Tinta Media

Selasa, 11 Oktober 2022

𝐏𝐀𝐑𝐀𝐆𝐑𝐀𝐅 𝑬𝑵𝑫𝑰𝑵𝑮 𝐓𝐈𝐃𝐀𝐊 𝐊𝐀𝐋𝐀𝐇 𝐏𝐄𝐍𝐓𝐈𝐍𝐆

Tinta Media - Meskipun secara anatomis tubuh manusia paragraf 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 (akhir) karangan khas (𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑛𝑒𝑤𝑠/FN) itu ibarat kaki dan tangan, namun fungsinya tidak kalah penting dengan paragraf lainnya termasuk paragraf pertama (leher) bahkan dengan judul (kepala). Bagaimana kalau manusia tanpa kaki dan tangan? Tentu saja tidak dapat bergerak ke mana-mana, begitu juga dengan FN.
.
Bila judul dan paragraf pertama berfungsi untuk menarik perhatian pembaca agar mau membaca lebih lanjut ke paragraf berikutnya, paragraf terakhir bertujuan memberikan informasi terakhir yang sangat berkesan.
.
Dengan adanya kaki, manusia bisa berjalan ke mana saja sesuai keinginannya. FN juga demikian, pembaca bisa dibawa ke akhir cerita yang menyenangkan, menyedihkan, menggantung, atau kesan terakhir lainnya yang diharapkan muncul dalam perasaan pembaca.
.
Ragam paragraf terakhir ada banyak dan masing-masing jenis akan memberikan kesan perpisahan (dengan pembaca) yang berbeda sebagaimana sudah disinggung di atas. Tujuh di antaranya sebagai berikut. 
.
Tunggu sebentar! Sebelum menjelaskan dan memberikan contoh ketujuh jenis paragraf akhir tersebut, saya ingin menyampaikan adab dalam membaca paragraf terakhir. 
.
Berbeda dengan pembahasan paragraf pertama, yang setiap jenisnya langsung saya sampaikan contoh paragrafnya sebagaimana disampaikan pada artikel yang berjudul 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑔𝑎𝑚 𝑇𝑒𝑟𝑎𝑠 𝐾𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾ℎ𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑘𝑢𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 (silakan klik: Baca disini), dalam pembahasan paragraf terakhir ini saya tidak akan mencantumkan paragraf terakhir sebagai contoh, tetapi saya akan memberikan FN utuh sebagai contohnya. 
.
Anda tidak boleh langsung membaca paragraf akhirnya, tetapi secara seksama harus membacanya dari awal; mulai dari judul dulu, kemudian paragraf pertama, diteruskan ke batang tubuh tulisan, setelah itu barulah baca 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 -nya. InsyaAllah dengan menaati adab baca 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 ini kesan terakhir dari FN akan benar-benar terasa. Meskipun tidak haram/berdosa, tapi tolong ya adab ini jangan dilanggar. 
.
Berikut ketujuh jenis paragraf terakhir beserta contohnya.  
.
𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 (𝒉𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Akhir paragraf yang menunjukkan tercapainya harapan, perjuangan, dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa senang dengan membaca paragraf akhir seperti ini setelah membaca lika-liku si tokoh untuk menggapai keinginannya, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Paragraf ini sering digunakan. Karena umumnya memang kisah kesuksesan (𝑠𝑢𝑐𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑒𝑠) yang sering diangkat dalam menulis FN. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑎𝑚𝑖’𝑛𝑎 𝑤𝑎 𝐴𝑡ℎ𝑎’𝑛𝑎 (𝑊𝑎ℎ𝑑𝑎𝑛𝑖 𝑊𝑖𝑟𝑦𝑎𝑤𝑎𝑛, 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑎𝑟𝑖𝑛𝑑𝑎) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3T6Fpcj.
.
.
𝑲𝒆𝒅𝒖𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒅𝒊𝒉𝒌𝒂𝒏 (𝒔𝒂𝒅 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Kebalikan dari dari akhir yang menyenangkan, paragraf ini berupa peristiwa yang kurang bahkan tidak disukai seperti: kematian; kehilangan; kegagalan dalam mewujudkan harapan, perjuangan dan atau cita-cita tokoh utama. Tujuannya agar pembaca merasa sedih dengan membaca paragraf akhir seperti ini, tentu saja bila si pembaca berada di pihak tokoh tersebut. Meski agak kurang disukai pembaca, tapi akhir yang menyedihkan memberikan kesan yang lebih mendalam terkait pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑢𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑟𝑎𝑚𝑏𝑖 𝑀𝑒𝑘𝑎ℎ 𝑀𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡 𝐾ℎ𝑎𝑙𝑖𝑓𝑎ℎ 𝑀𝑎𝑟𝑎ℎ yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3MkEWkC.
.
.
𝑲𝒆𝒕𝒊𝒈𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒈𝒂𝒔𝒌𝒂𝒏 (𝒂𝒇𝒇𝒊𝒓𝒎𝒂𝒕𝒊𝒗𝒆 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Menegaskan kembali pesan yang disampaikan di paragraf pertama dan atau di batang tubuh tulisan. Bisa dengan redaksi kata yang berbeda tetapi bermakna sama sebagai titik tekan pesan. Tujuannya agar pembaca mengingat betul pesan tersebut. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝐵𝑒𝑙𝑎 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑖 𝑇𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑔𝑒𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛 (𝐷𝑟. 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑟𝑢𝑑𝑑𝑖𝑛 𝐷𝑎𝑚𝑖𝑛𝑔, 𝑆.𝐻., 𝑀.𝐻., 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛𝑒𝑟 𝐾𝑜𝑚𝑛𝑎𝑠 𝐻𝐴𝑀 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 2007-2012) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3CMPsOA.
.
.
𝑲𝒆𝒆𝒎𝒑𝒂𝒕, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒍𝒊𝒎𝒂𝒌𝒔 (𝒄𝒍𝒊𝒎𝒂𝒄𝒕𝒊𝒄 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Paragraf terakhir merupakan puncak dari suatu hal, kejadian, keadaan, dan sebagainya yang berkembang secara berangsur-angsur. Paragraf ini merupakan paragraf yang paling menarik atau paling penting dari keseluruhan rekonstruksi suatu kejadian yang diceritakan. Pembaca juga tidak akan bertanya-tanya mengapa akhir ceritanya seperti itu, karena semua pertanyaan tersebut sudah dijawab di paragraf-paragraf sebelumnya.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑆𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝐶𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎ℎ, 𝐴𝑑𝑎 𝑆𝑎𝑗𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑎𝑝𝑎𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎ℎ yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3ClJsuH.
.
.
𝑲𝒆𝒍𝒊𝒎𝒂, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒏𝒕𝒖𝒏𝒈 (𝒉𝒂𝒏𝒈𝒊𝒏𝒈 𝒆𝒏𝒅). Tentu saja menggantung di sini bukan berarti ceritanya terpotong, melainkan si penulis sengaja tidak menyimpulkan akhir ceritanya ke salah satu dari empat paragraf penutup di atas ataupun 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 lainnya. Alasannya bisa karena penulis ingin membiarkan pembaca memutuskan sendiri penyelesaiannya atau memang lantaran kejadiannya juga belum bisa diprediksi bakal berujung ke mana.
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝑃𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑎𝑦𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑆𝑎𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑡𝑒𝑚𝑢 𝐻𝑖𝑧𝑏𝑢𝑡 𝑇𝑎ℎ𝑟𝑖𝑟 (𝑆𝑦𝑒𝑘ℎ 𝐻𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑎𝑙-𝐽𝑎𝑛𝑎𝑦𝑛𝑖𝑦, 𝐷𝑜𝑠𝑒𝑛 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑙-𝐴𝑧ℎ𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑖𝑟𝑜) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3RI6n96.
.
.
𝑲𝒆𝒆𝒏𝒂𝒎, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕𝒊 (𝒆𝒏𝒄𝒐𝒖𝒓𝒂𝒈𝒊𝒏𝒈 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Dari namanya sudah jelas, tujuan dari paragraf terakhir ini untuk menyemangati pembaca. Hal ini dilakukan karena alur cerita sudah semakin landai (sudah antiklimaks), bahkan bila paragraf 𝑒𝑛𝑐𝑜𝑢𝑟𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 dihapus, FN terasa sudah selesai. Namun penulis ingin memberikan kesan terakhir yang penuh semangat di benak pembaca maka dibuatlah paragraf ini. 
.
𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡:
Paragraf terakhir dalam FN 𝐷𝑢𝑘𝑢𝑛𝑔 𝐾ℎ𝑖𝑙𝑎𝑓𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝐽𝑖ℎ𝑎𝑑 (𝑊𝑖𝑙𝑙𝑖𝑎𝑚 𝐻𝑒𝑛𝑟𝑦 “𝑆𝑦𝑎𝑖𝑘ℎ𝑢𝑙 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝐴𝑏𝑑𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ” 𝑄𝑢𝑖𝑙𝑙𝑖𝑎𝑚 [1856-1932], 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠 𝐼𝑠𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑖 𝐼𝑛𝑔𝑔𝑟𝑖𝑠) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3fJtyCu.
.
.
𝑲𝒆𝒕𝒖𝒋𝒖𝒉, 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒄𝒂𝒎𝒑𝒖𝒓𝒂𝒏 (𝒎𝒊𝒙𝒆𝒅 𝒆𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈). Mencampurkan dua atau beberapa 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔. Tujuannya untuk menyatukan kekuatan masing-masing 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 yang dicampurkan. 

𝐂𝐨𝐧𝐭𝐨𝐡 (campuran ℎ𝑎𝑝𝑝𝑦 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 dan 𝑠𝑎𝑑 𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔): 
Paragraf terakhir dalam FN 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐻𝑖𝑑𝑎𝑦𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝐿𝑒𝑟𝑒𝑛𝑔 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑟𝑢 (𝐺𝑢𝑠 𝑊𝑎ℎ𝑖𝑑, 𝐾𝑒𝑡𝑢𝑎 𝐿𝑃𝑆 𝐺𝑎𝑟𝑑𝑎 𝑀𝑢𝑑𝑎) yang dapat dibaca pada tautan https://bit.ly/3VdcgOy.
.
.
Bagaimana perasaan Anda setelah membaca semua contoh di atas? Sangat berkesan kan? Masing-masing contoh memberikan kesan yang berbeda. Benar enggak? Tapi kalau Anda merasa biasa-biasa saja, berarti Anda melanggar adab membaca ending. Ayo ngaku? He… he…. Tolong dijawab di kolom komentar ya. 𝐽𝑎𝑧𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑙𝑎ℎ 𝑘ℎ𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑡𝑠𝑖𝑟𝑎.[]
.
Depok, 14 Rabiul Awal 1444 H | 10 Oktober 2022 M
 .
Joko Prasetyo
Jurnalis

MLF 1444H, Pak Kar: Ada Empat Karakter Pemimpin Transformasional

Tinta Media - Konsultan dan Trainer Muhammad Karebet Widjajakusuma (Pak Kar), menjelaskan empat karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin transformasional. 

“Ada empat karakter yang dimiliki oleh seorang pemimpin transformasional,” tuturnya dalam acara Maulid Leadership Forum (MLF) 1444H: Kepemimpinan Islami Meraih Islam Kaffah yang diselenggarakan secara daring, Sabtu(8/10/2022).

Pertama adalah Idealized Influence, pengaruh ideal. “Jadi seorang pemimpin yang punya way of life yang benar, maka dia pasti akan memberikan pengaruh yang benar,” jelasnya. 
“Pengaruh yang ideal bukan yang benar tapi ideal,” lanjutnya menegaskan.

Menurut Pak Kar, panggilan akrabnya, pengertian Idealized Influence adalah dengan way of life yang benar, maka pemimpin memiliki perilaku yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. 
“Dengan kata lain, pemimpin adalah teladan, keteladanan,” ujarnya.

Menurutnya, pemimpin mampu menunjukkan keyakinan diri yang kuat, menunjukkan nilai-nilai penting pada bawahannya, mampu menumbuhkan kebanggaan, mampu menggunakan visi misi dan seterusnya. “Bahkan dia menjadi role model bagi karyawannya,” tuturnya.

Ia contohkan kalau ada yang bertanya ‘harus bagaimana saya?’ Maka dia pasti akan mengacu kepada pemimpinnya. 
“Pemimpin adalah acuan dari bawahannya. Pemimpin adalah acuan dari pengikutnya,” tegasnya.

Kedua Inspirational motivation, motivasi yang menginspirasi. “Penjelasan yang kedua motivasi yang menginspirasi adalah pemimpin mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan atau pengikutnya,” jelasnya.

Karakter ini mampu mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi dan mampu menggugah spirit tim melalui pertumbuhan antusiasme dan optimisme. “Timnya antusias, optimis,” terangnya.

“Seluruh tujuan organisasi dan mampu menggugah spirit tim melalui penumbuhan antusiasme dan optimisme,” lanjutnya.

Ia membahasakan sebagai mimpi besar. “Bahasa saya pemimpin itu punya mimpi besar, bukan mimpi kecil,” tuturnya.
 
Pak Kar menambahkan, mimpi yang besar, mimpi yang memberikan energi besar, bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia, mimpi itu akan terus tumbuh bagi bawahannya. “Ini adalah turunannya,” paparnya.

“Sehingga kemudian optimis, antusias, bisa menginspirasi karyawan, menginspirasi bawahan, mencapai kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbayangkan,” paparnya lebih lanjut.

Ia menggambarkan Muhammad Al-Fatih yang mengabadikannya dalam kalimat yang diteriakkan di Museum Panoramic 1453 di Turki ACHIEVING THE IMPOSSIBLE, meraih sesuatu yang tidak mungkin.

“Sudah mulai membayangkan bagaimana kehidupan Rasulullah bisa memberikan ACHIEVING THE IMPOSSIBLE?” tanyanya. 

Ketiga, Intellectual stimulation, stimulasi intelektual daya dorong intelektual. 
Individualized consideration, pemimpin mampu menumbuhkan ide baru. Memberi solusi yang kreatif terhadap persoalan yang dihadapi bawahan/pengikut. Memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Problem solving,” jelasnya.

Selain itu, menurutnya pemimpin ini mampu mengajak berpikir kritis, mencari akar masalah setiap persoalan yang dihadapi. “Selalu yang dibidik adalah apa akar masalahnya. Sehingga kemudian tuntas persoalannya,” tegasnya.

Keempat, Individualized consideration 
“Terakhir, Pemimpin mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan/pengikut serta secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan/pengikut akan pengembangan karir,” terangnya.
“Di situ ada apa? Reputasi. Di situ ada catatan rekor dan ada assessment,” tambahnya.

Sehingga kemudian menurutnya semua merasakan, mendapatkan pembelajaran yang luar biasa. “Adalah training by doing bahasa kita sekarang,” ucapnya. 

Kemudian Pak Kar memberikan pertanyaan. “Apakah 4 karakter ini ada pada Baginda Nabi Muhammad SAW?” tanyanya.

Ia menjelaskan bahwa Allah yang menegaskan dalam QS. Al-Ahzab ayat 21 yang artinya. 

''Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.‘’ 

Dari ayat tersebut ia menjelaskan bahwa ada uswah hasanah, ada teladan yang baik. “Kalau bicara teladan yang terbaik maka dipastikan kita juga merasakannya, atau sahabat yang lalu, beliau meninggalkan kita sampai hari ini kita masih terus bisa memperhatikan, masih bisa terus meneladani beliau karena ada suri teladan yang baik,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan pendapat yang lain secara ilmiah, dari ulama Indonesia KH Hasyim Asy’ari dalam kitabnya beliau menjelaskan kalimat yang agak panjang, intinya: 

“Lalu hilanglah perbedaan-perbedaan kebangsaan, kesukuan, bahasa, mazhab dan nasionalisme yang selama ini menjadi penyebab permusuhan, kebencian dan kezaliman. Masyarakat pun–atas nikmat Allah–berubah menjadi bersaudara. Jadilah orang Arab, orang Persia, orang Romawi, orang India, orang Turki, orang Eropa dan orang Indonesia semuanya berperan saling menopang satu sama lain sebagai saudara yang saling mencintai karena Allah. Tujuan mereka semua hanya satu, yaitu menjadikan kalimat Allah menjadi unggul dan kalimat setan menjadi hina. Mereka mengabdi demi Islam dengan ikhlas dan seterusnya.”

“Ini pengakuan yang luar biasa. Pengakuan yang hadir 14 abad setelah beliau wafat,” ujarnya menegaskan.

Disampaikannya pula pendapat lain, dari seorang yang bernama Jules Masserman, seorang peneliti independen sekaligus seorang professor di Universitas Chicago Amerika, pernah melakukan penelitian dengan meletakkan tiga syarat untuk menentukan pemimpin terbaik dunia yaitu: 
Pertama, Di dalam diri pemimpin ada proses pembentukan kepemimpinan yang baik; 
Kedua, Pemimpin tersebut bisa menaungi kesatuan masyarakat yang terdiri dari keyakinan yang berbeda-beda; 
Ketiga, hendaknya pemimpin tersebut mampu mewujudkan sebuah sistem masyarakat yang manusia dapat hidup di dalamnya dengan aman dan tenteram.
“Di sini kita tahu kepemimpinan tidak bisa dipisahkan dari sistem,” tegasnya.

“Secara jujur lalu ia berkesimpulan: ‘Pemimpin teragung sepanjang sejarah adalah Muhammad yang telah memenuhi tiga syarat tersebut’,” ucapnya.

Way of Life (Jalan Hidup)

Pak Kar menyampaikan rahasia dari kepemimpinan transformasional. “Rahasianya, kalau dipetakan dalam sebuah bagan definitif itu adalah Way of Life,” tuturnya.

“Bagaimana cara mendapatkan way of life?” tanya Pak Kar selanjutnya.

Ia menyampaikan sebuah kisah dari YouTube tentang dua kafir yang mendapatkan hidayah masuk Islam.

“Dua orang yang berbeda, satu pendeta, satu pengangguran yang punya anjing kesayangan, dia hidup hanya dengan anjingnya lalu anjingnya mati. Ternyata pertanyaan yang muncul sama dan di video itu yang durasinya juga tidak terlalu panjang dijelaskan oleh mereka bahwa mereka mendapati bahwa ini fakta, mereka lahir ini fakta ada manusia, ada kehidupan, ini juga fakta bahwa pertanyaan berikutnya Siapa yang menciptakan?” tuturnya.

“Dengan kesadaran penuh, jelas menggunakan akalnya, menggunakan matanya, menggunakan telinganya, dia mendapati jawaban secara aqliyah. Bahwa manusia diciptakan oleh Allah dan dia akan kembali kepada Allah, bertemulah dia dengan Allah. Kalau dengan kembali kepada Allah, dia akan mempertanggungjawabkan kepada Allah,” paparnya kemudian.

Kalau begitu, menurutnya hidup untuk beribadah kepada Allah. Pertanyaan berikutnya bagaimana cara literasi yang dia lakukan mengantarkan kepada beribadah kepada Allah? “Berarti harus mengikuti apa yang menjadi aturan Allah Subhanahu Wa Ta'ala,” jawabnya. 

Inilah menurutnya kurang lebih secara bagan definitif apa yang Rasul berikan kepada kita, yang juga dilakukan di dalam kepemimpinan transformasional. “Tapi dengan kata kunci, worldview-nya adalah Islam,” tandasnya.[] Raras

Gus Uwik: Mencari Pemimpin Pasca Wafatnya Rasul Lebih Penting dari Segala Urusan

Tinta Media - Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik menyatakan bahwa mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan.

"Perkara mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan terkait urusan kaum muslimin," ujarnya kepada Tinta Media, Senin (11/10/2022).

Gus Uwik menjelaskan, hal ini dibuktikan ketika hari Senin, 12 rabiul awwal Rasulullah meninggal, terjadilah diskusi yang alot tentang siapa pengganti Rasulullah SAW. "Padahal jenazah Nabi sampai tidak disemayamkan segera terlebih dahulu," jelasnya.

"Tertunda hingga 2 hari 3 malam. Padahal jelas, bahwa menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah dan sunnahnya segera dikebumikan," lanjutnya menjelaskan.

Menurutnya, itulah peristiwa heroik yang terjadi, sebagaimana tertulis di papan pengumuman "tempat terjadi peristiwa heroik pasca meninggalnya Kanjeng Nabi Muhammad," di "Saqifah Bani Sa'idah."
"Hal yang banyak tidak dilakukan oleh sebagian besar travel," ungkapnya.

Peristiwa tersebut, menurutnya juga menjelaskan bahwa yang diteruskan pasca wafatnya Rasul adalah pergantian tongkat kepemimpinan mengurusi rakyat. "Bukan penerus dalam nubuwwah," terangnya.

"Jelas, tidak ada Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad," tegasnya.

Peristiwa tersebut, dinilai Gus Uwik sebagai batasan waktu tidak adanya Khalifah. "Batas tidak adanya Khalifah yaitu 2 hari 3 malam," nilainya.

Menurut Gus Uwik, dari Saqifah umat bisa memahami bahwa Islam menjelaskan dengan detail bab kepemimpinan. "Metode pengangkatan pemimpin dan bentuk negara dalam Islam," tuturnya.

Sebagai penutup, ia berdoa. "Semoga diri ini yang lemah lagi faqir bisa berkontribusi optimal dalam perjuangan menegakkan kembali syariat Islam, sehingga mengayomi seluruh dunia. Membawa keberkahan dan kerahmatan bagi seluruh umat manusia. Kabulkanlah ya Allah. Aamiin," tutupnya. [] Raras

Sejarawan: Jawa Timur Miliki Heroisme Tinggi dan Kultur Bola yang Kuat

Tinta Media - Menanggapi peristiwa Kanjuruhan, Sejarawan Nur Fajarudin menegaskan bahwa Jawa Timur memiliki heroisme tinggi dan kultur bola yang kuat. 

“Jadi masyarakat Jawa Timur itu kan heroismenya tinggi dan saya kira Jawa Timur juga memiliki kultur bola yang kuat dan profesional,” tegasnya dalam Program Kajian Online Spesial JKDN Series: Islam, Malang dan Surabaya, Kamis (6/10/2022) di kanal Youtube Khilafah Reborn Channel. 

Menurutnya Orang-orang Jawa Timur itu heroismenya tinggi, sejak zaman kerajaan pra Islam sampai di era Islam, lalu masa perjuangan. 

“Kita tahu pertempuran Surabaya jadi tahu heroisme orang Jawa Timur itu cukup tinggi, mereka sangat menghormati simbol-simbol kepahlawanan dan inilah yang menarik,” tuturnya. 

Fajar mengungkapkan heroisme Jawa Timur ini bisa diperoleh dari sejarah masa lalu bahwa Jawa Timur pernah menjadi pusatnya Majapahit. 

“Atau karena Jawa Timur ini dianggap sebagai wilayah-wilayah maritimnya Jawa sehingga memiliki karakter masyarakatnya yang blak-blakan. Surabaya dan Malang itu kan blak-blakan,” ungkapnya. 

Karakter blak-blakan, apa adanya masyarakat Jawa Timur disebutkan oleh Fajar menjadikan mereka menyukai simbol kepahlawanannya. 

Termasuk dalam sepak bola, di era modern ini, masyarakatnya bukan hanya gemar saja tapi juga kritis. Ia mengatakan bahwa sepak bola Jawa Timur memiliki pembinaan bola yang cukup bagus walaupun secara skill biasa saja. 

“Dan kultur sepak bolanya bisa dikatakan sangat positif. Hal ini disebabkan berkaitan dengan kultur masyarakatnya,” katanya. 

Heroisme sepak bola masyarakat Jawa Timur menurut Fajar ter gambarkan ketika Final Divisi Utama Perserikatan tahun 1991 antara Persebaya Surabaya melawan Persib Bandung di Gelora Bung Karno (Senayan). 

“Terasa heroismenya. Suporter Persebaya itu yang pertama berani keluar dari Surabaya untuk mendukung timnya, di saat suporter lain belum berani,” ujarnya. 

Ia melanjutkan bahwa Persebaya saat itu sangat profesional. “Ada bus, saat itu rombongan, ada juga yang pakai kereta api, dengan koordinator dari Jawa Pos masih di bawah pimpinan Dahlan Iskan. Saat itu Persebaya termasuk yang paling besar,” lanjutnya. 

Ia menunjukkan profesionalitas klub-klub di Jawa Timur memiliki sekolah sepak bola (SSB) yang berjalan hingga sekarang, liga internalnya berjalan juga. 

“Dan pengelolaan suporternya yang cukup bagus, Aremania (suporter Arema) itu kan suporter di Indonesia yang lebih dulu menunjukkan fanatik dan juga rela berkorban,” ucapnya. 

Ia membeberkan ketika liga atau klub-klub mulai diswastanisasi, ada pengaturan sedemikian rupa sehingga menjadi bersih dari makelar, calo, dan antrean yang panjang. 
“Kita tahu Persebaya itu akhirnya menggunakan sistem ticketing, tiket terusan dan sebagainya,” bebernya. 

Ini menunjukkan hal yang luar biasa, baginya Arema dan Persebaya merupakan klub Jawa Timur yang selangkah lebih maju dibandingkan klub-klub lain di Indonesia. 
“Termasuk setelah pandemi, itu kan nribun-nribun. Saya masih ingat iklannya Persebaya itu juga menampilkan tribun yang ramah dan aman, sehingga bisa membawa anak-anaknya,” ujarnya. 

Makanya ia menuturkan bahwa kultur bola Jawa Timur itu kuat, tidak semua kota punya kultur bola kuat, sekuat Malang dan Surabaya. 

“Karena kebanggaan akan simbol kepahlawanan kemudian orangnya kritis, siapa pun yang memegang kekuasaan pasti diomong, apalagi ada media sosial seperti sekarang,” tuturnya. 

Ia menambahkan sebagai orang Jawa Timur, mereka bangga dengan identitas ke Jawa Timuran. “Waktu Copa Final Arema lawan Persija, dugaan saya seluruh bahkan Bonek di Surabaya, pasti nonton TV, dukungnya ya Arema sebagai tim Jawa Timur,” tambahnya. 

Peluang ingin damai itu sudah lama muncul, karena sepak bola ramah untuk masyarakat apalagi Jawa Timur itu merupakan wilayah santri. 

“Kita tahu setelah lepas dari kesultanan Mataram itu, kan Jawa Timur secara arsip pemimpin masyarakatnya adalah Kyai, Ulama, jadi walaupun suporternya brutal, vandalisme, aneh-aneh nribun itu. Ada muncul Bonek hijrah, Nawa hijrah, saya kira itu patut diapresiasi,” ungkapnya. 

Sebelum kejadian Kanjuruhan, ia melihat Persebaya Surabaya dan Arema Malang adalah tim paling profesional pengelolaannya. “Dua klub ini memiliki fans suporternya sangat kritis,” ucapnya. 

Ia mengharapkan kejadian ini tidak seperti di luar negeri dengan kejadian serupa di mana menewaskan banyak suporter akibat pelemparan gas air mata yang brutal dan efeknya itu besar. 

“Dua kejadian di luar negeri tersebut, kejadian pertama menghasilkan kericuhan suporter berujung perang saudara seperti yang terjadi di Yugoslavia tahun 1990 saat situasi politik memanas dengan meninggalnya Josip Broz Tito (Presiden Yugoslavia), terjadi pertandingan bola antara Crvena Zvezda – Dinamo Zagreb,” bebernya. 

Lalu kejadian kedua, tahun 2011 di Alexandria, Mesir. Terjadi di Liga Mesir, disebutkan kondisi politik Mesir panas. 
“Klub sepak bola Al Masry yang identik dengan rakyat mengalahkan Al-Ahly klub plat merah. Kejadian ini memicu revolusi Mesir,” tuturnya. 

Dari kejadian di Kanjuruhan, Fajar mengharapkan tidak demikian (seperti di luar negeri). “Jangan sampai membuat masyarakat Jawa Timur yang hari ini sedang berduka, dicederai dengan opini untuk membalikkan kesalahan jadi ditujukan kepada Aremania,” harapnya. 

Menkopulhukam juga menurutnya telah menyampaikan jangan sampai memicu gerakan sosial. Kejadian ini, tambah kesini akan memicu kemarahan orang-orang Jawa Timur jika terus ada upaya untuk membalikkan opini. 

“Kita tidak tahu perlawanan orang Jawa Timur itu, tidak hanya di media sosial tapi perlawanan itu bisa terjadi imbasnya nasional,” ujarnya. 

“Dan saya melihat itu sesuatu (membalik opini) yang gegabah lalu menganggap Jawa Timur itu seperti wilayah Indonesia yang lain. Karena kultur bola dan kultur masyarakat Jawa Timur itu sangat melekat,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

MLF 1444H, Prof. Fahmi: Selain Memberi Arah Peradaban, Rasulullah juga Uswatun Hasanah

Tinta Media - “Selain memberi arah peradaban Rasulullah juga uswatun hasanah,” ungkap Intelektual Muslim Prof. Fahmi Amhar dalam Maulid Leadership Forum 1444H yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (8/10/2022).
 
Menurut Fahmi, peradaban sebelum Islam itu saling menghancurkan, Rasulullah datang memberi arah peradaban yang sama sekali berbeda dengan peradaban sebelumnya.
 
Setidaknya ada empat arah yang diberikan oleh Rasulullah Saw. “Pertama, membaca adalah hal paling esensial dalam ilmu pengetahuan, sebagaimana dilukiskan dalam wahyu yang pertama kali turun tentang perintah membaca. Jadi Islam sejak wahyu  pertama sudah mensinergikan bahwa amal, ilmu pengetahuan itu bersatu dengan keimanan,” tegasnya.
 
Kedua, sambungnya,  Islam memberikan arah sebenarnya manusia hidup ini untuk apa? Islam memberikan arah hidup ini untuk beribadah sebagaimana disebutkan dalam Quran surat adz-Dzariyat ayat 56.
 
“Jadi kalau ilmu pengetahuan tidak digunakan untuk taat kepada Allah, untuk takwa kepada Allah, itu enggak ada gunanya sama sekali,” nilai Fahmi. 
 
Memang, lanjut Fahmi, berikutnya kita melihat ilmu pengetahuan dipakai untuk menjajah, dipakai untuk memanipulasi kekayaan alam sehingga hanya milik segelintir orang saja.
 
“Ketiga, Islam memberikan arah umat Islam itu harus seperti apa? Apakah menjadi penonton saja atau menjadi pelaku?  maka ayatnya adalah ‘kalian adalah umat terbaik yang dihadirkan ke tengah manusia, yang sanggup menggiring manusia ke jalan yang makruf, menghalangi  atau mencegah manusia dari kemungkaran dan beriman kepada Allah’,” ungkapnya.
 
Menurut Fahmi agar efektif menggiring ke jalan yang makruf dan efektif menghalangi dari yang mungkar wajib memiliki ilmu pengetahuan.   
 
“Makanya ada pepatah mengatakan, pengetahuan atau teknologi saat ini ketika tidak dipegang oleh umat Islam itu cenderung menjajah.  Sementara umat Islam kalau tidak menguasai teknologi, tidak memegang kendali pada teknologi cenderung terjajah. Kalau umat Islam leading dalam mengembangkan teknologi maka dia akan membebaskan dunia dari penjajahan,” cetusnya.
 
Keempat, sebut Fahmi, misi yang diberikan Allah kepada umat Islam sendiri itu misi  Rasulullah Saw.yaitu menjadi rahmat untuk seluruh alam.  
 
“Jadi umat Islam itu punya misi dan misi ini sekaligus menjadi jawaban untuk apa manusia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” tandasnya.
 
Uswatun Hasanah
 
Terkait Rasulullah sebagai uswatun hasanah, Fahmi menyampaikan sabda Rasulullah  bahwa yang terbaik diantara kalian adalah  yang mengajarkan ilmu, kalau tidak mengajar yang belajar, kalau tidak belajar yang memberi fasilitas agar orang belajar, kalau tidak dapat memberikan fasilitas , mendukung orang yang belajar. “Jangan sampai  jadi yang kelima yaitu  orang yang menghalangi orang yang belajar,” imbuhnya.
 
Fahmi lalu menyampaikan langkah yang diberikan Rasulullah agar umat Islam memimpin peradaban dunia.
 
“Pertama, Rasulullah menghapus profesi yang tidak memiliki dasar, tidak ilmiah atau tidak memiliki dalil, yaitu profesi perdukunan,” terangnya.  
 
Kedua, sebut Fahmi, banyak ayat al-Quran  yang memberikan dorongan untuk semangat berbuat rasional. “Al-Quran menyindir  perbuatan orang-orang  jahiliah yang mereka itu ketika dikatakan ‘mari ikutlah apa yang turunkan Allah,  mereka mengatakan kami hanya mengikuti apa yang diwariskan nenek moyang kami.’ Warisan nenek moyang itu harga mati,” bebernya.
 
Ketiga, lanjutnya,  Rasulullah menghargai eksperimen, dengan mencontohkan kasus  penyerbukan kurma yang  kemudian Rasul bersabda, “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” 
 
“Jadi dalam masalah yang sifatnya eksperimental itu memang enggak ada wahyu dan tidak usah kita mencari-cari dalam wahyu. Itu urusan teknologi  dan Nabi menyerahkan kepada umatnya,  silakan eksperimen sendiri,” terangnya.
 
Keempat, ujar Fahmi,  Rasulullah memerintahkan untuk mengambil manfaat dari mana pun yang berkaitan dengan teknologi. Ia mencontohkan kaum Muslimin yang belajar teknologi membuat kertas ke Cina, hingga bisa memproduksi kertas sendiri.
 
“Mushaf Ustmani bisa ditulis di atas kertas buatan umat Islam sendiri setelah mereka belajar teknologi inti cara membuat kertas dari Cina,” tambahnya.
 
Belajar Sejarah Kehidupan Nabi
 
Fahmi mengatakan, agar kaum Muslimin memiliki cara berfikir sebagaimana yang Rasulullah ajarkan, mau tidak mau harus mempelajari sejarah kehidupan Nabi  secara Kaffah. Jangan hanya sejarahnya dihafal, tapi uswatun hasanahnya juga harus dipelajari.  
 
“Nabi  pemimpin paripurna yang memiliki banyak dimensi. Ada dimensi dia sebagai kepala keluarga, ada  dimensi dia  sebagai pendakwah, ada  dimensi sebagai pedagang dan tidak lupa dimensi dia sebagai pemimpin umat,” bebernya.
 
 Ini, cetus Fahmi,  harus kita pelajari semua, jangan  ‘sekuler’ , kalau kamu belajar Nabi sebagai pemimpin ibadah silakan, tapi sebagai pemimpin umat jangan.  “Ini  bahaya! nah ini jangan sampai seperti itu,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab