Tinta Media

Selasa, 18 Oktober 2022

Inilah Penyebab Bencana Banjir Selalu Melanda

Tinta Media - Bencana banjir merupakan fenomena yang selalu terjadi tiap tahun di negara Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.048 bencana banjir yang melanda hingga 4 Oktober 2022. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah tahun lalu. Sepanjang tahun 2021, tercatat banjir ada 1.005 kejadian. Meski masyarakat telah terbiasa mengalami banjir, tetapi meningkatnya jumlah banjir tiap tahun patut dijadikan evaluasi. Mengapa banjir tak pernah usai?

Memang, banjir merupakan salah satu musibah yang harus disikapi dengan kesabaran khususnya bagi seorang muslim. Ini karena bersikap sabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian dari perintah Allah Swt. 

Allah Swt. berfirman, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (TQS. Al Baqarah: 155).

Namun, perlu dipahami bahwa di balik musibah yang terjadi, seharusnya ada perenungan yang dilakukan oleh setiap muslim. Mengapa musibah itu terjadi? Adakah hal yang belum dilakukan oleh manusia?

Terkait dengan banjir, sejatinya bencana ini tidak hanya terjadi karena faktor alam saja. Namun, dipengaruhi juga oleh ulah tangan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar Rum: 41).

Jika dilihat lebih dalam, banjir terjadi karena beberapa hal. Pertama, curah hujan yang tinggi. Kedua, daya serap air yang rendah. Ketiga, kurang efektifnya daerah sliran sungai (DAS). Keempat, adanya penggundulan hutan. Kelima, alih fungsi lahan menjadi bangunan dalam jumlah besar. Keenam, tata kelola huni masyarakat. Ketujuh, kesadaran untuk menjaga lingkungan di kalangan masyarakat yang masih rendah. 

Selain ketujuh penyebab di atas, masih memungkinkan terjadinya penyebab lain dari bencana banjir. Sehingga, butuh solusi yang sistematis agar banjir dapat tertangani. Solusi ini butuh penanggung jawab dari pemerintah sebagai pihak yang mengurusi segala urusan rakyat.

Bagi negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, nampaknya mustahil mampu menyelesaikan permasalahan banjir secara tuntas. Hal ini karena kapitalisme selalu menjadikan para pemilik modal sebagai prioritas yang kepentingannya harus selalu diutamakan.

Walhasil, kapitalisme tidak akan pernah berpihak kepada kepentingan rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang bersistem kapitalisme memberikan jalan kepada para kapitalis untuk merusak ekologi. Hal ini dilakukan hanya untuk membangun pabrik demi meraih keuntungan semata. 

Solusi nyata atas masalah banjir hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, sistem ini berjalan berdasarkan syariat Islam. Islam mewajibkan negara menjadi pengurus yang baik bagi semua urusan rakyatnya. Dalam masalah banjir, negara wajib memberikan bantuan dan memenuhi kebutuhan para warga yang terdampak banjir.

Negara Islam juga harus menyelidiki penyebab terjadinya banjir dari ulah perbuatan manusia. Negara Islam juga tidak boleh memberikan kebijakan yang dapat menyebabkan rusaknya lingkungan dan ekosistem. Pemberian edukasi terhadap wajibnya menjaga lingkungan juga harus diberikan negara Islam kepada masyarakat.

Negara Islam juga akan memberikan sanksi bagi para pelanggar peraturan, termasuk yang sengaja merusak lingkungan atau alam sesuai dengan jenis pelanggarannya. Semua itu hanya dapat terlaksana ketika negara Islam menerapkan semua peraturan hidup dalam Islam, sebagaimana yang telah diterapkan sebelumnya selama lebih dari 13 abad. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Firda Umayah
Sahabat Tinta Media

Islam Tidak Melegalisasi KDRT

Tinta Media - Kasus KDRT dari salah satu selebritas Indonesia cukup menyita perhatian publik saat ini. Banyak pertanyaan terkait dengan KDRT, terutama bagaimana pandangannya dalam Islam. Apakah keputusan untuk melaporkan pasangan saat terjadi kekerasan sudah tepat? Apakah benar dalam Islam boleh memukul istri saat nusyuz?

Fakta kekerasan ini sering digunakan oleh sebagian kaum feminis, contohnya untuk menyerang syariat Islam. 
Ayat yang sering dibahas terkait dengan kebolehan memukul istri dengan tujuan mendidik adalah QS. An-Nisa: 34 dengan kata “fadribu” yang berarti memukul. 

Tahapan dalam proses pendidikan kepada istri dibahas dalam Islam pada QS An-Nisa: 34 ini. Tahapan awal adalah pemberian nasihat dengan ma’ruf. Jika pada tahapan ini istri masih tidak patuh, maka disampaikan tahapan kedua, yaitu memisahkan istri di tempat tidur. Pada tahap kedua ini, suami tidak boleh mendiamkan istri. Jika pada dua tahap tadi tidak ada perubahan pada istri, maka tahapan ketiga dilakukan, yaitu memukul dengan pukulan yang ringan dan mendidik. 

Perlu digaris bawahi bahwa pukulan di sini adalah pukulan yang tidak membahayakan, tidak membekas, dan tentu tidak menyakitkan. Namun, sulit untuk melakukan pemukulan yang tidak menyakitkan, sehingga dalam kitab Manbaus Sa’adah, K.H. Faqihuddin Abdul Kodir sangat melarang pemukulan kepada istri, meskipun alasannya adalah pendidikan. 

Hal ini disebabkan karena konsep perkawinan adalah memperlakukan pasangan secara bermartabat. Jika ada salah satu pihak yang melakukan sebuah kesalahan, maka penyelesaiannya harus mengedepankan musyawarah dan fokus pada kemaslahatan bersama. 

Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang dibolehkan dalam Islam dan melaporkannya kepada pihak berwajib adalah keputusan yang tepat. Terkait dengan proses pendidikan dengan memukul ini, beberapa ulama memberikan penjelasan yang beragam. 

Dalam kitab Nizhamul Ijtima’i fil Islam, syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa pukulan ini harus ringan dan tidak menimbulkan bekas. Selain itu, dalam Tafsir al Munir, proses ini dapat dilakukan dengan memukul bahu istri dengan kayu siwak sebanyak tiga kali. 

Pendapat lain dari Imam Ibnu Hazm menjelaskan bahwa pukulan ini tidak boleh mematahkan tulang, merusak, menimbulkan memar dan lecet. Pukulan tersebut juga dilakukan pada anggota tubuh yang aman. Intinya, tuduhan adanya legalisasi KDRT dalam Islam adalah tuduhan yang tidak benar. Ayat yang sering digunakan ini pada prinsipnya adalah kondisi khusus yang kemudian apabila istri kembali taat, maka tidak boleh dicari kesalahannya.

Dalam beberapa hadis, Rasulullah menekankan perlunya untuk memiliki akhlak yang baik kepada istri. 

“Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) 
Hadis lainnya, “Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul istrinya) bukan orang yang baik di antara kamu.” (HR Abu Dawud)

Sesungguhnya Islam memiliki aturan yang komprehensif terkait dengan semua hal, termasuk KDRT. Tuduhan miring terhadap Islam tentang kebolehan memukul ini tidak benar, karena Islam memerintahkan kepada pasangan suami istri untuk bergaul secara ma’ruf dan kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan. Wallahu alam bishawab.

Oleh: Fitria Miftasani
Sahabat Tinta Media

JUAL-BELI BAYI BERKEDOK YAYASAN PEDULI ANAK

Tinta Media - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) mengungkap praktik jual-beli anak melalui media sosial (medsos) yang dilakukan oleh Yayasan Ayah Sejuta Anak. Seorang pelaku berinisial SH (32 tahun) warga Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor telah diamankan. Pelaku memperjual-belikan bayi dari beberapa ibu hamil yang ia himpun, yang telah dibantu persalinannya  di rumah sakit. Bayi-bayi yang dilahirkan tersebut akan diserahkan kepada orang yang ingin mengadopsi. (29/9/2022)

Pelaku menggunakan modus Yayasan Ayah Sejuta Anak untuk melakukan proses adopsi yang ternyata dilakukan secara ilegal. Bagi yang mengadopsi bayi tersebut, mereka dimintai uang sebesar Rp15 juta dari setiap anak, dengan alasan sebagai pengganti biaya operasi sesar, padahal biaya persalinannya menggunakan BPJS.  

Sementara itu, masih ada lima orang ibu hamil yang sedang menunggu kelahiran di tempat penampungan, yang sudah ditangani oleh instansi terkait. Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 83 juncto Pasal 76 huruf F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana minimal tiga tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda minimal Rp60 juta, maksimal Rp3 miliar.

Adanya kasus semacam ini menyadarkan kita semua, bahwa kehidupan yang materialistis telah menempatkan materi sebagai tujuan hidup yang ingin diraih, walaupun harus menghalalkan segala macam cara. Berkedok yayasan sosial yang memberikan bantuan kepada para ibu hamil yang tidak menginginkan anaknya, seolah menjadi solusi bagi mereka.  

Kebanyakan para wanita ini mungkin dalam kondisi ekonomi yang sulit atau hamil akibat perilaku seks bebas, sehingga tidak menginginkan bayinya, atau tidak mampu membiayai persalinan bayinya serta kelangsungan hidupnya. Kehadiran yayasan bayi ini dipandang sebagai penolong, sehingga para wanita tersebut rela menyerahkan  kepengurusan bayinya terhadap yayasan tersebut, walaupun ternyata hanya kedok dari penjualan bayi.

Sama-sama mendapatkan kemanfaatan dari relasi antara para ibu hamil dan yayasan bayi tersebut, menjadikan hubungan ini simbiosis mutualisme, hubungan saling menguntungkan. Di antara mereka mungkin ada yang menyadari bahwa yang mereka lakukan telah melanggar hukum. Namun, karena tergiur dengan keuntungan yang akan diperoleh, mereka tetap melakukannya.

Lemahnya aspek keimanan akibat tergerus oleh paham sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan), yang melahirkan paham liberalisme dan hedonisme, menjadikan tujuan hidup hanyalah kenikmatan dunia semata.  Kurangnya pemahaman tentang Islam mengakibatkan masyarakat sangat lemah dari sisi akidah sehingga rentan tergelincir ke jurang kemaksiatan, seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan berbagai macam kerusakan. 

Di antaranya, terjadinya kehamilan yang tidak diharapkan dari hasil hubungan terlarang. Atau kondisi ekonomi yang lemah, sehingga memandang anak sebagai beban hidup, dan kelahirannya tidak diinginkan, dengan mudahnya menyerahkan anaknya kepada pihak lain. Inilah gambaran rendahnya moral masyarakat. 

Kondisi tersebut wajar, karena penerapan sistem sekularisme-liberalisme telah menjauhkan manusia, dalam hal ini kaum muslimin, dari agama mereka. Mereka hidup berdasarkan keinginan hawa nafsu untuk mencapai kebahagiaan dunia yang fana. Keberadaan negara yang menerapkan aturan, tampak tidak serius dalam menyelesaikan masalah seperti ini. Hal tersebut karena faktor yang diselesaikan adalah faktor akibat, yaitu penjualan bayi, bukan menyelesaikan pada faktor penyebab, yaitu mengapa banyak kehamilan yang tidak diinginkan.

Aspek akidah sebagai hal yang paling asasi dalam diri manusia untuk menjalani kehidupannya, hanya dipandang sebagai wilayah privat, sehingga tidak boleh memengaruhi kehidupan umum. Kehidupan pun akhirnya diatur oleh aturan manusia yang hanya mengikuti hawa nafsu saja, bebas dalam bertingkah laku dalam hal apa pun.

Parahnya lagi, negara yang menerapkan sekularisme-liberalisme-demokrasi, menjunjung kebebasan ini. Padahal, semuanya berbuah kerusakan. Salah satunya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (baik karena hasil dari seks bebas, ataupun karena faktor ekonomi). 

Sistem yang rusak akan melahirkan manusia-manusia yang rusak juga. Kuatnya pengaruh sistem kapitalis liberal menjadikan masyarakat semakin jauh dari pemahaman Islam yang benar, yang menimbulkan krisis akidah dan kepribadian, mudah tergiur dan terjerumus ke dalam tidak kemaksiatan. 

Walhasil, keadaan tersebut dijadikan peluang oleh segelintir orang untuk dijadikan bisnis yang menguntungkan dengan mengatasnamakan sebuah yayasan, padahal penuh dengan penipuan, bahkan mengarah kepada praktik penjualan bayi. 

Begitulah karut-marutnya kehidupan dalam sistem sekulerisme-liberalisme, tidak sesuai dengan fitrah dan kemanusiaan. Sudah saatnya kita membutuhkan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia dalam mengatur kehidupan kita, yakni sistem Islam.

Islam diturunkan oleh Allah Swt. sebagai pedoman hidup bagi umat manusia, agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Islam datang sebagai aturan dan kabar gembira bagi orang yang beriman. Dalam sistem Islam, khalifah  sebagai kepala negara, betul-betul akan mengurusi rakyatnya. Penerapan Islam mengandung tujuan, di antaranya sebagai penjaga nashab (garis keturunan) dan kehormatan. 

Maka, penerapan Islam yang komprehensif, termasuk sistem pergaulan, bersifat preventif agar nashab umat terjaga. Hukum tentang keharaman zina dan sanksi keras bagi para pelakunya, juga tentang keharaman khalwat, kewajiban menutup aurat bagi laki-laki maupun perempuan, serta aturan pergaulan lainnya, telah mampu menjaga kebersihan masyarakat. Di sisi yang lain, Islam mendorong umatnya untuk banyak keturunan dalam ikatan pernikahan.

Di topang oleh kekuatan sistem ekonomi Islam,  penyediaan lapangan pekerjaan oleh negara akan menjamin para laki-laki mampu untuk menafkahi keluarganya, sehingga tidak ada kehamilan yang tidak diinginkan hanya karena masalah kemiskinan.

Inilah gambaran pengaturan rakyat dalam Islam. Seorang kepala negara (Khalifah) bertanggung jawab penuh atas segala kebutuhan rakyatnya, dari mulai keperluan sandang, pangan, dan papan, serta pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal ini karena  seorang pemimpin adalah perisai (pelindung) bagi rakyatnya. Ia paham bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga seorang khalifah akan bersungguh-sungguh dan amanah dalam mengemban tugasnya. 

Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah raa'in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari). 

Semua itu akan terwujud dengan berdirinya sebuah negara yang mandiri dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam daulah khilafah. Waktunya kembali ke aturan Islam dan berjuang memahamkan umat akan pentingnya mengkaji Islam secara kaffah, sehingga kesejahteraan akan menyebar ke seluruh alam. Begitulah indahnya kehidupan dalam naungan Islam yang harus sama-sama kita perjuangkan sebagai bentuk ketaatan kita dalam menggapai rida Allah, agar semua itu bisa segera terwujud dengan ijin Allah Swt. 

Wallahu a'lam

Dartem  
Ibu Rumah Tangga

KM 50 DALAM DAKWAAN KASUS SAMBO

Tinta Media - Berdasarkan informasi yang beredar di website kantor berita memberitakan terdapat anggota tim CCTV di kasus unlawfull killing atas enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 muncul di surat dakwaan kasus obstruction of justice Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun anggota tim CCTV kasus KM 50 yang masuk surat dakwaan adalah AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay. 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan Pendapat Hukum (legal opini) sebagai berikut: 
 
PERTAMA, Bahwa dalam dakwaan kasus obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) mengonfirmasi terjadinya pengamanan CCTV dalam kasus unlawfull killing atas enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 2020 lalu. Dalam dakwaan AKBP ARA dijelaskan, AKBP Acay pada kasus penghalangan penyidikan kematian Brigadir J, merupakan salah satu saksi. Di dalam dakwaan tersebut disebutkan, bahwa AKBP Acay adalah yang ambil bagian dalam pengamanan CCTV pada kasus unlawfull killing, di KM 50; 
 
KEDUA, Bahwa kasus KM 50 ini bisa diungkap kembali. Tetapi tergantung pada sikap Kapolri. Jika Kapolri berani dan menegakkan hukum hal itu bisa ditelusuri kembali, dakwaan kasus Sambo dapat dijadikan petunjuk. Pengungkapan KM 50 dapat memulihkan citra Polri yang tampak semakin terpuruk;

KETIGA; kasus penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek tergolong unlawful killing, yang merupakan unsur pelanggaran HAM. korban berada dalam kuasa aparat penegak hukum sehingga ketika meninggal dunia menjadi pertanyaan publik. Santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan "...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga" tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law);

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. 
Ketua LBH PELITA UMAT
 

Gender Netral Makin Frontal

Tinta Media - Fenomena gender netral atau nonbiner semakin berani menunjukkan jati dirinya. Kabar terbaru, kisah Nyla yang berganti nama menjadi Alex, seorang putri dari salah seorang pesohor tanah air yang memutuskan dirinya sebagai gender netral. Tentu saja, fenomena ini menuai kritik publik (liputan6.com, 6/10/2022). Belum lama tersiar juga tentang mahasiswa baru di Makassar, yang mengaku netral (nonbiner) saat acara di kampusnya. Memprihatinkan. 

Gender netral atau nonbiner diartikan sebagai keputusan pribadi untuk tidak menjadi laki-laki atau perempuan. Lho, kok bisa, ya? 

Dalam pemahaman umum masyarakat, gender selalu dihubungkan dengan jenis laki-laki atau perempuan. Namun, ternyata tak sesederhana ini jika realitas sosial memandang fakta di lapang. Demikian tutur Dr. Irwan Martua Hidayana, Ketua Departemen Antropologi, FISIP Universitas Indonesia, (fisip.ui.ac.id, 25/8/2022). 

Nonbiner atau gender netral merupakan konsep yang berbeda dengan jenis seksual seseorang yang dibawa sejak lahir. Pergeseran jenis kelamin ini juga muncul karena budaya dan berbagai tradisi yang ada. Dengan mengatasnamakan hak asasi manusia, negara diminta untuk mengedepankan hak asasi orang yang ingin melabeli dirinya sebagai gender netral atau jenis gender lainnya, seperti transgender. Hal ini karena negara masih belum memastikan hukum tentang nonbiner dan transgender.

Pemikiran seperti ini tentu pemikiran yang keliru dan merusak tatanan yang ada dalam masyarakat. Ketika sekulerisme telah menjadi "virus" yang menyerang pemikiran, saat itu juga penyakit mulai tersebar dan melemahkan segala yang ada. 

Jika dibiarkan begitu saja, pemikiran semacam ini akan merusak pemikiran masyarakat pada umumnya. Masyarakat akan menganggap fenomena tersebut sebagai keadaan yang "biasa" saja, tidak ada yang salah karena sifat manusia adalah mudah meniru sesuatu yang dianggap tak menyalahi aturan. Tentunya, hal ini akan menimbulkan kerusakan yang luar biasa. 

Pemahaman tentang gender nonbiner berpotensi sebagai usaha pelarian dari segala "hukum" yang ada, tak mau peduli dengan segala taklif yang ditetapkan bagi seorang laki-laki atau perempuan. Tak hanya itu, nonbiner pun merupakan cerminan dari tindakan yang gagal dalam menghadapi fakta kesetaraan gender. Program kesetaraan gender global yang tak pernah berhasil disikapi dengan usaha yang absurd, Akhirnya menjadi double absurd. 

Inilah buah sistem sekulerisme, yaitu sistem yang menjauhkan fungsi aturan agama (syariat Islam) dalam kehidupan. Sistem ini merupakan biang kerok kekacauan. Inilah yang terjadi sekarang, nyata terpampang di hadapan mata. Sistem rusak yang menganggap gender sebagai suatu masalah. Mereka menganggap bawah tanpa adanya gender (nonbiner), permasalahan itu dapat tersolusikan. Ternyata, inilah fokus kesalahannya. 

Setara atau ketaksetaraan gender, sebetulnya tak perlu ada. Pemahaman itu ada saat sekulerisme itu ada. Dengan adanya sekulerisme, segala ketimpangan mulai tampak. Kemiskinan, banyaknya kejahatan, dan berbagai konflik kekacauan terjadi sebagai akibat dari hilangnya pengaturan agama (syariat Islam) dalam kehidupan. Sungguhnya, ketaksetaraan itu tak hanya menyerang gender. Namun, juga menyerang sektor ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan bahkan seluruh aspek kehidupan. 

Gender atau jenis kelamin, adalah anugerah Allah Swt. Sang Pencipta alam semesta. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari sinilah kita bisa melihat bahwasanya laki-laki dan perempuan dapat saling melengkapi, bukan malah beradu kursi "kesetaraan" demi kehidupan dunia yang menipu. 
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, yang artinya,

"Demi penciptaan laki-laki dan perempuan,"
(QS. Al-Lail: 3)

Secara ilmiah pun, pembuktian tentang penciptaan jenis laki-laki dan perempuan sangat jelas adanya. Salah satunya tentang pembuktian perbedaan anatomi tulang panggul laki-laki dan perempuan. Tulang panggul laki-laki relatif lebih sempit (bersudut 90°) dan perempuan lebih lebar (bersudut 120°). 

Tak ada satu makhluk pun yang dapat mengubah ketetapan-Nya. 
Sombong rasanya saat makhluk mengambinghitamkan gender sebagai sebab suatu masalah yang kini banyak terjadi. Sungguh, sebetulnya yang menjadi masalah adalah tak adanya ketaatan makhluk pada aturan syariat Islam yang diciptakan Allah Swt. Zat Yang Maha Mengetahui segala yang seimbang bagi seluruh penghuni alam.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab