Tinta Media

Sabtu, 10 Desember 2022

Mahasiswa Terjerat Pinjol, Potret Korban Sistem Kapitalis

Tinta Media - Belakangan ini, berita diramaikan oleh ratusan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri di Jawa Barat terjerat pinjaman online/pinjol. Mahasiswa tersebut mengalami ketakutan, lantaran didatangi oleh penagih utang (debt collector). Utang mereka pun beragam, mulai dari 3 juta rupiah hingga 13 juta rupiah (Republika.co.id)

Kabarnya, para mahasiswa yang terjerat pinjol ini, adalah korban penipuan dengan modus iming-iming imbal hasil yang besar. Menurut laporan yang diterima, total korban yang terjerat kasus penipuan hingga meminjam ke pinjol ini sebanyak 331 orang, 116 orang di antaranya mahasiswa asal IPB (Bbc.com).

Modus yang dilakukan oleh pelaku penipuan adalah dengan meminta korban untuk pura-pura membeli sejumlah barang di toko online pelaku. Pelaku menjanjikan akan mengembalikan uang yang dibelikan korban sekaligus imbal bagi hasil sebesar 10%. Mahasiswa yang tidak memiliki uang pun, akhirnya menggunakan jasa pinjol untuk modal dalam membeli barang fiktif tersebut. Hal inilah yang menjadikan mereka rugi dua kali. Sudah ditipu, terjerat oleh tagihan pinjol dan bunga yang kian menumpuk.

Minimnya literasi keuangan di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa menjadi alasan yang disampaikan oleh Yatri Indah Kusuma Astuti, Humas IPB, terkait kasus penipuan pembelian barang fiktif ini. Bila kita lihat, masyarakat saat ini, seringkali mencari jalan pintas dalam menambah penghasilan. Iming-iming imbal bagi hasil yang besar dan passive income menjadi alasan yang dapat menjerat para korban untuk masuk ke dalam jebakan penipuan.

Ini adalah potret korban sistem kapitalis. Harta menjadi tujuan utama yang harus dikejar bagaimanapun caranya. Mereka berlomba mencari harta sebanyak-banyaknya dan dengan cara secepat-cepatnya, sehingga tidak lagi berpikir logis dan kritis. Hal ini semakin miris dikarenakan korbannya adalah mahasiswa yang seharusnya memiliki pola pikir yang lebih kritis dibandingkan masyarakat pada umumnya.

Pergeseran paradigma berpikir mahasiwa pun menjadi hal yang perlu disoroti dalam kasus ini. Jika sebelumnya mahasiswa diidentikkan dengan cara berpikir yang berpendidikan, serta upaya untuk menjadi solusi bagi masyarakat, faktanya saat ini yang kita lihat justru kebalikannya, mahasiswa seringkali malah terjebak pada arus hedonisme. Mereka menggunakan waktu dan uangnya hanya untuk bersenang-senang, tanpa memikirkan kondisi masyarakat dan umat. Ini dapat dilihat dari menjamurnya kafe-kafe tempat nongkrong mahasiswa dan juga tempat-tempat hiburan yang ramai dikunjungi oleh mahasiswa.

Padahal, mahasiswa adalah pemuda. Di tangannyalah harapan umat ditaruh. Eerginya masih penuh dan waktunya masih luang untuk memikirkan solusi bagi permasalahan umat. Sudah sepatutnya para mahasiswa kembali lagi berpikir mengenai perubahan yang perlu mereka lakukan untuk memperbaiki generasi mengubah diri dari yang terbawa arus justru menjadi penggerak arus.

Seperti yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Jika kita lihat, usia mereka ketika masuk Islam kebanyakan masih di bawah 30 tahun. Umar bin Khattab masuk Islam di usia 27 tahun. Ali bin Abi Thalib adalah yang termuda dengan masuk Islam di usia 10 tahun. Lalu ada Saad bin Abi Waqqash yang masuk Islam pada usia 17 tahun. Mereka aktif dalam membuat arus perubahan.

Mereka aktif berdakwah mengajak kepada ketauhidan dan melakukan perubahan dari masyarakat yang jahiliyah (menyembah berhala) menjadi masyarakat Islam yang mulia. Bahkan, kepemimpinannya menghantarkan  Islam pada puncak kejayaannya selama 13 abad, hingga akhirnya Islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia.

Belum lagi cerita seorang khalifah muda yang namanya mungkin tak asing kita dengar, Muhammad Al-Fatih. Ia menaklukan Konstantinopel bukan karena mengharapkan harta ataupun kekuasaan, tetapi semata hanya untuk menegakan dakwah Islam dan memuliakan seluruh umat dengan Islam. 

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa perubahan yang menyeluruh ini, tidak akan dapat dicapai dengan sudut pandang materi keduniaan, melainkan perlu dicapai dengan sudut pandang Allah sebagai Rabb Pencipta langit dan bumi, yang tertuang di dalam syariat Islam. 

Maka dari itu, para pemuda perlu menjadikan Islam sebagai sudut pandangnya dan mencampakkan pemikiran kapitalis dan liberalis yang jelas-jelas hanya akan membawa mereka kepada kerusakan. Pemuda perlu mengembalikan jati dirinya menjadi pemuda muslim yang merupakan umat terbaik dengan cara kembali kepada syariat Allah dan melakukan pendalaman Ilmu Islam yang dapat membuat perubahan, baik bagi diri maupun masyarakat.

Hanya dengan ini, pemuda khususnya mahasiswa dapat menjadi penggerak perubahan, bukan lagi menjadi pembebek yang silau akan kesenangan yang fana di dunia yang justru akan menjebak mereka pada kerusakan yang lebih parah.[]

Oleh: Ummul Fiqri
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Ironi, Negara Agraris Pecandu Impor Beras

Tinta Media - Kebijakan impor beras ibarat rutinitas tahunan di Indonesia. Ironis, sebab negeri ini dikenal sebagai negara agraris, bahkan sejak masa kolonial penjajahan. Harapan swasembada pangan hanyalah ilusi yang digaungkan oleh setiap rezim yang berkuasa. Faktanya, impor beras terus berlanjut meski sebenarnya justru merugikan petani pribumi. 

Baru-baru ini, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, alias Zulhas, buka suara mengenai ketersedaiaan beras dalam negeri. Zulhas berujar bahwa persediaan beras di Bulog tidak boleh kurang dari 1,2 juta ton. Ketersediaan pasokan ini menjadi penting karena bisa berpengaruh terhadap inflasi pangan. Kondisi ini berbeda dengan komoditas lain, seperti cabai dan bawang. 

“Beras kalau naik Rp10 saja bisa berpengaruh pada inflasi hingga 3,6 persen. Kalau cabai atau bawang naik, pengaruhnya cuma 0,1 persen," ujar politikus Matahari Putih tersebut.  

Dia mengatakan pemerintah belum mengambil keputusan impor. Namun, Bulog sudah membeli beras di luar negeri.

"Belinya sudah, impornya belum,” ujar Zulhas ketika ditemui wartawan di The Westin Hotel Jakarta, Selasa, 29 November 2022 (tempo.com, 29/11/2022).

Pernyataan mendag tersebut merupakan respon dari kabar tirisnya ketersediaan pasokan beras di gudang bulog. Kondisi ini pertama kali dikeluhkan oleh para pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Pasalnya, pasokan beras dari Bulog per harinya berkurang dari 3000 ton menjadi hanya sekitar 150 ton saja.

Persoalan impor beras bukan persoalan baru bagi Indonesia. Hampir setiap tahun Indonesia rutin mengimpor beras dari negara lain. Anehnya, tidak ada solusi apa pun, bahkan setelah puluhan tahun berlalu. Siapa pun presiden dan menterinya, kebijakannya tidak jauh berbeda. Solusinya adalah impor beras, dan hal ini tidak pernah dianggap sebagai masalah besar. Impor justru dianggap tindakan yang baik dan harus dilakukan. Padahal, faktanya petani pribumi harus menanggung dampak yang tidak menyenangkan, yaitu anjloknya harga gabah.

Polemik impor beras ini sesungguhnya tidak perlu terjadi berlarut-larut apabila pemerintah serius dalam melakukan pengelolaan pertanian di Indonesia. Swasembada beras sebenarnya bukanlah hal yang amat jauh untuk dicapai mengingat Indonesia beriklim tropis dengan lahan yang subur membentang sangat luas di seluruh negeri. Namun sayang, hal ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik dan efisien, sehingga swasembada beras hingga saat ini hanya menjadi mimpi.

Bulog sendiri adalah sebuah badan yang bertanggung jawab atas stok beras negara. Tugasnya adalah menyerap hasil panen para petani untuk dijadikan cadangan pangan dalam negeri. Teorinya memang bagus, tetapi pada prakteknya, Bulog membeli hasil panen petani dengan harga yang lebih rendah daripada swasta sehingga petani pun enggan menjual hasil panennya kepada pemerintah. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi. Penyerapan hasil pertanian dalam negeri, apalagi menyangkut makanan pokok rakyat, harusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.

Lebih ironis, untuk menjamin stok beras di gudang bulog, pemerintah memutuskan untuk membeli beras dari luar negeri. Bukan hanya tidak bijaksana, tapi kebijakan semacam ini sangat melukai hati para petani. Belum lagi petani harus dihadapkan dengan persoalan mahalnya harga pupuk. Tidak heran jika produksi beras kian menurun. Keterpurukan Ini adalah wujud dari keputusasaan petani yang tidak kunjung sejahtera, padahal hidup di dalam negara agraris.

Lalu mengapa pemerintah memilih impor dibandingkan membeli dari petani sendiri? Apakah harga beras luar negeri lebih murah daripada dalam negeri? Jawabnya iya. Biaya produksi padi di Indonesia memang tergolong tinggi. Di antaranya biaya irigasi dan pupuk di Indonesia tergolong sangat mahal, sehingga petani mau tidak mau harus memasang harga yang sesuai agar tidak merugi. Namun, masalah biaya produksi yang tinggi ini adalah masalah sistemik yang tidak bisa diselesaikan oleh para petani sendiri. Pemerintahlah yang seharusnya memberi solusi, bukan malah membeli beras dari luar negeri.

Impor beras ekstrem pada akhirnya bisa menimbulkan kerugian dan bahaya besar bagi Indonesia. Dampak paling berbahaya dari adanya impor beras adalah para petani di desa bisa mogok menanam padi. Para petani bila terus mengalami kerugian pastinya akan mencari alternatif lain selain dari menanam padi. Jika hal itu terjadi, Indonesia akan kehilangan stabilitas dan kedaulatan pangan. Bukan tidak mungkin, Indonesia akan bergantung pada negara lain dalam hal makanan pokok. Tentu ini sangat berbahaya.

Negara luar yang menjadi langganan impor beras Indonesia, seperti Vietnam dan Thailand, bisa saja menaikkan harga beras secara sepihak. Sebab pada setiap bisnis, pasti terdapat intrik politik. Thailand dan Vietnam akan melihat dan memperhitungkan kondisi Indonesia. Jika para petani benar-benar mogok menanam padi, maka bukan tidak mungkin kedua negara tersebut akan menggenjot harga menjadi lebih mahal. Jadilah negara kita kelimpungan untuk membeli beras. Maka benar adanya, bahwa swasembada pangan sangat penting bagi suatu negara.

Indonesia adalah negara agraris karena memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan iklim yang mendukung. Namun, masalah impor beras nyatanya sudah terjadi selama bertahun-tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari 2000 hingga 2019 tercatat bahwa Indonesia selalu impor beras. Dalam rentang waktu tersebut, pemerintah paling banyak mengimpor beras pada tahun 2018 yakni hingga mencapai 2.253.824,5 ton atau setara US$ 1,03 miliar (solopos.com, 23/03/2021). Beras sebanyak itu diimpor dari sekitar tujuh negara, yakni Vietnam, Thailand, China, India, Pakistan, Myanmar, dan lainnya. 

Hobi impor beras yang bagai candu bagi pemerintah ini, mencerminkan buruknya sistem pengelolaan negara. Persoalan ini menunjukkan adanya kegagalan perencanaan penyerapan beras cadangan dan buruknya koordinasi berbagai pihak terkait, baik pemerintah, petani maupun swasta. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme memunculkan kebijakan pengelolaan pangan yang tidak berpihak pada rakyat. Kebijakan ekonomi hanya memperhitungkan untung rugi kaum kapital, bukan kemaslahatan seluruh rakyat. 

Keterpurukan semacam ini tidak akan terjadi apabila diterapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam semua lini kehidupan, termasuk tata kelola pertanian. Islam memiliki sistem pengelolaan yang terbaik, yang akan menjamin ketersediaan cadangan pangan oleh negara dan melindungi petani beras sehingga dapat berproduksi  optimal.

Dunia Islam di masa kekhalifahan tercatat telah menguasai teknologi pangan yang lebih maju dari peradaban lain, bahkan dengan Barat sekalipun. Islam memandang pertanian merupakan tiang utama dalam ketahanan sebuah negara, maka segala proses pertanian akan sangat diperhatikan. Pemerintah Islam akan menyediakan anggaran yang memadai untuk mendukung petani dalam menyediakan benih berkualitas, teknologi canggih, dan mempermudah penyediaan penunjang pertanian yang baik seperti pupuk dan pestisida.

Negara dalam sistem Islam juga akan mengatur pasar sedemikian rupa agar ramah bagi para petani dalam negeri. Impor tidak akan dilakukan selama petani dalam negeri mampu mencukupi kebutuhan pasar. Dengan begitu, hasil panen petani akan dihargai dengan pantas. Kesejahteraan dan keberkahan hidup petani dan seluruh rakyat hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. 

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Al-A'raf ayat 96. "Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan". (QS. Al-A’raf: 96)

Oleh: Dinda Kusuma Wardani T
Sahabat Tinta Media

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Hak Guru untuk Dihormati (Ditakzimkan)

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan tentang hak guru untuk dihormati (ditakzimkan). 

"Dalam sebuah syair dikatakan. Aku melihat bahwa hak yang paling hak adalah haknya seorang mu'allim (guru). Ialah hak yang paling wajib dijaga oleh setiap muslim. Sungguh Ia berhak untuk diberikan hadiah sebagai bentuk penghormatan (pentakziman) dengan seribu dirham untuk setiap huruf yang ia ajarkan," ungkapnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (6/12/2022). 

Satu dirham, imbuhnya, sama dengan tiga gram perak. Jika satu gram perak harganya 5000, maka tiga gram perak sama dengan 15000 kali 1000, jatuhnya 15 juta untuk satu huruf yang diajarkan. Sungguh luar biasa Islam memuliakan dan menghargai ilmu dan guru.

Namun realita hari ini profesi menjadi guru dipandang sebelah mata. "Era modern saat ini, profesi guru yang mulia dipandang sebelah mata. Gaji yang tak mencukupi untuk kebutuhan hidup membuat banyak guru harus bekerja mencari pekerjaan sampingan. Sistem kehidupan hari ini dengan kebijakan yang tidak sesuai dengan Islam adalah cerminan bahwa ilmu dan ahli ilmu (guru) belum dihormati atau ditakzimkan seutuhnya," tegasnya. 

Bunda, sapaan akrabnya, juga menjelaskan bahwa posisi guru sama seperti dengan orang tua. Wajib untuk dihormati atau ditakzimkan. 

"Sesungguhnya orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan agama, sejatinya ia adalah bapakmu atau orang tuamu dalam agama. Tidak ada istilah mantan orang tua. Selamanya harus tetap dihormati walaupun mungkin pernah berbuat tidak baik atau bahkan menerlantarkan kita, tetap saja harus dihormati dan ditakzimkan," bebernya. 

Terakhir, ia menegaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sama seperti orang tua kita yang harus dimuliakan. "Baik guru maupun orang tua dalam Islam sama kedudukannya untuk senantiasa kita muliakan atau takzimkan," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Negara Agraris Harus Impor Beras, Miris!

Tinta Media - Pada era Orde Baru, Indonesia pernah mengalami kejayaan pada bidang pertanian, hingga mendapat julukan "The Tiger of Asia" atau macan Asia. Itu adalah julukan dunia pada Indonesia. Saat itu, Indonesia mampu mengekspor beras hingga 2 juta ton setiap tahunnya. Bahkan, Indonesia mampu memberikan bantuan kemanusiaan ke banyak negara di belahan dunia. Akan tetapi, sekarang ini sungguh miris, negara agraris harus impor beras.

Cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog saat ini hanya  651 ribu ton, jauh  di bawah cadangan ideal sebesar 1,2 juta ton. Budi Waseso mengatakan bahwa cara lain untuk meningkatkan CBP (Cadangan Beras Pemerintah) yaitu dengan impor.  

"Pemerintah harus bergerak cepat mengambil langkah alternatif untuk memenuhi cadangan beras yang sudah menipis. Kalau terlambat, di satu sisi kita sudah tahu tidak mungkin dalam waktu dekat bisa menyerap dalam jumlah besar, karena selain barangnya tidak ada, harganya tidak memungkinkan," kata Budi Waseso dalam rapat dengar pendapat dengan komisi 4 DPR RI di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (6/11) seperti dikutip dari Antara.

Indonesia yang merupakan negara agraris diharapkan mampu mencukupi kebutuhan bahan pangan untuk masyarakatnya dari produksi dalam negeri. Akan tetapi, negeri ini ternyata masih melakukan impor bahan pangan seperti beras dari negara lain. Di pedesaan pun masih banyak  masyarakat yang mengalami kelaparan.

Banyak sekali alasan, mengapa Indonesia selalu melakukan impor beras, di antaranya adalah  karena saat ini stok beras pemerintahan di Bulog sangat terbatas. 

Selain itu, alasan yang sangat krusial adalah adanya alih fungsi lahan persawahan yang saat ini semakin gencar dilakukan. Perubahan lahan pertanian menjadi perkotaan jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan mempelebar lahan pertanian. Belum lagi adanya proyek pembangunan di kota, seperti pembangunan bandara, pelabuhan, pembuatan infrastruktur, dan sebagainya. Semua ini turut menyumbang pengurangan lahan pertanian.

Konflik agraria dan sengketa tanah merupakan beberapa gesekan yang bisa mengganggu efektivitas pertanian. Banyaknya pertanian yang beralih fungsi membuat para petani kehilangan mata pencaharian, akhirnya menjadi pengangguran. Jelas, ini menyebabkan bertambahnya penduduk miskin di pedesaan, yang sebagian besar adalah petani.

Pupus sudah kedigdayaan Indonesia yang pernah menjadi negara swasembada beras. Di mata dunia, Indonesia kini dipandang sebelah mata. Padahal, negeri ini memiliki letak geografis yang menonjol sebagai negara terluas di  kawasan Asia Tenggara dengan sumber daya yang melimpah dan julukan tersohor sebagai negara agraris.

Kapitalis adalah Sebab, Masalah  Agraria adalah Akibat

Kapitalisme yang diterapkan di negeri menyebabkan para oligarki masuk ke setiap lini, termasuk sektor pertanian. Ini menyebabkan kepincangan dalam pembagian sumber-sumber kemakmuran bersama. Sistem kapitalisme berpijak pada dasar landasan bahwa yang kuat akan semakin kuat dan yang lemah akan semakin lemah. Dari sini dapat dikatakan bahwa kapitalisme dan masalah agraria merupakan suatu hubungan sebab dan akibat.

Sistem kapitalisme dapat menggerogoti sektor pertanian, terutama wacana proyek pembangunan. Sektor pertanian ini merupakan ladang emas bagi para oligarki  asing maupun dalam negeri. 

Agraria Indonesia semakin diselimuti perang kepentingan terselubung dalam proyek pembangunan. Keuntungan yang sebesar-besarnya menjadi tujuan utama, tanpa memikirkan akibat bagi para petani yang kehilangan mata pencaharian.

Berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Seburuk-buruknya pemimpin adalah yang al huthamah (yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi rakyat nya)." (HR. Muslim)
Hadis ini merupakan peringatan buat para pemimpin negeri.

Ada hadis lainnya yang berkaitan dengan masalah ini. 
Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang turut campur (melakukan intervensi dari harga-harga kaum muslimin, untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada hari kiamat kelak)." (HR. Achmad, Al Baihaqi, At Thabrani)

Di dalam daulah Islam, seorang pemimpin negara mewajibkan kepada seluruh pejabatnya untuk memberikan perhatian penuh kepada rakyatnya, memastikan persediaan stok pangan apakah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Seorang pemimpin negara harus selalu mengingatkan kepada para pejabatnya untuk melakukan aktivitas produksi. Hal ini dengan melakukan pembinaan petani lokal, terutama terkait intensifikasi produksi. Negara mengatur penggunaan lahan pertanian dengan rinci, sehingga tidak akan terjadi alih fungsi lahan  yang dapat menyempitkan lahan pertanian.

Kemandirian negara dalam Islam dilakukan dengan mengharamkan segala bentuk kemungkaran bagi semua pihak di sektor apa pun, baik oleh asosiasi pengusaha, importir, atau pedagang yang melakukan kesepakatan, kolusi, atau persekongkolan dengan tujuan mengatur dan mengendalikan harga atau produk, misalnya dengan menahan atau menimbun stok maupun membuat kesepakatan harga jual sebagaimana yang dilakukan kartel pangan saat ini.

Kemandirian dalam produksi pangan sangatlah penting. Negara wajib mewujudkan swasembada, agar tidak bergantung pada negara lain. Impor tidak diharamkan dengan syarat tidak membahayakan kedaulatan negara.

Hanya dengan sistem Islam, tata kelola pangan bisa dituntaskan. Sudah saatnya umat Islam berpikir untuk berpaling dari sistem kapitalisme yang selamanya selalu menyengsarakan rakyat, ke sistem Islam yang dibuat oleh yang menciptakannya, yaitu Allah Swt. Dengan Islam kaffah, negeri ini akan memecahkan segala problematika umat di muka bumi ini.

Wallahualam bissawab.

Oleh: Titien Khadijah
Muslimah Peduli Umat

Kritik Pasal Perzinaan KUHP, Pengamat: AS Tak Cocok Jadi Kompas Moral

Tinta Media - Kritikan Dubes AS terhadap pasal perzinaan di KUHP baru dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin sebagai hal yang tidak penting.

“Nggak penting dan abaikan saja. Amerika tidak cocok menjadi kompas moral,” ujarnya kepada Tinta Media, Jumat (9/12/2022).

Menurutnya, liberalisme, demokrasi dan sekularisme membuat generasi AS rusak dan hancur secara moral. Budaya sarkastik, alkoholik, perzinaan ditambah lagi tumbuh pesatnya L68T di sana membuat AS mengalami krisis demoralisasi serius.

"Belum lagi persoalan pelik seputar kegagalan proses peleburan di dalam masyarakat Amerika. Masyarakat Amerika saat ini secara spesifik tumbuh secara rasial. Para imigran Inggris khususnya, dan imigran Eropa pada umumnya, menjajah Amerika di atas jutaan mayat orang Indian Amerika, penduduk asli Amerika," ungkapnya. 

“Karena kebutuhan koloni baru atas pekerja, didatangkanlah budak dari Afrika. Maka orang-orang Amerika memandang semua orang keturunan Afrika sebagai budak,” terangnya.

Praktik-praktik rasis terhadap orang kulit hitam terus berlanjut. Terlepas dari kenyataan bahwa para pemimpin Amerika berbusa-busa menyatakan telah berakhirnya rasisme, namun Umar mengungkap berbagai laporan berbicara tentang pandangan rasisme yang mengakar di Amerika terhadap orang-orang keturunan Afrika. 

“Dan di antara manifestasi rasisme terhadap orang kulit hitam di Amerika itu adalah peningkatan signifikan jumlah tahanan kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika, naiknya tingkat pengangguran di kalangan orang kulit hitam, dan perbedaan besar dan jelas dalam pendapatan rata-rata antara keluarga Afro-Amerika dibandingkan dengan orang kulit putih Amerika,” ungkapnya.

Menurut Umar, Pemerintah tidak perlu grogi dan panik merespon kritikan dari negara imperialis seperti AS. Pemerintah seharusnya peduli dengan nasehat dari para ulama yang mengingatkan secara tegas bahwa zina dan LGBT itu jelas dilarang. “Semua hubungan seksual di luar nikah itu haram. Jadi, mestinya yang dilarang itu bukan sekadar yang dipaksa, namun juga perbuatan asusila yang saling rela,” tegasnya.

Dalam ajaran Islam maka semuanya jelas. Di dalam al-Quran dinyatakan (yang artinya), “Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Suatu jalan yang buruk.” (TQS Al-Isra [17]:32). 

“Coba perhatikan, ayat itu digandengkan dengan pembunuhan anak (ayat 31), zina (ayat 32), membunuh manusia secara umum (ayat 33), memakan harta anak yatim (ayat 34), mengurangi timbangan (ayat 35), mengikuti tanpa ilmu (ayat 36), dan sombong (ayat 37). Semuanya itu hukumnya sama. Haram!” ucap Umar kembali menegaskan.

“Apalagi dalam ayat 37 dinyatakan: ‘Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu’. Sangat jelas!” tambahnya.

Begitu juga terkait dengan hubungan sesama jenis yang pada zaman Nabi Luth as. pernah dilakukan oleh masyarakat saat itu (Lihat: QS al-A’raf [7]: 80-81). Jelas sekali perbuatan liwaath itu merupakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan sebelum kaum pada jaman Nabi Luth. “Jelas haram. Itu kalau menggunakan aturan Islam,” tandasnya.

Meski demikian, Umar menjelaskan sesungguhnya pasal perzinaan tersebut belum sesuai dengan syariat Islam. Hukum syara’ yang ditunjukkan oleh dalil-dalil syara’, yakni al-Kitab dan as-Sunnah adalah bahwa hukuman pezina adalah jilid untuk ghayru muhshan seratus kali dera sebagai pengamalan Kitabullah dan pengasingan sebagai pengamalan sunnah Rasulullah. Hanya saja, pengasingan itu bersifat boleh, dan bukan wajib, dan itu diserahkan kepada keputusan imam (khalifah). Jika dia suka, dia boleh menjilid dan mengasingkannya setahun, dan jika dia suka maka dia boleh menjilidnya dan tidak mengasingkannya. “Tetapi, tidak boleh mengasingkannya tanpa menjilidnya. Sebab hukumannya adalah jilid,” jelasnya.
 
Adapun hukuman muhshan adalah dirajam sampai mati, mengamalkan sunnah Rasulullah saw yang datang mengkhususkan kitabullah. Dan pada muhshan boleh digabungkan atasnya jilid dan rajam, jadi dijilid dahulu kemudian dirajam. Dan boleh juga hanya dirajam tanpa dijilid. “Tetapi tidak boleh dijilid saja sebab hukumannya yang wajib adalah rajam,” terangnya.

Dan yang perlu diketahui, menurutnya Islam bukanlah ideologi reaktif yang baru memunculkan regulasi saat muncul persoalan. “Islam memberikan rahmat atas alam semesta, melalui hukum-hukum Allah SWT yang mampu menjaga keteraturan relasi antar manusia sesuai fitrahnya,” jelasnya. 

“Karena perzinahan adalah kasus yang sulit dibuktikan—hingga had pun dikenakan pada qodzaf—maka syariah Islam telah memiliki hukum-hukum antisipatif dan preventif terhadap potensi kejahatan seksual,” jelasnya lebih lanjut.

Dipaparkannya bahwa dalam Khilafah, sistem sosial yang mengatur interaksi perempuan dan laki-laki mewajibkan keduanya untuk menahan pandangan bila melihat aurat ataupun syahwatnya terbangkitkan sekalipun tidak melihat aurat. Sistem sosial itu berpadu dengan sistem pendidikan. “Dengan itu keluarga akan mendidik anak-anak mereka sedari kecil untuk menjaga kehormatan, memiliki rasa malu dan selalu merasa diawasi Allah,” paparnya.  

Dengan begitu, Umar menambahkan bahwa mereka terbiasa menjaga pergaulan dan tidak merasakannya sebagai aturan yang memaksa. “Sistem layanan publik juga akan menjaga interaksi laki-laki dan perempuan secara tertib untuk menjaga campur baur (ikhtilath) yang tak berkorelasi dengan hajat yang akan ditunaikan,” tambahnya.

Sistem informasi pun diatur dalam membangun masyarakat islami yang kuat dan pasti hanya akan menyebarluaskan kebaikan. “Tak bakal ada konten pornografi ataupun pornoaksi,” ujarnya tegas.
 
Adapun sistem sanksi, menjadi solusi kuratif yang menjerakan. “Bagaimana tidak jera bila ancaman perzinahan dan perkosaan bisa dikenai hukuman mati (rajam)?“ tanyanya menegaskan.

Bahkan ungkapnya, sekadar pelecehan verbal saja bisa terkena ta’zîr penjara 6 bulan atau cambukan. “Inilah sistem perlindungan seutuhnya sebagai solusi konkrit penghapusan kekerasan seksual. Tidak hanya bagi perempuan, tetapi bagi semua anggota masyarakat,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab