Tinta Media

Selasa, 18 Oktober 2022

MENYOAL GAYA HIDUP MEWAH PARA PEJABAT


Tinta Media - Gaya hidup mewah petinggi Polri sedang disorot. Presiden Jokowi menyebut pejabat Polri harus punya sense of crisis. Gaya hidup mewah yang ditunjukkan para anggota Kepolisian Negara RI terus menjadi sorotan. Selain dianggap sebagai pemicu pelanggaran etik dan pidana, gaya hidup hedonis itu juga dapat mengikis kepercayaan publik kepada Polri serta dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan dan letupan sosial karena terjadi di tengah ketidakpastian ekonomi. Mungkin gaya hidup mewah ini tidak hanya sebatas di institusi kepolisian, namun telah menjadi gaya hidup pejabat umumnya di negeri ini.

Dalam sejarah, gaya hidup mewah para pejabat justru menjadi awal kehancuran sebuah bangsa. Contohnya adalah kisah kehancuran kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad adalah kaum yang memiliki peradaban luar biasa. Gedung-gedung menjulang tinggi. Namun, penguasanya zalim, sewenang-wenang, bermewah-mewahan, kejam dan bengis terhadap orang yang lemah.

Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar". Mereka menjawab: "Adalah sama saja bagi Kami, Apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. dan Kami sekali-kali tidak akan di "azab". Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. dan Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (QS As Syu’ara : 135-140).

Kisah ketiga adalah kisah kehancuran kaum Tsamud yang memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama dengan kaum ‘Ad. Mereka memiliki keahlian untuk membangun rumah dan istana yang megah di kaki-kaki bukit yang datar. Orang-orang yang memiliki kelebihan kekayaan dijadikan panutan dan pimpinan yang disegani sekalipun perilaku kesehariannya zalim, menyimpang dan semena-mena.

Dengan harta, penguasa mempertahankan kekuasaan. Kolega yang mendukung mereka diberi imbalan harta dan santunan bekal hidup. Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau tunduk pada kemaksiatan mereka, menentang kezaliman dan kesewenang-wenangan mereka justru dimusuhi, dihina, difitnah, bahkan diburu dan ditindas. Alasan yang digunakan adalah ‘mengganggu keamanan dalam negeri’.

Kaum ini akhirnya harus dibinasakan Allah SWT akibat penolakan, pengingkaran, penentangan dan permusuhan mereka terhadap rasul yang diutus kepada mereka. Jika mereka mengulangi sikap yang sama, berarti mereka telah merelakan diri mereka mendapatkan azab serupa.

Ada lagi kisah lain, yaitu Fir’aun. Dia berkuasa dengan kekuatan ekonomi, ditopang oleh Qarun. Penentangannya terhadap syariah Allah, kesombongannya, dan kezalimannya terhadap rakyatnya menjadikan jalan menuju kehancuran bangsanya. Begitu juga kehancuran bangsa-bangsa lain seperti kaum Luth dan Madyan.

Ada empat faktor yang menyebabkan murka Allah terhadap kaum terdahulu hingga Allah kehancuran dan membinasakan mereka. Pertama adalah ketidaktaatan pada syariah Allah SWT untuk diterapkan dalam kehidupan mereka. Kedua kehidupan para pemimpin dan pejabat yang bermewah-mewah sementara rakyatnya miskin dan menderita.

Ketiga kezaliman kepada rakyat kecil dengan memutuskan berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Keempat mengingkari kebenaran yang didakwahkan oleh para utusan Allah, bahkan mereka memusuhi, menghina, memburu dan menindas para utusan Allah yang berdakwah kepada mereka.

Keempat ciri yang dimiliki kaum terdahulu sehingga menyebabkan murka Allah dengan menghancurkan dan membinasakan kini telah melanda bangsa kita, Indonesia. Lihatlah tatkala rakyat di negeri ini semakin terhimpit dan tercekik karena kemiskinan, sementara para pejabatnya justru bergelimang dengan harta dan cenderung sombong dan pamer kepada rakyat.

Disaat rakyat susah cari makan, para penguasa dan pemimpin negeri ini hidup bergelimang dalam kemewahan. Mereka menghambur-hamburkan uang rakyat milyaran rupiah hanya untuk renovasi gedung, milyaran rupiah jalan-jalan ke luar negeri, bahkan diantara mereka ada yang memiliki kendaraan seharga 7 milyar ruliah.

Entah sudah berapa triliun uang rakyat yang telah dikorupsi oleh para penguasa, pemimpin dan para pegawai pemerintah. Uang hasil korupsi mereka gunakan untuk membeli rumah dan kendaraan serta hidup bermewah-mewah. Ironisnya, disaat yang sama rakyat tercekik lapar dan miskin. Padahal kemewahan penguasa diatas penderitaan rakyat inilah yang merupakan cikal bakal kehancuran suatu bangsa.

(AhmadSastra,KotaHujan,16/10/22 : 12.12 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Iman kepada Para Malaikat Membuat Kita Hati-hati dalam Berbuat serta Berani dan Optimis Mengarungi Kehidupan

Tinta Media - Sobat. Iman kepada para malaikat didasarkan pada dalil naqli karena akal manusia tidak akan pernah mampu menjangkau eksistensi maupun esensi para malaikat. Namun pada hakikatnya keberadaannya wajib diyakini karena penukilannya bersumber dari sesuatu yang secara akal sudah dipastikan kebenarannya, yakni Al-Qurán dan As-Sunnah.

Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ ءَامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلۡكِتَٰبِ ٱلَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَٱلۡكِتَٰبِ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ مِن قَبۡلُۚ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلَۢا بَعِيدًا

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa’ (4) : 136)

Sobat. Ayat ini menyeru kaum Muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya Muhammad saw, kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelumnya. Kemudian ayat ini memperingatkan orang-orang yang mengingkari seruan-Nya. Barang siapa mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhirat, ia telah tersesat dari jalan yang benar, yaitu jalan yang akan menyelamatkan mereka dari azab yang pedih dan membawanya kepada kebahagiaan yang abadi.

Iman kepada kitab-kitab Allah dan kepada rasul-rasul-Nya adalah satu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tidak boleh beriman kepada sebagian rasul dan kitab saja, tetapi mengingkari bagian yang lain seperti dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Iman serupa ini tidak dipandang benar, karena dipengaruhi oleh hawa nafsu atau hanya mengikuti pendapat-pendapat dan pemimpin-pemimpin saja.

Apabila ada orang yang mengingkari sebagian kitab, atau sebagian rasul, maka hal itu menunjukkan bahwa ia belum meresapi hakikat iman, karena itu imannya tidak dapat dikatakan iman yang benar, bahkan suatu kesesatan yang jauh dari bimbingan hidayah Allah.

وَهُوَ ٱلۡقَاهِرُ فَوۡقَ عِبَادِهِۦۖ وَيُرۡسِلُ عَلَيۡكُمۡ حَفَظَةً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ تَوَفَّتۡهُ رُسُلُنَا وَهُمۡ لَا يُفَرِّطُونَ 

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” ( QS. Al-Anám (6) : 61 )

Sobat. Ayat ini menegaskan kekuasaan, pemeliharaan dan pengawasan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dia tidak dapat dikuasai sedikit pun oleh makhluk-makhluk-Nya termasuk sembahan-sembahan dan patung-patung yang disembah oleh orang-orang musyrik, karena sembahan dan patung itu tidak mampu memegang kekuasaan dan tidak mampu memberi pertolongan, bahkan ia sendirilah yang diberi pertolongan.

Dari ayat ini dipahami bahwa hendaklah manusia menghambakan diri kepada Allah, karena segala ilmu, kekuasaan, kemerdekaan, kemampuan bergerak dan berdaya cipta merupakan anugerah Allah kepada mereka. Dia sanggup menambah atau mencabut anugerah-Nya kapan Dia kehendaki. Di saat Dia mencabut semua anugerah-Nya itu, maka manusia tidak mempunyai arti sedikit pun.
Allah juga mengirimkan kepada manusia malaikat-malaikat penjaga yang menjaga mereka dan merekam tindak-tanduk mereka setiap waktu. Semuanya dicatat dan tidak ada sesuatu pun yang tertinggal. Firman Allah swt:
Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal) telah dibuka lebar-lebar. (at-Takwir/81: 10)

Mengenai malaikat penjaga, tersebut dalam firman Allah swt:

وَإِنَّ عَلَيۡكُمۡ لَحَٰفِظِينَ كِرَامٗا كَٰتِبِينَ يَعۡلَمُونَ مَا تَفۡعَلُونَ

Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (amal perbuatanmu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. 
(al-Infithar/82: 10-12)

Bahkan bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula yang mencatat amalan-amalannya, yaitu Raqib dan Atid, sebagaimana firman Allah swt:
Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. (ar-Ra'd/13: 11)

Sabda Nabi saw: Para malaikat berganti-ganti menjagamu, yaitu malaikat malam dan malaikat siang, mereka bertemu (berganti giliran) pada waktu salat subuh dan waktu salat asar. Kemudian malaikat yang menjagamu di malam hari naik ke langit, maka Tuhan menanyakan kepada mereka (sedang Dia lebih tahu dari mereka) "Bagaimanakah kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku." Mereka menjawab, "Kami tinggalkan mereka dalam keadaan salat dan kami datangi mereka dalam keadan salat pula." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Sebenarnya Allah tidak memerlukan malaikat pencatat untuk mencatat segala perbuatan manusia, karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dengan adanya malaikat pencatat yang mencatat seluruh perbuatan manusia, diharapkan manusia akan berhati-hati jika hendak mengerjakan suatu pekerjaan, apakah pekerjaan itu diridai Allah atau tidak.

Demikianlah para malaikat penjaga dan pencatat itu menjaga, mengawasi dan mencatat seluruh perbuatan manusia, sampai saat datangnya kematian kepadanya. Dengan datangnya malaikat maut mencabut nyawa manusia untuk melaksanakan perintah Allah sampailah ajal manusia itu, Allah swt berfirman:

Katakanlah, "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan." (as-Sajdah/32: 11)

Sobat dalam ayat 10 -12 Al-Infitar , memberi peringatan kepada orang-orang kafir yang tidak mempercayai hari kebangkitan agar mereka tidak terus-menerus lalai dan ingkar serta tidak bersiap-siap menyediakan bekal untuk menghadapi hari perhitungan karena menyangka tidak ada yang mengawasi tingkah laku dan perbuatan mereka. Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa ada malaikat-malaikat yang diberi tugas mengawasi dan mencatat semua perbuatan manusia, baik yang buruk maupun yang baik, dan yang dilakukan dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Malaikat yang mulia ini mencatat semua amal manusia. 

Dalam Al-Qur'an, para malaikat itu disebut Raqib dan 'Atid. Allah berfirman:

 إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٞ  

(Ingatlah) ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). (Qaf/50: 17-18)

Para malaikat mengetahui apa yang dilakukan manusia dan mencatatnya. Tidak ada informasi dalam Al-Qur'an bagaimana para malaikat itu mencatatnya, namun kita percaya Allah punya sistem dan cara yang melampaui kemampuan manusia dalam pencatatan data tersebut.

Sobat. Allah menerangkan bahwa walaupun Ia mengetahui setiap perbuatan hamba-hamba-Nya, namun Ia memerintahkan dua malaikat untuk mencatat segala ucapan dan perbuatan hambahamba-Nya, padahal Ia sendiri lebih dekat dari pada urat leher manusia itu sendiri. Malaikat itu ada di sebelah kanan mencatat kebaikan dan yang satu lagi di sebelah kirinya mencatat kejahatan.

وَٱلصَّٰٓفَّٰتِ صَفّٗا فَٱلزَّٰجِرَٰتِ زَجۡرٗا فَٱلتَّٰلِيَٰتِ ذِكۡرًا  

“Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya], dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,” (QS. Ash-Shaffat (37) : 1-3 )

Sobat. Di dalam Al-Qur'an terdapat banyak kata-kata untuk bersumpah, yang maksudnya untuk menguatkan kesan yang diberikan dalam ayat-ayatnya. Kata-kata yang dipakai untuk bersumpah itu pastilah kata-kata yang mempunyai arti penting yang menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, misalnya: "demi matahari", "demi malam", dan sebagainya.

Pada ayat ini, Allah berfirman, "Demi (rombongan malaikat) yang berbaris bersaf-saf." Maksudnya ialah demi malaikat-malaikat yang berbaris dalam saf-saf yang lurus dan teratur, dalam melakukan ibadah dan tugas-tugas lain yang diperintahkan Allah. Hal ini mempunyai arti bahwa para malaikat selalu disiplin, teratur, dan rapi dalam melaksanakan tugas dari Allah. Rasulullah bersabda:

Rasulullah bersabda, " Mengapa kamu tidak berbaris seperti malaikat berbaris di hadapan Allah?" Kami bertanya, "Bagaimana berbarisnya malaikat di hadapan Allah?" Rasulullah menjawab, "Malaikat menyempurnakan barisan depan kemudian merapatkan dan merapikannya." (Riwayat Abu Dawud., Ibnu Majah, dan Ahmad dari Jabir bin Samurah)

Sobat. Pada ayat ini, Allah bersumpah dengan menyebut para malaikat yang menghardik untuk melarang makhluk sedemikian rupa dari perbuatan-perbuatan maksiat. Malaikat adalah makhluk Allah yang sangat patuh dan taat kepada perintah dan larangan-Nya. Oleh sebab itu, mereka tidak senang melihat makhluk lain yang berbuat kemaksiatan, melanggar larangan Allah, dan tidak melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Mereka menghardiknya seperti seorang gembala yang menghardik untuk menghalau ternaknya.

Sobat. Allah bersumpah dengan menyebutkan malaikat yang senantiasa membacakan zikir atau ayat-ayat-Nya. Pernyataan ini berarti bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah dengan perantaraan malaikat. Demikian pula wahyu Allah yang diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad, juga disampaikan dengan perantaraan malaikat.

Sobat. Dengan keimanan yang utuh terhadap keberadaan para malaikat, seorang muslim akan berhati-hati dalam berbuat, karena ia yakin sang malaikat akan senantiasa mencatat amal baik dan buruknya. Selain itu, ia pun akan lebih berani dan optimis dalam mengarungi kehidupan, khususnya dalam mengemban dakwah, karena ia yakin selalu dikawal oleh tentara Allah yang perkasa, yakni para malaikat.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 17 Oktober 2022

Fenomena Dukung Capres Prokesetaraan Gender

Tinta Media - Fenomena dukung-mendukung calon presiden pada pemilu 2024 sudah kentara dan secara massif dilakukan oleh kalangan masyarakat. Seperti halnya  dukungan 500 perempuan pendukung Ganjar yang tergabung dalam Srikandi Ganjar Jawa Barat, dengan mengadakan seminar yang bertajuk 'Perempuan Sebagai Tonggak Emas Peradaban' bertempat di Taman Ponyo, Kecamatan Cinunuk, Kabupaten Bandung.

Seminar diadakan sebagai bentuk dukungan kepada Ganjar yang dinilai sangat memperhatikan dan memberdayakan kaum perempuan dengan langkah kongkretnya dalam mendukung kesetaraan gender. Salah satu gagasan Ganjar yang menjadi pendorong perempuan milenial untuk mendukungnya adalah dengan didirikannya sekolah cerdas perempuan masa kini atau yang dikenal dengan Serat Kartini. Tujuannya adalah untuk menciptakan daya pikir kritis bagi kalangan milenial, terutama perempuan dalam dunia politik, sehingga dapat memengaruhi kelompok dalam mengambil suatu kebijakan. Maka dari itu, diharapkan para perempuan lebih berperan aktif dalam menciptakan kesetaraan gender. Ini karena kebijakan politik saat ini berpengaruh terhadap masa depan kalangan perempuan.

Terlihat jelas upaya sistematis dan massif dalam menderaskan generasi milenial demi mengikuti skenario para penjungjung tinggi demokrasi. Ganjar Pranowo telah berhasil mencuri perhatian para pegiat kesetaraan gender, khususnya di wilayah Jawa Barat. Terlebih, dengan keberhasilannya dalam mengelola sekolah Serat Kartini, sehingga menjadikan Ganjar Pranowo sebagai ikon yang senantiasa memperjuangkan kaum perempuan. Partisipasi penuh dan efektif kaum perempuan dalam dukungannya terhadap Ganjar Pranowo untuk dijadikan presiden dalam pemilu 2024 mendatang digelar dengan mengampanyekan  kesetaraan Gender. Kampanye ini menyerukan hak perempuan untuk mengambil keputusan di semua bidang kehidupan. Kita ketahui bahwa Indonesia juga berkiblat pada kampanye global tersebut dan meyakini bahwa kesetaraan gender adalah jalan untuk mewujudkan kesejahteraan. 

Lalu, akankah kesejahteraan perempuan yang berpartisipasi dalam politik bisa tercapai? Padahal, pada faktanya alih-alih membawa kesejahteraan, kesetaraan gender justru menyengsarakan perempuan dan menghancurkan keluarga dan generasi, membuat negara lalai akan tanggung jawabnya mengurus rakyatnya. 

Sejatinya, persoalan perempuan bukan karena ketidaksetaraan gender. Namun, Penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalistiklah yang menjadikan perempuan tak ubahnya sebagai sebuah barang dan dijadikan tulang punggung, serta alat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia.

Islam adalah agama paripurna yang diturunkan Allah Swt. Islam memberikan hak untuk memilih kepada perempuan dan mendudukkan perempuan sebagaimana haknya laki-laki sebagai hamba Allah Swt. Islam juga memberikan hak kepada perempuan untuk beraktivitas dalam bidang politik. Namun, ada ketentuan Allah yang Mahatahu dengan kondisi perempuan. 

Pada hakikatnya, peran mulia seorang muslimah adalah sebagai pendidik generasi dan terjaganya kehormatan perempuan dalam interaksi sosial dengan laki-laki. Namun, Islam memberi ruang untuk aktivitas politik lainnya selain menduduki jabatan penguasa. Oleh sebab itu, kaum muslimin jangan sampai teperdaya dengan janji manis kafir Barat yang berisi racun mematikan. Umat harus tetap istikamah dalam menjaga tegaknya syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah sehingga kemuliaan akan diperoleh untuk seluruh umat manusia.

Wallahu 'alam bisshawab

Oleh: Tiktik Maysaroh 
Ibu Rumah Tangga

KRITIK PARADIGMATIK ATAS PERATURAN MENTERI AGAMA RI NO.73/2022


Tinta Media - Paradigma dalam disiplin intelektual memiliki arti cara pandang (worldview) orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.

Paradigma atau worldview biasanya digunakan kaum intelektual untuk membaca pandangan alam yang lain. Misalnya seorang muslim, dengan paradigma Islam dipakai untuk melakukan pembacaan atas isme-isme yang bertentanganan dengan Islam. Sebagai contoh adalah ketika paradigma Islam digunakan untuk membaca paham sekulerisme, liberalisme dan pluralisme agama, maka ketiganya adalah paham sesat dan haram hukumnya.

Misalnya saat MUI menggunakan paradigma QS. Ali Imran [3]: 85 dan QS. Ali Imran [3]: 19) dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dalam Musyawarah Nasional MUI VII, Pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa ketiga paham di atas haram hukumnya.

Kritik paradigmatik dalam tulisan ini maknanya paradigma Islam dijadikan sebagai timbangan pembacaan atas sebuah cara pandang atas realitas dengan paham tertentu. Dalam hal ini paradigma Islam akan dijadikan sebagai alat baca atas Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Peraturan menteri agama ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2022 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2022 oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2022 dimulai dari 3 aspek timbangan, pada point (a) tertulis bahwa kekerasan seksual merupakan perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Dari point timbangan ini saja sudah bisa dianalisa bahwa yang dijadikan timbangan peraturan menteri ini adalah nilai-nilai kemanusiaan (humanisme), bukan nilai-nilai dari agama.

Setidaknya dalam peraturan di atas, nilai agama tidak dijadikan sebagai salah satu timbangan dalam menyusun aturan, apalagi sepenuhnya dipakai. Pemisahan antara nilai agama dan kepengurusan kehidupan berbangsa dan bernegara menunjukkan bahwa negeri ini berpaham sekulerisme. Ini kritik paradigmatik yang pertama. Sementara sekulerisme telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI tahun 2005.

Tepat jika saeculum disinonimkan dengan kata wordly dalam bahasa inggrisnya. Sekulerisme secara harfiah adalah faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini (keduniaan an sich). Tanpa ada perhatian sama sekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah kematian yang notabene adalah inti dari ajaran agama. Padahal jika mau berpikir lebih dalam dan serius, berbagai pelanggaran moral seperti perzinahan, pelacuran dan kekerasan seksual itu justru diakibatkan oleh penerapan sekulerisme ini. Mestinya peraturan menteri agama ini didasarkan oleh nilai etika dan hukum agama, terkhusus Islam. Sebab hukum Islam telah jelas memberikan petunjuk dan hukum atas berbagai perilaku menyimpang manusia. Hukum Islam juga dengan jelas dan tegas telah memberikan hukuman dan solusi secara tuntas.

Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 point (5) tertulis bahwa yang dimaksud kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa atau tidak secara paksa, atau bertentangan dengan kehendak seseorang atau dengan kehendak karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang menyebabkan seseorang mengalami penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Penting dicatat bahwa kekerasan seksual yang tertulis di atas tentu saja dimulai dari adanya interaksi antara pelaku dan korban, begitulah setidaknya yang sering terjadi di tengah masyarakat. Artinya semestinya peraturan menteri agama ini juga menyentuh penyebab utama terjadi kekerasan seksual, yakni adanya kebebasan interaksi antar lawan jenis. Sering terjadi pembunuhan dan kekerasan seksual justru dilakukan oleh pacarnya sendiri. Hal ini menandaskan bahwa semestinya ditulis juga tentang larangan pergaulan bebas yang justru dari situlah awal mula pelanggaran moral ini terjadi.

Kedua, sebagai kementarian agama yang fokus kepada satuan pendidikan di bawah kementerian agama memberikan larangan soal kebebasan seksual yang dilakukan suka sama suka yang tentu saja tidak ada indikator kekerasan seksual. Jika hanya fokus kepada tindak kekerasan seksual, maka secara tidak langsung peraturan menteri agama ini tidak memandang penting kebebasan seksual atau perzinahan atas dasar suka sama suka. Maraknya kebebasan seksual di kalangan pelajar hingga berakhir aborsi atau pembunuhan akibat sekulerisme mestinya menjadi perhatian utama pemerintah, khususnya kementerian agama dan pendidikan. Sebab kekesaran seksual hanyalah akibat, bukan sebab.

Padahal antara kasus perzinahan atas dasar suka sama suka lebih banyak kasusnya dibandingkan dengan kekerasan seksual. Hampir setiap hari kita bisa melihat siswa dan siswi berpacaran dan boncengan motor, padahal inilah awal terjadinya perzinahan dan tentu saja menjadi indikator kerusakan karakter anak bangsa. Bukankah dalam visi misi pendidikan nasional tercantum klausul beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia ?.

Islam sendiri sangat tegas dalam memberikan hukuman bagi perilaku perzinahan bahkan dimulai dari larangan mendekati perzinahan. Allah berfirman : Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).
 
Tafsir Kementerian Agama menjelaskan, dalam ayat ini, Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina. Maksudnya adalah melakukan perbuatan yang membawa pada perzinaan, seperti pergaulan bebas tanpa kontrol antara laki-laki dan perempuan, membaca bacaan yang merangsang, menonton tayangan sinetron dan film yang mengumbar sensualitas perempuan, dan merebaknya pornografi dan pornoaksi. Semua itu benar-benar merupakan situasi yang kondusif bagi terjadinya perzinaan. Catatan, mungkin yang paling banyak mengakses pornografi dan pornoaksi adalah di kalangan pelajar.

Selanjutnya Allah SWT memberikan alasan mengapa zina dilarang. Alasan yang disebut di akhir ayat ini adalah karena zina benar-benar perbuatan yang keji yang mengakibatkan banyak kerusakan, di antaranya sebagai berikut : Pertama, merusak garis keturunan, yang mengakibatkan seseorang akan menjadi ragu terhadap nasab anaknya, apakah anak yang lahir itu keturunannya atau hasil perzinaan.

Kedua, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, karena tidak terpeliharanya kehormatan. Betapa banyaknya pembunuhan yang terjadi dalam masyarakat yang disebabkan karena anggota masyarakat itu melakukan zina.

Ketiga, merusak ketenangan hidup berumah tangga. Nama baik seorang perempuan atau laki-laki yang telah berbuat zina akan ternoda di tengah-tengah masyarakat. Ketenangan hidup berumah tangga tidak akan pernah terwujud, dan hubungan kasih sayang antara suami istri menjadi rusak.

Keempat, menghancurkan rumah tangga. Istri bukanlah semata-mata sebagai pemuas hawa nafsu, akan tetapi sebagai teman hidup dalam berumah tangga dan membina kesejahteraan rumah tangga. Kelima, merebaknya perzinaan di masyarakat menyebabkan berkembangnya berbagai penyakit kelamin seperti sifilis (raja singa).

Dalam hukum Islam, di dunia, pelaku zina layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah atau belum pernah menikah tetapi sering berzina dikenai hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati. Ketegasan hukum Islam ini tentu saja agar manusia tidak melakukan perbuatan zina.

Pada point (8) tertulis bahwa pencegahan adalah segala tindakan atau usaha yang dilakukan untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya Kekerasan Seksual dan keberulangan Kekerasan Seksual. Tentu saja rumusan pencegahan ini tidak tepat, mestinya yang dimaksud pencegahan adalah segala usaha dilakukan untuk menghilangkan berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya kebebasan seksual yang pada akhirnya bisa menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Pencegahan harus dimulai dari akar masalahnya terlebih dahulu, bukan pada akibatnya. Selama akar persoalannya tidak dicegah, maka kekerasan seksual akan terus terjadi.

Pada point (9) tertulis bahwa penanganan adalah tindakan yang dilakukan untuk memberikan layanan pengaduan, layanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan hukum, layanan hukum, pemulangan, dan reintegrasi sosial. Namun, seringkali penanganan kasus-kasus tindak kekerasan seksual tidak memberikan pelakunya jera. Faktanya, perilaku perzinahan dan kekerasan seksual semakin marak di tengah masyarakat.

Di pasal 2 point (c) tertulis bahwa tujuan pencegahan dan penanganan mewujudkan lingkungan di Satuan Pendidikan tanpa Kekerasan Seksual. Mestinya tujuannya adalah untuk mewujudkan lingkungan satuan pendidikan yang terbebas dari kebebesan pergaulan dan kebebasan seks. Dengan pembinaan agama dan akhlak siswa, maka jangankan kekerasan seksual, budaya pacaranpun tidak akan terjadi di sekolah-sekolah berbasis agama.

Bagian Kelima Penindakan Pasal 13 point (1) Pimpinan Satuan Pendidikan melakukan penindakan terhadap terlapor Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didik yang berusia lebih dari 18 (delapan belas) tahun. Pasal ini juga sangat bermasalah, sebab perilaku kekerasan seksual sekarang ini bisa dilakukan oleh berbagai usia siswa, yang nota bene kurang dari 18 tahun. Apakah ini berarti jika yang melakukan kekerasan seksual adalah siswa berusia 17 tahun tidak dilakukan tindakan kepada pelaku ?.

Pada pasal 19 tertulis di point (1) bahwa Satuan Pendidikan yang tidak melakukan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dapat dikenakan sanksi administratif berupa : a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; c. penghentian bantuan; d. pembekuan izin penyelenggaraan Satuan Pendidikan; e. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan; f. pencabutan izin penyelenggaraan Satuan Pendidikan; atau g. pencabutan tanda daftar Satuan Pendidikan.

Pasal ini mestinya lebih komprehensif lagi, yakni pentingnya satuan pendidikan memberikan pembinaan iman, taqwa dan akhlak kepada para siswanya, serta melakukan berbagai bentuk pembinaan masalah bahaya pergaulan bebas. Pencabutan izin dan tanda daftar satuan pendidikan bagi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual adalah terlalu berlebihan. Logikanya, jika masih menerapkan sekulerisme yang akan menyebabkan terjadinya kebebasan dan kekerasan seksual, maka akan banyak sekolah yang dicabut izinnya.

Akhirnya, ibarat sumber mata air, jika keruh dari asalnya, maka air yang mengalir jauhpun akan keruh, meski telah dibersihkan sekalipun, jika sumber mata airnya kotor, maka seterusnya aliran air itu akan tetap kotor. Begitupun, sekulerisme yang menyimpang dan mengajarkan logical fallacy karena menyelisihi nilai-nilai kebaikan agama, pun akan melahirkan berbagai peraturan dan perundang-undangan yang tidak menyelesaikan masalah.

Logikanya, bagaimana mungkin aturan akan menjadi solusi, jika akar masalahnya justru dijadikan pertimbangan dalam menyusun peraturan tersebut. Secara paradigmatik, karena peraturan ini masih bersifat sekuleristik, maka tidak akan efektif menjadi solusi bagi maraknya kebebasan seks dan kekerasan seksual di kalangan pelajar di satuan pendidikan keagamaan. Ini adalah masukan, silahkan diterima, silahkan juga ditolak.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan,16/10/22 : 11.50 WIB)

 Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Cabut Subsidi Listrik, Bukti Ekonomi Membaik?

Tinta Media - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet pernah menyatakan bahwa pencabutan subsidi dalam negeri menunggu momentum yang tepat, saat ekonomi telah membaik. Artinya, jika tahun ini subsidi listrik dicabut, maka terbukti bahwa ekonomi negeri telah membaik. Benarkah demikian? 

Sudah membaikkah ekonomi negeri ini pasca pandemi Covid-19 dan kenaikan harga BBM, sehingga mau dicabut pula subsidi listrik? Faktanya, demo penolakan pencabutan subsidi semakin massif. Ini justru membuktikan bahwa ekonomi rakyat kian terhimpit.

Jika kita jeli mengamati, sejatinya rencana pencabutan subsidi listrik bukan semata-mata karena ekonomi telah membaik. Namun, ini lebih ditujukan untuk mengurangi biaya kompensasi negara kepada PLN. Jika tarif listrik tidak disesuaikan, pemerintah menganggap besarnya kompensasi dalam bentuk subsidi kepada PLN semakin membebani negara. 

Miris, pemerintahan di sistem kapitalis menganggap bahwa pemenuhan kebutuhan rakyat sebagai beban negara. Padahal, negara wajib menjadikan rakyatnya makmur melalui pemenuhan segala kebutuhan dasar hidup dengan harga yang murah, bahkan gratis. 

Rencana pemerintah mencabut subsidi listrik juga membuktikan upayanya melepas tanggung jawab dalam mengurus rakyat. Bahkan tidak cukup menghapus subsidi, ternyata negara juga melakukan liberalisasi kelistrikan. 

Hal ini menjadikan pihak swasta bisa ikut campur dalam pengadaan listrik rakyat. Dengan dalil efisiensi, produktivitas dan segala sebutan yang seolah baik, maka jalur swasta dan asing dibuka lebar. Itu artinya, sektor listrik dijadikan sebagai barang komersial untuk mengeruk keuntungan dari rakyat. Sungguh, ini merupakan kezaliman.

Kenapa zalim? Karena sesungguhnya listrik merupakan barang milik umum yang bisa dinikmati oleh siapa pun. Namun, ketika diliberalisasikan, statusnya berubah menjadi ladang bisnis bagi pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa. Saat itu terjadi, maka harapan rakyat untuk bisa memanfaatkan listrik dengan harga murah, bahkan gratis, hanyalah mimpi belaka. Itulah kezaliman yang nyata.

Pengelolaan listrik yang merupakan kebutuhan pokok umat, dikelola sebagai komoditi dan hasilnya dijual kepada rakyat. Atas nama investasi, swasta mengelola kelistrikan yang justru dapat melemahkan peran negara sebagai pelayan rakyat. Inilah konsep kapitalis yang bertumpu pada keuntungan semata.

Konsep pengelolaan energi ala kapitalis seperti di atas sangat berbeda dengan Islam. Jika kapitalisme menghalalkan segala cara guna meraih keuntungan, walau mengabaikan kesejahteraan rakyat, maka Islam justru berusaha menyejahterakan masyarakat. 

Dalam Islam, negara berfungsi untuk mengurusi kepentingan rakyat dan memenuhi kebutuhannya. Karenanya, masalah bidang kelistrikan PLN dapat diselesaikan dengan cara menghentikan liberalisasi energi dan mengembalikannya kepada negara sebagai pengelola utama. Itu karena listrik termasuk barang kepemilikan umum, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa umat muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (termasuk energi listrik).
 
Ketika negara menjadi pengelola utama, maka hasilnya dapat dinikmati masyarakat sepenuhnya dengan harga murah, sekadar mengganti biaya operasional. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. bahwa dalam implementasinya negara berperan sebagai pengelola energi dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan umat dalam bentuk pelayanan. Oleh karenanya, negara akan mengelola energi, tidak dengan prinsip komersial. Semua dapat dinikmati secara merata, di kota maupun desa. Tidak dibedakan antara rakyat kaya maupun miskin, semua memiliki hak sama dalam menikmati barang hasil kepemilikan umum.

Semua ini hanya dapat terwujud dalam kehidupan yang diatur oleh sistem sahih. Sistem ini berasal Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, yaitu Allah Swt. yaitu Negara Khilafah. Karenanya, perjuangan untuk menegakkan Khilafah Islamiyah menjadi agenda yang harus diutamakan umat Islam saat ini. Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab