Tinta Media

Selasa, 29 November 2022

Tak Habis Pikir dengan Deklarasi Manut Jokowi, Ini Catatan Hanif...

Tinta Media - Analis Politik-Media Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto tak habis pikir dengan Deklarasi '2024 Manut Jokowi' yang dilakukan oleh kelompok yang mengaku relawan dan terhimpun dalam Gerakan Nusantara Bersatu.

"Tak habis pikir. Sebab secara catatan, tak bisa dipungkiri bahwa di era rezim Jokowi muncul polarisasi politik, pecah belah di antara ormas dan kelompok, kriminalisasi aktivis dan ulama, serta yang tak kalah memprihatinkan utang yang terus menumpuk," ujarnya kepada Tintamedia.web.id, Ahad (27/11/2022).

"Yang lebih mengherankan ialah islamofobia dikaitkan dengan politik identitas," tekannya.

Menurutnya, baru kali ini ditemukan relawan yang memberikan dukungan abadi. Seolah selama dua periode ini model terbaik kepemimpinan, padahal banyak sekali catatan. Bahkan ia pun heran, mengapa relawan harus kembali bersatu untuk manut kepada Jokowi? "Bukankah beliau juga akan mengakhiri kepemimpinan negeri ini," herannya.

Diberitakan, pertemuan yang dilaksanakan di Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat pada Sabtu (26/11/2022) tersebut menyatakan untuk manut atau patuh terhadap Jokowi di tahun 2024 mendatang.

Hal tersebut disampaikan perwakilan relawan di atas panggung seraya diikuti oleh para relawan yang hadir di lokasi. "Maka kami relawan Jokowi berhimpun dalam Gerakan Nusantara Bersatu, bersama Presiden Jokowi kami berkomitmen membentuk barisan kuat, mengawal Indonesia emas 2045, Indonesia yang maju. 2024 Manut Jokowi! 2024 Manut Jokowi!," kata mereka di lokasi.

Di sisi lain ia mempertanyakan atas dasar apa relawan fanatik patuh dan tunduk pada perintah seseorang. "Apa tak takut semua ini dikendalikan oleh kelompok oligarki dan kapitalis global dalam agenda mencengkram Indonesia?" tanya Hanif.

Sehingga alangkah baiknya apabila energi relawan dioptimalkan untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajah, baik penjajahan ekonomi, politik, maupun budaya.

Adalah Islam, agama sekaligus sistem kehidupan yang menurut Hanif, mampu membebaskan dari penjajahan. Dengan kata lain, Islam memberi solusi atas seluruh persoalan kehidupan.

Untuk itu, ia berharap, para relawan tersebut harusnya manut kepada Allah SWT dan rasulNya. "Maka, yuk relawan, semua berjuang wujudkan syariah kaffah," pungkasnya. [] Zainul Krian

Nanang Setiawan: PHK masal Terjadi Akibat Sektor Real Tak Jalan


Tinta Media - Humas Aliansi Buruh Indonesia 
 Nanang Setiawan mengungkapkan bahwa PHK masal yang terjadi di dunia akibat sektor ekonomi real yang tidak jalan.

"PHK per september itu ada 10.765 kasus, 10.000 lebih kasus PHK yang terjadi di Indonesia saat ini menyusul dari gelombang PHK di dunia internasional; rencananya Facebook akan mem-phk 11.000 karyawannya, Amazon akan mem-phk 10.000 karyawannya, kemudian Twitter akan mem-phk 2000 karyawannya. Itu semua karena sektor usaha itu nggak jalan, ekonomi real tidak menjadi prioritas tapi yang menjadi prioritas adalah ekonomi non real," tuturnya dalam program Kabar Petang: PHK Masal, Buruh Jadi Tumbal? Selasa (23/11/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Ia mengatakan, meskipun Indonesia digadang-gadang tidak akan terdampak resesi 2023 karena ada dua komoditi yaitu batubara dan kelapa sawit yang masih bisa dijual ke luar negeri, tapi menurut Setiawan, ini juga mengalami tren penurunan. "Jadi kita harus waspada terhadap trend dari PHK ini," tuturnya.


Di satu sisi PHK hanya membayangi rakyat tapi di sisi lain, justru TKA masih bebas melenggang di Indonesia.

"Kalau dunia internasional itu bisa terimbas maka Cina sebagai pemasok Tenaga Kerja Asing terbesar saat ini bisa mengalami gelombang PHK juga, karena ekonomi China juga sedang tidak baik-baik saja. Kalau memang baik-baik saja, mengapa mereka mengirim tenaga kerjanya ke Indonesia, suruh kerja saja di tempatnya sendiri," tandasnya.

Menurut Nanang, kalau tidak ada kebijakan untuk menggenjot ekonomi real maka tidak akan sukses menghadapi resesi ekonomi 2023.

"Penguasa rezim sekarang mengetahui persoalan ini dan menyiapkan kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya PHK yang lebih besar di masa mendatang, diantaranya dari kementerian-kementerian yang terkait sudah menyiapkan beberapa fase untuk menyelamatkan diri dari resesi 2023, yang pertama mengandalkan BLT untuk 40% rakyat Indonesia. Kemudian yang kedua adalah menggenjot sektor pariwisata," tuturnya.


Namun Nanang menilai BLT ini belum menyeluruh dan salah sasaran.


"Faktanya berdasarkan survei saya sendiri di RT-RT sekitar kota saya, banyak yang betul-betul miskin tidak punya pekerjaan tidak dapat BLT, justru yang dapat itu adalah keluarga dari aparat-aparat yang terkait," sanggahnya.

Kemudian yang kedua, menggenjot sektor pariwisata, untuk kalangan ekonomi menengah ke atas akan sepi.

Menurut Nanang, "Kalangan ekonomi menengah ke atas tidak semua mau menginveskan atau mengeluarkan dana setiap minggu untuk rekreasi, mereka juga terdampak resesi dan inflasi," tuturnya.

Dampak PHK massal terjadi pada industri padat karya karena kecanggihan teknologi dan zaman semakin maju, menurut Nanang bisa ditanggulangi dengan meningkatkan kualitas skill SDM. 

"Dalam peningkatan SDM, sekolah-sekolah menyiapkan anak-anak didik mereka ketika mereka lulus sudah siap menghadapi tantangan ekonomi dan tantangan kerja, jangan sampai nganggur," tuturnya.

Nanang mencontohkan, "Dulu biasa mencangkul sawah dengan cangkul manual, maka mereka harus mempunyai skill yang bisa mengoperasikan mesin cangkul," jelasnya.

Kualitas skill SDM yang meningkat harus dibarengi dengan dukungan pemerintah, yakni menciptakan lapangan pekerjaan yang luas, jangan sampai pemerintah malah mendukung para TKA dan oligarki.

"Skillnya sudah ada tetapi lapangan pekerjaannya justru dikuasai oleh tenaga kerja asing, penguasa saat ini malah mendukung oligarki," jelasnya.

Itu semua karena kesalahan utama dari sistem kapitalisme yang bermain di sektor ekonomi non real dan keberpihakan para penguasanya kepada oligarki daripada rakyat sendiri.

Nanang mencontohkan, PT Pindad sudah bisa memproduksi motor listrik dengan brand Gesit, mobil SMK tidak keluar-keluar karena
harus berhadapan dengan korporat asing penguasa dunia otomotif.

Menurut Nanang, Indonesia semenjak orde baru terikat kontrak dengan kapitalisme (Amerika Serikat), tambang-tambang  dikuasai asing kemudian hasilnya dibawa ke luar. "Seandainya tambang-tambang itu dikelola sendiri oleh negara kita pastinya akan punya banyak barang atau komoditi yang bisa dijual, selain itu juga bisa digunakan untuk dalam negeri sendiri," tuturnya.

Solusi Islam

Berdasarkan hadits Rasulullah SAW, Nanang menyebut, Air, padang rumput dan api (sumber energi) batubara minyak bumi kalau dikelola sendiri Insyaallah akan menyelamatkan banyak BUMN.

Solusi Islam mengatasi problem pengangguran dan PHK massal ini, yaitu mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam. "Dalam syariat Islam, negara dibangun berdasarkan asas industri. Industrialisasi di segala bidang, mendorong para laki-laki untuk bekerja, jauhi sistem ribawi dalam sektor ekonomi real serta mengatur kepemilikan," pungkasnya. [] Evi

9 Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga Dinilai Abstrak dan Tidak Solutif

Tinta Media - Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang menghasilkan sembilan Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga, menurut Pemerhati Keluarga dan Generasi Ustazah Reta Fajriah, abstrak dan tidak solutif.

“Simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga yang dirumuskan KUPI tidak memberikan solusi yang jelas. Selain itu, antar simpul ada yang tidak nyambung dan terlihat abstrak,” tuturnya dalam rubrik Kuntum Khaira Ummah: Mewaspadai Konsep Moderasi yang Menyasar Keluarga Muslim (Bagian 2) di kanal Youtube Muslimah Media Center pada Rabu (23/11/2022). 

Pada bagian pertama, ustazah Reta menyampaikan empat simpul yakni Islam, Tauhid, Khalifah, dan Maslahah. “Simpul Islam dimaknai sebagaimana bahasa artinya berserah diri, sedangkan simpul Tauhid adalah penyembahan kepada Allah SWT namun tidak boleh ada di antara sesama hamba Allah atau mahluknya ada diskriminasi  atau ketidakadilan,” urainya.

"Simpul yang ketiga adalah Khalifah dengan makna setiap individu bisa menjadi pemimpin yang akan membawa kepada kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan. Sedangkan simpul yang keempat adalah Maslahah kepada individu, keluarga, masyarakat, atau kepada alam semesta," lanjutnya.

Di bagian kedua ini, ustazah Reta menyampaikan simpul kelima hingga kesembilan adalah Wathoniyah, Pelayanan, Sakinah, Tarbiyah, dan terakhir Kaffah. Ia menjabarkan lebih lanjut bahwa simpul Wathonyah adalah ketanah-airan atau kebangsaan. “Wathoniyah ini masih terkait dengan kepemimpinan Khalifah yang dibahas dalam simpul sebelumnya itu berbasis kepada tanah air. Secara alami di sinilah setiap orang itu berpijak dan juga harus sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa,” tambahnya.

Menurutnya, konsep Khilafah dalam makna kebangsaan agak dipaksakan serta tidak mempunyai dalil dan dasarnya tidak jelas. “Realitas konsep kepemimpinan dalam Islam di masa Rasulullah Saw., para sahabat, dan Khulafaur Rasyidin tidak dibatasi adanya bangsa-bangsa tertentu. Bahkan kepemimpinan Rasul dan para sahabat itu terus meluas hingga melewati batas benua, bangsa, asal-usul, maupun warna kulit,” tegasnya.

Berlanjut ke simpul keenam adalah Pelayanan. “Pelayanan dalam hal ini diwakilkan atau direpresentasikan oleh KUA. Pihak KUA diharapkan yang akan mensosialisasikan simpul-simpul sebelumnya di tengah masyarakat,” jelasnya.

Masih terkait dengan simpul keenam, simpul ketujuh adalah Sakinah. “Sakinah dengan harapan pihak KUA yang secara praktis akan membimbing masyarakat menuju keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang mengimplementasikan sembilan nilai atau simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga,” tambahnya. 

Dua simpul terakhir adalah Tarbiyah dan Kaffah. “Tarbiyah bentuk nyatanya memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk bimbingan pranikah. Sedangkan Kaffah artinya diharapkan setelah semua simpul terimplementasi akan terwujud bangunan keluarga yang individu-individunya soleh maupun solehah,” ujarnya.

Tak Ada Kolerasi

Ustazah Reta mengkritisi lebih lanjut bahwa konsep yang ditawarkan dalam simpul Moderasi Beragama Berbasis Keluarga adalah konsep abstrak dan tidak memiliki korelasi terhadap solusi atas persoalan-persoalan yang ada. “Bullying, tawuran, narkoba, HIV, gaul bebas, dan lain lain dari nilai-nilai atau simpul-simpul tersebut belum terlihat ada korelasi serta tidak nampak berisi seperangkat aturan yang benar-benar sebagai solusi,” kritiknya.

Menurutnya, nilai atau simpul ini sangat berbeda dengan aturan dan solusi yang dimiliki Islam. “Islam memiliki seperangkat aturan yang akan menjaga individu, keluarga, dan masyarakat tetap dalam batasan-batasan aturan yang jelas. Bagi pelaku pelanggaran akan dibei sanksi,” jelasnya.

Terakhir, ustazah Reta memberikan memberikan nasihat kepada keluarga muslim dan seluruh kaum muslimin  agar selayaknya mempunyai daya sikap kritis sehingga mampu mencerna setiap konsep dan landasan yang mendasarinya dari pemikiran-pemikiran yang ditawarkan. 

“Kita berharap ada solusi atas problem yang sudah sangat berat dalam menghadapi persoalan generasi dan pendidikan yang karut-marut. Konsep yang berlandaskan Islam lah satu-satunya yang akan menjadi solusi tuntas,” pungkasnya.[] Erlina YD

Iwan Januar: Banyak Persoalan Membelit Dunia Pendidikan Indonesia

Tinta Media - Meskipun Indonesia rutin merayakan Hari Guru Nasional dan menjadi guru adalah salah satu profesi tertua di dunia, termasuk di tanah air, namun Direktur Siyasah Institute Iwan Januar melihat banyak persoalan yang membelit dunia pendidikan Indonesia.

“Namun, banyak persoalan membelit dunia pendidikan kita,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (27/11/2022).

Ia menilai ketika Islam telah dipinggirkan dari kehidupan, syariat Islam dimusuhi, maka dunia pendidikan terbelit beragam persoalan besar; tujuan pendidikan, kurikulum, penanggung jawab pendidikan bagi masyarakat, hingga persoalan tenaga pengajar yang berkualitas dan beretika.

“Persoalan-persoalan tersebut sebagian besar akan terselesaikan ketika kaum muslimin memiliki sistem kehidupan Islami, berlandaskan iman,” nilainya.

Iwan menyampaikan bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia terbilang jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. “Dari pelaporan PBB untuk tahun 2021/2022 dengan nilai HDI 0.705 yang menempatkan Indonesia pada ranking tinggi tetapi tidak banyak menggambarkan kemajuan Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu penyebab belum majunya pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru di tanah air yang jauh dari memadai. “Peneliti Bank Dunia (World Bank), Rythia Afkar menilai bahwa kualitas guru di Indonesia rendah berdasarkan hasil survei yang pihaknya lakukan pada 2020,” ungkapnya.

“Sepertinya hasil pernyataan di atas sejalan dengan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, rata-rata nasional hanya 44,5, berada jauh di bawah nilai standar 55. Bahkan, kompetensi pedagogik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan,” paparnya lebih lanjut. 

Iwan menilai masih banyak guru yang cara mengajarnya masih text book, cara mengajar di kelas yang membosankan. “Persoalan ini bisa terjadi karena kelemahan rekrutmen SDM pengajar, juga upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengajar secara nyata,” nilainya. 

Karakter Guru

Hal yang tak kalah penting dalam menyukseskan sebuah proses pendidikan menurutnya adalah karakter guru. “Menjadi guru bukan sekedar mengantarkan ilmu pada para murid, tapi juga membentuk kepribadian Islami,” terangnya.

“Guru yang punya kemampuan pedagogik namun tak punya ahlak yang luhur sebagai pendidik, dapat membahayakan proses pendidikan dan perkembangan karakter para pelajar,” tambahnya.

Iwan menyesalkan maraknya tenaga pendidik terlibat masalah hukum, mulai dari kekerasan terhadap siswa hingga pelecehan seksual. “Deretan kasus kejahatan yang melibatkan tenaga pendidik tentu memprihatinkan sekaligus menyadarkan orang tua bahwa dunia pendidikan hari ini menjadi tidak ramah pada anak. Karena guru yang harusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi para siswa, bahkan menjadi orang tua kedua, malah menebar ancaman,” sesalnya.

“Oleh karena itu, dalam Islam seorang pendidik bukan saja harus memiliki kompetensi teknis dalam mengajar, tapi juga harus memiliki etika/adab yang Islami,” imbuhnya.

Menurutnya, ini sebagai implementasi dari firman Allah Swt. yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (TQS. ash-Shaf [61]: 2-3).

Iwan menjelaskan bahwa para ulama telah menyusun kode etik para guru, mualim, mudarris, agar dipahami dan dihayati saat menjalankan peran mereka. Imam al-Ghazali misalnya dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431) menuliskan ada 11 etika/adab yang harus dimiliki para pengajar, artinya: “Adab orang alim (guru), yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap murid, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.”

Dipaparkannya, para guru, mualim, mudaris, juga bisa mempelajari adab-adab para guru dalam kitab Tadzkirah As-Sami’ wal Mutakallim karya Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Al-Kinani yang membagi adab seorang pengajar menjadi 4 bagian, yakni “Adab seorang alim terhadap dirinya, adab seorang alim bersama murid dan pelajarannya, adab seorang alim pada pembelajarannya, adab seorang alim dengan para muridnya secara mutlak dan ketika di dalam halaqoh,” paparnya.

Iwan juga menyampaikan adanya kode etik untuk para guru, mufti, alim, yang disusun Imam Nawawi dalam risalah Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’alim Muqaddimah Al-Majmu’. “Beliau menuliskan sejumlah sifat yang harus dimiliki para pencari ilmu dan para pemilik ilmu serta para pengajar,” tuturnya.

Ideologi kapitalisme dan sekulerisme dinilai Iwan telah menghapus kewajiban para calon tenaga pengajar dari memiliki adab-adab yang mulia ini. “Malah menanamkan semangat materialistik kepada para tenaga pengajar dan para pelajar, kecuali sedikit saja mereka yang menyadarinya,” nilainya.

Dalam keadaan sekarang, Iwan menegaskan dunia pendidikan bisa diselamatkan sebagian dengan kesadaran para penyelenggara pendidikan dan kesungguhan para guru serta mualim. "Kesadaran mereka, meski bersifat parsial, bisa menjadi seteguk air yang menyegarkan untuk menjaga dan melindungi keberkahan dunia pendidikan dan mencetak generasi yang unggul. Meski sulit, tetap harus diperjuangkan," tegasnya.

Karenanya, Iwan berharap di Hari Guru, yang biasa diperingati setiap tanggal 25 November, para guru muslim, para mualim, para mudaris, harus merenungi, memperbaiki diri, dan berusaha menciptakan sistem kehidupan yang kelak akan memajukan pendidikan kaum muslimin agar dapat bersaing bahkan mengalahkan dominasi negara-negara adidaya yang telah mencengkram negeri-negeri muslim. "Tidak sekedar memikirkan karir pribadi, sertifikasi, serta dana pensiun," pungkasnya.[] Raras

Inilah Perbedaan Cara Pandang Infrastruktur Transportasi dalam Islam dan Kapitalisme

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menuturkan, cara pandang infrastruktur transportasi dalam sistem Islam sangat berbeda dengan kapitalisme.

“Sangat berbeda cara pandang infrastruktur transportasi dalam Islam yaitu untuk pelayanan publik, sedangkan kapitalisme  infrastruktur transportasi lebih berorientasi bisnis,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Proyek Kereta Api Cepat Hanya Menggerus Kedaulatan Negara? Selasa (22/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, infrastruktur kapitalisme merupakan ladang komersial sehingga keberadaannya bisa diperjualbelikan kepada swasta. “Rakyat tidak bisa untuk menikmati layanan infrastruktur tersebut secara murah, mudah bahkan nyaman. Andaikan pun mau menikmatinya juga harus berbayar,” ucapnya.

Ia menegaskan penjelasan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah bahwa sarana transportasi umum termasuk jenis infrastruktur milik negara yang disebut marâfiq. Marâfiq ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. “Sarana ini dibuat oleh negara selama bermanfaat dan dapat membantu masyarakat daerah pedesaan maupun provinsi,” tegasnya.

Khilafah akan menjadi penanggung jawab utama dan pertama dalam pembangunan transportasi seperti pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut. “Jika dilihat transportasi tersebut terdapat maslahat bagi kaum muslim, dan sangat mendesak untuk membantu mereka serta memudahkan mereka untuk bepergian,” bebernya.

Dalam sistem kapitalisme, kata narator, pembiayaan infrastruktur melibatkan swasta dengan skema investasi dan utang bunga. Sedangkan untuk pembiayaan infrastruktur dalam Khilafah, mengambil dana dari pos kepemilikan negara atau pos kepemilikan umum. Menurutnya, pos kepemilikan negara berasal dari harta kharaj, fai, usyur, jizyah, dan sebagainya. Sementara pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam oleh negara secara mandiri.

“Model pembiayaan seperti ini akan menjamin kedaulatan negeri sehingga tidak tunduk pada asing,” ucapnya.

Sementara kapitalisme memberikan ruang lebar bagi swasta untuk menjadi penguasa dan pengendali kepentingan publik termasuk dalam hal infrastruktur. “Sehingga pembangunan infrastruktur transportasi bukan 100 persen berada di bawah kendali negara namun pihak swasta,” kritiknya. 

Pembangunan infrastruktur dalam Islam manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai bentuk layanan publik.
“Bentuk-bentuk penerimaan yang diterima juga dikembalikan menjadi manfaat lainnya bagi publik,” katanya.

Narator mencontohkan penerapan konsep pembangunan dalam Khilafah yang terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ketika wilayah kerja ekonomi negeri Khilafah semakin luas. “Khalifah Umar mendirikan semacam wilayah perdagangan yang besar di kota Basrah yakni gerbang untuk perdagangan dengan Romawi dan Kufah sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia,” ujarnya.

“Khalifah Umar juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah sehingga orang yang membawa gandum ke Mesir tidak perlu lagu memakai unta karena saat itu, mereka dapat langsung menyeberang sungai Sinai ke Laut Merah,” tuturnya.
 
Ia pun mengungkapkan contoh tentang penerimaan yang dimanfaatkan kembali untuk layanan publik. “Khalifah Umar misalnya meminta Ammar bin Ash radhiallahu anhu menggunakan pemasukan dari Mesir untuk membangun jembatan, terusan, dan jaringan suplai air hingga fasilitas-fasilitas yang bertebaran di jalan-jalan untuk memenuhi kebutuhan para musafir,” ungkapnya.

Sehingga pada masa kekhalifahan Umar didapati pos semacam rumah singgah yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. “Rumah ini digunakan sebagai tempat penyimpanan kurma, anggur, dan berbagai bahan makanan lainnya yang diperuntukkan bagi Ibnu Sabil yang kehabisan bekal dan tamu asing,” tuturnya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa mekanisme pembangunan transportasi dalam Islam memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. “Masyarakat bisa mengaksesnya dengan murah bahkan gratis,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab