Tinta Media

Kamis, 14 Desember 2023

Konflik Agraria, demi Investor Tabrak Kepentingan Rakyat

Tinta Media - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat dalam kurun waktu sejak 2015 sampai dengan 2022 telah terjadi 2.710 kejadian konflik agraria yang berdampak pada 5,8 juta hektar tanah dan korban terdampak mencapai 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, ada 1.615 rakyat yang ditangkap dan dikriminalisasi karena mempertahankan hak atas tanahnya. Sebanyak 77 orang menjadi korban penembakan. Bahkan 69 orang harus kehilangan nyawa. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Wartawan Tinta Media Muhammad Nur mewawancarai Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana. Berikut petikannya.

1. Bagaimana tanggapan Anda terkait adanya 2710 kasus konflik agraria?

Konflik agraria yang jumlahnya sampai 2710 ini tentu sangat miris ya. Seharusnya tanah itu untuk kesejahteraan rakyat, tapi malah karena dorongan investasi, karena dorongan untuk pertumbuhan ekonomi, misalnya terjadilah perampasan-perampasan yang difasilitasi oleh negara terhadap tanah-tanah rakyat sehingga menimbulkan konflik. Sehingga ini menimbulkan hubungan negara dengan rakyat semakin tidak kondusif.

2. Tentu, lagi-lagi rakyat yang menjadi korban, berdasarkan data KPA ada 1615 orang ditangkap dan dikriminalisasi bahkan 69 orang meninggal dunia. Sebenarnya, apa akar masalahnya?

Konflik agraria yang menimbulkan korban dalam jumlah yang cukup besar sampai ada yang meninggal dunia dalam jumlah puluhan ini tentu sangat disayangkan. Tentu hal ini terjadi karena rakyat dihadapi dengan aparat keamanan yang bersenjata, apakah dari kalangan kepolisian maupun kalangan tentara.

Dan seharusnya perlakuan terkait dengan masalah ini, harusnya mengedepankan komunikasi penyelesaian yang kolaboratif bukan kemudian menyelesaikan dengan represif karena ujung-ujungnya menimbulkan korban seperti yang terjadi sekarang.

Kalau dibilang apa yang menjadi akar masalah, karena selalu saja atau sering kali posisi aparat keamanan sebagai alat negara membuat kepentingan investor yang membutuhkan tanah rakyat. Yang kadang-kadang rakyat itu tidak paham legalitasnya sementara legalitas itu sudah dibereskan secara top down tanpa proses kolaboratif sehingga di sinilah menimbulkan problem-problem yang semakin besar. Kasus yang sangat nyata kan terbaru itu terkait dengan pulau Rempang.

3. Mengapa hal ini terus berulang? Berganti presiden, tetap terjadi konflik agraria?

Konflik agraria akan terus berulang dan terus akan terjadi, apalagi di tengah proses-proses mempercepat Indonesia menuju negara maju dalam perspektif pemerintah.

Hari ini, Indonesia digolongkan ke dalam kelompok negara yang kalau enggak hati -hati bisa masuk jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap.

Maka kita tahu misalnya Undang-undang Cipta Kerja, Omnibus Law Cipta Kerja itu kan di-setting untuk menjadi karpet merah investasi dengan harapan bisa melepaskan Indonesia dari middle income trap. Tapi apa yang terjadi, salah satu yang bisa kita baca adalah terkait dengan pengadaan lahan untuk investor.

Nah, pengadaan lahan untuk investor ini akhirnya bisa menabrak kepentingan rakyat. Banyak sekali aturan yang memberikan karpet merah pada investor. Misalnya terkait dengan hak guna dan hak kelola yang 90 tahun. Ini melebihi yang pernah terjadi di masa kolonial yang hanya 75 tahun, misalnya.

Terus proses-proses perampasan tanah rakyat, ini juga dilindungi kemudian dengan alasan investasi atau dengan alasan, kalau bahasa legalnya demi kepentingan umum. Cuma persoalannya demi kepentingan umum itu, siapa yang membuat keputusan?

Ya, selama ini keputusan itu selalu top down dan selalu yang menjadi arah adalah keberpihakan kepada investor.

Sehingga di sini lah akhirnya persoalannya terus berulang dan selama Indonesia berpikirnya seperti itu, para pemimpin negara itu berpikirnya seperti itu, maka konflik agraria itu pasti akan terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang jauh dari pemerataan ini adalah rezim yang berorientasi pada sistem pembangunan atau ekonomi politik kapitalisme, selama itu terjadi, pasti konflik agraria akan selalu berulang.

4. Apakah yang dilakukan pemerintah ini sudah tepat sasaran atau menyejahterakan rakyat?

Jika kita lihat konflik agraria ini terjadi pada semua sektor. Yang dilakukan pemerintah jelas tidak tepat, jauh dari tepat. Bahkan saya berat mengatakan itu sebuah kesalahan besar yang dilakukan oleh rezim penguasa kepada rakyat. Karena seharusnya tanah itu untuk kesejahteraan rakyat, bukan kemudian tanah itu diserahkan demi kepentingan investor.

Logika yang mengatakan bahwa yang penting pertumbuhan ekonomi nanti kepada rakyat akan track down effect ini adalah logika yang sangat salah. Pertumbuhan ekonomi adalah satu sisi, pemerataan itu satu sisi.

Selama ini pemerataan cenderung dilakukan melalui tangan tersembunyi yang tidak ada sistem yang serius untuk menatanya. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi, tanah -tanah yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat ini malah diprioritaskan untuk investor. Jelas ini sebuah kesalahan besar yang seharusnya dihentikan, bukan malah kemudian diterus-teruskan.

5. Pemerintah melalui Perpres 86 tahun 2018, membentuk gugus tugas reformasi agraria pandangan Anda terkait hal ini bagaimana, efektifkah?

Gugus Tugas Reformasi Agraria akhirnya tidak efektif. Kalau efektif kan harusnya problem-problem ini bisa diselesaikan. Tapi gugus tugas ini, kan bentukan dari pemerintah. Sementara orientasi pemerintah itu sendiri seperti yang diungkapkan sebelumnya. Apa pun bentuk gugus tugas itu hanya lip service yang tidak menyelesaikan masalah jauh dari kata efektif.

6. Terkait kedaulatan pangan, Pemerintah punya program akan membuka 1 juta hektar lahan pertanian pada satu sisi. Dan di sisi yang lain, negara membuka kran agar pengusaha mengelola hutan dan tanah di negeri ini. Apakah akan terwujud kedaulatan pangan tersebut?

Keinginan untuk membangun kedaulatan pangan atau ketahanan pangan, ini saya melihat kebijakannya sangat kontradiktif. Di depan publik selalu bilang bahwa akan membuka 1 juta hektar lahan pertanian, tapi sementara legal formalnya ini malah tidak membedakan perlindungan kepada lahan pertanian, tidak memberikan perlindungan pada di dalam pertanian itu ada yang membutuhkan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Istilahnya ketika satu wilayah sawah misalnya sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka tidak boleh seharusnya tidak boleh dialihfungsikan, tapi yang terjadi nyatanya perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan itu cenderung dikalahkan untuk kepentingan pembangunan kawasan ekonomi khusus, real estate, tol, bandara, sarana pertambangan, energi, dan juga untuk kepentingan investasi, sehingga relatif alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan ini terus terjadi dan terus bertambah.

Ini kan kontradiktif. Satu setiap ingin membuka 1 juta hektar lahan pertanian, sementara lahan pertanian yang sudah jelas bagus, subur, malah dialihfungsikan dengan begitu cepat, demi kepentingan investasi.

Dan kalau kita lihat di Undang-undang Cipta Kerja itu, jelas sekali bahwa syarat-syarat alih fungsi lahan pertanian itu dihapuskan dengan alasan demi proses-proses yang lebih baik, demi kepentingan umum, demi kepentingan pembangunan, alasan-alasan lip service yang sebenarnya adalah karpet merah untuk investasi.

Ini yang terjadi. Kemudian yang sungguh sangat lucu juga, tidak hanya sekedar itu, impor pangan itu bisa menjadi salah satu, penjaga kedaulatan pangan, sangat lucu sekali. Sementara panen raya terjadi, cadangan pangan nasional juga ada, impor tetap menjadi salah satu bagian yang bisa dilakukan tanpa melihat lagi cadangan pangan.

Ini kontradiktif sekali. Jadi banyak sekali kebijakan yang jauh panggang dari api, tapi lip service, yang ke sana sini citra yang dibangun seperti peduli pada pertanian, seperti peduli pada kedaulatan pangan. Kalau seperti ini, konflik agraria pasti akan terus terjadi.

7. Setiap terjadi konflik agraria, aparat kepolisian, TNI dan lainnya berhadapan langsung dengan rakyat. Bagaimana sebenarnya pendekatan yang harus dilakukan negara?

Ya, konflik yang menghadap-hadapkan antara aparat keamanan dalam hal ini kepolisian dan juga TNI dengan rakyat secara langsung, ini kan problem di ujung.

Penyelesaian konflik agraria yang terbaik tentu di hulunya dulu, bagaimana mindset bahwa agraria atau tanah itu untuk kesejahteraan rakyat itu mindset yang harus dibangun dulu tentunya. Terus kemudian yang kedua dibangunlah legal formal yang betul-betul memberikan perlindungan pada tanah-tanah rakyat dan hak rakyat terhadap tanah.

Terus kemudian yang ketiga kalau ada konflik ya harus dibangun dengan pendekatan-pendekatan yang lebih manusiawi, kemudian lebih melakukan pendekatan yang kekeluargaan, terus kemudian kolaboratif. Ini yang sangat penting untuk dilakukan. Tapi kalau dalam situasi seperti sekarang hulunya problem, mindsetnya problem, legal formalnya problem, ya ujung-ujungnya mau pendekatan yang kolaboratif, partisipatif nggak akan selesai. Karena pemerintah yang dikedepankan karpet merah untuk investor, karpet merah untuk para pemegang modal, seperti yang dilakukan Bahlil misalnya di kasus Rempang.

Dia kan ditugaskan Pak Jokowi untuk melakukan pendekatan kekeluargaan, tapi mindset di kepala Bahlil dan juga pemerintah tetap memprioritaskan pemegang modal bagaimana bisa melobby rakyat untuk dipindahkan dari tempat hak ulayat mereka.

Ini yang sangat disayangkan. Sehingga konflik ini akan terus terjadi. Tapi intinya kalau konflik terjadi atau menghindari konflik ya pendekatannya harus kolaboratif dan manusiawi.

8. Jika terjadi konflik agraria ini, bagaimana hukum Islam, perlukah negara menggunakan aparat hukum?

Ya, seperti yang saya katakan tadi. Konflik agraria ini harus kita baca secara utuh. 

Pertama, pendekatan Islam kepemilikan lahan atau kepemilikan itu harus benar-benar disesuaikan dengan konteks Islam, misalnya satu, Islam mengatur kepemilikan umum, kepemilikan individu dan kepemilikan negara, lahan-lahan hutan yang sangat luas luar biasa di Kalimantan, di Pesisir, di Sumatera dan sebagainya, itu hak milik umum.

Banyak sekali yang menjadi hak milik umum, termasuk lahan -lahan pertambangan di banyak tempat, itu hak milik umum yang harusnya dikelola oleh negara dan nanti dikembalikan untuk kemakmuran rakyat. Kedua, masyarakat yang sudah menempati dan menghidupkan tanah di satu lokasi tertentu, itu menjadi milik rakyat, tinggal negara membuat legalitas dalam bentuk sertifikat.

Jangan sampai terjadi seperti di Rempang, masyarakat sudah bertahun-tahun, tapi sertifikat saja tidak pernah ada. Dan seharusnya negara proaktif untuk memberikan sertifikat itu. Untuk memberikan lisensi bahwa mereka telah menghidupkan tanah, di tempat itu memproduktifkan tanah, di tempat itu.

Kemudian dibangunlah legalitas untuk benar-benar memberikan perlindungan terhadap tanah rakyat dan juga memberikan berbagai insentif penting untuk memproduktifkan lahan-lahan tersebut. Sehingga rakyat itu benar-benar bisa berkonsentrasi misalnya tadi kalau ingin membangun produktivitas lahan demi kepentingan pangan, rakyat juga bisa berkonsentrasi ke sana sehingga banyak sekali lahan yang bisa diproduktifkan dan banyak pihak yang tertarik untuk masuk di dunia pertanian.

Nah, kemudian baru di ujung nanti kalau ada konflik, ada hal -hal yang tidak tepat, maka dikembali ke standar hukum Islam dan diselesaikan secara baik. Secara baik, secara kekeluargaan, dan kalau nanti memang ada hukum Islam yang dilanggar, ya harus diselesaikan secara hukum.

Nah, pelanggaran itu tidak selalu rakyat loh, kalau dalam sistem sekarang kan, pelanggaran selalu ada pada rakyat. Pelanggaran bisa terjadi pada pemegang kebijakan. 

Ketiga, pelanggaran dalam pemegang kebijakan, maka hukum pun harus tajam kepada mereka. Jangan sampai seperti sekarang, hukum tajam pada rakyat sementara hukum tumpul kepada pemegang kebijakan atau penguasa.[]


100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah, Pemuda Islam Jauh dari Tsaqafah Islam



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) memaparkan persoalan yang mencuat di negeri-negeri muslim pasca runtuhnya Khilafah adalah anak-anak mudanya yang jauh dari tsaqafah Islam. 

"Setelah Khilafah runtuh, salah satu persoalan yang mencuat di negeri-negeri muslim, pada diri umat Islam, termasuk anak-anak mudanya adalah jauhnya umat dari tsaqafah, jauhnya umat dari ajaran Islam," urainya dalam rubrik Focus to The Point dengan judul "Wajib Punya!! Review Kalander 2024: 100 Tahun Dunia Tanpa Khilafah" yang tayang di kanal Youtube UIY Official, Kamis.(7/12/2023). 

UIY memberi beberapa contoh betapa ajaran Islam jauh dari anak muda misalnya tentang jilbab. "Kita merasa seperti seolah-olah jilbab itu ajaran baru turun kemarin sore. Padahal dia ayat sudah ada 1400 tahun yang lalu. Jilbab, kerudung, waktu itu disebut jilbab, itu kan baru sebutlah populer lagi tahun 80-an. Padahal itu ajaran sudah sangat lama," paparnya.
 
Selain soal jilbab, UIY juga menyinggung tentang riba. "Begitu juga dengan soal riba. Begitu rupa, baru kemudian sekarang tumbuh kesadaran umat Islam untuk menjauhi riba," imbuhnya. 
 
Tak hanya soal jilbab dan riba, UIY juga mengungkap hal yang paling penting dalam ajaran Islam yang tidak dipahami oleh umat Islam yaitu Khilafah. "Ada banyak persoalan-persoalan yang tidak dipahami oleh umat Islam termasuk ini yang paling penting, soal khilafah ini. Ini ajaran Islam, itu yang ingin kita sebutkan. Jadi tak layak ada seorang muslim yang menolak Khilafah itu karena ini ajaran Islam. Kita mau katakan apa pun, dia bagian dari ajaran Islam," jelasnya. 

 
UIY mengingatkan bahwa yang terjadi saat ini di kalangan umat Islam seperti mengkonfirmasi ucapan Nabi bahwa Islam pada mulanya asing dan akan kembali asing. " Jadi Islam, dan umat Islam dan Islam itu seperti berjauhan jarak begitu," pungkasnya.[] Hanafi

Palestina adalah Tanah Wakaf Milik Kaum Muslim



Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa tanah Palestina merupakan tanah wakaf milik kaum muslim sampai akhir zaman dan bukan hanya milik bangsa Arab atau bangsa Palestina saja. 

"Penaklukan ini menunjukkan bahwa tanah Palestina sesungguhnya merupakan tanah wakaf milik kaum muslim sampai akhir zaman. Bukan hanya milik bangsa Arab atau bangsa Palestina saja," tegasnya dalam rubrik "All About Khilafah" dengan judul "Sejarah Baitul Maqdis, Penaklukan di Masa Umar bin Khattab (Bag. 1) yang tayang pada kanal Youtube Muslimah Media Center, Rabu (6/12/2023). 

Narator mengisahkan ketika kaum kafir saat itu, yaitu Panglima Romawi dan Uskup Agung Sophronius, tidak berkutik di Palestina karena terkepung oleh pasukan Amr bin Ash dan pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah yang datang dari Damaskus. Mereka mengajukan syarat untuk melibatkan secara langsung khalifah Umar bin Khattab. 

"Saat itu, panglima Romawi dan Patriarch (Uskup Agung) Sophronius meminta agar perjanjian penyerahan kota Yerusalem itu ditandatangani langsung oleh khalifah Umar bin Khattab. Amr bin Ash menulis surat kepada khalifah guna menyampaikan permintaan bangsa romawi," tuturnya. 

Khalifah Umar pun, lanjutnya, pergi ke Palestina memenuhi permintaan bangsa Romawi tersebut. Di kota Elia, yang disebut juga sebagai Baitul Maqdis di tanah Palestina ini, Amirul Mukminin Khalifah Umar menyatakan jaminannya terhadap penduduk Elia dalam sebuah surat yang bersejarah. 

Narator MMC mengutip secara utuh isi surat tersebut sebagai berikut: "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah yang diberikan kepada hamba Allah, Umar bin Khattab, Amirul Mukminin, kepada penduduk Elia berupa jaminan keamanan. Umar memberikan jaminan keamanan bagi jiwa, harta, tempat-tempat ibadah, salib-salib, yang sakit maupun yang sehat dan semua agama yang ada di sini. Aku titahkan agar tempat ibadah mereka tidak dijadikan tempat tinggal dan tidak boleh dihancurkan, serta tidak boleh berkurang ukuran maupun pagarnya. Demikian juga dengan salib dan harta mereka. Mereka tidak boleh dipaksa meninggalkan agama mereka. Tidak boleh ada seorang pun dari mereka yang merasa terancam, dan tidak boleh ada seorang pun bangsa Yahudi yang tinggal bersama mereka. Penduduk Elia diwajibkan membayar jizyah kepada Daulah Islam sebagaimana penduduk madain. Mereka juga diwajibkan mengeluarkan orang-orang Romawi dan para pencuri dari Elia. Bahkan siapa yang keluar dari kota ini, keamanan jiwa dan hartanya dijamin sampai mereka tiba di daerah yang aman bagi mereka. Barang siapa dari penduduk wilayah yang ingin tinggal di Elia, ia juga mendapatkan jaminan keamanan dan diwajibkan sebagaimana penduduk Elia yaitu kewajiban membayar jizyah. Jika dia mau, dia boleh pergi bersama orang-orang Romawi. Siapa pun yang mau, boleh kembali kepada keluarganya dan tidak diambil sedikit pun harta milik mereka sampai mereka mendapatkan hasil panen. Isi surat ini dijamin oleh janji Allah, tanggung Rasul-Nya, tanggungan para khalifah dan tanggungan kaum muslimin selama mereka melaksanakan kewajiban membayar jizyah." 

"Saksi-saksi perjanjian ini adalah Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abdurrahman bin Auf, dan Muawaiyah bin Abi Sofyan," pungkasnya.[] Hanafi

Maraknya Penipuan Properti, MMC: Beri Sanksi agar Timbul Efek Jera



Tinta Media - Maraknya penipuan properti, menurut narator Muslimah Media Center (MMC) seharusnya pemerintah memberi sanksi kepada pelaku agar menimbulkan efek jera. 

"Pemerintah harusnya bisa memberi sanksi kepada pelaku agar timbul efek jera," tuturnya pada video Blusukan Kru MMC, [Sidoarjo] Kasus Penipuan Bermodus Jual Beli Properti Lagi Marak! Ahad (10/12/2023). 

Narator menjelaskan di dalam kitab Nizhamul Uqubat karya Ustadz Abdurrahman Al-Maliki, tentang sanksi bagi pelaku berbagai jenis penipuan berdasarkan kejahatan yang dilakukannya. 

“Seseorang yang memalsukan surat berharga atau surat jaminan, maka ia akan dikenakan sanksi jilid (cambuk) dan penjara sampai dua tahun,” terangnya. 

Narator lantas mencontohkan seperti kasus yang terjadi di Sidoarjo. Usai menjual unit properti, direkturnya lalu membawa lari sertifikat rumah tersebut untuk digadaikan ke bank dengan pinjaman hingga 2 miliar rupiah. Setidaknya ada 19 sertifikat properti yang menjadi hak pembeli yang ia jaminkan ke bank. 

“Pembeli yang seharusnya senang sudah memiliki rumah baru tetapi malah sengsara karena tertipu,” paparnya. 

Lantas, narator melanjutkan, jika penipuan berkaitan dengan penyerahan harta bergerak atau harta tidak bergerak, maka sanksinya jilid dan penjara sampai 5 tahun. 

Menurut narator, kemiskinan sering kali menjadi pemicu tindak kriminal di tengah masyarakat termasuk penipuan ini. 

Untuk itu, tegasnya, dalam mencegah tindak kriminal ini, selain sanksi yang diterapkan, negara Islam juga berkewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. 

“Dan ini masalahnya yang tidak terjadi dan tidak dilakukan di dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme seperti sekarang ini,” tandasnya. []Langgeng Hidayat

Ulama Aswaja: Orang yang Zalim Itu...



Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menjelaskan orang yang zalim itu adalah orang yang mengangkat wali atau pemimpin yang jelas-jelas memerangi kaum muslimin. 

"Orang yang mengangkat wali atau pemimpin  yang jelas-jelas memimpinnya itu memerangi kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari negeri mereka, bahkan ikut membantu pengusiran kaum muslimin adalah termasuk orang-orang yang zalim," ujarnya dalam acara kajian Tafsir QS. Hud: 113 dengan tema Pilih Pemimpin yang Benar! Jangan Asal Gemoi, merakyat Apalagi Zalim, Bisa Berbahaya! di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Kamis (7/12/2023). 

"Jadi orang yang jelas mengangkat dia, wali atau pemimpin  itu, dijelaskan oleh Allah sebagai orang-orang yang zalim," tegasnya. 

Termasuk, kata KH Rokhmat S. Labib, mengangkat bapak mereka atau anak mereka sebagai wali sementara bapak atau anak mereka lebih memilih kekufuran itu termasuk juga orang zalim. 

"Di dalam surah At Taubah ayat 23, mengangkat mereka (orang yang memilih kekufuran) sebagai wali, meski mereka adalah anakmu maka mereka termasuk orang-orang yang zalim," tegasnya. 

Jadi, bayangkan, bebernya, bapak adalah orang yang paling berjasa, demikian juga anak adalah orang yang paling dicintai yang dianggap dijadikan sebagai penerus jika lebih memilih kekufuran daripada keimanan tidak boleh dijadikan sebagai wali atau pemimpin. 

"Apalagi  orang lain yang tidak ada urusan dengan kita, bahkan kebijakan-kebijakan mereka menzalimi kita, menyengsarakan kita," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab