Tinta Media

Senin, 12 Desember 2022

LBH Pelita Umat: Penolakan RKUHP Harus Disertai Penghapusan Pasal Serupa


Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. menilai bahwa penolakan terkait RKUHP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana) harus disertai penghapusan Undang-undang (UU) dengan pasal yang serupa agar penolakannya komprehensif.

“Saya kira penolakan terkait RKUHP agar lebih komprehensif penolakannya maka harus disertai dengan penghapusan ketentuan pasal yang serupa dalam UU yang lain,” tuturnya dalam Perspektif PKAD: RKUHP Segera Disahkan, Selamat Datang Rezim Otoriter??!!!, Selasa (6/12/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD).

Ia mengungkapkan bahwa yang menjadi perhatian bukan sekedar penolakan RKUHP tetapi terkait masalah pasal penghinaan terhadap penguasa maupun lembaganya yang terdapat di regulasi atau pun di Undang-Undang (UU) yang lain.

“Saya kira ini bukan masalah RKUHP saja karena di RKUHP itu ditiadakan, masih ada ketentuan lain di UU ITE, meskipun UU ITE lalu dihapus masalah pencemaran, tapi ada lagi pasal berikutnya di KUHP lama misalnya perbuatan melawan kepada penguasa umum. Ini pasal-pasal yang mirip,” ungkapnya.

Menurutnya jeratan itu harus utuh kepada siapa pun, yang dalam tanda petik melakukan mengkritik, dianggap menghina, atau dianggap melawan itu banyak sekali pasalnya.

“Banyak sekali ketentuan di dalam UU lain maka jeratnya itu bukan hanya RKUHP saja tetapi jerat utuh karena meskipun RKUHP nanti dihilangkan ketentuan itu tapi ketentuan yang lain masih sangat banyak sekali untuk menjerat,” bebernya.

“Nah untuk menjerat pelaku yang kemudian mengkritik tetapi dianggap menghina, dianggap menyudutkan, dianggap melawan, ini saya kira menjadi perhatian kita bersama,” lanjutnya.

Ia menerangkan dalam konsep regulasi yang banyak menjerat kepada siapa pun yang mengkritik kepada penguasa disebabkan spiritnya adalah memproteksi diri.

“Padahal siapa pun yang menempati kedudukan sebagai pemerintah, itu adalah sebagai lembaga yang pada intinya memang patut untuk dikritik. Jika tidak mau dikritik maka tidak perlu menduduki jabatan-jabatan publik/jabatan-jabatan pemangku kebijakan,” terangnya.

Ia berpendapat ketika menempati posisi sebagai pemangku kebijakan maka ini adalah istilahnya lembaga yang memang patut dikritisi.

“Karena pemangku kebijakan tersebut akan mengurusi, mengambil kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan publik sehingga publik yang akan diurusi kepentingannya. Saya kira patut untuk memberikan kritik terhadap kebijakan publik,” urainya. 

Penolakan itu bisa dilakukan dengan tiga hal, yakni pertama, social review. Social Review itu penting. Oleh karena itu masyarakat berbagai elemen harus menunjukkan  ketidaksetujuan terkait dengan RUKHP dan tidak setujuannya ditujukan terkait pada materiil yang diatur dalam RKUHP. “Oleh karena itu social review itu harus dilakukan,” ujarnya.

Kedua, legislatif review. Masyarakat harus mendorong agar terjadinya legislatif review, karena kalau legislatif review dilakukan (karena legislatif inilah yang nanti akan mengambil keputusan). “Apakah RKUHP ini akan tetap disetujui atau tidak oleh mereka. Oleh karena itu masyarakat akan mendesak atau mendorong agar legislatif tidak segera mengesahkan tetapi membuka ruang kepada publik untuk melakukan review terhadap pemerintah maupun legislatif,” tuturnya.

Ketiga, jika RKUHP ini mau dihapus,  berharap pasal-pasal yang mengekang kebebasan masyarakat yang diatur di dalam UU yang sebelumnya atau di UU yang sudah ada. Itu mestinya turut dihapus. “Jadi jangan sampai di RKUHP hilang tapi di UU yang lain masih banyak,” ucapnya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa harus menertibkan UU yang lain dahulu sebelum menertibkan RKUHP, dan fokus terhadap kuantitas dari produk UU itu 
“Jadi bukan sekedar produk hukum tetapi adalah kuantitas dari produk UU yang dihasilkan,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Prof. Suteki: Pengesahan RKUHP Lebih Baik Dievaluasi

Tinta Media - Pakar Hukum Masyarakat dan Filsafat Pancasila Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. merekomendasikan solusi bagi pengesahan RKUHP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana), lebih baik dievaluasi supaya lebih cermat dalam hal yang sangat krusial.

“Lebih baik dievaluasi lagi (pengesahan RKUHP) supaya lebih cermat dalam hal yang sangat krusial,” sarannya pada Perspektif PKAD: RKUHP Segera Disahkan, Selamat Datang Rezim Otoriter??!!!, Selasa (6/12/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian Analisis dan Data (PKAD).

Menurutnya, hal yang sangat krusial tersebut meliputi pasal-pasal yang sangat kontroversial, dinilai terlalu represif, dan berpotensi untuk memenjarakan rakyat.

“Menurut saya, pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) harus cermat dan kalau perlu menghilangkan pasal-pasal atau mencabut atau membuang pasal-pasal yang sangat kontroversial, dinilai terlalu represif, dan berpotensi untuk memenjarakan rakyat,” tuturnya.

Ia mengungkapkan ada beberapa pasal yang berpotensi dalam hal ini menjadi ancaman atau bahaya terhadap kebebasan pers, kebebasan bermedia, kebebasan berekspresi, dan juga kebebasan berpendapat. Ini menunjukkan sisi politik hukum di negara ini masih pseudo demokrasi.

“Dari sisi politik hukum, saya katakan kita ini masih pseudo demokrasi, masih pura-pura demokrasi atau setengah demokrasi. Orang mengatakan ini demokrasi semu karena terkait dengan beberapa kebebasan tadi, yaitu kebebasan pers, bermedia, berekspresi, kebebasan itu sangat dibatasi,” ungkapnya.

Bagi Prof. Suteki, nuansa RKUHP tampaknya tidak lebih masih ada unsur-unsur kolonial, bagaimana penguasa itu berhadapan dengan rakyat.

“Semestinya posisinya harus equal antara rakyat dengan penguasa. Kalau kita menganut sistem demokrasi itu, penguasa kan pekerja-pekerja rakyat, kita menjadi tuannya. Katanya kedaulatan di tangan rakyat, tapi kalo begini, apakah betul kedaulatan di tangan rakyat?” kritiknya.

Ramai dibicarakan dalam draf akhir RKUHP tanggal 24 November 2022, istilahnya versi 24 November yang mengatur tentang tindak pidana terhadap ideologi. Ideologi negara itu direformulasi, semula itu mengatur Ikhwal penyebaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme kemudian ditambah dengan frasa atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.

“Jadi lengkapnya di Pasal 188 ayat 1 itu di draf akhir RKUHP versi 24 November bunyinya: 'Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme, Marxisme, Leninisme, atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum, dengan lisan atau tulisan, termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun di pidana penjara paling lama empat tahun'. Nah, bahaya kan kata-kata atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila, itu multitafsir, ini pasal karet,” urainya.

Ia kembali mengkritisi tentang maksud dari paham lain itu mungkin disebut sebagai ideologi. Bercermin pada peristiwa yang sudah terjadi, saat Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) itu dibentuk, di dalamnya tidak dicantumkan TAP MPRS No. 25 tahun 1966 sebagai salah satu bahan pertimbangan atau masuk di konsideran RUU HIP.

“Hal ini akan membuat Komunisme kembali diendorse lagi bahkan ketika itu Sekretaris Jendral PDIP Hasto Krisyanto  mengatakan kami masukkan TAP MPRS No. 25 tahun 1966 dengan syarat dua ideologi lain dimasukkan sebagai ideologi terlarang, yakni radikalisme dan khilafahisme. Ketika penguasa nanti anti dengan keduanya, maka itu berbahaya!” kritiknya.

Ada beberapa pasal yang bisa dijadikan satu kajian tertentu, yakni Pasal 188, 189, dan 190 tentang peniadaan ideologi Pancasila, tentang tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat martabat presiden dan wakil presiden, kemudian tindak pidana penghinaan pemerintah.

“Pasal tentang penghasutan dan yang melawan penguasa umum, memang pasal ini kalau diterapkan semua membuat penguasa itu nyaman karena sudah dibatasi semacam itu. Ada pasal tindak pidana penyiaran/penyebarluasan berita/pemberitaan bohong, dan sebagainya. Pasal-pasal ini supaya ditinjau ulang,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Ustazah Noval Tawang Sebut Kasyful Khuththat adalah Bagian Dakwah Rasulullah SAW

Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Noval Tawang menjelaskan bahwa aktivitas membongkar konspirasi jahat kepada umat (kasyful khuththat) adalah bagian dari dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW, pada fase berinteraksi dengan masyarakat.

"Rasulullah SAW adalah teladan terbaik bagi manusia di dalam dakwah, salah satu aktivitasnya adalah membongkar makar jahat para penguasa, saat berdakwah di Mekah," bebernya dalam acara One Minute Booster Extra: Membongkar Makar Penjajah, Bagian dari Aktivitas Dakwah Rasulullah melalui kanal Youtube Muslimah Media Center, Selasa (6/12/2022).

Ustdzah Noval Tawang mencontohkan aktivitas kasyful khuththat yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya di dalam sebuah kutlah (Hizbur Rasul), yang langsung mendapat respon dari para petinggi suku Quraisy.

"Quraisy merespon dakwah Rasulullah dengan mengadakan pertemuan di Dar an-Nadwah, mereka bersepakat untuk membuat stigma negatif pada diri Rasulullah saw dengan sebutan sihir bayan (penyihir dengan menggunakan penjelasan)," tuturnya.

Al-Qur'an kemudian turun untuk menyingkap konspirasi jahat mereka yang telah meremehkan dan menentang dakwah Rasulullah saw.

"Allah SWT kemudian membalas ucapannya dengan menurunkan surat Al-masad, dalam surat ini Allah bahkan mengabadikan nama Abu Lahab sekaligus membongkar penentangannya dan istrinya terhadap dakwah Rasulullah SAW," tuturnya.

Para pengemban dakwah tidak boleh sedikitpun meninggalkan apalagi mengabaikan aktivitas kasyful khuththat ini.

"Harus ada upaya membongkar konspirasi jahat kepada umat, demikian pula kejahatan para penguasa di negeri-negeri muslim yang telah menjadi kaki tangan penjajah pada hari ini, untuk membebaskan umat dari makar mereka hingga pengemban dakwah bergembira atas pertolongan Allah yang telah turun melalui amal-amal dakwah yang telah mereka lakukan," pungkasnya. [] Evi

Tidak Sesuai Syariat Islam, Analis: Bom Bunuh Diri Patut Dikutuk

Tinta Media - Bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung dinilai Analis senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan tidak sesuai Syariat Islam.

"Tidak ada ajaran Islam yang membolehkan kita untuk melakukan bom bunuh diri sebagai sebuah metode dakwah atau sebuah cara memperjuangkan Islam. Justru itu yang menurut saya patut dikutuk atau setidaknya dikecam karena tidak sesuai dengan Syariat Islam," ungkapnya pada Tinta Media, Sabtu (9/12/2022).

Ia mengatakan, dalam nash syara' umat Islam diperintahkan menjaga nyawa seorang muslim. Nyawa seorang muslim terbunuh itu jauh lebih buruk dari dunia seisinya, apalagi membunuh dirinya sendiri. "Jadi menurut saya yang terjadi pada bom bunuh diri justru bertentangan dengan syariah dan menunjukkan yang bersangkutan tidak faham dengan Agama Islam dan syariat Islam," tegasnya.

"Tidak ada dalil atau uswah dari Rasulullah SAW bahwa memperjuangkan Islam itu dengan kekerasan. Coba kita teliti dari siroh nabawiyah, fase mana Rasulullah SAW menggunakan cara-cara kekerasan kecuali ketika sudah berdiri Daulah Islamiyyah di Madinah Munawaroh," kisahnya.

Ia menjelaskan, sebelum mendirikan Daulah Islamiyah Rasulullah fokus melakukan taskif atau pembinaan kepada para sahabat sehingga mereka mempunyai akidah yang kokoh, tidak goyah oleh celaan orang - orang yang suka mencela, dan tidak goyah oleh siksaan orang - orang yang menyiksa. Itulah karakter yang dibentuk oleh Rasulullah SAW.

"Setelah Rasulullah membina para sahabat dengan keimanan dan akidah yang kuat, mulailah beliau berinteraksi dengan umat menyebarkan ide Islam ke tengah umat secara terang-terangan. walaupun ada reaksi balik dari masyarakat waktu itu bahkan sampai ada yang memboikot dan menyiksa para sahabat, beliau tetap memerintahkan isbir atau bersabar. Rasulullah tidak memerintahkan untuk balik melakukan kekerasan, justru beliau menyuruh bersabar. Termasuk pada Bilal dan keluarga Yasir yang mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy," contohnya.

Jadi, dalam Islam tidak ada istilah perjuangan-perjuangan dengan kekerasan.

"Kalau orang itu kemudian atas nama perjuangan kemudian melakukan tindak kekerasan termasuk bom bunuh diri, berjihad mengangkat senjata dan sebagainya, sebenarnya itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang belum paham atau tidak paham agama serta tidak paham uswah dari Rasulullah Saw," pungkasnya.[] Yupi UN

Abu-Abu vs Pelangi, Indonesia Darurat L68T

Tinta Media - Parlemen Rusia pada Kamis (24/11/2022) mengesahkan pembacaan ketiga dan terakhir dari undang-undang yang berisi pelarangan promosi propaganda L68T [lesbian, gay, biseksual, dan transgender] kepada anak-anak dan segala usia, termasuk orang dewasa.

Di bawah undang-undang baru, setiap tindakan atau peristiwa  yang dianggap mempromosikan homoseksualitas, termasuk online, film, buku, iklan, atau di depan umum, dapat dikenakan denda yang berat. (CNBC Indonesia)

Pelaku akan dikenakan denda mencapai 400.000 rubel atau sekitar Rp103 juta untuk individu hingga 5 juta rubel (Rp1,2 miliar) untuk badan hukum. Tak hanya untuk warga negara mereka saja, warga negara asing (WNA) pun akan menghadapi 15 hari penangkapan dan pengusiran dari Rusia.

Tak hanya Rusia, Brunei Darussalam dan negara Gambia pun pernah memberlakukan UU kriminalisasi kaum gay dengan ancaman hukuman mati bagi pelakunya.

Di Indobesia justru berbeda. Eksistensi L68T kian meningkat. Survei pada tahun 2018 menunjukan 57,7% publik berpendapat bahwa L68T tidak boleh didiskriminasi dan punya hak yang sama dengan masyarakat normal lainnya. L68T dianggap sebagai pilihan orientasi seksual yang harus dihormati.

Propaganda L68T di negeri ini sudah sejak lama, bukan hanya dilakukan saat ini, bahkan dilakukan secara terstruktur, massif dan sistematik. Sebagai bangsa yang disebut religius nation state, propaganda ini merupakan persoalan yang problematik.

Pemberian panggung seperti yang pernah dilakukan presenter Deddy Corbuzier di podcast miliknya dengan mengundang pasangan gay, Ragil Mahardika dan Fred seolah menunjukan kepedulian terhadap kaum L68T. Padahal, eksistensi kelompok tersebut seharusnya diedukasi agar kembali kepada fitrahnya, bukan didukung.

Mirisnya, Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta turut juga memberi dukungan terhadap perilaku menyimpang ini dengan memasang bendera L98T pada 24 Mei 2022 dan mengunggahnya di akun instagram resmi @ukinindonesia. Tindakan tersebut memunculkan polemik di tengah masyarakat Indonesia dan menciptakan isu sensitif.

Tindakan provokatif Kedubes Inggris tersebut disebabkan sikap Indonesia yang tidak jelas terhadap L68T. Menerima atau menolak atau abu abu, semua tidak jelas.

Jika kita lihat faktanya, baik pegiat medsos, ormas-ormas Islam, hingga pejabat, semua menunjukkan sikap yang cenderung membiarkan, bahkan terkesan mendukung atas dalih demokrasi dan HAM. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jumlah dan eksistensi L68T di Indonesia berkembang sangat pesat.

Lihat saja perkembangan L98T di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RuanganInfo.com, 10/5/22), Sumatera Barat menempati posisi kelima dengan kurang lebih 18 ribu orang tercatat sebagai L68T. Provinsi DKI jakarta di posisi keempat, tercatat 43 ribu orang. Jawa Tengah menduduki urutan ketiga, dengan jumlah L68T kurang lebih 218 ribu. Provinsi Jawa Timur yang berada di ujung timur pulau Jawa, menduduki posisi kedua dengan jumlah sekitar 300 ribu orang. Sungguh mengherankan, yang menjadi juara adalah Provinsi Jawa Barat. Di Provinsi ini terdapat sekitar 302 ribu orang L68T.

Mengapa L68T berkembang pesat di negeri yang mayoritas (86, 19%) beragama Islam? Apakah hukumnya tidak tegas?  
Mengingat Indonesia sebagai religius nation state, maka seharusnya hukum indonesia punya cara untuk menanggulangi mulai dari segi pencegahan hingga pemberantasan L68T. 

Sebenarnya telah nyata di hadapan kita bahwa propaganda L68T merupakan sebuah konspirasi global yang akan membawa bahaya besar bagi negeri ini dan penduduknya. Penyebaran L68T di Indonesia, merupakan upaya sistemik yang banyak dipengaruhi oleh serangan budaya Barat.

Hal ini dimaksudkan untuk menjauhkan masyarakat Indonesia dari ajaran agamanya, alias sekularisme. Karena itu, propaganda ini harus ditolak dan dilawan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. 

Islam secara tegas melarang perbuatan L68T dan memberikan sanksi yang akan memberikan efek jera bagi setiap pelakunya. Sebagaimana dalam hadits:

"Barang siapa kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth alaihi salam (yakni melakukan homoseksual), bunuhlah pelaku dan objeknya.” (HR. Tirmidzi no. 1456, Abu Dawud no. 4462, dan selainnya).

Lain halnya dengan hukum buatan manusia, perilaku menyimpang masih ditolerir, bahkan diberi panggung dengan dalih kemanusiaan atau HAM. Agama bukan acuan, baik dalam kehidupan individu, masyarakat, bahkan negara karena sistem yang dianut adalah sekuler.  Alhasil, hukum yang dihasilkan dapat dikompromikan, sekalipun bertentangan dengan syariat.  

Hukum Allah adalah hukum terbaik karena datang dari Yang Mahasempurna untuk mewujudkan kemaslahatan seluruh umat. Sebagai muslim, seharusnya kita meyakini bahwa tidak ada hukum terbaik selain syariat Islam dengan cara menerapkannya secara kafah untuk memberantas L68T ini, agar generasi kita terselamatkan dan negara terhindar dari kerusakan. Kita harus memberantas perilaku seks menyimpang yang mengundang azab Allah sebagaimana sejarah di zaman Nabi Luth telah membuktikannya.

Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Eli Yulyani 
Ummahat Peduli Umat

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab