Tinta Media

Senin, 28 November 2022

Jangan Jadi Orang Tua Egois

Tinta Media - Sebagai orang tua tentunya kita tidak boleh egois dalam mendidik anak anak. Kok bisa orang tua egois? Ya bisa saja toh. 

Diantara beberapa bentuk keegoisan orang tua dalam mendidik anak sebagai berikut:

1. Memaksa anak dengan satu pilihan, jadi ulama. Sehingga dipaksa harus menempuh pendidikan agama saja hingga perguruan tinggi. Tidak mau mendengar ataupun menerima keinginan anak. Pokoknya harus jadi ulama. 

Padahal untuk bisa berperan dalam peradaban agung Islam ga semua harus jadi ulama. Sebab pada faktanya yang dibutuhkan untuk tegaknya peradaban Islam juga bukan hanya ulama. Banyak keahlian lain yang juga dibutuhkan dari semua cabang ilmu atau saintek. Dalam dakwah juga demikian adanya. Tidak hanya diperlukan ulama yang menyampaikan ilmunya namun juga segala fasilitas teknologi dll bahkan biaya dari para aghniya. Meskipun jika bisa jadi ulama itu merupakan prioritas khsusnya bagi anak anak yang sangat cerdas biar lahir Imam Syafi'i generasi baru.

Yang paling penting kita usahakan mulai pendidikan dasar hingga menengah anak anak kita bisa mondok sehingga memiliki tsaqofah Islam yang mantap. Memiliki pengalaman ketaatan yang memadai. Setelah itu maka untuk pendidikan tinggi kita perlu memperhatikan keinginan dan minat anak. Ada yang ingin fokus jadi ulama, ada yang ingin jadi dokter, arsitek, ahli robot, pebisnis dll. Yang penting mereka akhirnya akan berperan dalam perjuangan tegaknya Islam dari berbagai aspek yang dibutuhkan. Yang paling penting anak tetap ngaji dan berjuang dalam dakwah Islam kaffah 

2. Melarang anak pergi menuntut ilmu keluar tempat tinggalnya karena rasa kuatir yang tidak semestinya. Mungkin kuatir kesepian, kesejahteraan anak dll. Khususnya untuk anak laki laki 

Padahal selama kita percayakan kepada lembaga pendidikan yang benar baik secara aqidah dan syariah juga dari sisi kurikulum pendidikan dll maka insyaallah anak akan berproses menjadi manusia yang matang dan tangguh. Pengalaman berpisah dari orang tua itu penting. Insyaallah akan membuat mereka mandiri dan mampu menghadapi tantangan hidupnya kelak.

3. Memaksa anak mengikuti profesi orang tua. Karenanya orang tua pun sudah menyiapkan segala sesuatunya. Ada yang sudah menyiapkan tempat praktek dokter berikut apotoknya. Ada yang sudah menyiapkan yayasan pendidikan beserta sekolah hingga kampusnya. Dll. Padahal anak tidak mau berkiprah dalam profesi tersebut. Maka sebaiknya meskipun bisa saja anak kyai pun jadi kyai namun lebih bijaksana jika yayasan pendidikan tsb sudah diwakafkan dan pengurus dibentuk bukan hanya dari putra putri kyai saja. Tapi dari ulama lain juga bisa.

4. Dll

Demikianlah beberapa contoh saja. Yang pasti orang tua wajib punya target anak anak selamat dunia akhirat. Namun. Dalam perkara yang bisa dipilih mestinya kita kasih pilihan untuk anak kita. Kalaupun dipaksakan malah biasanya akan membawa dampak negatif yang sudah sering terjadi. Wallaahu a'lam. [].

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

CARA MENGKONVERSI DISKURSUS KHILAFAH DARI BAHASAN YANG SIFATNYA TSAQOFAH MENJADI SIYASAH, DARI YANG DIANGGAP UTOPIA DAN ROMANTISME SEJARAH MENJADI REALITA YANG NYATA

Tinta Media - Salah satu sebab keengganan atau kesulitan umat untuk mengkaji sistem Khilafah sebagai sebuah sistem yang potensial direalisasikan dalam kehidupan nyata adalah karena terma Khilafah lebih banyak dibahas dari aspek tsaqofah. Maksudnya, Khilafah dipahami sebatas kewajiban yang memiliki rujukan dalil syara'.

Diskursus soal Khilafah ajaran Islam, misalnya, tema diskusinya tidak akan mungkin keluar dari aspek Khilafah sebagai Tsaqofah (pemikiran) Islam, yang memiliki dasar argumentasi syar'i. Sulit untuk beranjak pada diskursus yang bersifat siyasah (politis).

Para pengemban dakwah Khilafah juga baru sebatas mutsaqofiyun, kalau hanya menyampaikan kepada umat tentang kewajiban mendirikan Khilafah. Padahal, setelah umat paham kewajiban Khilafah, pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana teknis mendirikannya? bagaimana Khilafah akan menyelesaikan berbagai problematika yang mendera umat?

Di sinilah pentingnya bahasan Siyasah, bahasan soal mekanisme dan teknis mewujudkan Khilafah, soal pengaturan dukungan opini umum dan para pemangku kebijakan, meraih nusyroh hingga akhirnya Khilafah benar-benar dapat dipahami secara rinci, hingga maknanya dapat ditunjuk dengan jari, sehingga umat memiliki keyakinan untuk bersama-sama mewujudkannya.

Karena itu, seorang pengemban dakwah Khilafah tidak boleh berpuas diri sebagai pemikir dengan segudang tsaqofah. Dia, bahkan harus menyadari posisinya sebagai seorang siyasiyun (politisi). Karena itu, dia harus mengaitkan Tsaqofah yang ada dalam benaknya, dengan realitas politik yang ada di tengah-tengah umat, selanjutnya menunjuki jalan umat dengan cara MELETAKKAN GARIS LURUS DI SAMPING GARIS BENGKOK.

Dia tidak saja dituntut menguasai tsaqofah, tapi juga wajib memahami realitas politik secara rinci, dan menjelaskan langkah teknis untuk mengubah 'Das Sein' menuju 'Das Sollen'. Mengubah realita menuju idealita sejalan dengan apa yang dikehendaki syariat (tsaqofah). Tidak boleh berpuas diri dengan penguasaan dalil-dalil Khilafah, tapi buta politik dan apalagi kesemutan saat berdiskusi secara politik.

Harus pula, membiasakan diri berselancar diantara arus dan gelombang, memahami detail karakter gelombang dan angin, hingga mampu menjadikan setiap tantangan menjadi peluang, dan mengkapitalisasi setiap peluang untuk mendekatkan pada Nasrulloh dan kemenangan.

Sebagai contoh, saat menjelaskan tentang pilar-pilar negara Khilafah, dimana kedaulatan di tangan Syara', kekuasaan di tangan Umat, kewajiban kesatuan Khilafah dan hanya Khalifah yang berhak mentabbani hukum syara dalam proses legislasi perundangan.

Maka, pengemban dakwah juga harus memahami rincian konsep trias politica dalam sistem demokrasi, aplikasinya dalam bentuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan merinci batilnya konsep kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi. Dia juga harus tahu dan mampu, menegasikan seluruh asumsi keliru yang menganggap demokrasi sejalan dengan Islam dengan menjelaskan realitasnya serta dalil-dalil yang membatalkannya.

Saat DPR melegislasi UU Minerba (Mineral dan Batubara), misalnya. Pengemban dakwah tidak hanya menjelaskan konsep kepemilikan dalam Islam yang membagi kepemilikan pribadi, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Lalu menjelaskan, yang meliputi kepemilikan umum adalah tambang dengan deposit melimpah. Tidak cukup sampai disitu, karena bahasan tersebut masih dalam cakupan bahasan tsaqofah. Maksudnya, tsaqofah tentang penikiran politik Islam soal pengaturan kepemilikan.

Pengemban dakwah harus masuk pada politik praktis, bahasan siyasah yang langsung berkaitan dengan realita terindera yaitu realita banyaknya tambang yang dikuasai individu, swasta, korporasi asing dan aseng, yang menguasai Minerba berdasarkan UU Minerba.

Lalu, menyerang konsep kepemilikan yang berbasis asas liberalisme dalam UU Minerba dengan konsep kepemilikan dalam Islam baik dari sisi tsaqofah maupun siyasah.

Secara tsaqofah, liberalisme diserang karena ide ini bertentangan dengan konsep keterikatan hamba pada dalil syara', bertentangan dengan konsep kepemilikan dalam Islam yang tidak dibebaskan melainkan dibagi menjadi tiga jenis.

Secara politik, konsep liberalisme diserang dari sisi secara fakta konsep ini akan menimbulkan eksploitasi, kesenjangan dan ketidakadilan. Tambang yang merupakan harta ciptaan Allah SWT, hanya menguntungkan segelintir kaum oligarki dan menyengsarakan mayoritas rakyat.

Dalam konteks Pemilu dan Pilpres, bahasannya juga harus sampai membongkar realitas siapa pun pesertanya, oligarki pemenangnya. Menjelaskan kepada umat detail kerusakan sistem demokrasi termasuk derivatnya (Pilpres dan Pemilu), sehingga Mafahim, Maqayis dan Qona'at umat segera beralih kepada Islam.

Memang benar, pada tahap awal umat akan merasa marah karena pikiran dan kemaslahatan mereka diabaikan. Namun, seiring meningkatnya pemahaman umat, umat akan segera sadar dari keyakinan mereka yang keliru sehingga segera beralih memberikan dukungan dan pembelaan pada Islam, pada Khilafah, bukan pada demokrasi.

Setiap pengemban dakwah harus mengikis rasa inferior, mental inlander, yang menyebabkan dirinya enggan bahkan takut mengungkapkan kebenaran dengan asumsi akan dianggap memecah belah dan dijauhi umat. Dalam dada pengemban dakwah harus tertanam keyakinan kuat bahwa kemenangan hanya dapat diperoleh dengan ridlo Allah, yakni dengan menetapi thoriqoh perjuangan bukan menggadaikan idealisme perjuangan hanya untuk tujuan dukungan kemaslahatan yang semu.

Inilah, sekilas amalan para politisi, kaum siyasiyun yang menggunakan tsaqofahnya untuk sarana perjuangan. Bukan hanya mengumpulkan tsaqofah di kepalanya, seraya hanya menjadikannya sebagai sarana kebanggaan diantara para pejuang, namun enggan bahkan takut terjun ke gelanggang (politik) ditengah-tengah umat. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/


Iman kepada Qadha dan Qadar

Tinta Media - Sobat. Takdir Allah wajib diyakini keberadaannya oleh setiap muslim. Seorang muslim mengimani qadha dan qadar, hikmah dan kehendak Allah SWT. Seorang muslim harus meyakini bahwa semua keadaan di dunia ini pasti diketahui oleh Allah SWT, karena Allah Maha Mengetahui sesuatu (Al-‘ Alim ) ; baik kejadian yang telah terjadi, sedang terjadi maupun yang akan terjadi. Kejadian apa pun bentuknya telah diketahui Allah SWT dan dituliskan di Lawh al-Mahfuz. Inilah pengertian sederhana dari takdir yang telah dijelaskan oleh Al-Qurán dan As-sunnah. 

Dengan kata lain takdir adalah catatan (Ilmu) Allah yang mencakup segala sesuatu.

۞وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ 

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"( QS. Al-Anám (6): 59 )

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa kunci-kunci pembuka pintu untuk mengetahui yang gaib itu hanya ada pada Allah, tidak ada seorang pun yang memilikinya.

Yang dimaksud dengan yang gaib ialah sesuatu yang tidak diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti akhirat, surga dan neraka. Sekalipun manusia telah diberi Allah pengetahuan yang banyak, tetapi pengetahuan itu hanyalah sedikit bila dibanding dengan pengetahuan Allah. Amatlah banyak yang belum diketahui oleh manusia.

Sobat. Sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan segala macam isinya, dilengkapi dengan aturan dan hukum yang mengaturnya sejak dari adanya sampai akhir masa adanya. Ketentuan itu tidak akan berubah sedikit pun. Kemudian Allah mengajarkan kepada manusia beberapa aturan dan ketentuan untuk meyakinkan mereka bahwa Allah-lah yang menciptakan segalanya agar mereka menghambakan diri kepada-Nya. Karena itu seandainya ada manusia yang menyatakan bahwa mereka mengetahui yang gaib itu, maka pengetahuan mereka hanyalah merupakan dugaan dan sangkaan belaka, tidak sampai kepada hakikat yang sebenarnya. Mereka pun tidak mengetahui dengan pasti akibat dan hikmat suatu kejadian. Percaya kepada yang gaib termasuk salah satu dari rukun iman.

Di antara perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh manusia disebutkan dalam firman Allah:

Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Luqman/31: 34)

Pengetahuan tentang yang gaib hanya diketahui seseorang jika Allah mengajarkan kepadanya, sebagaimana firman-Nya:

Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya. (al-Jinn/72: 26-27)

Di antara hal yang gaib yang pernah diajarkan atau diberitahukan Allah kepada nabi-nabi-Nya ialah:

Nabi Isa diajari Allah untuk mengetahui apa yang dimakan dan disimpan seseorang di rumahnya, firman-Nya:
“dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu” (ali 'Imran/3: 49)

Demikian pula kepada Nabi Yusuf, firman Allah swt:
Dia (Yusuf) berkata, "Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu. (Yusuf/12: 37)

Kemudian Allah menerangkan keluasan ilmu-Nya, yaitu di samping Dia mengetahui yang gaib, Dia juga lebih mengetahui akan hakikat dan keadaan yang dapat dicapai panca indera manusia, Dia mengetahui segala yang ada di daratan dan di lautan sejak dari yang kecil dan halus sampai kepada yang sebesar-besarnya, sejak dari tempat dan waktu gugurnya sehelai daun, keadaan benda yang paling halus yang berada pada malam yang paling gelap, apakah keadaannya basah atau kering, semuanya ada di dalam ilmu Allah tertulis di Lauh Mahfudh.

Rasulullah saw bersabda:

Allah telah ada dan yang lain belum ada, dan adalah arsy-Nya di atas air, dan Dia menuliskan pada Lauh Mahfudh segala sesuatu dan Dia menciptakan langit dan bumi. (Riwayat al-Bukhari dari 'Imran bin husain)

Dari hadis di atas dipahami bahwa segala sesuatu yang ada tidak luput dari pengetahuan Allah.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda mengenai definisi Iman :

“ Yaitu Kamu Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari akhir dan beriman kepada takdir-Nya yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

Rasulullah SAW bersabda. “Beramallah kalian semua, karena setiap orang akan dimudahkan menuju apa yang telah diciptakan untuknya.” (HR. Muslim)

Sobat. Pembahasan masalah takdir sebenarnya hanyalah pembahasan tentang keluasan ilmu Allah SWT. Meskipun kita meyakini adanya takdir (ilmu) Allah SWT, kita tidak boleh mencampur-adukkan Iman pada takdir ini dengan amal perbuatan manusia ; karena keduanya tidak ada hubungannya sama sekali, dengan kata lain, keluasan Ilmu Allah (Takdir) tidak pernah memaksa seseorang untuk berbuat sesuatu ataupun meninggalkannya.

فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡيُسۡرَىٰ وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ  

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. Al-Layl (92): 5-10)

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menerangkan adanya tiga tingkah laku manusia. 

Pertama, suka memberi, yaitu menolong antara sesama manusia. Ia tidak hanya mengeluarkan zakat kekayaannya, yang merupakan kewajiban, tetapi juga berinfak, bersedekah, dan sebagainya yang bukan wajib. 

Kedua, bertakwa, yaitu takut mengabaikan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya. 
 
Ketiga, membenarkan kebaikan Allah, yaitu mengakui nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya lalu mensyukurinya. Nikmat terbesar Allah yang ia akui adalah surga. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan beramal di dunia untuk memperolehnya, di antaranya membantu antara sesama manusia.
 
Kepada mereka yang melakukan tiga aspek perbuatan baik di atas, Allah akan memberikan kemudahan bagi mereka, yaitu kemudahan untuk memperoleh keberuntungan di dunia maupun di akhirat.

Sobat. Sebaliknya, ada manusia yang bertingkah laku sebaliknya. Ia bakhil, pelit, tidak mau menolong antar sesama, apalagi mengeluarkan kewajibannya yaitu zakat. Di samping itu, ia sudah merasa cukup segala-galanya. Oleh karena itu, ia merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Allah. Akibatnya, ia sombong dan tidak mengakui nikmat-nikmat Allah yang telah ia terima dan tidak mengharapkan nikmat-nikmat itu. Akibatnya ia tidak mengindahkan aturan-aturan Allah. Orang itu akan dimudahkan Allah menuju kesulitan, baik kesulitan di dunia maupun di akhirat. Kesulitan di dunia misalnya kejatuhan, penyakit, kecelakaan, musibah, dan sebagainya. Kesulitan di akhirat adalah ketersiksaan yang puncaknya adalah neraka.
 
Manusia, bila sudah mati tanpa memiliki amal dan kemudian masuk neraka di akhirat, maka harta benda dan kekayaan mereka tidak berguna apa pun. Hal itu karena harta itu tidak akan bisa digunakan untuk menebus dosa-dosa mereka.

Sobat. Dalam hal ini, tidak ada seorang manusia pun mengetahui apa yang tertulis bagi dirinya di lawh al-mahfudz. Karena itu, seseorang tidak bisa dibenarkan jika berkata, “ Saya berbuat begini karena telah ditakdirkan Allah ( dituliskan oleh Allah SWT di lawh al-maghfudz).” Pasalnya, darimana ia tahu mengenai takdir Allah tersebut?

Sobat. Seharusnya manusia lebih waspada terhadap perbuatan-perbuatan yang berasal dari kehendak bebasnya Karena perbuatan itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Terhadap kejadian-kejadian yang menimpa kita, harus kita imani bahwa itu adalah ketentuan Allah. Jika kejadiannya menyenangkan kita, harus kita syukuri. Jika kejadiannya menyusahkan kita, kita harus bersabar. Semuanya harus kita kembalikan kepada Allah SWT.

Sobat. Sesungguhnya menyakini adanya takdir secara benar pasti akan memberikan suatu kekuatan semangat juang yang luar biasa. Pemahaman yang utuh tentang takdir ini akan memberikan dorongan yang positif untuk meraih kehidupan bahagia yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Selain itu, keyakinan akan takdir ini sejatinya juga akan memberikan ketabahan dan keberanian dalam membela kebenaran serta menetapi segala kewajiban yang Allah bebankan.

(Dr. Nasrul Syarif, M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

IJM Ungkap Sisi Gelap di Balik Mahalnya Piala Dunia Qatar 2022

Tinta Media - Piala Dunia Qatar 2022 yang menjadi Piala Dunia termahal dalam sejarah menurut Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana ternyata memiliki sisi-sisi gelap di baliknya.

“Ternyata ada sisi-sisi gelap di balik Piala Dunia Qatar 2022 yang dinyatakan sebagai Piala Dunia termahal dalam sejarah. Qatar mengeluarkan dana 3.400 triliun rupiah dan FIFA mengeluarkan 26,4 triliun rupiah demi kepentingan Piala Dunia,” tuturnya dalam Program Aspirasi Rakyat: Piala Dunia Qatar | Sisi Gelap, Jumat (25/11/2022) di kanal Youtube Justice Monitor.

Ia mengungkapkan bahwa Piala Dunia Qatar 2022 ternyata memiliki  sisi-sisi gelap dan kontroversi selama menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Pertama, polemik ribuan buruh migran yang meninggal dunia. Mereka menjadi korban dalam proyek pembangunan infrastruktur untuk Piala Dunia 2022 di Qatar.
“Berita yang beredar menunjukkan bahwa banyak pekerja migran di Qatar yang meninggal, mereka umumnya berasal dari kawasan Asia Selatan, seperti India, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal,” ujarnya.

Agung mengutip pernyataan dari The Guardian bahwa lebih dari 6500 buruh migran yang membangun infrastruktur untuk Piala Dunia 2022 di Qatar dilaporkan tewas. Sementara mengutip dari penulis buku Digital Auto Ritarianisme in The Middle Is Mark Owen Jones dalam akun twitternya menyebutkan bahwa jumlah tersebut sebenarnya mengacu pada semua kematian pekerja migran.

“Apa pun penjelasan kematiannya, memang ada beberapa versi terkait masalah ini. Tetapi ada tentunya banyak yang meninggal karena membangun infrastruktur untuk Piala Dunia,” ungkapnya.

Ia pun mengutip dari The Washington Post bahwa pekerja yang tewas mencapai 1200 orang. “Jumlah tersebut ialah akumulasi kasus selama 10 tahun telah berjalannya proses pembangunan infrastruktur,” kutipnya.

Kedua, pemerintah Qatar telah mengusir para tenaga kerja asing dari blok apartemen mereka di Doha. Dikutip dari The Reuters, proses mengosongkan tempat tersebut ditujukan agar ribuan penggemar bola di masing-masing negara dapat tinggal di daerah tersebut selama Piala Dunia berlangsung.

“Proses evakuasi tersebut sudah dimulai sejak empat minggu sebelum dimulainya Piala Dunia. Sejumlah korban menyebutkan hampir 12 bangunan tempat tinggal para pekerja telah ditutup oleh pihak berwenang,” bebernya.

Ia mengkritisi kebijakan Qatar yang tidak menghiraukan para pekerja yang kehilangan tempat tinggal.

“Hal ini mendapat perhatian internasional, namun pihak Qatar tidak menghiraukan bagaimana setelahnya para pekerja tinggal. Mereka dipaksa untuk mencari perlindungan apa yang mereka bisa termasuk tempat tidur di trotoar, di luar salah satu bekas rumah mereka,” kritiknya.

Ketiga, Qatar memberlakukan sistem upah murah. Agung menyebutkan bahwa pekerja migran ini kesulitan mendapatkan upah yang layak dalam pembangunan infrastruktur Piala Dunia. “Para pekerja migran tersebut diketahui belum dibayar selama lebih dari satu tahun lamanya, hal ini dikutip dari bisnis-humanrights.org,” ujarnya.

Baginya, sisi-sisi gelap tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang fantastis untuk membangun banyak fasilitas mulai dari hotel, bandara, dan stadion untuk pertandingan Piala Dunia 2022 telah mengorbankan para pekerja migran.

Piala Dunia Qatar 2022 menjadi edisi kompetisi sepak bola dunia termahal sepanjang sejarah. Dana yang digelontorkan digunakan untuk membangun tujuh stadion berskala internasional dan merenovasi satu stadion bola yang berskala internasional dan sejumlah fasilitas lain bagi para penonton.
“Qatar ibarat menggantang pepesan kosong. Kondisi rugi besar diperkirakan akan dialami oleh Qatar pada gelaran Piala Dunia 2022,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Gempa Cianjur, MMC: Negeri Ini Rawan Bencana Namun Minim Mitigasi dan Tata Kelola Bencana

Tinta Media - Menanggapi peristiwa gempa Cianjur, Muslimah Media Center (MMC) merasa cukup miris melihat realitas mitigasi bencana dan tata kelola bencana di Indonesia yang masih ala kadarnya padahal sudah diketahui secara pasti bahwa Indonesia adalah negeri rawan bencana. 

"Mitigasi bencana yang seadanya dan tata kelola yang ala kadarnya disebabkan karena ketiadaan atau sulitnya koordinasi di antara pejabat dan instansi terkait serta minimnya prioritas anggaran negara untuk antisipasi,” beber narator dalam rubrik Serba-Serbi MMC : Gempa Cianjur: Gempa Dangkal dengan Kerusakan Parah, Mitigasi Seadanya? pada Rabu (23/11/2022) di kanal youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, sudah menjadi fakta bahwa Indonesia berada di wilayah tiga patahan lempeng bumi membuat negeri ini rawan bencana seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Ini, karena tata kelola urusan rakyat belum menjadi visi utama para pemangku kebijakan tak terkecuali dalam menangani bencana baik secara preventif maupun kuratif. Pembangunan fasilitas publik masih berorientasi pada keuntungan dan pasar.  

“Tata kelola urusan rakyat yang ala kadarnya adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Sistem yang telah memposisikan penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi pengurus kepentingan korporasi,” urainya.

Yang memprihatinkan lagi, menurut narator, dalam sistem kapitalisme ini rakyat dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba.  Yang kuat adalah yang mampu bertahan hidup sementara yang lemah akan tumbang. 

“Bagi rakyat yang kaya, mereka bisa membangun bangunan yang tahan gempa, sementara yang miskin hanya pasrah dengan tempat tinggal yang bisa roboh hanya dengan guncangan kecil,” tuturnya prihatin.

Narator menyampaikan bahwa keberadaan potensi bencana alam di suatu tempat merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari, akan tetapi ada upaya atau ikhtiar yang harusnya dilakukan manusia untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan.  

Kebijakan Khilafah 

Dalam penanganan musibah, menurut narator, Islam atau khilafah telah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak di atas aqidah Islam serta prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam. 

“Khilafah sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyat  wajib mengatasi potensi terjadinya bencana alam sehingga tujuan kemaslahatan untuk rakyat pun tercapai,” tegasnya.

Narator menguraikan Khilafah akan menempuh dua langkah strategi sekaligus yaitu preventif dan kuratif.  “Kebijakan preventif dilakukan sebelum terjadinya bencana atau pra bencana. Tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Sedangkan kebijakan kuratif dilakukan setelah terjadinya bencana,” bebernya.

Lebih lanjut, narator menjabarkan kegiatan preventif meliputi pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana dan pemetaan pemanfaatan lahan serta penyediaan alokasi dana. 

“Semua hal terkait pencegahan bencana, khalifah  akan mempersiapkannya dengan baik dan memadai dalam menghadapi bencana,” sambungnya.

Narator menguraikan untuk kebijakan kuratif meliputi  recovery korban  bencana dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stres, ataupun dampak-dampak psikologis kurang baik lainnya.

“Keberhasilan penanganan bencana dalam Khilafah disebabkan berpegang teguhnya Khilafah pada syariat Islam dalam menyelesaikan seluruh urusan rakyatnya,” pungkasnya.[] Erlina YD
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab