima remisi adalah terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP, Setya Novanto. Mantan ketua DPR itu mendapatkan diskon masa tahanan bersama 240 narapidana korupsi lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung (tempo.co, 12/04/2024).

Hari-hari besar keagamaan tampaknya menjadi hari yang makin istimewa bagi para napi. Betapa tidak? Pada hari itu para napi mendapat kejutan berupa pemberian remisi. Tentu kabar ini menjadi angin segar, khususnya bagi para keluarga dan sanak saudara. Padahal, jika mengingat kejahatan yang dilakukan para napi, pemberian remisi tentu menjadi sesuatu yang tidak adil, terutama bagi pelaku korupsi, bandar narkoba, pembunuh, serta pelaku kejahatan lain yang sangat merugikan masyarakat dan negara.

Obral remisi menjadi kebiasaan di negeri ini. Maka, tak heran jika tingkat kejahatan kian meningkat. Remisi bukan solusi, melainkan memperparah keadaan. Sebab, pemberian remisi justru akan menjauhkan efek jera bagi pelaku kejahatan. 

Remisi berulang kali berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Kapan negeri kita menerapkan hukum yang adil? Bagaimana bisa ada efek jera jika hukuman bisa berubah-ubah? Bagaimana bisa ada efek jera bila tiap tahun ada potongan hukuman? 

Ketika kedaulatan di tangan manusia, keadilan semakin terpinggirkan. Orang yang menjalani hukuman di dalam sistem sekuler tidak akan merasakan efek jera ataupun kesadaran untuk menjadi manusia yang lebih baik, apalagi efek untuk menjadi manusia yang taat pada aturan Sang Pencipta. 

Sistem sanksi yang diberikan tidak konsisten dan dapat berubah sesuai kepentingan. Sistem hukum buatan manusia terbukti tidak mampu mengatur kehidupan manusia dengan adil. Sistem sekuler ibarat jalan rusak yang tak patut dilalui. Semestinya kita menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Saatnya kita kembali pada aturan Allah. Jangan menjadi manusia sombong  yang menolak hukum-hukum yang berasal dari Tuhan semesta alam!



Oleh: Umma Hagia
Sahabat Tinta Media

Rabu, 24 April 2024

Kapitalisme Biang Ketidakjelasan Nasib Nakes


Tinta Media - Bupati Manggarai, NTT, Herybertus G.L. Nabit memecat 249 nakes non Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemecatan ini dilakukan setelah ratusan nakes non ASN tersebut berdemonstrasi menuntut perpanjangan kontrak kerja dan kenaikan upah. Bupati menganggap bahwa aksi tersebut sebagai bentuk ketidakdisiplinan dan ketidakloyalan bawahan pada atasan. Di sistem kapitalisme ini nyatanya persoalan upah rendah bukan hanya terjadi pada nakes saja tetapi di bidang lain pun sama seperti guru honorer, buruh pabrik, buruh tani dan lain sebagainya.

Ketika DPRD Kabupaten Manggarai Matias Masir mengatakan bahwa "Ratusan Nakes yang berdemonstrasi sebenarnya hanya ingin berdialog dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD. Mereka hanya minta gajinya di naikkan dari Rp.600 ribu sebab sangat jauh dari UMR NTT (sekitar 2 juta lebih)". Upah rendah pada nakes bukan hanya terjadi di Manggarai NTT saja tetapi di wilayah lain pun banyak yang bernasib sama. Masih ada 34,5% nakes dan tenaga medis yang mendapat gaji di bawah UMR. Alasan klasiknya penyebab gaji para nakes jauh di bawah UMR karena pemerintah setempat sering kali kekurangan dana untuk menggaji para honorer. Padahal kecilnya gaji nakes akan sangat berdampak pada menurunnya efektivitas dan inisiatif kerja.

Semua ini dampak dari penerapan sistem kehidupan kapitalis. Sistem ini membolehkan siapa pun mengelola SDA, sedangkan jika SDA dikelola oleh swasta/asing tentu keuntungan besar akan masuk pada kantong mereka. Seperti misalnya di NTT yang terkenal dengan berlimpah logam mangan, emas, batu bara, nikel, tembaga dan lain-lain. Tetapi semua SDA-nya di kelola oleh asing sehingga kebermanfaatannya tidak dirasakan oleh masyarakat. Dan dalam sistem ini posisi penguasa hanya sebagai regulator yang tidak memiliki visi untuk menyejahterakan rakyatnya. Melainkan hanya sebagai regulator bagi para pemilik modal. Juga sistem Politik Demokrasi hanya melahirkan penguasa oligarki yang justru melindungi kepentingan para pengusaha dan mengabaikan hak rakyatnya.

Berbeda hal dengan sistem kapitalisme, di dalam sistem Islam penguasa sangat memperhatikan hak rakyatnya termasuk hal sehat dan hidup layak. Pemenuhan kebutuhan rakyat dan kesejahteraan rakyat menjadi perhatian utama bagi para penguasa untuk dipenuhi. Aturan kepemilikan yang jelas dan ketat menjadikan SDA hanya boleh di kelola oleh negara. Dan pendistribusiannya dipastikan sampai ke tangan seluruh rakyat baik dalam bentuk pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan maupun keamanan rakyat. Karena sejatinya SDA dan hasil pengelolaannya adalah milik rakyat yang tidak boleh dikuasai dan dinikmati oleh individu ataupun segelintir orang pemilik modal saja.

Begitu pun persoalan upah rendah bisa teratasi, sebab pemasukan negara akan sangat melimpah dari hasil kekayaan alam dan pos-pos pemasukan negara yang lainnya. Maka bukan hanya upah yang tinggi bagi nakes saja tetapi juga fasilitas kesehatan yang mumpuni dan merata akan ada di seluruh wilayah dan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa pengecualian. Di bidang kesehatan semua di bawah kontrol negara, baik itu rumah sakit besar maupun kecil dari kota hingga desa. Sehingga bisa di pastikan seluruh rakyatnya mendapatkan pelayanan yang sama.

Selain kepemilikan, Islam pun memosisikan penguasa sebagai raa'in dan junnah yaitu pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Kesejahteraan, keselamatan dan keamanan rakyat menjadi prioritas utama negara terhadap seluruh rakyatnya. Maka saatnya beralih ke sistem Islam kaffah yang mampu menjadikan kehidupan adil, sejahtera, aman dan berkualitas. Dan semua permasalahan kehidupan akan terpecahkan karena hanya sistem Islam satu-satunya sistem yang berasal dari Pencipta manusia dan seluruh alam semesta yang Maha Sempurna. Yang tidak mungkin cacat, dan tidak adil, sehingga sangat layak sebagai satu-satunya aturan hidup yang sempurna dan solusi yang hakiki bagi seluruh permasalahan kehidupan manusia. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media

Minggu, 07 April 2024

KDRT, Bukti Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Persoalan di negeri ini tak pernah usai. Di antaranya adalah masalah KDRT yang dilakukan oleh seorang suami. Alasannya pun beragam, mulai dari masalah ekonomi, perselingkuhan, rasa cemburu, dsb. 

Dilansir dari KOMPAS.com, RFB seorang istri mantan perwira Brimob berinisial MRF, mengalami kekerasan berulang kali dalam rumah tangganya sejak 2020. Bahkan yang menyedihkan, kekerasan tersebut dilakukan di depan mata anak-anaknya sendiri. 

Korban RFB diketahui mengalami luka fisik hingga gangguan psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami. 

“Luka-luka yang diderita oleh korban yaitu memar di bagian dada, punggung, dan wajah, serta terdapat lecet pada kepala dan tangan,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok M. Arief Ubaidillah, Kamis (21/3/2024). 

Hal serupa terjadi di Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatera Barat. Masus KDRT tersebut berujung maut. Seorang menantu laki-laki Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya karena ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. (Kumparan.com) 

Sungguh ironis, begitu mudahnya emosi tersulut hingga mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penganiayaan dan pembunuhan menjadi ujung pelampiasan ego bagi para pelaku kekerasan. 

Kondisi buruk ini adalah akibat penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Sebab, cara pandang agama yang memisahkan dari kehidupan ini nyata sangat memengaruhi sikap dan pandangan setiap individu, termasuk dalam kehidupan keluarga. Ketika ada masalah, egoisme yang memimpin. 

Mirisnya, KDRT terus terjadi meski ada UU P-KDRT yang bahkan telah 20 tahun disahkan. Fakta ini menunjukkan mandulnya UU tersebut. Hal ini adalah sebuah keniscayaan, sebab hukum dalam sekularisme adalah buatan manusia yang terbatas. 

Di lain sisi, pergaulan yang serba bebas membuat mereka melakukan apa yang dikehendaki tanpa takut akan dosa. Akibatnya, manusia tidak lagi bertindak sesuai batasan syariat, tetapi sesuai ego dan hawa nafsu. Alhasil, ketika setiap individu memiliki masalah dengan keluarganya, rasa marah dan murka justru yang mendominasi. Maka, tak heran jika kekerasan dalam rumah tangga pun tidak dapat terhindarkan. 

Selain itu, masyarakat dalam sistem kapitalisme berhasil membuat kehidupan saat ini semakin tercekik dengan standar hidup materi. Negara berlepas tangan dalam mewujudkan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, padahal mereka adalah pencari nafkah. Maka, wajar jika kebutuhan keluarga sulit dipenuhi secara layak. 

Dengan demikian, maraknya kasus KDRT semakin membuktikan bahwa negara telah gagal dalam mewujudkan ketahanan keluarga, rumah tidak lagi menjadi tempat aman dan nyaman. Kasus KDRT dan yang serupa bukan hanya melibatkan suami istri (orang tua) saja, tetapi anak kemungkinan besar merasakan dampaknya. 

Sungguh berbeda dengan negara Islam. Di dalam Islam, lingkungan dan masyarakat yang baik menjadi angin segar kerukunan antara sesama yang juga berdampak baik pada kehidupan dalam lingkup sosial yang lebih besar, seperti dalam kehidupan bernegara. 

Dalam kehidupan rumah tangga, Islam memiliki aturan yang telah teratur dan terstruktur tanpa mengabaikan fitrah dan hasrat utama manusia dalam menjalankan rumah tangga, dengan segala pernak-perniknya yang disusun sedemikian rupa, sehingga terwujud baiti jannati. 

Dalam lingkup sosial yang lebih besar, negara pun akan mendidik masyarakat untuk menghadirkan kesadaran umum yang lebih luas, agar mampu mengendalikan dirinya dan lingkup sosial di lingkungannya agar semua berjalan baik, tidak membahayakan jiwa. 

Islam pun memerintahkan pergaulan antara suami istri adalah pergaulan yang makruf. Allah berfirman, 

“Dan bergaullah dengan mereka secara ma’ruf (baik)." (QS An-Nisa: 19). 

Sabda Rasulullah:

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya), dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istriku).” (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah Radhiyallaahu’anha). 

Dengan demikian, hanya negara Islamlah yang mampu menyelesaikan persoalan KDRT dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, sebagaimana khilafah Islamiah. Khilafah menjamin sistem keamanan warga, juga melindungi hak hidup mereka, sehingga meminimalkan terjadinya tindak kriminalitas di tengah masyarakat. Wallahu a’lam bis shawwab.


Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini) 

Minggu, 31 Maret 2024

Pembangunan Rumah Sakit di Sistem Kapitalis untuk Siapa?

Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna bersyukur pihaknya berhasil membangun empat Rumah  Sakit Umum Daerah (RSUD) Bedas selama masa kepemimpinannya di Kabupaten Bandung.   

Pembangunan rumah sakit itu adalah janji politik Dadang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Alhamdulillah kami telah melaksanakan groundbreaking RSUD Bedas Pacira," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (8/3/2024).   

Groundbreaking RSUD Bedas Pacira tersebut merupakan RS kelima yang dibangun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung setelah empat RSUD Bedas lainnya, yakni RSUD Bedas Cimaung, Kertasari, Tegalluar, Bojong Soang, dan Arjasari. 
Keempat RSUD itu sudah diresmikan Dadang beberapa waktu lalu. (Kompas.Com)

Pembangunan RSUD ini memang merupakan janji politik Dadang Supriatna sewaktu kampanye dulu dan ia membuktikan janjinya itu pada masa kepemimpinannya menjadi Bupati Bandung.

Memang benar, janji adalah utang yang harus dibayar. Dengan pembangunan RSUD ini, berarti janji politiknya kepada masyarakat sudah tertunaikan. 

Akan tetapi, pertanyaan pun muncul, sudah efektifkah pembangunan rumah sakit ini untuk kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah? Apakah masyarakat sudah merasakan manfaat dari banyaknya pembangunan rumah sakit di Kabupaten Bandung ini? 

Jika kita lihat fakta hari ini, biaya  pelayanan kesehatan tidak murah, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mampu untuk berobat dengan berbagai keluhan penyakit yang diderita. Pada akhirnya, masyarakat kecil tetap saja memilih berobat ke puskesmas dibandingkan harus ke rumah sakit besar, yang dirasa memerlukan biaya yang banyak.

Jika hari ini pemerintah telah mempermudah dengan adanya BPJS kesehatan, tetap saja memerlukan biaya, yang tidak semua orang dapat membayar iuran BPJS tersebut. Belum lagi pelayanan kepada pasien BPJS yang sering dikeluhkan, bak dibeda- bedakan, tidak seperti pelayanan kepada pasien yang daftar secara umum (mampu membayar langsung). 

Seharusnya, pemerintah tidak hanya terus melakukan pembangunan rumah sakit. Akan tetapi, lebih dari itu, pelayanan kesehatan ini harus diperbaiki. Seharusnya pemerintah memberikan pelayanan kesehatan secara gratis sehingga masyarakat yang tidak mampu tetap memperoleh pelayanan sama seperti orang yang mampu. 

Hal itu jauh lebih dibutuhkan masyarakat sekarang. Kalau hanya membuat rumah sakit mewah, tetapi manfaatnya tidak dapat dirasakan kebanyakan masyarakat, untuk apa? Tetap saja warga miskin terpaksa berobat seadanya ke puskesmas, karena terhalang biaya jika harus berobat ke rumah sakit. 

Harus kita pahami bahwa faktor dari permasalahan masyarakat saat ini, seperti masalah kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, tidak luput dari minimnya kesejahteraan. Kita tahu, kesejahteraan erat kaitannya dengan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Ini merupakan kewajiban negara yang harus dirasakan oleh seluruh warganya.  

Jika berbicara tentang  permasalahan saat ini, baik  masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya, semua terjadi akibat sistem yang diterapkan saat ini. Justru sistem kapitalis inilah yang menjadi penyebab hadirnya berbagai permasalahan. Seperti halnya masalah kesejahteraan, itu mustahil dapat terselesaikan jika negeri ini masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang membolehkan swasta lokal serta asing dan aseng mengeruk sumber daya alam (SDA) milik rakyat. Seharusnya, kekayaan tersebut dikelola oleh negara dan dikembalikan kembali kepada rakyat. Ini berarti bahwa sistem kapitalisme telah gagal mengurusi urusan rakyat, termasuk masalah kesehatan ini. 

Seharusnya, dengan melimpah ruahnya sumber daya alam yang dimiliki, negeri ini mampu menyejahterakan rakyat. Masalah pendidikan, kesehatan, dan permasalahan lainya seharusnya tidak menerpa negeri ini. Seharusnya pemerintah tidak menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing aseng sehingga menguntungkan mereka,  sedangkan rakyat hanya kebagian kesengsaraan saja. 

Harus kita pahami pula bahwa kebahagiaan, kesejahteraan, perlindungan jiwa, harta, nyawa, kehormatan, dan lain sebagainya, serta permasalahan manusia seluruhnya hanya akan tertuntaskan tatkala aturan Islam diterapkan. 

Ketika hari ini aturan Islam  (Al-Qur'an) dicampakkan, maka kerusakan dan permasalahan-permasalahan akan terus ada dan berkelanjutan. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara, kalian tidak akan pernah tersesat selama-lamanya jika berpegang teguh pada keduanya, yakni Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya." (HR. Malik)

Namun demikian, mengamalkan dan menerapkan Al-Qur'an tidak bisa dan tak cukup diterapkan oleh pribadi-pribadi saja, tetapi butuh peran masyarakat, terutama negara. Pasalnya, Al-Qur'an merupakan sistem kehidupan. Hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, politik, sosial, pendidikan, termasuk yang mengatur sanksi terhadap pelaku pelanggaran hukum syariah, seperti hudud, tidak boleh dikerjakan oleh pribadi-pribadi. Hal tersebut hanya sah ketika dilakukan oleh seorang khalifah, atau yang diberi wewenang oleh khalifah.

Alhasil, sudah saatnya kita kembali kepada aturan yang berasal dari Allah Swt. dan memperjuangkan penerapannya. 
Wallahua'lam.


Oleh: Ummu Aiza
Sahabat Tinta Media

Jembatan Tol Retak, Bukti Pembangunan Buruk dalam Kapitalisme

Tinta Media - Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang berfungsi sebagai penghubung antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu, adanya jembatan akan memudahkan laju pertumbuhan ekonomi serta pergerakan manusia. Maka, infrastruktur yang baik akan meningkatkan konektivitas antarwilayah tersebut. Namun, bagaimana kalau ada sebuah jembatan tol yang menjadi penghubung mengalami keretakan? Tentu akan sangat membahayakan.  

Sebagaimana dilansir dari AYOBANDUNG.COM, jembatan tol Purbaleunyi penghubung Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung mengalami keretakan. Keretakan tersebut terdapat pada bagian penyangga bawah masuk wilayah Kota Bandung. Tentu ini menjadi kekhawatiran para pengguna jalan, terlebih retakan tersebut jelas terlihat karena menjadi akses warga kedua daerah tersebut.  

Setiap warga yang melintasi jembatan tol tersebut berharap ada tindakan dari pihak terkait untuk segera memperbaikinya.  Apalagi, retakan jembatan tol tersebut menganga cukup lebar. Setiap hari, ribuan warga melintasi jembatan, bahkan tidak jarang dilalui truk yang bermuatan banyak. Akan tetapi sangat disayangkan, hal itu tidak direspons oleh pihak jasa marga.

Hal ini menjadi bukti  buruknya pembangunan jembatan tol, mulai dari perencanaan hingga realisasi. Ya, karena dalam sistem kapitalisme sekuler, yang diutamakan hanyalah ingin mendapatkan keuntungan. 

Karena tujuan membangun jembatan tol hanya ingin mendapatkan keuntungan besar, maka sering kali digunakan bahan-bahan yang kurang berkualitas tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi nantinya. Mungkin anggaran dana yang diberikan pemerintah pusat sudah sesuai, tetapi dana tersebut disalahgunakan alias dikorupsi oleh pihak yang diberi tanggung jawab itu. Terlebih, kurangnya pengontrolan dari pihak pemerintah pusat ketika pengerjaan proyek tersebut, mulai dari bahan hingga pengerjaannya. Negara menyerahkan pengelolaan proyek pembangunan jembatan tol kepada swasta yang hanya mementingkan keuntungan semata. 

Berbeda halnya dengan Islam. Dengan sistem politik dan ekonominya yang unggul, Islam menjadikan proyek pembangunan semata demi kepentingan rakyat sehingga perencanaan dilakukan dengan matang, tidak asal-asalan. 

Dalam Islam, negara adalah pengurus urusan rakyat, sehingga pembangunan tidak dilakukan dengan orientasi bisnis, apalagi hanya demi kepentingan pemilik modal. 

Khalifah sebagai kepala negara mempersiapkan pembangunan dengan dana dari baitul mal, bukan dari utang. Ini tidak seperti di Indonesia ini yang mengandalkan hutang. 

Negara Islam tidak hanya membangun, tetapi jaminan keselamatan dan kenyamanan rakyat menjadi prioritas. 

Ini dibuktikan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang merealisasikan berbagai proyek. Sekalipun pada saat itu Khalifah Umar menghabiskan dana besar, tetapi beliau tidak mencukupinya dengan utang.  Semua pembangunan dirancang dengan cermat. Anggarannya juga sesuai dengan syariah berdasarkan ketentuan wahyu Allah. Sehingga negara cukup aman dari pembangunan yang mengakibatkan dharar (bahaya) Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 16 Maret 2024

Sistem Neoliberal Kapitalistik Bikin Korban Gagal Ginjal Berjuang Sendiri



Tinta Media - Ironis, orang tua berjuang sendirian untuk menghadapi kondisi buah hatinya yang bertahan untuk hidup melawan penyakit mematikan. 

Kembali memanas rangkaian panjang yang ditempuh korban gagal ginjal akut akibat kelalaian pemerintah kini menyeret aktor baru yang diduga terlibat dalam penderitaan sistemik ini. (Bbc.newsindonesia, 8/2/24) 

Bahwasanya KOMNAS HAM menyatakan bahwa terjadi pelanggaran HAM kepada 204 anak meninggal dan 326 korban dalam perawatan. (5/2/23) 

Hal ini disebabkan karena meminum obat sirup yang diproduksi oleh Pt. Afi Firma yang mengandung propilen glikol (PG) zat kimia berbahaya dan beracun, dalam bahan baku ini terdapat kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). 

Bencana ini tidak lepas dari kelalaian BPOM karena obat yang mengandung zat berbahaya bisa lolos sensor sehingga didistribusikan dan sampai dikonsumsi oleh konsumen. 

Perkembangan terbaru, Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Nunung Syaifuddin menyatakan bahwa status BPOM naik menjadi tahap penyidikan, BPOM dianggap sebagai regulator kejahatan, dan lalainya sebagai pihak pengawas atas pemberian surat izin edar obat sirop yang menyebabkan gagal ginjal pada anak bahkan kematian. (27/12/23) 

Orang tua korban murka mengenai lepas tangannya pemerintah terhadap malapetaka ini. Salah satunya Desi Permatasari, ibu dari Sheena, anak berusia enam tahun yang menderita gangguan gainjal akut progresif atipikal mengatakan terkait adanya santunan hanya pembodohan publik semata. 

Hal ini disebabkan dirinya menghabiskan ratusan juta untuk pengobatan Sheena murni tanpa campur tangan pihak lain, bahkan sampai menjual rumah nya dan terlilit hutang untuk berobat putrinya yang sampai detik ini setahun berlalu belum ada perkembangan signifikan, masih terbaring di rumah sakit. 

Proses panjang yang di tempuh menunjukkan kerusakan sistemik. Dalang dari kejahatan ini yaitu negara menganut paradigma neoliberal kapitalistik. Cara pandang negara beranggapan pemilik modal ialah pengambil kebijakan dengan asas laba rugi dalam artian standarisasi suatu kebijakan tidak memperhatikan kemanfaatan untuk umat. 

Sehingga menjadi lumrah ketika BPOM menggadaikan etos kerja untuk keuntungan tidak mempertimbangkan dampak setelahnya, sehingga nyawa melayang tiada berharga. Ironisnya penanganan terhadap kasus gagal ginjal akut anak ini sangat lambat, setahun berlalu belum ada keadilan untuk korban bahkan dipaksa mandiri. 

Pasalnya kesehatan di bawah pengelolaan sistem kapitalisme merupakan objek komersialisasi yang bisa diperdagangkan karena dianggap bisnis semata. Dapat disimpulkan poin pentingnya adalah negara abai terhadap kesehatan rakyatnya. 

Bertolak belakang ketika sebuah negara memakai sistem dengan corak Islam. Artinya, seperangkat aturan kehidupan seluruhnya memakai politik Islam (khilafah). Berdasarkan rekam jejak sejarah Islam, khilafah telah diterapkan selama kurang lebih 14 abad menguasai 3/4 benua. Bisa ke gambar bagaimana paripurnanya sistem politik Islam. 

Realitas hari ini, segala problem kehidupan di kembalikan kepada aturan yang sudah berlaku, baik adat istiadat, standar baik condong pada suara mayoritas, bahkan kebijakan yang di buat oleh negara. 

Misalnya pada kasus dijual bebas obat sirop untuk anak-anak dengan label SNI realitasnya beracun bahkan mematikan. Kelalaian seperti ini di dalam politik Islam tidak akan di temukan, karena memang standar kebijakan yang diambil adalah kesejahteraan umat yang berasas manfaat. 

Suatu kebijakan tidak akan di ambil jika mendatangkan murka Allah karena di dalamnya ada aktivitas kriminal, dsb. Di dalam Islam tidak ada label halal maupun haram karena memang hidup dengan aturan Islam dan mayoritas Islam. Jika ada orang kafir yang mau hidup di dalam naungan khilafah (kafir dzimmi) tentu harus tunduk pada syariat Islam. 

Misalnya tidak boleh menjual produk haram di pasar kaum muslimin. Orang kafir dzimmi di sediakan pasar sendiri oleh negara untuk melakukan transaksi jual beli khusus sesama orang kafir. 

Negara hadir di tengah-tengah umat sebagai pengurus urusan rakyat bukan menjadi regulator yang memuluskan bisnis para korporasi termasuk dalam bidang kesehatan. Wajar jika kasus ini penanganannya lamban karena tidak fokus pada akar masalah.


Belajar dari rekam jejak sejarah, tinta emas menulis kan di bidang kesehatan telah mencatat kegemilangan kesehatan di era Khilafah karena memang di dalam Islam kesehatan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik untuk semua orang mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama.


Terbukti dari banyaknya institusi layanan kesehatan yang didirikan selama masa kekhilafahan agar kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan gratis dan bermutu bisa terpenuhi di antaranya Rumah Sakit Al-nuri, yaity Rumah Sakit pertama kali dibangun umat Islam. Didirikan pada tahun 706 Masehi oleh kekhilafahan Umayyah. Rumah sakit ini dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawatnya profesional. 

Rumah Sakit ini yang pertama kali menerapkan rekam medis atau medical record. Tidak cukup dengan itu Khilafah juga membuka sekolah kedokteran di rumah sakit tersebut untuk memajukan sekolah, khalifah menghibahkan perpustakaan pribadinya salah satu lulusannya adalah Ibnu al-nafis yang dikenal sebagai sirkulasi paru-paru bandingkan dengan Eropa saat itu yang masih dalam abad kegelapan karena pada abad itu dalam hal buang kotoran saja mereka masih belum punya ketentuan tempat tersendiri untuk buang air besar.


Khilafah juga melayani orang yang mempunyai kondisi sosial khusus seperti yang tinggal di tempat-tempat yang jauh, para tahanan, orang cacat, dan para musafir untuk itu Khilafah mengadakan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi. 

Kedokteran dengan sejumlah dokter di rumah sakit ini menelusuri pelosok - pelosok negeri, sedemikian bagusnya pelayanan kesehatan di masa Khilafah. Sejarah sampai menuliskan betapa orang-orang barat bahkan ada yang pura-pura sakit agar bisa dirawat dalam rumah sakit Khilafah. 

Khilafah tidak akan memungut biaya kesehatan kepada rakyatnya karena itu adalah tanggung jawabnya. Biaya kesehatan yang cukup besar akan dipenuhi Khilafah dari sumber-sumber pemasukan negara dengan penerapan sistem ekonomi Islam di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum. Termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak, gas, dan sebagainya. 

Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat. Pembiayaan kesehatan dalam khilafah diperuntukkan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis, berkualitas, unggul bagi semua individu, masyarakat mulai dari penyelenggaraan, pendidikan, kesehatan, dan kedokteran untuk menghasilkan tenaga kesehatan berkualitas dalam jumlah memadai. 

Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan segala kelengkapannya industri, peralatan kedokteran, dan obat-obatan. Penyelenggaraan resep geomedik kedokteran hingga seluruh sarana prasarana yang terkait dengan penyelenggaraan, pelayanan kesehatan seperti listrik, air bersih, dan transportasi. 

Demikianlah sebagian kecil saja sejarah indah yang tersimpan dalam peradaban Islam. Tidak ada alasan tetap melanggengkan penerapan sistem kapitalis yang mengomersialkan setiap layanan publik. 

Wallahu'alam Bisowab


Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak 
(Sahabat Tinta Media) 

Kamis, 14 Maret 2024

Kekerasan Seksual Semakin Marak, Buah dari Penerapan Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di SMP 3 Negeri Baleendah, beberapa oknum guru Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Salah satu terduga tak lain adalah wakil kepala sekolah. Pelaku dijerat dengan pasal tindak pidana kekerasan seksual yang terkandung dalam UU no. 12 pasal 5 tahun 2022.

Stein Siahaan selaku Kuasa Hukum korban mengatakan bahwa pihak keluarga korban merasa terancam dengan kasus yang menimpa anaknya, karena tidak diayomi maupun dilindungi oleh pihak sekolah. 

Stein mengatakan bahwa saat ini korban sedang berusaha dipulihkan psikisnya. Ia berharap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Nadiem Makarim bisa menindak tegas para oknum guru di SMP 3 Negeri Baleendah, Kabupaten Bandung agar tidak terulang lagi kejadian seperti ini. Pihaknya pun terus menunggu perkembangan kasus kekerasan seksual yang menimpa beberapa murid di SMP 3 Negeri Baleendah, yang ternyata korbannya lebih dari 10 orang.

Kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihilangkan. Kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa pada korban, meliputi penderitaan psikis, kesehatan, dan lain-lain. 

Hukum hari ini belum mampu memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terlebih perempuan, termasuk di dalamnya menjamin kerugian fisik dan psikis korban. Rehabilitasi korban belum mampu melindungi hak-hak korban. Penanganan kasus pun belum dilakukan secara komprehensif dan tidak mencegah terulangnya kejahatan seksual.

Maraknya kekerasan di negeri ini tidak akan bisa terselesaikan dengan penerapan sistem buatan manusia. Selain aturannya lahir dari buah pikir manusia yang lemah dan terbatas, sistem sekuler kapitalistik ini bertentangan dengan Islam, jauh dari keridaan Allah Swt. 

Sebagaimana sabda Rasullullah saw. 

"Jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk jarum besi, itu lebih baik daripada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya." (HR. At-Tabrani)

Hadis ini meneguhkan bahwa kekerasan seksual adalah hal yang sangat dilarang dalam Islam. Maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak disebabkan karena tidak ada perlindungan terhadap perempuan dan anak, baik dalam negara, masyarakat, maupun keluarga. Hal ini karena minimnya pemahaman Islam tentang kewajiban negara, masyarakat, ataupun individu, serta tidak berlakunya aturan Islam di tengah-tengah umat. 

Dalam Islam, negara bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara kaffah. Umat akan mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan merata. Hal ini bisa terlaksana jika negara menerapkan aturan Islam secara keseluruhan dalam sebuah naungan, yakni khilafah 'alaa minhajin annubuwwah yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan syariat Islam sebagai aturan dalam bernegara

Rasulullah saw. bersabda,
 
"Sesungguhnya Imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)

Negara dalam sistem Islam merupakan satu-satunya institusi yang mampu melindungi dan mengatasi seluruh permasalahan, termasuk di dalamnya kekerasan terhadap perempuan dan anak secara sempurna. 

Di samping itu, negara adalah pelaksana utama penerapan syariat Islam. Oleh karenanya, negara berwenang memberikan sanksi tegas bagi pelaku tindak kejahatan seksual.

Dalam Islam, pelecehan verbal saja dihukum, apalagi pelecehan fisik seperti pemukulan, pemerkosaan, dan sejenisnya, sehingga hukumannya akan jauh lebih berat. 

Hanya syariat Islamlah yang mampu melindungi perempuan dan anak, bahkan siapa pun dari segala bentuk kekerasan. Dengan tiga pilar penegakan hukum Islam berupa ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan tanggung jawab negara, aturan Islam dapat terwujud secara sempurna. Sudah saatnya kita kembali menerapkan aturan Islam secara kaffah, baik individu, masyarakat, maupun negara. Wallahu'alam bishshawab.



Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Kapitalisme Mengeliminasi Fitrah Manusia


Tinta Media - Awal-awal setelah menikah, teman-teman berseloroh, "Menikah itu enak apa enak sekali?  Ya, tentu enak dong, ha ... ha ...."

Namun, sekarang sangat berbeda. Pasangan muda tidak mau menikah, tidak mau merasakan bagaimana enaknya menikah atau lika-liku menjalani biduk rumah tangga. Sungguh sangat ironi!

Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik bahwa terjadi penurunan angka menikah selama enam tahun terakhir sebesar 200 ribu lebih (Kamis, 7/3/2024. CNBC Indonesia).

Memang hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di Jepang sehingga populasi rakyatnya hanya bertambah 1%. Hal yang sama terjadi juga di Korea Selatan, Cina, dan telah menyebar secara global.

Buah Busuk Kapitalisme

Enggannya pasangan muda untuk menikah menurut pengamat disebabkan karena masalah ekonomi. Tidak dimungkiri, memang ekonomi kapitalisme liberalisme saat ini telah membuat lmasyarakat kesulitan mencukupi kebutuhannya. Di Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang, tingkat kesenjangan yang terjadi antara yang kaya dan miskin sangat tinggi. Ini karena kekayaan hanya berputar pada orang kaya saja.

Sebab lain keengganan pasangan muda untuk menikah adalah karena tidak ingin mempunyai anak. Ini selaras dengan propaganda childfree yang terjadi secara global. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari propaganda Barat yang terus menyuarakan feminisme, kesetaraan gender, dan lain sebagainya. Barat terus menyebarkan virus feminisme, childfree, dan kesetaraan gender agar dapat mengontrol dunia. 

Di sisi lain, sebenarnya mereka mengalami persoalan juga. 
Dampak dari penundaan atau pun tidak menikah ini sangat berkaitan erat dengan jumlah populasi negara, keberlanjutan generasi, dan lain-lain.  Ya, inilah buah busuk dari kapitalisme yang berlaku di dunia saat ini.

Potensi Manusia

Allah Swt. telah memberikan potensi kepada manusia. Potensi manusia tersebut adalah naluri (gharizah), kebutuhan jasmani, dan akal. Naluri yang diberikan naluri antara lain naluri berkasih sayang (gharizah nau'), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa'), dan naluri beragama (gharizah tadayun). Inilah fitrah manusia.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan." (TQS An-Nisaa: 1)

Menikah merupakan pokok dari manifestasi atau penampakan dari gharizah nau' yang ada pada manusia. Penampakan lainnya bisa kita lihat pada rasa sayang terhadap anak, keibuan, kebapakan, dan lain sebagainya.

Dengan perkawinan/ menikah, akan tersalurkannya gharizah nau' tersebut.

Jika seseorang menolak atau enggan untuk menikah dan memiliki anak, berarti ia sedang menolak fitrahnya sendiri. Inilah yang sedang digencarkan oleh Barat. Artinya, sistem kapitalisme telah mengeliminasi fitrah kemanusiaan. Ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam.

Islam Mendorong Pernikahan

Islam dalam konteks pernikahan telah mendorong para pemuda untuk menikah. 

Rasulullah bersabda:

"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi yang lain pada hari kiamat kelak" (HR Ahmad).

Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:

"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (Muttafaq 'alaihi).

Tuntunan dalam Islam yang Agung ini telah disyariatkan oleh Allah. Inilah yang akan membawa kebahagiaan hakiki pada manusia. Selain itu, negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni khilafah Islamiyah ala minhaj nubuwah.


Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Beasiswa Pendidikan dalam Kapitalisme, Solusi Tambal Sulam



Tinta Media - Untuk mewujudkan pemerataan pendidikan, dibutuhkan keseriusan negara. Ini karena negara berkewajiban penuh untuk memenuhi hak rakyat dalam mendapatkan akses pendidikan dengan mudah. Pendidikan menjadi kebutuhan yang urgen karena untuk  membangun dan memajukan suatu negara atau daerah dibutuhkan SDM yang berkualitas.

Hal ini sejalan dengan program Pemkab Bandung, yaitu Besti (Beasiswa Ti Bupati) yang pendaftarannya dimulai tanggal 4-8 Maret 2024. Program ini ditujukan untuk para siswa dan mahasiswa berprestasi yang kurang mampu, penghafal Al-Qur'an dan guru ngaji yang belum mengenyam pendidikan sarjana. Tujuannya adalah untuk meningkatkan RLS (Rataan Lama Sekolah) dan sekaligus mewujudkan pemerataan pendidikan di Kabupaten Bandung.

Untuk mendapatkan beasiswa ini, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya adalah warga Kab. Bandung, sedang tidak menerima beasiswa lain, surat permohonan pemberian beasiswa kepada Bupati Bandung, lolos seleksi pemberian beasiswa pendidikan, memiliki nilai rata-rata delapan, menyertakan SKCK, nilai IPK terendah di angka 3.00 bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri dan 3.15 bagi mahasiswa perguruan tinggi swasta.

Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah aset besar untuk mempercepat pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pemerintah harus mengupayakan agar aksesibilitas pendidikan ini bisa didapatkan dengan mudah oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Tapi sayangnya, dunia pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya permasalahan yang terjadi, seperti meningkatnya siswa putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya karena faktor ekonomi, maraknya kasus bullying dengan kekerasan yang kerap menimbulkan korban jiwa, perzinaan, tawuran antar pelajar, dan dekadensi moral yang menimpa kaum pelajar sangat memprihatinkan.

Persoalan-persoalan tersebut sebetulnya merupakan buah busuk dari penerapan sebuah sistem, yaitu sistem sekuler kapitalisme yang lahir dari pemikiran kafir barat, ketika aturan yang diterapkan memisahkan agama dari kehidupan. Pada hakikatnya hanya akan menimbulkan perdebatan, perselisihan, permasalahan karena hanya berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi saja. Akhirnya negara yang harusnya menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan rakyatnya, malah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangannya.

Negara lepas tangan dan memberikan peluang kepada pihak swasta yang mempunyai modal besar untuk membangun sekolah. Sistem ekonomi kapitalis yang diemban ini menjadikan penguasa materialistis, ditambah minimnya anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan, membuat pemerataan pendidikan mustahil terjadi.

Faktanya, saat ini banyak sekolah swasta yang fasilitas dan kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri. Rakyat pun terpaksa harus membayar mahal untuk mendapatkan sekolah yang berkualitas. Ini membuktikan bahwa penguasa hanya menjadi regulator atau fasilitator saja dan menyerahkan periayahan rakyat kepada pihak swasta. 

Sistem ini yang membuat negara tidak memandang bahwa pendidikan adalah hak bagi rakyat, tetapi negara memandang pendidikan sebagai sebuah barang yang hanya bisa dicapai ketika ada uang. 

Negara membiarkan rakyat kalangan menengah ke bawah berjuang sendiri untuk mendapatkan pendidikan berkualitas di tengah ekonomi sulit saat ini. Padahal, jika melihat kekayaan SDA negeri ini, harusnya negara sangat mampu memberikan pendidikan gratis alias secara cuma-cuma dan berkualitas.

Namun, seperti yang kita ketahui bahwa saat ini SDA negeri ini sudah banyak yang dikuasai pihak asing, aseng, dan lokal yang mempunya modal besar. Keuntungan dan kesejahteraan yang didapat pun hanya dirasakan oleh segelintir orang yang berkuasa. Pada akhirnya, hal itu hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat kalangan bawah.

Di sisi lain, terkait dengan bantuan dari pemerintah, yaitu pemberian beasiswa untuk siswa atau mahasiswa berprestasi yang kurang mampu yang bertujuan mewujudkan pemerataan pendidikan, apakah ini benar-benar solusi atau hanya cari sensasi?

Dalam program ini, seolah-olah penguasa menjadi penolong bagi rakyat yang kesulitan ekonomi, padahal memang kewajiban negara menjamin seluruh pendidikan generasi, baik fasilitas, pembiayaan, dan segala kebutuhannya. Negara tidak memilah dan memilih Antara kaya atau miskin, nilainya bagus atau tidak. Aksesibilitas pendidikan harus didapatkan tanpa dipersulit dengan segudang persyaratan.

Maka dari itu, program ini sebetulnya tidak relevan. Sampai kapan pun, jika sistem ekonomi kapitalis yang berlandaskan asas manfaat ini diterapkan, tidak akan pernah mewujudkan pemerataan pendidikan di negeri ini.

Berbeda halnya dengan sistem Islam (khilafah) yang memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh  warga untuk menempuh pendidikan sekolah secara gratis dan berkualitas. Sistem Islam menjadikan pendidikan sebagai hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara tanpa persyaratan yang rumit seperti dalam sistem kapitalisme.

Akses pendidikan yang bisa didapatkan dengan cuma-cuma ini bukanlah perkara sulit bagi khilafah. Negara tidak hanya menjamin pemenuhan aspek pendidikan, tetapi juga kesehatan, keamanan, dan fasilitas publik lainnya yang menjadi kebutuhan vital rakyat. 

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang diurus." (HR.Bukhari).

Dalam Islam, negara wajib memastikan rakyatnya dapat mengakses pendidikan di mana pun berada, tanpa memandang latar belakang dan tanpa melihat berapa nilai akademik. Tentunya, negara membiayai segala sesuatunya agar KBM dapat berjalan dengan baik.

Persoalan pembiayaan tentu bukan perkara sulit bagi khilafah. Sumber harta baitul mal yang diperoleh dari fai', kharaj, dan harta kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. Semua akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan rakyat di semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. 

Selain itu, negara tidak hanya bertanggung jawab secara teknis saja, tetapi juga bagaimana mencetak generasi terbaik (khairu ummah). Dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, walhasil generasi yang lahir adalah generasi yang tidak hanya cerdas dan tangguh, tetapi juga memiliki akhlak mulia.

Sudah saatnya kaum muslimin meninggalkan sistem kapitalisme dan berjuang menegakkan sistem Islam karena Islam adalah rahmatan lil'alamin. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab