Tinta Media

Jumat, 22 Desember 2023

Meluruskan Narasi Terorisme dalam Genosida Palestina oleh Zionis Yahudi



Tinta Media - Pimpinan pondok pesantren Baitul Arqom Al-Islami Lembur Awi Pacet, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, KH Athailah Yusuf menganggap wajar atas pernyataan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan bahwa perang Palestina dan Entitas Yahudi turut berdampak dalam membangkitkan sel-sel teroris di Indonesia. Beliau mendukung, dan mengucapkan terima kasih kepada Kapolri karena telah waspada demi keamanan dan ketertiban negara Republik Indonesia.

Sejatinya, banyak masyarakat yang tidak paham tentang perang Palestina-Yahudi dan akar permasalahannya, yaitu sebuah penjajahan yang dilakukan oleh Entitas Yahudi sejak tahun 1948 ketika para Zionis mendeklarasikan negara Israel pada tanggal 4 Mei 1948. Sejak saat itu, Palestina tidak diakui secara hukum internasional oleh PBB. 

Pada tahun 1947, diadakan solusi dua negara yang bertikai. Akan tetapi, pada kenyataannya Palestina dijajah hingga detik ini dan tidak diakui. Palestina hanya dijadikan pemerintahan di bawah Zionis. Mereka tidak mempunyai kedaulatan penuh seperti negara lain. Jadi, untuk didengar suaranya, mereka harus menggunakan suara negara lain.  

Orang-orang Palestina tinggal di dua tempat besar, yaitu:

Pertama, Tepi Barat sungai Yordan yang dikuasai oleh Fatah dan merupakan pemerintahan otonom.

Kedua, Gaza yang dikuasai oleh Hamas. Di sana dibangun tembok-tembok besar dan tinggi sekali untuk mengisolasi. Ketika sakit, mereka tidak bisa pergi dari sana. Inilah yang dikatakan penjara terbesar di dunia, karena mereka bisa masuk, tetapi tidak  bisa keluar dari Gaza. 

Akar masalah Palestina adalah pendudukan. Maka, solusinya adalah mengusir pihak yang menjajah. Karena itu, sangat wajar jika masyarakat Palestina mempertahankan wilayahnya demi kemerdekaan, karena mereka sudah dijajah selama puluhan tahun oleh para Zionis. 

Ketika  HAMAS sebagai  pejuang Palestina pada (07/10/2023) menembus perbatasan para Zionis dalam operasi badai Al-Aqsa, lalu ada isu  bahwa mereka dikatakan teroris yang akan membangkitkan sel-sel teroris. Jika Hamas dikatakan sebagai teroris, berarti para pejuang tanah air Indonesia yang dulu  mempertahankan negaranya dan melawan  penjajah juga dikatakan teroris?  Padahal, dalam UUD 1945 dikatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. 

Sebagai orang yang merdeka, mempertahankan kemerdekaan untuk orang lain adalah bagian dari hak dan kewajiban, karena kita mengetahui bagaimana kondisi negeri yang dijajah. Negeri terjajah diperlakukan tidak baik. Rakyatnya dibantai, tidak bisa menentukan nasib sendiri. Maka, kita harus mendukung kemerdekaan itu, bukannya membuat isu negatif. 
Seharusnya, sebagai seorang muslim, ketika melihat muslim lain dizalimi, maka kita ikut membela. 

Zionis Yahudi adalah penjajah Palestina. Mereka mengklaim tanah Palestina sebagai wilayah nenek moyangnya, sehingga berhak mengambil tanah tersebut. Apalagi, PBB memperbolehkan mereka membangun negara di sana, lalu para Zionis mulai mengusir dan  membunuhi orang-orang Palestina.

Sampai sekarang, entah sudah berapa ratus ribu jiwa yang sudah menjadi korban. Ini termasuk dalam genosida yang terus terjadi saat ini, yang sudah menelan korban lebih dari 18.000 jiwa. 

Maka, perlawanan pejuang HAMAS adalah bagian dari perlawanan terhadap penjajahan Yahudi, untuk melindungi, merebut kembali tanah mereka, melawan ketidakadilan dunia yang hanya menyaksikan penjajahan, bahkan pembantaian rakyat Palestina selama lebih dari 75 tahun.

Jadi, yang sebenarnya teroris adalah para Zionis, karena  mereka telah membantai, meneror, menimbulkan rasa takut kepada rakyat Palestina secara terus-menerus, sehingga menimbulkan banyak korban, baik jiwa maupun luka-luka, dari bayi, anak-anak, sampai masyarakat secara umum. 

HAMAS sendiri bukan teroris karena mereka  melakukan jihad fisabilillah demi mempertahankan dan melindungi wilayahnya dari serangan para Zionis Yahudi yang sudah berlangsung selama 75 tahun, mulai dari tahun 1948. Maka, merupakan narasi yang salah ketika Kapolri menyatakan bahwa perang Palestina dan Entitas Yahudi berdampak membangkitkan sel-sel teroris di Indonesia. Secara tidak langsung, mereka menuding bahwa Hamas yang merupakan pejuang Palestina adalah teroris.

Bahkan, seorang kiyai yang beragama Islam malah mendukung pernyataan ngawur tersebut. Teroris selalu dikaitkan dengan agama Islam karena dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama Islam. Terorisme bukanlah ajaran Islam karena Islam tidak mengajarkan kekerasan. 

Perang yang dilakukan oleh umat Islam didahului dengan ajakan, dan Islam tidak akan menyerang kecuali diserang terlebih dahulu, seperti yang terjadi di Palestina. Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian, kasih sayang antarsesama manusia, dan saling memanusiakan.

Maka, sebagai umat Islam yang jauh dari sana, untuk menyikapi perang Palestina dan Entitas Yahudi, seharusnya kita menunjukkan perjuangan dan kepedulian untuk bisa membebaskan tanah Palestina

Kita harus melakukan perjuangan untuk bisa membebaskan pemikiran kaum muslimin dari racun-racun pemikiran yang memperlemah mereka. Ini yang harus diluruskan. karena para kafir penjajah tidak akan  rida sehingga mereka membuat framing negatif di medsos untuk memutar-balikan fakta menggunakan buzer-buzer mereka, lalu kemudian mengerahkan harta yang banyak dan hampir tidak ada batasnya untuk meredam. Setiap orang yang memosting konten pembelaan terhadap Palestina diminta untuk diam. 

Hamas sebagai pejuang Palestina dicap sebagai teroris dan harus berpihak kepada Israel. Maka,  perjuangan kita adalah memahamkan masyarakat dengan cara memosting, menulis, memberi komen, like, share, membalikkan opini yang benar dengan narasi yang betul, berpikir dan memiliki kecenderungan yang benar.

Kita harus sadar bahwa membela Palestina merupakan perkara yang diperintahkan oleh Allah. Agama Islam mengatur segala urusan kaum muslimin. Hanya dengan bersatunya kaum muslimin di seluruh dunia dalam satu kepemimpinan, yaitu daulah khilafah yang akan menerapkan hukum Islam, maka kaum muslimin di seluruh dunia, termasuk di bumi Palestina akan dibebaskan dan di selamatkan, yaitu dengan jihad fisabilillah.


Wallahu alam bis shawab


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Ruang Isolasi untuk Caleg Gagal Terpilih, Sudah Tepatkah?



Tinta Media - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Oto Iskandar Dinata (Otista) Soreang, Kabupaten Bandung. Jawa Barat telah menyiapkan 10 ruangan khusus bagi calon anggota legislatif (caleg) yang kejiwaannya terganggu akibat gagal pada pemilu 2024.

"Kalau setiap ada kegiatan pemilu, kita selalu menyiapkan ruangan dan tempat pemeriksaan untuk caleg-caleg yang kalah," kata Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSUD Otista Kabupaten Bandung dr. Marsudi, Sp.Kj (K), Senin (27/11/2023)

Menurutnya, ruangan khusus isolasi ini untuk memberikan pelayanan kepada caleg pengidap depresi atau gangguan jiwa usai mengetahui bahwa dirinya tidak terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu 2024. (Jawa pos.com)

Sudah menjadi rahasia umum jika seseorang yang mencalonkan diri menjadi caleg kemungkinan besar harus siap dalam kegagalan karena saingan antar para caleg cukup banyak. Jadi, dibutuhkan mental yang kuat i menerima kekalahan. 

Selain memerlukan mental yang kuat, sistem demokrasi sekuler juga membutuhkan modal besar karena untuk biaya kampanye saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, seperti untuk membuat spanduk, kaos, kalender, atau alat-alat kampanye yang lain.

Ini sangat berbeda di dalam Islam ketika memilih pemimpin. Di dalam Islam, pemimpin ditetapkan dengan cara membaiat khalifah (pemimpin) secara langsung. tanpa melalui  pesta demokrasi yang menggelontorkan biaya sangat banyak dan tidak memperturutkan hawa nafsu. 

Seperti firman Allaah SWT dalam Al-Qur'an, 

"Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti Hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?" TQS Al-Qashash (28): 50)

Di dalam Islam, masyarakat pun akan terbentuk menjadi masyarakat yang bertakwa dan memiliki iman yang tinggi. Masyarakat mengetahui bahwa amanah menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, sehingga orang-orang tidak akan berbondong-bondong seperti sekarang untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin. 

Masyarakat di dalam sistem Islam ketakwaannya sudah terbentuk karena memang dikondisikan atas dasar akidah Islam. Karena itu, ketika mencalonkan anggota legislatif kemudian tidak terpilih, maka kejiwaannya tidak akan terganggu seperti yang saat ini marak terjadi.

Artinya, sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam yang akan memberikan ketenangan hati, ketenteraman jiwa, serta kemaslahatan dunia dan akhirat. 
Saatnya kita mengambil peran dalam perjuangan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai daulah Khilafah. 
WalLahua'lam.

Oleh: Ida 
Muslimah Bandung

Pakar: Wajib Hukumnya Menolong Muslim Rohingya


 
Tinta Media - Pakar Fikih Kontemporer Kiai Shiddiq Al-Jawi menegaskan wajib hukumnya menolong muslim Rohingya.
 
“Hukumnya wajib sebenarnya menolong muslim Rohingya,” ujarnya dalam kajian: Wajib Hukumnya Menolong Muslim Rohingya, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Jumat (15/12/2023).
 
Alasannya, menurut Kiai Shiddiq adalah orang-orang Rohingya itu tertindas di negaranya, tidak diakui sebagai warga negara, dianggap ilegal kemudian diperlakukan secara buruk, disiksa, dipenjara, dan ada yang dibunuh.
 
“Maka dari itu mereka lari dari negerinya itu, ada yang lewat jalur darat sampai ke Bangladesh, ada yang larinya lewat jalur laut sebagian di Aceh di bagian negara kita, jadi mereka dalam kondisi tertindas,” tuturnya.
 
Muslim Rohingya ini, terangnya, tertindas karena di bawah rezim Budha Myanmar yang memprioritaskan warganya yang beragama Budha.
 
 
“Warga negara Budha mendapatkan hak-hak sebagai warga negara di Myanmar, tapi hak Muslim ini berusaha untuk ditiadakan, dibunuh, disiksa, dan sebagainya,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi.

Pakar Fikih: Tinggalkan yang Negatif Bukan Meninggalkan Kewajiban


 
Tinta Media - Menanggapi banyaknya alasan warga Aceh untuk tidak menolong muslim Rohingya, Pakar Fikih Kontemporer Kiai Muhammad Shiddiq Al-Jawi mengatakan, solusinya dengan meninggalkan hal negatif bukan meninggalkan kewajibannya.
 
“Mungkin ada hal-hal negatif yang berasal dari pengungsi Rohingya, terkait hal itu, solusinya harus meninggalkan hal negatif itu bukan meninggalkan kewajibannya,” ujarnya dalam kajian: Wajib Hukumnya Menolong Muslim Rohingya, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Jumat (15/12/2023).
 
Menurutnya, cara berpikir yang salah jika masih mengedepankan alasan-alasan negatif terkait Rohingya. “Dalam ajaran Islam kalau sesuatu itu hukumnya wajib, kewajiban itu tidak terhapuskan atau dihilangkan ketika ada efek-efek negatif dari kewajiban,” tegasnya.
 
Kiai Shiddiq mencontohkan, shalat itu wajib. Ketika ada orang yang kakinya luka atau tidak bisa berdiri, ucapnya, tapi memaksakan untuk shalat sambil berdiri dan berakibat jatuh karena tidak kuat, maka solusinya bukan meninggalkan shalat, shalat tetap dilakukan, luka disembuhkan.
 
 “Jadi bukan shalatnya yang kemudian dihapuskan, ketika ada efek negatif dari shalat, efek negatif itulah yang harus ditangani,” tegasnya.
 
Kalau sesuatu itu sudah wajib hukumnya ujarnya, dan ketika timbul efek negatif dari kewajiban itu maka efek negatifnya yang harus ditangani.
 
“Kalau kita ada kewajiban menolong saudara muslim Rohingya, ya harus dilaksanakan. Ini kan kewajiban secara syariah!” tandasnya. [] Setiyawan Dwi.

Pakar: Hukumnya Berdosa Menolak Pengungsi Rohingya


 
Tinta Media - Pakar Fikih Kontemporer Kiai Shiddiq Al-Jawi menegaskan, berdosa hukumnya jika menolak pengungsi Rohingya.
 
“Kalau menolak ya berdosa, tidak boleh, hukumnya berdosa,” ujarnya dalam kajian: Wajib Hukumnya Menolong Muslim Rohingya, di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Jumat (15/12/2023).
 
Kiai Shiddiq beralasan, menolong sesama muslim itu wajib hukumnya. “Bagaimana kalau kewajiban tidak dilakukan, berdosa atau enggak? Itu berdosa!” tegasnya.
 
Ia mengumpamakan seperti halnya shalat yang menjadi kewajiban sebagai muslim, jika meninggalakan maka berdosa.
 
“Ini menolong sesama muslim itu wajib hukumnya secara syariat, ketika tidak dilakukan suatu kewajiban itu ya berdosa,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi.
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab