Tinta Media

Kamis, 21 Desember 2023

Bullying Makin Berdesing, Mengapa?



Tinta Media - Bullying di kalangan remaja tak lagi dianggap tabu. Bahkan remaja masa kini menganggap bullying sebagai trend yang menggebu-gebu. 

Bullying, Produk Zalim Pendidikan Sekuler 

Kasus perundungan alias bullying tak hanya terjadi pada usia remaja. Namun, "penyakit" ini telah menghinggapi anak belia usia sekolah dasar. Salah satunya terjadi di SD Sukabumi, Jawa Barat. Bullying dilakukan teman korban dengan men-sliding hingga berakibat fatal. Tulang lengan bagian atas korban patah dan posisinya bergeser (liputan6.com, 16/12/2023). Korban menderita cedera serius, patah tulang terjadi di dalam kulit dan mengoyak daging lengan atas. Korban pun disarankan untuk menjalani operasi. 

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta setiap orangtua, guru, dan seluruh masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan. Masyarakat diharapkan selalu sadar atas segala bentuk tindak kekerasan fisik dalam bentuk bullying di lingkungan sekolah. 

Bullying tidak datang instan. Beragam faktor penyebab memantik kasus bullying kian nyaring. Salah satunya faktor keluarga. Saat ini keluarga bersifat mandul dalam menanamkan nilai-nilai agama di tengah pendidikan keluarga. Orang tua sibuk dengan pencarian penghidupan. Akhirnya anak-anak pun tumbuh simultan dalam lingkungan sekuler tanpa ada bimbingan dan teladan. Semua yang ada, ditelah mentah-mentah. Liberalistik dan hedonisme menjadi acuan. Wajar adanya saat generasi makin jauh dari standar yang benar. Materi menjadi satu-satunya tujuan. 

Selain keluarga, faktor lingkungan pun sangat mempengaruhi buruknya perilaku generasi saat ini. Gaya hidup masyarakat sekuler yang bebas, cuek, sekaligus individualistis, menghilangkan fungsi kontrol sosial. Budaya saling mengingatkan, tak lagi ditemui. Hingga akhirnya generasi tumbuh dalam kebebasan sebebas-bebasnya. Tanpa mengetahui batasan tentang benar atau salahnya perbuatan. 

Faktor lain yang juga menjadi penyebab maraknya bullying, adalah minimnya fungsi negara dalam menjaga generasi. Setiap kerusakan makin tampak. Padahal beragam regulasi perlindungan anak telah ditetapkan. Namun, semua regulasi ini tidak mampu menjamin perlindungan yang optimal. Tak hanya regulasi yang mandul, kebijakan tentang kurikulum pendidikan yang sekuler pun menjauhkan generasi dari pola bertindak dan berpikir yang benar. Wajar adanya, saat generasi menjadi hilang arah karena setiap konsep yang ada bersifat bias dan tak jelas. 

Inilah konsekuensi diterapkannya sistem sekularisme yang menjauhkan aturan agama dari pendidikan. Generasi makin oleng memaknai kehidupan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." 
(QS. Al-Hujurat : 11) 

Sistem Islam memiliki solusi cerdas yang khas. Menyoal masalah bullying yang terus bergulir, syariat Islam menanamkan tentang pendidikan dengan basis akidah Islam. Hanya dengan sistem pendidikan tersebut, generasi mampu menjadikan aturan agama sebagai satu-satunya standar benar dalam berucap dan berbuat. Sistem Islam pun menciptakan kondisi keluarga yang kondusif dalam mendidik anggota keluarga. Ekonomi tidak lagi menjadi hambatan dalam mendidik generasi. Karena negara telah memenuhi setiap kebutuhan dasar warga negaranya. Teladan dan arahan orang tua menjadi tumpuan yang mampu diandalkan. Karena orang tua memiliki pemikiran shahih berdasarkan akidah Islam sehingga mampu menjadi madrasatul ula yang ideal bagi seluruh anggota keluarga. Pun demikian dengan lingkungan masyarakat. Kontrol sosial mampu berfungsi optimal. Saling menjaga dan mengingatkan. Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat mampu bersinergi dalam melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Semuanya dilakukan sebagai bentuk ketundukan kepada aturan Allah Swt. 

Negara memiliki andil dominan dalam menciptakan generasi cerdas dan terdidik. Setiap regulasi yang ada ditetapkan berdasarkan syariat Islam. Setiap sanksi pun ditetapkan dengan tegas agar kasus kekerasan dan perundungan tidak terus berulang. 

Semua konsep ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam dengan institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang mampu menebar berkah bagi seluruh umat. 
Wallahu'alam bisshowwab. 

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Rabu, 20 Desember 2023

Terusir dari Tanah Airnya, Muslim Rohingya Berhak Tinggal di Negeri Muslim Mana pun


Tinta Media - Ribuan Muslim Rohingya telah melarikan diri ke negara-negara sekitar terutama Bangladesh dan Malaysia akibat dibantai dan diusir oleh rezim Budha di Myanmar. Indonesia sendiri telah menampung ribuan pengungsi Rohingya, dengan setidaknya 1.500 di antaranya berada di Aceh.

Banyak pro dan kontra terkait permasalahan pengungsi Rohingya. Apa yang menjadi akar masalahnya dan Bagaimana cara mengatasinya? 

Simak wawancara wartawan Tinta Media R Raraswati bersama Jurnalis Senior Joko Prasetyo. Berikut petikannya. 

1. Mengapa Muslim Rohingya semakin banyak yang mengungsi ke Indonesia?

Karena mereka dibantai dan diusir dari tanah airnya sendiri di Arakan oleh rezim Budha Burma/Myanmar dari masa ke masa itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Bukan hanya ke Indonesia, bahkan ke Malaysia dan Bangladesh jauh lebih banyak lagi.

Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar sedunia wajib menolong Rohingya, baik secara kemanusiaan, apalagi sebagai sesama Muslim. Sesama Muslim itu saudara!

2. Tapi, kemusliman Rohingya diragukan karena baca Al-Fatihah saja tidak bisa, belum lagi ada yang memerkosa, tidak sopan dan lainnya. Karena itulah muncul seruan penolakan terhadap pengungsi Rohingya. Tanggapan Anda?

Keji sekali orang yang menyeru penolakan pengungsi Rohingya dengan memfitnah sedemikian rupa. Saya yakin hanya oknum Rohingya saja yang seperti itu.

Tapi memang kalau Muslim Rohingya tidak bisa baca Al-Fatihah dan terkesan ngelunjak, tidak sopan dan lainnya, yang intinya terkesan jauh dari ajaran dan pemahaman Islam yang baik dan benar itu merupakan akumulasi dari keterjajahan sejak Kesultanan Benggala (yang meliputi Negara Bangladesh saat ini, India bagian timur saat ini, dan Arakan yang jadi bagian Myanmar saat ini) diruntuhkan oleh Inggris lalu memecah-belahnya menjadi negara bangsa Bangladesh, sebagiannya dimasukan oleh Inggris ke negara bangsa Hindu India, dan sebagiannya ke negara bangsa Budha Myanmar.

Jadi, Inggris memang tidak mau melihat kaum Muslim di bekas reruntuhan Kesultanan Benggala itu bersatu, meski hanya bersatu dalam negara bangsa Muslim Bangladesh. Negara Kristen Inggris memang benar-benar tidak pernah ridha kalau orang Islam tidak mengikuti milah mereka, dan milah mereka itu ingin menghancurkan kaum Muslim sehancur-hancurnya.

Keawaman tentang Islam itu sejatinya melanda mayoritas Muslim sedunia termasuk Indonesia, jadi bukan hanya Rohingya. Sehingga Muslim Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh pun enggan mengurus dan mendidik Muslim Rohingya ketika mendapati Muslim Rohingya ternyata awam Islam dan awam akhlak Islam.

Inilah PR kita bersama untuk menyadarkan mereka semua.

3. Ada kekhawatiran masyarakat, jika mereka semakin banyak yang datang, akhirnya minta tinggal seterusnya di Indonesia. Mereka minta menjadi warga negara bahkan minta negara sendiri. Bahkan muncul berita UNHCR dengan Pak Wapres mau ngasih pulau untuk mereka. Bagaimana menurut Anda?

Kalau Indonesia paham Islam, Rohingya paham Islam, ya tidak ada masalah apa-apa kalau Rohingya menetap di Indonesia, karena Muslim mana pun berhak tinggal di negeri Muslim mana pun dan diperlakukan sebagai Muslim, terlepas berasal dari mana pun. Karena, yang ada adalah ikatan akidah Islam yang meniscayakan semua Muslim bersaudara. Lain cerita kalau yang dijadikan ikatan itu adalah kebangsaan, ya sudah barang tentu Rohingya itu dianggap sebagai orang lain yang mau menjajah aja. Di sisi lain juga ya enggak peduli dengan nasib Muslim Rohingya yang dijajah dan diusir dari Arakan, tanah mereka sendiri, oleh kafir Budha Myanmar.

4. Lebih vulgarnya lagi ada yang menyatakan nanti mereka di Indonesia akan seperti Yahudi yang mendirikan negara Israel dengan merampas tanah Palestina. Tanggapan Anda?

Begini, memang benar Yahudi merampas tanah Palestina lalu mendirikan negara entitas Zionis tersebut dengan mengusir dan membantai rakyat Palestina dengan bantuan Inggris. Kemudian sampai sekarang Zionis Yahudi disokong penuh Amerika Serikat untuk terus menduduki Palestina dan membantai penduduknya terutama di Gaza.

Tapi, terlalu overthinking, terlalu su’udzan, bila menganggap Rohingya akan seperti itu juga di Indonesia bila Rohingya diperbolahkan menetap di Indonesia, karena secara faktual, Rohingya adalah sesama saudara Muslim yang wajib kita tolong.

Justru yang sudah pasti adalah entitas Zionis Yahudi telah mendukung militer Myanmar dalam genosida terhadap Muslim Rohingya dan Perang Saudara pada 1952. Setidaknya itu tertuang dalam dokumen Kementerian Luar Negeri Israel setebal 25 ribu halaman yang dirilis media Haaretz.

Jadi, mereka yang memfitnah Muslim Rohingya sedemikian rupa dan memprovokasi Indonesia untuk menolak pengungsi Rohingya itu benar-benar jahat, keji. Sudahlah Muslim Rohingya itu menderita di negerinya sendiri, di negeri sesama Muslim malah ditolak karena fitnah keji.

5. Memangnya seperti apa nasib Muslim Rohingya di negerinya sendiri?

Sebagian dari Muslim Rohingya syahid dibantai rezim Myanmar, militer Myanmar, para biksu Budha dan lainnya. Rumah dan hartanya banyak yang hangus dibakar. Perempuannya banyak yang diperkosa dan dibunuh.

Saking besarnya siksaan yang mereka rasakan, beberapa Muslimah Rohingnya bertukar cerita bagaimana mereka diperkosa, mereka menyebut berapa banyak tentara Myanmar yang memerkosanya, hingga salah seorang di antara mereka berkata, "Alhamdulillah, saya hanya sekali saja diperkosanya."

Mereka yang masih hidup dengan sebagian harta mereka yang tersisa juga sebagiannya habis agar bisa hijrah ke Indonesia, Malaysia ataupun Bangladesh, tetapi sebagian besar dari mereka juga tidak sampai tujuan karena ditipu oleh pihak yang katanya dapat menyewakan kapal.

Jadi, yang bisa sampai ke Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh itu memang mereka yang benar-benar telah lolos melalui berbagai cobaan yang saya yakin kita sendiri juga tidak akan sanggup menghadapinya. Tetapi begitu sampai di negeri sesama Muslim Indonesia, mereka yang penuh harap dapat diterima, eh, malah ditolak!

6. Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia dan Aceh (khususnya)? Menolong mereka sementara, kemudian mengembalikan ke negara asal, atau bagaimana?

Mereka itu saudara seakidah yang membutuhkan pertolongan secara mendesak. Mayoritas dari mereka meninggal dibantai di Arakan, sebagiannya lagi mati mengenaskan di tengah laut. Hanya sebagian kecil yang sampai ke Indonesia. Sebagian lainnya ke Bangladesh dan Malaysia.

Tidak hanya Muslim Aceh saja yang mesti sadar, pemerintah juga harus lebih jauh lebih menyadarinya. Harus dengan segera menangani Muslim Rohingya sebaik mungkin sebagaimana menangani warga negara sendiri.

Masalahnya rakyat sendiri juga diterlantarkan, apalagi harus urus Muslim Rohingya.

Maka, tidak aneh bila pemerintah lebih memilih untuk mendeportasi Muslim Rohingya ke Myanmar. Padahal di Myanmar juga Muslim Rohingya itu tidak diakui sebagai warga negara Myanmar. Mereka adalah manusia perahu yang tidak berkewarganegaraan. Jadi, kalau mau dideportasi itu mau dideportasi ke mana? Ke tengah laut?

Beginilah kondisi kaum Muslim saat ini, baik yang terjajah secara militer maupun nonmiliter sama-sama mengenaskan. Kita yang secara pemikiran lebih waras, lebih ideologis memiliki PR yang sangat-sangat agung (tadinya mau bilang sangat-sangat berat he...he...) yang wajib kita tunaikan secara berjamaah, karena mustahil bisa dikerjakan sendiri dan sporadis, tapi harus secara terstruktur dan sistematis dengan jamaah yang memang konsern berjuang mengembalikan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah.

7. Menurut Anda, bantuan apa yang perlu diprioritaskan saat ini?

Idealnya diberi sandang, pangan, papan, keamanan, dan pendidikan secara fokus dan serius berbasis Islam. Serta diberi keterampilan agar bisa mencari nafkah sendiri.

8. Di sisi lain, rezim sangat antusias menyambut orang Cina dengan dalih TKA, difasilitasi bagai raja. Apa tanggapan Anda mengenai fakta ini?

Iya, karena rezim ini juga notabene mayoritasnya adalah Muslim juga yang menjadi korban penjajahan secara nonmiliter. Bukan hanya rezim Indonesia, tetapi seluruh rezim dunia Islam hakikatnya adalah penguasa yang terjajah.

9. Apa pesan Anda untuk pemerintah Indonesia dan warga secara umum terkait berbagai pemberitaan Muslim Rohingya?

Mengapa bukan hal-hal yang lebih komprehensif yang dibahas ketimbang menyalah-nyalahkan Muslim Rohingya serta mengharap mereka datang ke Indonesia itu dengan sangat islami dan menguntungkan Indonesia? Lalu ketika kedapatan mereka mencuri, songong, tidak hafal Al-Fatihah kemudian kita muak dan mengusirnya? 

Lantas apa bedanya kita dengan mereka? Kita lebih parah lagi berarti, kita tidak dijajah secara fisik tetapi keawaman kita terhadap Islam lebih parah dari mereka.

Ingat! Memangnya di Arakan itu mereka belajar Islam leluasa? Mereka disiksa, bisa bertahan hidup saja sudah luar biasa, boro-boro belajar Islam.

Jadi, sekali lagi saya tegaskan kaum Muslim Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh wajib menolong pengungsi Rohingya. Karena, mereka itu sesama manusia yang sangat membutuhkan pertolongan, lebih dari itu mereka adalah sesama Muslim yang sangat butuh pertolongan.

Kita, orang Indonesia, Malaysia, dan Bangladesh, kan sama-sama manusia, lebih dari itu sama-sama Muslim. Jadi, lebih wajib lagi menolong Muslim Rohingya. 

Negara dan warga harus bahu membahu menolongnya dengan memberikan sandang, pangan, papan, keamanan, dan pendidikan secara fokus dan serius berbasis Islam. Serta diberi keterampilan agar Muslim Rohingya bisa mencari nafkah sendiri, dan berkiprah sebagaimana manusia dan Muslim lainnya.[]

 

 

Fenomena Anak Mati Dibunuh Ayah, Cerminan Kerusakan Kapitalisme Sekuler yang Parah



Tinta Media - Patut menjadi renungan dan evaluasi bagi kita bersama. Di balik tragedi mengerikan kematian anak-anak di Palestina yang dibunuh oleh musuh (penjajah zionis Yahudi), ternyata di Negeri ini malah ada fenomena anak-anak yang mati di bunuh oleh Ayahnya sendiri. 

Sangat tragis! Tak kurang dalam dua pekan di Bulan Desember 2023 ini, 2 kasus pembunuhan terhadap keluarga sendiri telah terjadi. Yaitu, 1 pembunuhan 4 anak sekaligus oleh Ayah kandung berinisial PD di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (3/12/2023). 

Dan 1 lagi adalah pembunuhan seorang anak berikut ibunya oleh seorang Guru Sekolah Dasar (SD) berinisial WE di Kota Malang, Selasa (12/12/2023). Pelaku yang tidak lain sebagai Ayah dan Suami dari kedua korban tersebut, juga kemudian turut membunuh dirinya sendiri. 

Sebelumnya, mungkin kita juga sering menerima berita  bahwa memang kasus-kasus pembunuhan terhadap keluarga sendiri sering kali terjadi di negeri ini. Beritanya pun sebenarnya sangat mudah dapat kita temukan di media online melalui mesin pencari. 

Dan kejadian yang terbaru di penghujung tahun di Bulan  Desember 2023 yang penulis ungkapkan di atas seolah hanya ingin menegaskan bahwa itu merupakan cerminan dari tatanan aturan kehidupan kapitalisme sekuler di negeri ini yang rusak parah, karena terbukti telah  membuat banyak lingkungan rumah dan keluarga menjadi tidak lagi aman dari tindakan kejahatan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. 

Faktor Penyebab

Ada dua faktor penyebab pembunuhan terhadap darah daging sendiri yang di luar nalar itu bisa terjadi. 

Namun, kemunculan faktor penyebab keduanya itu jika ditelusuri secara mendalam adalah sama-sama berakar dari menancapnya pemahaman sekularisme di negeri ini, yakni pemahaman pemisahan agama (Islam) dari aturan kehidupan. 

Pertama adalah faktor internal dari kepribadian seseorang itu sendiri. Ini dapat dicermati dari kecukupan pemahaman seseorang terhadap ajaran Islam. 

Secara pribadi untuk menyelamatkan diri dari pemahaman sekularisme yang rusak parah dan merusak kehidupan tersebut, setiap orang seharusnya benar-benar mempersiapkan dan membekali dirinya dengan pembinaan pemahaman Islam sebagai agama sekaligus tuntunan kehidupan, bukan sekadar ajaran yang mengajarkan ritual ibadah saja. Apalagi hanya dijadikan sebatas label identitas semata. 

Maka dengan itu, akan menjadi benteng dan pembentuk kepribadian yang baik bagi seseorang. Menjadikan pemahaman Islamnya sebagai standar dan pengendali manakala hawa nafsu merajai. 

Kedua adalah faktor eksternal yang menurut hemat penulis harus di evaluasi. Bukan dievaluasi untuk sekadar diperbaiki, tapi untuk diganti karena dampak dari kerusakannya telah terbukti. 

Yaitu, faktor sistem kehidupan kapitalisme yang terbentuk di atas dasar paham sekularisme yang sedang bercokol, mengatur dan mendominasi tatanan kehidupan saat ini. Yang dengannya bisa sangat mudah mempengaruhi penyebab faktor internal (baik buruknya kepribadian seseorang). 

Pasalnya, kehidupan sekuler kapitalistik yang  memisahkan atau menolak aturan Allah SWT dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negeri ini, faktanya terus-menerus menggerus akidah/keimanan dan kepribadian masyarakat muslim yang akhirnya membuat semakin jauh dari aturan Islam sebagai tatanan ideal kehidupannya. 

Ketika agama sudah dijauhkan dan hanya diyakini dan diambil sebatas ajaran ritual dan sedikit tentang moral saja, maka yang terjadi adalah kelemahan-kelemahan pada pengendalian aspek kehidupan yang lainnya. 

Ditambah lagi, adanya dampak kerusakan dari penerapan ekonomi kapitalisme sekuler, ketika kekayaan  sumber daya alam (SDA) milik umat tidak terdistribusi dengan baik secara adil dan merata atau hanya dikuasai oleh para kapitalis yang rakus, serta maraknya jeratan bisnis utang-piutang berbasis ribawi, beban himpitan ekonomi yang mencekik bagi kebanyakan masyarakat umum pun terjadi. 

Ketika pendapatan banyak Suami tidak berimbang dengan biaya kehidupan yang tinggi dikarenakan harga kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang harganya dari waktu ke waktu selalu 'melangit' demi untuk kepentingan bisnis masyarakat kapitalis, secara tidak langsung hal itu kemudian menuntut peran Istri untuk bisa memeras pikiran dan keringat turut mencari sumber pemasukan kebutuhan keluarga. 

Secara psikologis, beban Istri akhirnya bertambah setelah kewajiban berat mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Keharmonisan dalam kehidupan banyak keluarga di tengah masyarakat pun terguncang, sehingga berpotensi memicu tindakan-tindakan yang tidak kita inginkan. 

Banyak anak-anak akhirnya menjadi obyek pelampiasan kemarahan orang tua karena rasa stres yang melanda. Dan tidak sedikit yang telah terbukti menjadi korban penganiayaan hingga pembunuhan. Na'udzubillaah 

Aspek sanksi hukum sekuler pun lemah, tidak menimbulkan efek jera dan pencegahan sebagaimana ketegasan hukum qishas di dalam Islam. 

Alhasil, masyarakat seolah banyak yang tidak merasa takut lagi untuk melakukan tindakan kejahatan penganiayaan hingga pembunuhan, termasuk terhadap keluarganya sendiri. 

Ganti Sistem?

Oleh karena itu, jika kita  benar-benar menginginkan kasus-kasus pembunuhan terhadap anak tersebut tidak terus-menerus berlanjut,  maka tidaklah cukup kita hanya berfokus mengandalkan pada perbaikan faktor internal  (perbaikan individu saja). 

Tetapi di samping perbaikan individu, pada saat bersamaan yang seharusnya juga kita lakukan adalah terus-menerus memperjuangkan dan mengajak individu-individu yang lain untuk turut bersama-sama memperjuangkan sistem yang akan menggantikan sistem kapitalisme sekuler yang rusak parah dan merusak ini. 

Hingga  Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya, menganugerahkan kepada kita sistem yang shahih (sistem Islam), yaitu sistem khilafah sebagai institusi pelaksana Islam secara kaffah. 

Yang dengan itu akan menghasilkan keberkahan dan solusi atas setiap permasalahan kehidupan yang mendera umat/masyarakat di negeri ini, bahkan kebaikannya akan menyebar untuk manusia pada umumnya yang berada di negeri-negeri yang lainnya.

Oleh: Muhar
Pemerhati Sosial, Tangsel

Selasa, 19 Desember 2023

Berkurangnya Tabungan Masyarakat Bukan Tolak Ukur Kemiskinan di Indonesia



Tinta Media - Jangan dulu berkecil hati bila tabungan Anda menipis, atau bahkan tidak punya tabungan sama sekali Anda tidak sendiri, karena seperti yang diberitakan oleh CNBC, masyarakat Indonesia semakin miskin, terutama untuk masyarakat dengan penghasilan di bawah 5 juta per bulan. 

Hal ini terbaca dari semakin berkurangnya tabungan masyarakat berpenghasilan 5 juta ke bawah di bank-bank negeri ini. Para pakar ekonomi menyimpulkan bahwasanya kondisi tersebut menggambarkan bahwa siang dan malam rakyat Indonesia menghabiskan tabungannya untuk kebutuhan sehari-hari. 

Kapitalisme Akar Masalah Kemiskinan

Bukan hanya habisnya tabungan saja yang mengindikasikan tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia semakin tinggi. Namun, angka pengangguran yang setiap tahun mengalami peningkatan dan daya beli masyarakat yang semakin menurun juga menjadi indikasi.

Semua itu bukan terjadi begitu saja. Indonesia memang negara yang kaya. Tidak berlebihan bila dijuluki zamrud khatulistiwa. Bahkan, ini mengilhami terciptanya bait lagu yang melegenda bahwasanya tongkat kayu dan batu bisa menjadi tumbuhan. 

Tanah Indonesia sangat subur. Tanaman apa pun bisa tumbuh di atasnya. Di bawah permukaan tanah sampai sekarang pun menjadi incaran pihak swasta, baik dalam negeri maupun asing untuk menguasainya. Segala macam bahan tambang, seperti minyak bumi, gas, dan sebagainya ada di negeri kita. Ini menjadi ironi bila rakyatnya semakin miskin dari waktu ke waktu, seperti ayam yang mati di lumbung padi. Sungguh tak masuk akal.

Kesalahan fatal yang terjadi di negeri ini adalah karena mengadopsi sistem kehidupan sekuler dengan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, semua kebijakan pemerintah berpihak kepada orang-orang yang memiliki modal besar. Sumber daya alam kita diberikan kepada pemilik modal. Infrastruktur untuk mempermudah industri dan pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh para pemilik modal. Bahkan, tersedianya kebutuhan pokok masyarakat adalah untuk keuntungan para pemilik modal. 

Rakyat dapat apa? Rakyat hanya mendapatkan remah-remah. Itu pun harus disayang-sayang agar tidak habis dalam waktu sekejap. Bila pertumbuhan ekonomi semakin naik, hal itu tidak menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ini arena rasio yang menunjukkan kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin juga semakin meningkat. Kesejahteraan masing-masing individu diabaikan, hanya mengejar angka-angka semu ketidakadilan.

Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat

Islam adalah ajaran hidup yang membawa keberkahan. Allah Swt telah menjamin kehidupan  tenteram, makmur, dan sejahtera bagi hamba-Nya yang bertakwa. Penegakan syariat Islam menjadikan manusia mudah meraih kesejahteraan.

Syariat Islam mengatur agar semua manusia bisa memiliki harta, tidak didominasi oleh satu pihak dengan keserakahannya. Islam mengatur ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam yang melimpah tidak boleh dikuasai oleh swasta atau individu, tetapi menjadi kepemilikan umum yang dikelola oleh negara. 

Pada praktiknya, pengaturan ini menjadikan kebutuhan umum masyarakat bisa terpenuhi. Di saat Islam diterapkan dalam sistem pemerintahan yang disyariatkan oleh Allah, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dapat dinikmati oleh rakyat secara gratis.

Islam menjamin setiap individu bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mudah. Ada syariat dalam tata niaga, penyediaan lapangan pekerjaan,  zakat, dan sedekah. Semua menjadi tanggung jawab negara, dalam kebijakan hingga teknis pelaksanaannya.

Negara juga tidak perlu mengawasi dan menghitung tabungan rakyat untuk menilai bahwa rakyatnya sedang kekurangan. Pemimpin negara memiliki tanggung jawab atas warga negaranya, dunia dan akhirat sehingga mereka selalu peka dengan apa yang terjadi pada rakyatnya.

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum Siwalan Panji, Sidoarjo

Solusi Semu Atasi Stunting ala Kapitalisme



Tinta Media - Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa memenuhi semua kebutuhannya. Akan tetapi sungguh ironi, rakyat Indonesia banyak sekali yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga banyak kasus stunting pada anak maupun ibu hamil. 

Pemerintah melakukan berbagai cara agar kasus stunting pada anak maupun ibu hamil bisa menurun. Ini seperti yang dilakukan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna. Dalam rangka mempercepat penurunan angka stunting di Kabupaten Bandung, beliau menginstruksikan kepada para aparatur sipil negara untuk menjadi bapak atau ibu angkat dari anak pengidap stunting dan ibu hamil. 

Terkait data yang dibutuhkan, Bupati Bandung meminta kerja sama dari semua pihak, terutama kepala desa, tentang berapa titik lokus, by name by adress di masing-masing desa. 

Sebanyak 18 ribu ASN akan diinstruksi agar bisa menjadi ayah atau ibu angkat, dalam rangka penanganan stunting. Bahkan, para kepala desa pun akan diminta untuk menjadi bapak angkat. 

Pemerintah Kabupaten Bandung terus mengupayakan turunnya prevalensi stunting. Salah satunya dengan menambah anggaran stunting pada APBD 2024. Apabila anggaran dari APBD tidak mencukupi untuk menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Bandung, Bupati Bandung meminta kepada para ASN agar menjadi bapak atau ibu angkat untuk memberikan gizi kepada anak pengidap stunting atau ibu hamil. 

Untuk ibu hamil, biaya per harinya sekitar Rp21 ribu, selama 120 hari. Biaya ini dikeluarkan oleh bapak angkat, sedangkan untuk biaya, bayi yang baru lahir sekitar Rp16.500 per hari selama 56 hari. Menurut Bupati Bandung, apabila kerja sama ini dilakukan, maka beliau optimis bahwa angka stunting di Kabupaten Bandung akan selesai dengan baik.

Sebenarnya permasalahan stunting pada anak dan ibu hamil adalah permasalahan yang sudah sejak lama dialami oleh masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Penyebabnya tentu saja dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang ekstrem. Akan tetapi, pemerintah tidak bisa memberikan solusi tuntas untuk menurunkan kasus ini. 

Penyelesaian kemiskinan dan stunting dengan keroyokan seperti yang digagas oleh  pemerintah seolah-olah membuktikan bahwa pemerintah ingin berlepas tangan dari permasalahan ini. Pemerintah seolah-olah membebankan permasalahan ini kepada para ASN. 

Padahal, menyelesaikan  permasalahan kemiskinan dan stunting bukanlah kewajiban para ASN. Solusi tambal sulam ini pernah terjadi di era orde baru, seperti GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh). Akan tetapi, semuanya tidak bisa menurunkan angka stunting.

Sudah jelas bahwa sistem ekonomi kapitalis tidak akan memberikan solusi tuntas dalam mengatasi kemiskinan dan stunting. Oleh karena itu, perlu ada solusi yang bisa menuntaskan permasalahan ini sampai ke akarnya. 

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam juga bisa memecahkan seluruh permasalahan umat, termasuk masalah kemiskinan dan stunting, yang meliputi dua poin penting:

Pertama, pembatasan aturan kepemilikan. Ada tiga jenis kepemilikan dalam Islam, yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, kepemilikan negara. Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh individu atau golongan. Semuanya dikelola oleh negara untuk kepentingan umum/ masyarakat.

Kedua, negara harus menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat. Negara benar-benar mendata warganya, memastikan kepala keluarga menafkahi keluarganya. Negara juga harus menyediakan lapangan pekerjaan, terutama untuk para laki-laki yang diwajibkan menafkahi keluarganya. Jadi, jelaslah bahwa cara mengatasi semua permasalahan adalah dengan mengganti sistem demokrasi kapitalis dengan sistem Islam. 

Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab