Tinta Media

Minggu, 31 Desember 2023

Mengapa Para Capres Tak Ada yang Menyuarakan Penegakan Syariah?

Tinta Media - Menurut saya, setidaknya ada empat kemungkinan mengapa dalam pilpres pemilu politik demokrasi para capres tidak ada satu pun yang menyuarakan ingin menegakkan hukum-hukum Islam secara kaffah (syariah).

1. Karena mereka takut tidak laku (tidak terpilih), karena sudah mengakarnya paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme (sepilis) di Negeri ini, meski paham tersebut sudah pernah di fatwakan haram oleh MUI.

2. Karena para capres demokrasi enggak pernah mau paham sistem pemerintahan Islam yang di contohkan Rasulullah SAW.

3. Karena demokrasi memang bukan berasal dari Islam dan bukan untuk tegaknya hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah yang merupakan sumber utama hukum-hukum Islam (syariah).

4. Untuk lebih jelas, silakan Anda tanyakan kepada para capres demokrasi itu! Atau Anda minta mereka untuk membaca al-Qur'an dengan benar, yang tidak hanya sebatas sampai di 'kerongkongan', terutama Surat Al-Maidah (43,44,46) tentang keharaman berhukum selain dengan apa yang Allah SWT turunkan.

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media

Dua Pilihan?

Tinta Media - Kehidupan dalam kungkungan ideologi kapitalisme sekuler saat ini sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan masa jahiliah sebelum Resulullah SAW diutus.

Kesyirikan, nabi palsu, dan aliran sesat terus bermunculan. Perzinaan, LGBT, aborsi, pornografi, bunuh diri, kriminalitas, begal, mutilasi, miras, narkoba, perjudian, korupsi terus menyeruak. Bahkan dalam hal riba, negara menjadi pelaku utama dengan terus menumpuk utang luar negeri berbunga tinggi.

Maka, bagi kaum Muslimin hanya tersisa dua pilihan, turut fokus memperjuangkan sistem Islam (khilafah) yang akan mengakhiri kejahiliahan tersebut menuju Islam yang rahmatan lil 'alamin? Atau tetap mempertahankan keburukan sistem neo jahiliah kapitalisme demokrasi sekuler yang hanya berfokus pada pergantian pemimpin tanpa peduli dengan pergantian sistem?

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media

Hakikat Teman Sejati

Tinta Media - Saat maut menjemput dan manusia dengan sukarela atau terpaksa harus pergi meninggalkan dunia ini, sesungguhnya ia hanya akan diiringi oleh tiga ’iring-iringan’: (1) keluarganya; (2) hartanya; dan (3)  amalnya.

Keluarganya hanya akan mengantar jasadnya sampai ke pinggiran kuburan, tak mungkin menemani dia hingga ke dalamnya.

Hartanya—rumah, apartemen, tanah yang luas, kebun yang indah, perusahaan yang banyak dan harta tak bergerak lainnya—bahkan sejak awal tak mungkin ikut mengiringi dia. Harta yang bisa mengiringi sekaligus menemani dia hanyalah kain kafan yang melekat di badan. Itu pun hanya sampai di dalam kuburan. 

Saat-saat kematian seperti itu hanya amal salihlah yang pasti bakal tetap setia mengiringi sekaligus menemani dirinya hingga ia menjumpai Rabb-nya. Bukan hanya menjadi teman sejati yang mengiringi, bahkan amal salih itulah yang juga bakal dengan setia dan sukarela menjadi pembelanya di hadapan Mahkamah Pengadilan Akhirat, sebuah pengadilan yang tentu mahadahsyat! Saat itu, keluarganya, termasuk istri/suaminya sekalipun, tak mungkin turut membela dan menolong dirinya. Mereka bisa jadi malah mencelakakan dirinya, kecuali anak-anaknya yang salih/salihah. Bagaimana dengan hartanya? Tak mungkin pula ia bisa membela dan menolong dirinya. Boleh jadi hartanya itu malah memberatkan dan membebani dirinya di hadapan Hakim Yang Mahaadil, Allah ’Azza wa Jalla; kecuali harta yang pernah ia sedekahkah, ia hadiahkan, ia hibahkan atau ia wakafkan di jalan-Nya.

Jika memang hanya amal salih satu-satunya teman sejati yang akan mengiringi, menemani sekaligus membela manusia saat dimajukan ke Mahkamah Pengadilan Akhirat, faktanya justru banyak manusia lebih sering disibukkan untuk mencari dan mengumpulkan harta kekayaan, mengejar jabatan dan kedudukan, serta terobsesi untuk meraih sukses dunia yang fana. Sebaliknya, mereka abai untuk memperbanyak amal salih, mengejar pahala/surga dan terobsesi meraih sukses ukhrawi yang abadi.

Padahal Baginda Rasulullah saw. pernah bersabda, ”Tuhanku pernah menawari aku untuk mengubah bukit-bukit di Makkah menjadi emas. Namun, aku menadahkan tangan kepada-Nya, seraya berkata, ’Ya Allah, aku lebih suka sehari kenyang dan sehari lapar agar aku bisa mengingat-Mu saat lapar serta memujimu-Mu dan bersyukur kepada-Mu saat kenyang.’” (HR at-Tirmidzi).

Bagaimana dengan kita?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

Sabtu, 30 Desember 2023

PPATK Temukan Transaksi Janggal, Kebutuhan Dana Kampanye 2024 Melebihi Batas


Tinta Media - Temuan PPATK terkait transaksi janggal dana kampanye 2024 menuai polemik di tengah hiruk pikuk perpolitikan Indonesia yang memulai memanas.

Diduga transaksi tersebut melibatkan ribuan orang dari seluruh partai. Apakah ini menandakan negara telah darurat money politic?

Simak wawancara wartawan Tinta Media Muhammad Nur bersama Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim. Berikut petikannya.

1. Adanya pemberitaan terkait temuan PPATK transaksi janggal dana kampanye 2024, bagaimana menurut Anda?

Menurut saya, hal biasa dalam sistem demokrasi kapitalisme,  mereka yang ikut kontestan pemilu baik legislatif maupun eksekutif membutuhkan dana yang tidak sedikit. Masalahnya itu terungkap atau tidak ?

2. Transaksi ini diungkapkan ketua PPATK itu sampai triliunan dan mencakup ribuan orang. Jadi korupsinya ini sudah berjamaah. Bagaimana pandangan Anda?

Dana pemilu yang ratusan triliun yang dikeluarkan oleh pemerintah, ini jelas pemborosan yang tidak memberikan manfaat untuk rakyat. Karena pemilu hanya dijadikan sarana oleh para kapitalis untuk melegitimasi seolah-olah legislatif atau eksekutif itu pilihan rakyat dan wakil rakyat, padahal kenyataannya sebagian besar mereka adalah wakil dari para kapitalis. Maka, ketika mereka terpilih bukan mengabdi untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan para kapitalis.

3. Apakah ini kesengajaan dari timses dan parpol yang tidak transparan dalam melaporkan dana kampanye?

Semuanya akan ingin dikesankan taat terhadap undang-undang pemilu yang membatasi kontribusi dana kampanye dari pihak swasta baik perusahaan ataupun individu terhadap partai dan calon tertentu. Tapi, kenyataannya tadi kebutuhan dana bagi setiap calon atau partai melebihi apa yang dibatasi oleh undang-undang, maka muncullah dana transaksi janggal seperti yang diungkapkan oleh PPATK.

4. Pak Ivan, Ketua PPATK menyebutkan jika transaksi janggal terkait pemilu ini terindikasi korupsi maka akan diserahkan ke KPK. Seperti yang kita ketahui juga salah satu ketua KPK diduga melakukan korupsi. Jadi, ibarat menyapu rumah tetapi sapunya kotor. Bagaimana penegakan hukum dana kampanye ini?

Penegakan hukum di rezim ini sudah berada di titik nadir, apalagi KPK yang seperti Anda tanyakan. Sulit orang percaya bahwa penegakan hukum oleh KPK itu dalam rangka menegakkan hukum korupsi, itu hanya kepentingan politik saja karena sulit untuk terbebas dari perilaku korup dalam sistem yang memang korup.

5. Sebagai masyarakat dengan  melihat kasus dugaan dana kampanye ini, apakah Pemilu 2024 bisa berjalan jurdil dan menghasilkan pemimpin yang memperoleh legitimasi dari rakyat?

Pemilu jujur dan adil (jurdil) dalam sistem demokrasi hanya ada dalam teori, faktanya sulit untuk direalisasikan karena dalam sistem kapitalisme, sistem kapitalisme dengan asas manfaat, maka semua pihak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan.

6. Kasus dugaan dana kampanye ini diduga berasal dari perusahaan tambang, menurut pandangan Anda, apakah terjadi deal antara parpol dan pengusaha sehingga oligarki di negeri telah mencengkeram dalam seluruh aspek kehidupan bernegara kita?

Dalam sistem kapitalisme, penguasa yang sebenarnya memang para oligarki, merekalah yang membiayai para politikus untuk meraih kekuasaan, maka setelah mereka menang maka mereka akan mengabdi kepada kepentingan para kapitalis.

Contoh saja UU Minerba, itu semua menguntungkan oligarki. Ada politikus yang dibiayai oleh oligarki dan tidak sedikit yang politikusnya ya, oligarki itu sendiri. Hari ini rezim yang kita kenal pengusaha. Mereka semua menganggap semua biaya pemilu dianggap modal untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui korupsi dan eksploitasi Undang-Undang (UU) yang melegalkan sumber daya alam milik rakyat.


7. Jika parpol dan pengusaha sudah deal-deal seperti itu, bagaimana pandangan anda seharusnya umat Islam dan terutama ulama dan tokoh umat bersikap?

Pertama, umat dan tokoh umat harus menyadari bahwa sistem demokrasi memang dirancang untuk melanggengkan penjajahan politik maupun ekonomi oleh negara kafir imperialis sehingga umat Islam dan tokoh umat harus mencampakkan sistem demokrasi dan menggantikannya dengan sistem Islam.

Kedua, umat Islam bersama tokoh-tokoh umat perlu menyadarkan para politikus yang muslim agar mereka menerapkan syariat Islam bukan hanya pada urusan ritual tapi juga dalam masalah politik, ekonomi dan sosial.

Ketiga, umat Islam dan tokoh umat terus berupaya  agar sistem Islam bisa diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Jadi, bukan hanya mengganti orang, kita butuh juga perubahan sistem.

8. Presiden Jokowi juga turut respons terhadap hasil temuan PPATK ini, apakah negeri ini sudah darurat politik uang?

Presidennya sendiri bagian masalah di negeri ini, dia menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan. Jadi bukan lagi darurat politik uang tapi lebih dari itu.

9. Politik uang yang sudah menggurita ini, kesejateraan rakyat dan keadilan tidak tercapai, apakah layak demokrasi ini dipertahankan, apakah ada solusi tuntas hal ini semua?

Itu tadi sistem demokrasi itu, sistem yang rusak dan merusak . Umat Islam harus mencampakkan sistem demokrasi dan mengganti dengan sistem Islam. Maka solusinya adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah Rasyidah ala Minhajin Nubuwah.

Sudahkah Kita Mensyukuri Kekayaan Kita?



Tinta Media - Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang? 

Saat mata kita sehat, kita tak pernah berpikir betapa berharga mata kita. Coba saja andai suatu saat mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan miliaran rupiah. Apa yang Anda lakukan? Anda pasti akan membayar berapa pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilai kaki kita itu. Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, kaki Anda harus diamputasi? Saya yakin, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan miliar rupiah asal kaki Anda tidak diamputasi serta kembali sehat dan normal seperti sedia kala. Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Saya yakin, Anda pun akan rela melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.

Sudah banyak bukti, orang-orang kaya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apa pun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, agar keriput di wajah bisa hilang, dll banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.

Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita hatta jika secara materi kita orang miskin. 

Karena itu amat pantaslah jika Allah SWT dalam al-Quran surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada kita: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan)? 

Pertanyaannya: Sudahkah semua itu kita syukuri? Sudah berapa lama kita luangkan waktu untuk beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya? Ataukah kita malah rajin bermaksiat kepada-Nya? Sudah berapa besar pengorbanan kita untuk agama-Nya? Sudah berapa banyak harta milik-Nya yang kita infakkan di jalan-Nya atau membantu sesama? Ataukah kita gunakan sebagian besar harta itu di jalan yang sia-sia dan tak berguna sekadar demi memuaskan syahwat dan kesenangan dunia yang sesungguhnya hanya sesaat saja?

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb. []

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar

(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab