Tinta Media

Selasa, 13 Desember 2022

Zuhud dan Wara'

Tinta Media - Islam sebagai jalan hidup telah memberikan panduan lengkap lahir batin bagi manusia untuk meraih bahagia dunia akhirat. Termasuk konsep tentang cara manusia menghadapi dunia. Zuhud dan Wara' adalah salah satunya.

Amat penting bagi seorang muslim untuk memahami konsep Zuhud dan Wara' agar bersikap tepat terhadap kehidupan di dunia ini. Sehingga bisa fokus pada tujuan hidup dan tidak ribet atau sibuk dengan ujian dunia.

Ibnul Qayyim mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الزُّهْدُ تَرْكُ مَالاَ يَنْفَعُ فِي الآخِرَةِ وَالوَرَعُ : تَرْكُ مَا تَخَافُ ضَرَرَهُ فِي الآخِرَةِ

“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di akhirat.”

Ibnul Qayyim lantas berkata, “Itulah pengertian zuhud dan wara’ yang paling bagus dan paling mencakup.” (Madarij As-Salikin, 2:10, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 3:138)

Berarti zuhud adalah meninggalkan hal-hal yang melalaikan dari dari akhirat, beralih pada meninggalkan kesenangan duniawi dan sibuk pada dunia, lalu semangat menggapai akhirat serta mempersiapkan diri menuju negeri masa depan.

Termasuk dalam zuhud ini adalah meninggalkan yang haram dan makruh, juga meninggalkan hal mubah yang dapat melalaikan dari akhirat dan melalaikan dari melakukan amalan saleh.

Zuhud ini bukan berarti kita tidak boleh mengurus dunia yang bisa mengantarkan untuk taat kepada Allah. Zuhud bukan berarti kita harus tinggalkan kebiasaan dunia secara umum, seperti meninggalkan jual beli, bertani, dan bekerja. Boleh saja kita mencari dunia asalkan tidak melalaikan dari persiapan akhirat, hati tetap tidak penuh pada dunia, dan mengharap apa yang ada di sisi Allah. mencari dunia tapi tujuan nya akhirat. Mencari harta agar bisa memenuhi kewajiban nafkah itu mulia. Apalagi jika diberikan kelebihan dunia kemudian dihabiskan untuk membiayai perjuangan di jalan Allah maka itulah Zuhud. 

Zuhud bukanlah hidup miskin papa kemudian minta-minta harta kepada orang lain. Atau sok tidak suka harta padahal hatinya berharap akan harta dan mencintainya.

Ibnul Jalaa’ mengatakan, “Zuhud adalah memandang dunia itu akan fana, dunia itu kecil di matamu, sehingga jika di dunia, itu ditinggalkan begitu mudah.” (Bashair Dzawi At-Tamyiz, 3:139, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 3:137).

Para sahabat ridhwanullaah alayhim adalah contoh manusia Zuhud sebenarnya. Diantara mereka ada Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Tholhah bin Ubaidillah, Abu Bakar dll mereka semua orang kaya namun mereka tidak mencintai hartanya.

Harta tidak menghalangi mereka sedikitpun untuk berdakwah dan berjihad. Ketika perintah jihad datang maka semua perniagaan dan bisnis mereka tinggalkan untuk berangkat jihad. Ketika adzan terdengar maka mereka tinggalkan semua hartanya itu. Dan ketika seruan berinfak terdengar maka mereka bergegas-gegas menafkahkan hartanya hingga tak bersisa.

Di sisi lain mereka menjauhi namanya yang haram, makruh bahkan yang mubah. Jika mubah yang tak bermanfaat. Hidup mereka fokus untuk mencari ridho Allah SWT.

Itulah contoh sempurna tentang sikap Zuhud dan Wara'. semoga Allah mudahkan kita untuk Zuhud dan Wara'. Aamiin.[]

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center

EKSIS WAJIB, BUKAN UNTUK NARSIS, TAPI UNTUK MENUNJUKAN PENGEMBAN DAKWAH SIAP MENANGGUNG BEBAN DAKWAH DAN LAYAK MENDAPATKAN KEPERCAYAAN UMAT

Tinta Media - Saat Rasulullah Muhammad SAW menerima wahyu, beliau langsung mendeklarasikan diri sebagai Nabi. Setiap bertemu dengan orang, beliau sampaikan dirinya adalah Nabi dan mengajak siapapun untuk beriman kepada beliau SAW dan memeluk agama Islam.

Unik memang. Sebelum Rasulullah SAW mendeklarasikan diri sebagai Nabi, masyarakat mekah secara umum mempercayai beliau karena sifat jujurnya yang terkenal. Bahkan beliau mendapat gelar al Amin, yang artinya orang yang terpercaya.

Saat para kepala suku pembesar Quraisy berkonflik soal peletakan batu Ka'bah, Rasulullah dipercaya untuk menyelesaikan konflik mereka. Atas kecerdasan Rasul (ketika itu belum menjadi Nabi), konflik itu diselesaikan secara beradab, beartabat dan tetap meninggikan kedudukan dan wibawa para kepala suku Quraisy.

Namun, begitu beliau mendeklarasikan diri sebagai Nabi, selain ada yang beriman, mayoritasnya justru mendustakan beliau. Gelar al Amien yang beliau miliki seolah tiada arti. 

Kata-kata kasar dialamatkan ke beliau, mulai dari pendusta, tukang sihir, pemecah belah, dan mengingkari agama dan kesepakatan para pedahulu bangsa, agama warisan nenek moyang. Beliau mendapatkan caci maki, hingga setangan fisik.

Lalu, apakah beliau berhenti dari dakwah? Berhenti dari pengakuan dirinya adalah seorang Nabi dan Rasul?

Jawabnya tidak. Beliau tetap konsisten berdakwah dan tidak pernah mencabut status sebagai Nabi. Beliau terus menproklamirkan diri sebagai Nabi dan Rasul, yang siap menanggung beban dakwah dan memimpin serta melayani umat.

Padahal, bisa saja beliau terus berdakwah secara sembunyi, dan menghilangkan identitas sebagai Nabi. Sebab, status Nabi inilah yang ditentang orang-oramg kafir Quraisy.

Namun, dengan tetap konsisten pada risalah, beliau tak pernah menyembunyikan identitas sebagai Nabi. Beliau makin eksis, dan dukungan para sahabat makin membesar, hingga akhirnya beliau mendapatkan pertolongan, berupa dukungan kekuasaan dari penduduk Madinah. Masyarakat Madinah, sebelum memberikan kekuasaan, telah lebih dahulu beriman pada kenabian beliau SAW.

Hari inipun sama, setiap pengemban dakwah tidak boleh menyembunyikan identitasnya sebagai pengemban risalah Islam. Walau resikonya, dicaci dan dimaki, bahkan dituduh memecah belah dan menyelisihi kesepakatan berbangsa.

Namun, eksistensi yang ditampakkan dengan keteguhan, sikap istiqomah dan siap menanggung beban dakwah, juga tidak pernah menyembunyikan diri sebagai pejuang Islam, pejuang Khilafah, lambat laun akan menghasilkan dukungan dan kepercayaan umat.

Begitu pula, jama'ah dakwah tempat bernaung perjuangan, juga harus tetap eksis dan siap menanggung beban dakwah, komitmen sabar dan ikhlas pada perjuangan, bukan menyembunyikan diri berdalih keamanan dan strategi perjuangan. Pengemban dakwah dan jama'ahnya harus percaya diri, dan secara terbuka menyampaikan kepada umat, KAMI ADALAH PEJUANG ISLAM, PEJUANG KHILAFAH, yang siap membersamai umat untuk berjuang menegakkan hukum Allah SWT.

Sebagaimana Rasulullah SAW, yang tetap teguh dengan status Nabi, dan tak peduli dengan celaan orang orang yang suka mencela, tak khawatir dengan kemudhararan yang ditimpakan para penguasa zalim. Rasulullah SAW dengan keberaniannya, tetap eksis ditengah umat sebagai Nabi dan Rasul, dan memimpin umat untuk melakukan perubahan, dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat Islam.

Pengemban dakwah yang menyongsong tegaknya Khilafah, yang menjadikan Islam perkara hidup dan mati, yang meyakini negeri ini adalah titik tolak tegaknya Khilafah, harus melayakkan diri untuk memperoleh pertolongan dan kemenangan, dengan SIKAP BERANI DAN BERJIWA KSATRIA, mendeklarasikan diri sebagai pejuang Khilafah, dan siap menanggung beban dan ujian dakwah.

Generasi yang akan ditolong Allah SWT dengan Khilafah, adalah generasi yang pemberani, yang siap untuk melayani umat. Generasi yang yakin rizki ditangan Allah SWT, dan hanya ajal yang menyebabkan kematian. Generasi yang tidak takut resiko penjara, apalagi hanya celaan dari kaum pencela. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Saatrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/

MENYOAL RELASI PENGUASA DAN RAKYAT DI KUHP

Tinta Media - Setelah banyak protes dari masyarakat terkait kontroversi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena menyelisihi demokrasi, namun pada akhirnya disahkan juga oleh DPR RI dan pemerintah pada Selasa, 06/12/22 dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen. Pengesahan RKUHP ini terkesan dikebut, sebab sebelumnya banyak gelombang aksi protes karena terdapat banyak substansi yang kontroversial, khususnya dilema relasi antara penguasa dan rakyatnya yang diurus.

 

Pengesahan RKUHP itu terkesan dikebut karena minimnya partisipasi publik, bahkan seolrah pemerintah dan DPR tidak mengindahkan kritik dan masukan publik. Padahal sejumlah kalangan publik dari mulai jurnalis, praktisi hukum, hingga aktivis HAM dan mahasiswa masih melihat materi dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.

 

Relasi antara penguasa dan rakyat adalah relasi positif yakni penguasa mencintai rakyat dan rakyat mencintai pemimpinnya. Muhasabah dan nasehat rakyat kepada penguasanya adalah tanda kecintaan itu agar pemimpin tetap berjalan di jalan Allah. Demikian pula seorang pemimpin mesti menjadikan dirinya teladan bagi rakyatnya. Relasi penguasa dan rakyat bukan relasi permusuhan. Kepemimpinan adalah amanah Allah dan rakyat.

 

Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan boss dan rakyat pembantunya. Melalui KUHP ini seolah relasi penguasa dan rakyat bersifat tidak (mampu) menghasilkan hal baik atau tidak saling menguntungkan. Dalam filsafat relasi ini bernama kontraproduktif.

 

Saat Soekarno menyatakan bahwa jika negara berdasarkan Islam maka akan banyak daerah yang penduduknya bukan Islam akan memisahkan diri, semangat keislaman rakyat membuat mereka memprotesnya. KH Isa Anshari dari Masyumi melayangkan nota protesnya. Protes resmi juga dilayangkan oleh PBNU, Partai Islam Perti, Gerakan Pemuda Islam dan PB Persis. Rakyat juga memprotes lewat poster-poster berbunyi: “Kami cinta kepada presiden, tetapi lebih cinta kepada negara. Kami cinta kepada negara, tetapi lebih cinta kepada agama.”

 

Protes seperti ini dan semisalnya, asalkan sesuai dengan hukum syariah, hendaknya dilihat sebagai bentuk pertolongan sekaligus penunaian kewajiban rakyat. Bukan dianggap penentangan apalagi makar. Bahkan andaikan rakyat diam, penguasalah yang seharusnya turun lapangan untuk meminta kritik dari rakyat, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar ra.

 

Suatu hari, Khalifah Umar naik ke atas mimbar. Dia lalu berpidato di hadapan khalayak ramai. ”Wahai orang-orang, jangan kalian banyak-banyak dalam memberikan mas kawin kepada istri. Karena mahar Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya sebesar 400 dirham atau di bawah itu. Seandainya memperbanyak mahar bernilai takwa di sisi Allah dan mulia, jangan melampaui mereka. Aku tak pernah melihat ada lelaki yang menyerahkan mahar melebihi 400 dirham.”

 

Rupanya kebijakan ini tidak disetujui oleh sebagian kaum perempuan. Maka, usai menyampaikan keterangan, datanglah seorang perempuan menyampaikan protes. ” Hai, Amirul Mukminin, kau melarang orang-orang memberikan mahar kepada istri-istri mereka lebih dari 400 dirham?” protes wanita itu. ” Ya,” jawab Khalifah Umar. ” Apakah kau tidak pernah dengar Allah menurunkan ayat (melafalkan penggalan ayat 20 Surat An Nisa),” kata wanita itu.

 

Umar tersentak sambil berkata, ” Tiap orang lebih paham ketimbang Umar.” Menyadari kekeliruannya, Umar kembali naik mimbar dan menyampaikan pernyataan yang telah direvisi sesuai kritik yang disampaikan rakyatnya. (dikutip dari Jakarta, Masjiduna)

 

Perhatikanlah ucapan pidato Abu Bakar As Shiddiq saat dilantik menjadi seorang khalifah pertama dalam peradaban Islam : (1) Wahai manusia Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu (ri’ayatu suunul ummah). (2) Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu (berakhlak : rendah hati dan tahu diri). (3) Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku (merangkul rakyat, bukan memusuhi).

(4) Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah (tidak anti kritik, mengakui kesalahan, mendengar masukan para ahli dll). . Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya (ekonomi keseimbangan, bukan kapitalisme : menerapkan sistem ekonomi Islam). sejalan dengan firman Allah 59 : 7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.

 

Dalam Draf RKUHP pasal 218 ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wapres dipidana dengan pidana penjara maksimal tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 200 juta. Kemudian pada Pasal 218 ayat (2) menyatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.



Pada bagian penjelasan Pasal 218 ayat (2) dinyatakan bahwa hal yang dimaksud dengan 'dilakukan untuk kepentingan umum' adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan salah satunya lewat aksi unjuk rasa atau demonstrasi, kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan/atau wakil presiden. Aksi atau kebebasan berekspresi itu pun diberi embel-embel bersifat 'konstruktif'.

Relasi penguasa dan rakyat dalam RKUHP dibandingkan relasi dalam Islam jelas bertentangan 180 derajat. Di RKUHP penguasa memposisikan dirinya sebagai pihak yang selalu benar dan menolak masukan, protes, nasihat dan sejenisnya dari rakyat. Padahal kata penghinaan adalah pasal karet yang bisa multitafsir, dikhawatirkan nasihat dan protes rakyat nanti dianggap sebagai bentuk penghinaan.

 

Padahal mestinya pemimpin itu bersyukur jika rakyatnya peduli dan masih mau memberikan berbagai masukan kepada pemimpinnya. Di RKUHP yang kini menjadi KUHP ini posisi rakyat seolah selalu akan jadi korban dan selalu jadi sasaran untuk disalahkan. Rakyat dianggap tak pernah benar, dilarang bicara, hanya disuruh diam dan menerima apapun yang dilakukan penguasa.

 

Pasal 192 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan makar dengan maksud supaya sebagian atau seluruh wilayah NKRI jatuh kepada kekuasaan asing atau untuk memisahkan diri dari NKRI dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara maksimal 20 tahun. Pasal 193 ayat (1) mengatur setiap orang yang melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Sementara itu, Pasal 193 ayat (2) menyatakan pemimpin atau pengatur makar dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.

 

Ini juga pasal yang kontroversial dan agak aneh sebenarnya. Jika mau berpikir sejalan mendalam, justru dengan menerapkan ideologi kapitalisme sekuler liberal, negeri ini bisa tergadaikan kepada oligarki asing dan aseng. Hingga hari ini hampir tak tersisa lagi sumber daya alam milik rakyat, kecuali dikuasai oleh asing dan aseng. Makar yang sesungguhnya adalah justru pada penerapan ideologi kapitalisme sekuler liberal di negeri ini. Oligarki asing dan aseng makin kaya di negeri ini, sementara rakyat makin sengsara.

 

Pasal ini juga bisa jadi pasal karet yang multiinterpretasi bagi rakyat yang menginginkan negeri ini menjadi lebih baik. Padahal ideologi transnasional demokrasi kapitalisme sekuler liberal yang diterapkan di negeri terbukti telah menyengsarakan rakyat. Kapitalisme adalah ideologi imperialisme warisan penjajah.

 

Jika rakyat menginginkan perubahan sistem agar menjadi lebih baik, maka melalui pasal ini, bisa jadi dianggap makar. Sebab secara filosofis, tidak ada yang final di dunia ini, semua terus akan berubah. Apakah jika negeri ini berubah menjadi lebih baik itu tidak boleh. Apakah ada intervensi oligarki dalam pengesahan RKUHP ini? Bukannya pasal 192 itu justru paradoks?

 

Pada pasal 188 paragraf 1 disebutkan tentang penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Sanksi pidana Di pasal 188 (1) berbunyi setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan pancasila di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan dan mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjaran paling lama 4 (empat) tahun.

 

Pasal ini jika mau dipahami dengan baik, maka salah satu paham yang bertentangan dengan pancasila justru sedang diterapkan di negeri ini seperti sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, pragmatisme dan banyak isme lain yang justru sangat bertentangan dengan pancasila. Hampir semua kajian akademik tidak ada yang berpendapat bahwa Islam itu bertentangan dengan pancasila, bahkan secara historis, ada yang berpendapat bahwa pancasila adalah hadiah terbesar umat Islam untuk negeri ini. Ini secara akademik.

 

Namun demikian, secara politik yang terjadi justru sebaliknya, seringkali penyebaran ajaran Islam seperti syariah dan khilafah dianggap bertentangan dengan Islam, padahal keduanya tidka termasuk isme, melainkan bagian dari ajaran Islam. Logikanya, jika Islam tidak bertentangan dengan pancasila, berarti seluruh ajarannya juga tidak bertentangan. Menyebutkan ajaran khilafah sebagai isme adalah kebodohan. Karena itu pasal 188 ini sangat rawan ditarsirkan secara serampangan sehingga dakwah-dakwah Islam bisa dijadikan sasaran tuduhan anti pancasila.

 

Selama ini tuduhan keji seperti radikalisme, terorisme, fundamentalisme justru sering disasarkan kepada umat Islam, bukan kepada yang lainnya. Dengan adanya pasal 188, kemungkinan berbagai tuduhan kepada umat Islam akan terus digaungkan. Sementara kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, dan pluralisme yang jelas bertentangan dengan pancasila malah akan terus tumbuh subur.

 

Draf RKUHP juga masih mengatur ancaman pidana bagi penghina lembaga negara seperti DPR hingga Polri. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 349. Pasal tersebut merupakan delik aduan. kPada ayat 1 disebutkan, setiap orang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Ancaman pidananya bisa diperberat jika penghinaan menyebabkan kerusuhan.

 

Istilah menghina kekuasaan ini tentu saya sangat multiinterpretasi. Penafsirannya sangat bergantung kepada penguasa. Pasal ini seolah menempatkan penguasa sebagai penafsir tunggal atas hak bersuara yang dimiliki oleh rakyat. Menempatkan diri sebagai penafsir tunggal, sama saja dengan menempatkan diri sebagai yang benar dan tidak pernah salah. Dikhawatirkan dengan pasal ini jika rakyat melakukan kritik atas kesalahan penguasa, maka bisa saja ditafsirkan sebagai delik penghinaan, bisa saja kan ?

 

Pasal 350, pidana bisa diperberat hingga dua tahun jika penghinaan dilakukan lewat media sosial. Sementara, yang dimaksud kekuasaan umum atau lembaga negara dalam RKUHP yaitu DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga Polri. Sejumlah lembaga itu harus dihormati. ituTentu saja lembaga negara itu harus dihormati oleh rakyat karena mereka itu pelayan rakyat. Namun jika pelayan rakyat bersalah dan tidak melayani rakyat, maka rakyat jelas berhak mengingatkannya. Dengan pasal seperti ini tentu saja rakyat akan takut bersuara, khawatir suaranya ditafsirkan berbeda oleh penguasa. Ini relasi kontrakproduktif antara penguasa dan rakyat.

 

Draf RKUHP turut memuat ancaman pidana atau denda bagi penyelenggara demonstrasi tanpa pemberitahuan. Hal itu tertuang dalam Pasal 256. Pasal ini menuai banyak kritik dengan alasan bahwa bisa dengan mudah mengkriminalisasi dan membungkam kebebasan berpendapat. Koalisi masyarakat sipil mengatakan, pada praktiknya polisi kerap mempersulit izin demo. Konsistensi demokrasi dipertanyakan lewat pasal ini, sebab seolah penguasa melakukan pembungkaman atas hak bersuara rakyat. Sekali lagi hal ini menunjukkan bahwa ada paradigma yang salah dalam RKHUP terkait konstruksi relasi antara penguasa dan rakyatnya.

 

RKUHP juga mengatur soal penyiaran, penyebarluasan berita atau pemberitahuan yang diduga bohong. Pasal ini, dapat menyasar pers atau pekerja media. Pada Pasal 263 Ayat 1 dijelaskan bahwa seseorang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dapat dipenjara paling lama 6 tahun atau denda Rp500 juta.

Bunyi pasal 263 ayat 1 adalah sebagai berikut : Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Kemudian pada ayat berikutnya dikatakan setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan, padahal patut diduga berita bohong dan dapat memicu kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 atau denda Rp200 juta. 

 

Lebih lanjut, RKUHP terbaru juga memuat ketentuan penyiaran berita yang dianggap tidak pasti dan berlebihan. Seseorang yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipenjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp10 juta. Hal itu tertuang dalam pasal 264. 

 

Jelas pasal ini menunjukkan relasi yang salah antara penguasa dan rakyat terutama soal tafsir dan penafsiran. Sebab disaat rakyat atau pers melakukan siaran terancam oleh bayang-bayang penjara. Tentu saja hal ini tidak sehat, terlepas secara etika memang tidak boleh menyebarkan berita bohong. Namun pasal ini selain menimbulkan suasana tidak kondusif bagi diskursus sosial politik di negeri ini, juga telah berpotensi merusak relasi antara penguasa dan rakyat.

 

Dalam pandangan Islam, penguasa dan rakyat harusnya saling menguatkan. Ibnu Qutaibah (w. 276H) mengutip perkataan Kaab al-Akhbar rahimahumalLah: “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Satu bagian tidak akan baik tanpa bagian yang lainnya.

 

Rasulullah bersabda : Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Makna ar-râ’i adalah al-hâfidz al-mu’taman8 (penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah). Penguasa/pemimpin wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya.

 

Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab ra. pernah melihat orang tua yang mengemis. Ia ternyata beragama Yahudi. Beliau bertanya, “Apa yang memaksa engkau mengemis?” Dia menjawab, “Untuk membayar jizyah (sejenis pajak), kebutuhan hidup dan karena aku sudah tua (tidak sanggup bekerja).” Lalu Khalifah Umar ra. mengutus dia kepada penjaga Baitul Mal dan berkata kepada penjaganya, “Lihatlah orang ini dan yang seperti dia! Demi Allah, kita tidak adil kepada dia jika kita mengambil jizyah pada masa mudanya, kemudian kita menistakannya ketika telah tua.” Setelah itu beliau membebaskan orang tua tersebut dari membayar jizyah. Bahkan beliau memberi dia subsidi dari Baitul Mal.

 

Dalam perumpamaan sebelumnya, fungsi tali dan pasak adalah untuk menjaga tiang agar tidak miring atau roboh. Demikianlah rakyat. Selain wajib taat kepada penguasa dalam perkara yang merupakan wewenang mereka dan bukan kemaksiatan, rakyat juga wajib menjaga agar penguasa tetap tegak di atas hukum syariah.

 

Semisal dari sekitar 627 pasal yang dikutip detik.com, lesbian, biseksual, gay, dan transgender (LGBT) tidak dimasukkan sebagai delik pidana.Padahal sudah lama disuarakan agar disorientasi seksual itu dimasukkan sebagai pelanggaran hukum. Tentu saja telah jelas, bahwa praktek LGBT bertentangan dengan agama sebagai living law negeri ini, termasuk bertentangan dengan Pancasila. Namun apa daya rakyat tak mampu mengatur undang-undang negeri ini, bisanya hanya memberikan masukan dan rasa benci dalam hati sebagai bentuk lemahnya iman karena dibatasi oleh kewenangan.

Jika rakyat tidak memiliki kemampuan mengubah kemungkaran penguasanya. Hal paling minim yang harus mereka lakukan adalah dengan membenci dan menampakkan sikap tidak rela terhadap kemungkaran tersebut. Ketika menjelaskan hadis Ummu Salamah r.a terkait kemungkaran penguasa, Imam an-Nawawi menyatakan : Siapa saja yang mengetahui kemungkaran dan tidak meragukan kemungkarannya, maka itu telah menjadi jalan bagi dia menuju kebebasan dari dosa dan hukuman dengan cara dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya atau lisannya. Jika dia tidak mampu, hendaklah dia membenci kemungkaran itu dengan hatinya.

Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(AhmadSastra,KotaHujan,07/12/22 : 14.56 WIB )
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Dunia Ladang Amal Shalih, Bekal Hidup setelah Mati

Tinta Media - Sobat. Berbekallah selagi di dunia karena engkau akan pergi. Bersegeralah karena kematian pasti akan tiba. Katakanlah kepada orang yang terpedaya dengan panjang umurnya dan yang tertipu dengan kekayaan dunia. Sadarlah, lihatlah dunia dengan mata hati, niscaya engkau temukan bahwa segala yang ada di dalamnya hanyalah titipan yang harus dikembalikan, harta dan keluarga hanyalah titipan, suatu hari titipan itu harus dikembalikan.

Sobat. Di dalam hadits dikatakan, “Berbahagialah orang yang menjadi pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan. Celakalah orang yang menjadi pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan.”
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“ Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS. An-Nahl (16) : 97 )

Sobat. Kemudian Allah SWT dalam ayat ini berjanji bahwa Allah SWT benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda:
Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang hati atas pemberian Allah. (Riwayat Ahmad)

Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya.

Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Sobat. Orang yang beriman kepada Allah dan Ikhlas kepada-Nya adalah manusia yang paling baik hidupnya, paling nikmat batinnya, paling lapang dadanya, dan paling bahagia hatinya. Ini adalah surga yang cepat didapat atau yang bersifat segera, sebelum nanti masih mendapatkan surga abadi.

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ لَهُمُ ٱلۡبُشۡرَىٰ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۚ لَا تَبۡدِيلَ لِكَلِمَٰتِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ  

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. ( QS. Yunus (10) : 62-64 )

Sobat. Di ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah hati.

Wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang kafir (lihat tafsir Surah al-Anam/6: 51-55).

Dikatakan tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah. (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 249).

Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 2 dan al-Anfal/8: 29).

Sobat. Allah menjelaskan bahwa mereka mendapat kabar gembira, yang mereka rasakan dalam kehidupan mereka di dunia dan di akhirat. Kabar gembira yang mereka dapati ini ialah kabar gembira yang telah dijanjikan Allah melalui Rasul-Nya. Di dunia, kabar gembira itu antara lain berbentuk kemenangan yang mereka peroleh dalam menegakkan kalimah Allah, kesuksesan hidup karena menempuh jalan yang benar, dan harapan yang diperoleh sebagai khalifah di dunia. Selama mereka tetap berpegang kepada hukum Allah dan membela kebenaran agama Allah, mereka akan mendapat husnul khatimah. Adapun kabar gembira yang akan mereka dapati di akhirat yaitu, selamat dari siksa kubur, dari sentuhan api neraka dan kekalnya mereka di dalam surga Adn (lihat tafsir Surah al-Anfal/8: 10).

Allah menegaskan bahwa tidak ada perubahan dari janji-janji Allah. Maksudnya bahwa kabar gembira yang telah dijanjikan Allah di dalam kitab-Nya dan ditetapkan oleh sabda Rasul-Nya, baik janji Allah yang mereka dapati di dunia dan yang akan mereka dapati di akhirat, tidak akan berubah karena hal itu adalah buah dari iman yang benar, yang mereka hayati dan dari takwa yang mereka jalankan.

Di akhir ayat ini Allah menyatakan bahwa apa yang mereka peroleh adalah kemenangan yang gilang gemilang yang tak ada tandingannya di dunia, yaitu kebahagiaan hidup di surga dan terlepas dari siksa neraka.
Allah SWT Berfirman :

۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ 

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-Baqarah (2) : 177 )

Sobat. Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit, termasuk umat Islam.

Pada ayat 177 al-Baqarah ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebajikan itu bukanlah sekadar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebajikan yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Al-Qur'an dan lain-lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.

Sobat. Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang nyata, sebagaimana yang diuraikan dalam ayat ini, yaitu:

1. a. memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota keluarga yang mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada keluarga yang lebih dekat.
b. memberikan bantuan harta kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang tidak berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dan bantuan untuk menyambung hidup dan meneruskan pendidikannya, sehingga mereka bisa hidup tenteram sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakatnya.
c. memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan, sehingga mereka tidak terlantar dalam perjalanan dan terhindar dari pelbagai kesulitan.
d. memberikan harta kepada orang yang terpaksa meminta minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk menutupi kebutuhannya.
e. memberikan harta untuk menghapus perbudakan, sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dirinya yang sudah hilang.

2. Mendirikan salat, artinya melaksanakannya pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya. 

3. Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surah at-Taubah ayat 60. Di dalam Al-Qur'an apabila disebutkan perintah: "mendirikan salat", selalu pula diiringi dengan perintah: "menunaikan zakat", karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat dalam melaksanakan ibadah dan kebajikan. Sebab salat pembersih jiwa sedang zakat pembersih harta. Mengeluarkan zakat bagi manusia memang sukar, karena zakat suatu pengeluaran harta sendiri yang sangat disayangi. Oleh karena itu apabila ada perintah salat, selalu diiringi dengan perintah zakat, karena kebajikan itu tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus pula disertai dengan harta. Oleh karena itulah, sesudah Nabi Muhammad saw wafat, para sahabat sepakat tentang wajib memerangi orang yang tidak mau menunaikan zakat hartanya.

4. Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji yang telah dijanjikan wajib ditepati, baik janji kepada Allah seperti sumpah dan nazar dan sebagiannya, maupun janji kepada manusia, terkecuali janji yang bertentangan dengan hukum Allah (syariat Islam) seperti janji berbuat maksiat, maka tidak boleh (haram) dilakukan, hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw:

Tanda munafik ada tiga: yaitu apabila ia berkata, maka ia selalu berbohong, apabila ia berjanji, maka ia selalu tidak menepati janjinya, apabila ia dipercayai, maka ia selalu berkhianat. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.).

5. Sabar dalam arti tabah, menahan diri dan berjuang dalam mengatasi kesempitan, yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit atau cobaan ; dan dalam peperangan, yaitu ketika perang sedang berkecamuk. 

Mereka itulah orang-orang yang benar dalam arti sesuai dengan sikap, ucapan dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

( DR. Nasrul Syarif, M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )

Senin, 12 Desember 2022

AAPI: Pengesahan RKUHP Dipaksakan

Tinta Media - Presiden Asosiasi Ahli Pidana (AAPI) Dr. Muhammad Taufik, S.H., M.H. menegaskan bahwa disahkannya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) itu adalah sesuatu yang dipaksakan.

“Mereka akan mengesahkan rancangan undang-undang hukum pidana itu adalah sesuatu yang dipaksakan,” tegasnya dalam Perspektif PKAD: RKUHP Segera Disahkan, Selamat Datang Rezim Otoriter??!!!, Selasa (6/12/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian Analisis dan Data.

Menurutnya, dengan melihat proses pembuatan hukumnya, law making, prosesnya ini sama sekali unhistoris. “Sepertinya bertolak belakang dengan asas umum dari ketika ada satu peraturan khusus, peraturan umum itu dilangkahi,” tuturnya.

Putusan MK No.13-022/PUU-IV/2006 telah menghapus delik-delik pasal penghinaan presiden dari Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP dari semula delik umum siapa pun bisa melaporkan siapa saja yang menghina presiden kemudian di RKUHP ini di ubah menjadi delik aduan. “Hanya orang yang bersangkutan (orang yang menghina presiden) atau presiden saja yang boleh membuat aduan dan sifatnya bukti laporan yang mendukung,” ucapnya.

Ternyata Indonesia mencantumkan pasal penghinaan kepada pejabat kepala negara dan pejabat negara tapi di tahun 2006 pada masa Pak Susilo Bambang Yudhoyono dilakukan koreksi sehingga alhasil tidak disebutkan lagi sebagai delik umum tapi delik aduan. “Kita sudah ada asas lex specialis derogat legi generali yang artinya peraturan khusus mengesampingkan hukum yang berlaku umum. Nah tampaknya asas ini sudah tercerabut. Harusnya Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili undang-undang di bawah UUD (undang-undang dasar) ternyata bisa dikalahkan oleh DPR,” jelasnya.

Ia mengungkapkan jika berbicara tentang aliran hukum maka ini adalah aliran hukum yang represif yang sudah tidak dikenal di negara Belanda dan negara asal-muasalnya KUHP (Perancis) sudah tidak ada.

“Jadi betul-betul ini menggunakan asas hukum yang dipakai di negara-negara oligarki, sementara kita sudah menggunakan paham progresif,” ungkapnya.

Jika RKUHP ini sudah disahkan, Dr. Taufik menyatakan kesimpulannya bahwa akan final untuk menuju otokrasi, dengan bentuknya monolitik.

“Akan terjadi yang namanya proses kristalisasi presiden itu tiga periode,” ujarnya.

Untuk mempersiapkan tiga periode maka orang-orang yang menolak itu akan diberangus dengan menggunakan pasal-pasal penghinaan pejabat negara. “Dan ini tidak pernah ditemukan di rumusan mana pun. Ini seperti daftar pesanan makanan karena disebutkan di situ pejabat negara itu termasuk jaksa, polisi, dan sebagainya, tidak dikenal di mana pun di dalam UU mana pun gaya UU seperti itu,” kritiknya.

Ia menyebutnya sebagai penyelundupan hukum. Jadi bertolak belakang dengan demokrasi.

“Ini jelas anti demokrasi, pintu awal supaya mulus menyahkan gagasan presiden tiga periode. Karena ini lebih aman di saat negara positif tidak memiliki duit maka yang didorong adalah secepat mungkin mengesahkan RKUHP menjadi KUHP,” pungkasnya. [] Ageng Kartika.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab