Tinta Media

Selasa, 11 Oktober 2022

Andai Saja Dia Tahu Malu

Tinta Media - Malu itu perhiasan manusia. Hilang sifat malu hilang pula kehormatan manusia. Bahkan hilang sebagian sifat utama manusia. 

Saat ini kita dipertontonkan dengan manusia manusia yang dianggap panutan manusia tapi tak tahu malu. Tak malu lagi bersikap yang tak layak. Suka umbar janji tanpa berniat nepati. Suka berdusta tanpa terlihat sungkan. Suka mengumbar kebodohan di depan umum. Arogan dan zholim. Masa bodoh dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin atau pun publik figur. 

Diantaranya ada manusia yang dia awam namun tak tahu bahwa dirinya awam. Dia berani bicara islam tanpa ilmu. Menolak ajaran Islam dengan alasan yang dibuat buat. Yang makin menunjukkan bahwa dia jahil terhadap ajaran Islam khususnya khilafah. 

Dia berani mengatakan bahwa mendirikan negara ala Nabi Muhammad SAW hukum nya haram dengan alasan Nabi sudah tidak ada dan sudah tidak ada wahyu turun. Sehingga ga mungkin sistem itu bisa berjalan. 

Seolah logikanya benar kalo bagi mereka yang belum pernah belajar Islam. Khususnya belajar ushul fiqh. Padahal ini perkara mendasar bahwa syariat Islam sudah sempurna. Semua nash dan dalil sudah fixed. Tak perlu dan tak boleh ditambah dan dikurangi. Kita tinggal melaksanakan saja. Yang harus kita lakukan sekedar ijtihad dalam rangka melaksanakan syariat terhadap perkara perkara baru. Bukan menunggu wahyu. Ini perkara yang sudah sangat jelas bukan? 

الحَدِيْثُ العِشْرُوْنَ

عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو الأَنْصَارِي البَدْرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ” رَوَاهُ البُخَارِي.

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Sesungguhnya di antara perkataan kenabian terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!’”

(HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 3484, 6120]

Ah, andaikan dia punya rasa malu. Maka semua kekacauan ini insyaallah tak akan terjadi. Karena rasa malunya akan mencegah dia bicara ngawur tentang perkara Islam yang dia sama sekali tak menguasai.

 Dari Anas ibnu Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

ما كان الحياء في شيء إلا زانه، ولا كان الفحش في شيء إلا شانه

“Malu akan memperindah sesuatu, sedangkan kekejian akan memperjelek sesuatu.”

(Shahih)-Takhrij Al Misykah (4854): [Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr, 47-Bab Maa Jaa-a Fil Fahsyi wat Tafahusyi. Ibnu Majah: 37-Kitab Az Zuhd, 17-Bab Al Haya’, hal. 4185]

Ah, andaikan dia punya rasa malu. Maka tidak makin banyak orang awam lain yang terjebak dalam logika semu yang menyesatkan. 

Ah, andaikan dia punya malu. Tentunya dia tidak akan berkata bahwa khilafah sekedar buatan ulama. Padahal jelas kalo mau ngaji maka dalil khilafah terpampang jelas dalam al Quran, hadits dan ijmak shohabat. Disisi lain dia bangga memikul Demokrasi buatan manusia yunani kuno yang kenal Nabi SAW pun tidak. 

Ah, andaikan dia punya malu maka dia akan selamat dan menyelamatkan.#KhilafahAjaranIslam.[]

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 

BERKUNJUNG KE STUDIO REALITA TV, BERDISKUSI DENGAN MBAK RAHMA SARITA SOAL KM 50

Tinta Media - Hari ini (Kamis, 22/9), penulis berkesempatan berkunjung ke studio Realita TV di Daerah Meruya. Jam 10.00 WIB kami janjian untuk diskusi soal KM 50.

Saat terjebak macet di tol dalam kota penulis sempat memberikan info agak terlambat. Namun, ternyata lepas dari Senayan jalan lancar dan alhamdulillah sampai di studio pukul 10.00 WIB (lewat sedikit).

Sebelum ke studio utama, penulis diperlihatkan sejumlah ruang yang dulu menjadi pusat studio program TV. Bahkan, program infotainment (baca : gosip) 'Cek dan Ricek' juga diproduksi di salah satu ruang studio ini.

Bertemu dengan Mbak Rahma, yang sudah menunggu di studio utama. Dan kemudian, kami berdiskusi untuk menyamakan persepsi sebelum masuk diskusi utamanya.

Diawali dengan pertanyaan seputar nama, hingga apa yang menjadi atensi saat berkunjung ke Mabes Polri saat menyerahkan novum pada Selasa lalu (20/9). Tidak berselang lama, acarapun dimulai.

Acara memang tidak didesain live. Penulis berada di ruang studio yang didominasi warna dindingnya dengan warna hijau. Soal 'Green Screen' ini, orang media pasti tahu tujuan dan kegunaannya.

Seperti biasa, penulis diminta untuk menjelaskan kenapa bertandang ke Mabes Polri. Lalu, apa yang menjadi harapan setelah bertandang ke Mabes.

Penulis jelaskan bahwa kedatangan kami ke Mabes Polri tidak lepas dari menindaklanjuti pernyataan Kapolri Bapak Jenderal (pol) Listyo Sigit Prabowo yang beberapa waktu lalu menyatakan akan memproses kasus KM 50 jika ditemukan novum. Hal itu, diungkapkan Kapolri saat ditanya oleh anggota Komisi III DPR RI (24/8).

Prinsipnya, penulis ingin membantu Kapolri untuk mengusut tuntas kasus KM 50 dengan menyerahkan novum kepada Kapolri. Dalam kunjungan ke Kapolri, ada tiga agenda utama yang kami lakukan :

*Pertama,* kami menyerahkan novum berupa buku putih yang diterbitkan TP3. Didalamnya memuat banyak fakta hukum, bukti, keterangan saksi yang belum pernah diperiksa dalam penyidikan maupun pengadilan.

Bahkan, buku tersebut menyimpulkan adanya kejahatan HAM berat dan direkomendasikan untuk diadili dalam pengadilan HAM berdasarkan UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Ada 4 lembaga yang dituntut untuk menindaklanjuti temuan. yaitu : Komnas HAM, DPR RI, LPSK dan Komnas perlindungan anak. Semua tuntutan pada pokoknya dalam kerangka untuk membawa peristiwa KM 50 agar diselidiki dan diadili dalam pengadilan HAM, berdasarkan pasal 33 ayat (1) jo pasal 89 ayat (3) UU No 39/1999 tentang HAM dan Pasal 18 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

*Kedua,* kami meminta agar dilakukan audit Satgasus Merah Putih karena ada dugaan kuat Satgasus Merah Putih terlibat dalam peristiwa KM 50. Bukan hanya untuk kepentingan KM 50, kami meminta audit Satgasus baik audit kinerja maupun keuangan, dalam rangka untuk menjamin akuntabilitas dan tranparansi kinerja Polri.

*Ketiga,* kami meminta waktu Kapolri untuk beraudiensi untuk menjelaskan lebih detail soal temuan novum dan permintaan audit Satgasus. Mengingat, kami punya kepentingan untuk membantu Kapolri agar kasus tersebut menjadi terang benderang, diproses secara hukum dengan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sehingga terpenuhi rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat serta mengembalikan citra Polri setelah terjun bebas karena ulah Ferdy Sambo.

Sebagai Jurnalis yang juga berlatarbelakang pendidikan tinggi hukum, Mbak Rahma juga mempersoalkan putusan pengadilan negeri jakarta selatan yang membebaskan dua terdakwa. Disusul putusan Kasasi MA yang juga menolak permohonan Kasasi yang diajukan Jaksa.

Terlebih lagi, Mbak Rahma juga mengungkit temuan jurnalis tempo yang ditayangkan dalam video dokumenter soal KM 50, dimana ada kesaksian saksi yang bersumpah bahwa 6 pengawal HRS saat di rest area KM 50 masih hidup, dua sudah dilumpuhkan sementara yang empat masih sehat.

Lalu, darimana ada cerita terjadi tembak menembak antara aparat dengan 6 pengawal HRS ? Cerita itulah, yang diragukan masyarakat sama seperti masyarakat meragukan cerita Ferdy Sambo soal tembak menembak di Duren Tiga yang menewaskan Beigadir Josua.

Prinsipnya, penulis dan sejumlah advokat mendatangi Mabes karena tidak percaya pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena kasusnya adalah pelanggaran HAM berat, sebab ada penghilangan paksa, penyiksaan dan penghilangan nyawa diluar proses hukum (ekstra judicial killing).

Kenapa kami ke Kapolri ? karena Kapolri yang menjanjikan akan memproses ulang jika ada novum. Lagipula, Kapolri bisa berkoordinasi dengan Komnas HAM agar menjalankan fungsinya, yakni melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan pelanggaran HAM berat.

Kami juga berharap Kapolri membentuk Timsus dan Itsus pada kasus KM 50 seperti kasus Brigadir Josua. Agar, dugaan Obstruction Of Justice dan Pelanggaran kode etik dan disiplin Polri juga ditegakkan. 

Dalam kasus Brigadir Josua, satu nyawa melayang ada 93 anggota Polri diperiksa, sejumlah jenderal dan perwira tinggi dipecat. Dalam kasus penghilangan 6 nyawa pengawal HRS, kenapa tak ada satupun anggota Polri yang dipecat ? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Peristiwa KM 50

https://heylink.me/AK_Channel/

Bola: Fanatisme, Kanal Emosi, Kerapuhan Sosial dan Kecerobohan Negara

Tinta Media - Tahun 1985 sebagai ABG saya menatap layar tv malam-malam. Bersama bapak menonton final Liga Champion yang mempertemukan dua raksasa bola daratan Eropa; Juventus dari Itali, melawan Liverpool dari Inggris. Dua tim ini sedang gacor-gacornya di liga masing-masing dan di pentas Eropa. Saya menonton karena kepincut dengan permainan The Reds dan kelincahan striker mereka asal Wales, Ian Rush.

Namun, tontonan itu tidak lagi menghibur tapi malapetaka. Kita semua tahu, Stadion Heysel, Belgia, menjadi saksi kerusuhan besar antar suporter. Hooligan dari Inggris diduga jadi pemicu konflik. Ratusan luka, 39 meninggal. Itu jumlah besar kala itu.

Setelah itu semua klub Inggris dibanned dari kancah pertarungan internasional. Liga Inggris pun terkucilkan. Tak ada lagi gemuruh para hooligan di stadion-stadion Eropa.

Namun setelah tragedi Heysel penyelenggara sepakbola di Eropa berbenah. Bukan saja memperketat penonton, tapi juga menata stadion dan sistem keamanan. Liga Inggris sejak tragedi Hillsborough di tahun 1989, dimana puluhan penonton terluka dan tewas karena tergencet sesama penonton ke pagar pembatas, maka semua stadion menghilangkan pagar pembatas antara tribun dengan lapangan.

Mengapa Eropa berbenah setelah insiden Heysel? Pertama, soal kemanusiaan. Tragedi itu bagaimana pun memilukan dan memukul banyak penggemar sepakbola. Banyak berita menyentuh dari keluarga korban dan sesama suporter tentang kawan mereka yang mati.

Kedua, soal uang! Sepakbola hari ini adalah mesin industri yang alirkan uang bukan hanya untuk pemain, tapi pemilik klub dan semua organisasi sepakbola di dunia, termasuk UEFA dan juga FIFA. Menurut catatan situs statista.com organisasi bola Eropa UEFA revenue yang mereka dapatkan dari musim 2020/21 mencapai 5.7 million euros alias 88 triliun rupiah lebih! (UEFA revenue 2004-2021 | Statista) Jadi, kalau ada liga yang macet atau bermasalah, dampaknya juga pada kocek mereka.

Karena itu mereka berusaha seprofesional mungkin jalankan kompetisi. Cegah kerusuhan dan cegah sepakbola ‘gajah’. Tapi tetap saja tidak bisa menghentikan praktik korupsi di sana. Tahun 2019, Presiden UEFA juga mantan bintang Prancis dan Juventus, Michael Platini ditangkap dan diadili di Swiss bersama mantan Presiden FIFA Sepp Blatter. Keduanya terlibat skandal suap, korupsi, dan pencucian uang.

Para pengelola kompetisi juga sering dituding mata duitan oleh klub dan para pemain. Sebabnya, mereka terus buat berbagai kompetisi dan peraturan baru yang menguntungkan para penyelenggara, tapi menjadi beban untuk klub dan terutama para pemain.

Kiper timnas Belgia, Thibout Courtois terang-terangan menyebut UEFA mata duitan karena menggelar UEFA Nations League sampai perebutan peringkat ketiga. Padahal UEFA sudah punya hajatan liga Champions juga Piala Eropa. Siapapun paham setiap pertandingan adalah mesin uang untuk para pejabat UEFA. Benar, pemain juga dapat uang, tapi mereka seperti budak yang bertarung di arena gladiator yang bertarung secara maraton. Tidak heran para pemain top dunia rawan cedera dan ujungnya dibuang dari klub dan timnas.

Sepakbola juga kanal emosi dan ikatan identitas yang rapuh yang kita kenal dengan nama supporter. Para pendukung klub bisa terikat begitu kuat bahkan mengalahkan nasionalisme mereka dan bisa begitu rasis. Walaupun para pemain bola bisa berada dalam satu timnas, tapi kalau sudah berada di klub masing-masing, maka para supporter bakal terbelah. Bahkan bisa begitu sengit bermusuhan. Di Inggris, rivalitas Liverpool dan Manchester United begitu sengit walaupun para pemain nasional kedua tim bisa main bareng di three lions.

Para pendukung klub bola ini bisa begitu rasis pada pemain lawan dan pendukungnya. Kalau di antara pembaca pernah menyaksikan para pendukung klub bola A atau B yang sering disebut musuh bebuyutan, ada saja chant-chant yang sering dinyanyikan berisi sumpah serapah untuk klub rival mereka. Ini berlaku bukan saja di dalam negeri, di luar negeri juga sama saja.

Apalagi sepakbola diakui atau tidak jadi kanal emosi yang dianggap menghibur warga pendukung. Pantas bila klub kesayangan mereka kalah, emosi itu meluap dan bisa bertransformasi jadi ledakan amarah. Sudah tak terhitung kerusuhan di dalam ataupun di luar stadion karena tim mereka keok.

Maka olahraga ya mestinya olahraga saja, jangan menjadi satu identitas yang meluapkan enerji negatif seperti permusuhan, ashabiyyah/fanatisme klub, rasis dan diskriminatif apalagi anarkisme. Dalam agama hukumnya haram dan bisa memecah belah kerukunan. Herannya, tak ada ulama di tanah air yang berkomentar soal ini secara terbuka. Bahwa fanatisme klub bola itu berbahaya, jauh lebih bahaya dari radikalisme. Mereka yang sering disebut kaum ‘Islam radikal’ belum pernah membunuh orang lain yang berbeda ormas, merusak fasilitas umum, dsb. Tapi kenapa belum ada ulama yang secara terbuka serukan haramnya fanatisme klub bola dan membuat dharar pada lingkungan dan masyarakat?

Bicara tragedi Kanjuruhan, Malang, yang tewaskan lebih dari 120 warga, juga menunjukkan kecerobohan negara. Bukannya melindungi warga, aparat keamanan malah membuat warga panik dengan tembakan gas air mata ke tribun penonton. Orang dewasa, anak-anak, lelaki, perempuan, ibu-ibu berhamburan mencari jalan keluar. Sesak nafas, jatuh, terinjak dan tergencet.

FIFA sudah membuah panduan bagi pihak keamanan stadion dengan ‘mengharamkan’ senjata api dan gas air mata. FIFA belajar dari tragedi tahun 1964 di Peru. Ketika aparat menembakkan gas air mata ke arah penonton menyebabkan tiga ratus lebih warga tewas. Herannya, kepolisian dari Polda Jawa Timur dengan mantap menyatakan bahwa penggunaan gas air sesuai protap. Penonton bertanya, protap yang mana? Apakah disamakan protap hadapi perusuh dengan penonton di tribun, karena gas air mata justru ditembakkan aparat ke arah tribun? Padahal, tahun 2019, ketika Arema bertemu Persebaya ada kesepakatan aparat keamanan tidak akan gunakan gas air mata.

Apakah kepolisian lupa kalau penonton itu beragam usia; ada anak-anak, ibu-ibu, wanita, tidak semua lelaki dewasa? Apakah aparat juga lupa tidak mudah bagi ratusan apalagi ribuan penonton berebut ke pintu keluar di jalur yang sempit? Apalagi di stadion Kanjuruhan ternyata sebagian pintu masih tertutup? Faktanya korban tewas bukan karena serangan para perusuh, tapi karena kepanikan yang disebabkan tembakan gas air mata.

Jadi, persoalan sepakbola, khususnya di tanah air itu mbuled. Saya duga kuat tak ada yang mau bertanggung jawab, mundur dari jabatan, apalagi diseret ke pengadilan. Apalagi aparat kepolisian kelihatan akan bersikukuh mereka sudah jalankan prosedur pengamanan dengan benar. Sulit di negeri ini mencari pejabat dan perwira yang gentle mau bertanggung jawab sementara ratusan warga sudah meregang nyawa. Jangankan 120-an nyawa penonton, kasus 894 nyawa petugas KPPS saja pemerintah tak mau mengusutnya.

PSSI? Ah, apalagi. Sudah capek penggemar sepakbola melihat sepak terjang para pengurus PSSI. Sudah banyak kritik tajam dan keras bahkan sarkas pada PSSI, tapi mereka bergeming. Tragedi Kanjuruhan tidak bakal terjadi kalau supervisi dilakukan ketat oleh PSSI, soal penjualan tiket lebihi kapasitas penonton, briefing dengan aparat keamanan soal larangan penggunaan gas air mata dan kekerasan pada penonton, dan PSSI berani menunda atau bahkan membatalkan pertandingan bila itu semua tidak dipatuhi. Tapi, ya sudahlah

Makanya, sulitlah tragedi Kanjuruhan ini ada titik terang, apalagi ada yang diseret ke pengadilan. Paling gampang menyalahkan supporter. Dan itu sudah dilakukan oleh mereka hanya beberapa jam setelah kerusuhan terjadi.

Di sisi lain, olahraga itu harusnya sekedar olahraga untuk kesehatan dan melatih ketrampilan kaum mulimin. Selain itu, dalam kehidupan Islam, agenda-agenda seperti ini tidak memberikan manfaat kecuali hiburan dan uang untuk para pengusaha dan pengelola olahraga yang mata duitan kapitalistik. Dalam kehidupan Islam, umat akan diarahkan untuk aktifitas produktif; mengembangkan ilmu pengetahuan, tsaqofah, dakwah dan jihad di jalan Allah.

Oleh: Iwan Januar 
Direktur Siyasah Institute 

CINTA SEJATI TSAUBAN KEPADA RASULULLAH, BAGAIMANA DENGAN KITA?

Tinta Media - Setiap memasuki bulan Rabiul Awwal suasana kerinduan dan kecintaan umat muslim kepada sosok Baginda Nabi Muhammad saw semakin terasa. Berbagai kegiatan keagamaan semarak diselenggarakan oleh umat muslim sedunia sebagai ekspresi kebahagiaan, kerinduan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Maulid Nabi saw. diperingati. Bacaan shalawat atas beliau bergema di seluruh penjuru dunia, baik di kota maupun desanya.

Namanya Tsauban dan sering dijuluki Maula Rasulullah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang tidak mau pulang ke Yaman setelah pembebasan dirinya. Beliau memutuskan untuk selalu membersamai Rasulullah, menjadi pelayan setia beliau. Tsauban memeluk Islam dan menjadi pelayan Nabi Muhammad sehingga menjadi salah satu sahabat yang mengetahui tentang kegiatan, perilaku Rasulullah yang dimasukkan dalam hadis.

Suatu hari Rasulullah melihat Tsauban dengan muka bersedih seperti sedang sakit. Dari raut mukanya terlihat menyimpan gurat kesedihan yang sangat mendalam. Kondisi itu tidak seperti biasanya, sebab Tsauban adalah sahabat yang senantiasa berbahagia karena selalu membersamai Rasulullah.

"Kenapa wajahmu masam begitu, Tsauban?". Tanya Rasulullah. "Tidak apa-apa, Rasulullah". Jawabnya. "Aku tidak sakit. Hanya, kalau tidak melihatmu, aku kesepian. Kemudian, kalau teringat akhirat, andai aku masuk surga, aku takut tak dapat melihatmu lagi. Sebab, kau diangkat ke surga tertinggi bersama para Nabi. Lalu, mana tempatku dibanding tempatmu ?. Mana peringkatku dibanding peringkatmu ?. Dan, jika aku tidak masuk surga, niscaya aku tak dapat melihatmu lagi selamanya, sesungguhnya masalah inilah yang telah membuat saya bersedih".
 
Pujian atas kemuliaan pribadi Rasulullah saw. telah dinyatakan oleh Allah SWT : Kami telah meninggikan bagimu sebutan (nama)-mu (QS al-Insyirah [94]: 4). Sayyid Quthb dalam tafsirnya, Fî Zhilâl al-Qur’ân, menafsirkan firman Allah SWT di atas: “Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam yang tinggi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di muka bumi. Kami telah meninggikan sebutan namamu di alam semesta ini. Kami meninggikannya setiap kali bibir manusia mengucapkan kalimat ‘Lâ ilâha illalLâh, Muhammad RasûlulLâh.’ Di atas itu tidak ada lagi kedudukan setinggi itu. Ini adalah kedudukan yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Tiada seorang manusia pun selain beliau yang memiliki kedudukan tersebut di seluruh jagat ini.” (Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân, 6/688).

Begitulah kisah cinta yang sangat mendalam seorang Tsauban kepada Baginda Rasulullah SAW. Cinta yang dilandasi oleh keimanan, cinta karena Allah. Cinta Tsauban adalah cinta sampai mati, cinta dunia akhirat. Begitu tidak melihat Rasulullah, meskipun hanya sejenak, Tsauban seolah kehilangan semangat hidup, bahkan nampak seperti orang sedang sakit.

Rasulullah terharu dengan jawaban Tsauban tersebut. Beliau juga menjadi kasihan dengan pelayannya itu, karena melihat kondisi fisik dan psikologinya. Namun tak lama setelah itu turun wahyu kepada Rasulullah, yaitu Al-Qur’an Surat (QS) An Nisaa’ ayat 69 yang menjawab kegundahan Tsauban bahwa kelak siapapun yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi Allah, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para orang shaleh.

Allah berfirman : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Rasulullah saw. adalah satu-satunya pribadi yang wajib diteladani dalam semua hal; sebagai ahli ibadah, sosok yang berakhlak mulia, suami yang lembut, ayah dan kakek teladan, panglima perang, juga sebagai kepala negara terbaik. Salah satu pembuktian cinta Rasulullah adalah ketaatan sepenuhnya kepada seruan Rasulullah.

Sungguh jawaban kaum Mukmin itu, jika mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum di antara mereka, ialah ucapan. "Kami mendengar dan kami patuh." Mereka itulah orang-orang yang beruntung (TQS an-Nur [24]: 51).

Nah, di hari kelahiran Rasulullah ini, semoga kita menjadi para pecinta Rasulullah sebagaimana Tsauban yang begitu mendalam cintanya kepada beliau. Tentu saja hal ini bisa terjadi kepada Tsauban, sebab beliau masih hidup bersama Rasulullah.

Bagi kita yang tak lagi bersama Rasulullah, maka kecintaan kita kepada beliau mesti diekspresikan dengan kerinduan, ketaatan, pembelaan dan perjuangan Islam sebagaimana Rasulullah juga memperjuangkan Islam agar menjadi pandangan hidup manusia, demi keselamatan di dunia dan akhirat. Meneladani Rasulullah sebagai bentuk cinta harus secara keseluruhan, sebab Rasulullah adalah satu-satunya teladan bagi setiap mukmin.

Di antara keteladanan Nabi saw. yang wajib ditiru adalah kepemimpinan beliau atas umat manusia. Rasulullah saw. bukan sekadar pemimpin spiritual tanpa kekuasaan, seperti Paus di Vatikan, tetapi juga kepala Negara Islam pertama. Rasulullah saw. menyusun Piagam Madinah. Beliau mengangkat para wali (gubernur) dan hakim. Beliau memimpin dan mengirim pasukan serta mengangkat para komandan perang. Beliau mengatur perekonomian. Beliau pun mengirim para utusan untuk menyampaikan dakwah Islam ke berbagai kabilah, termasuk ke Kekaisaran Romawi dan Persia.

Rasulullah saw. adalah pemimpin negara yang sukses. Saat beliau wafat, luas kekuasaan Islam telah meliputi seluruh Jazirah Arab. Jumlah pengikutnya terus bertambah. Pengaruh agama Islam yang beliau bawa juga terus menyebar. Tidak aneh jika kepemimpinan Rasulullah saw. mengundang pujian dari berbagai cendekiawan dan orientalis. Di antaranya dari Dr. Zuwaimer, orientalis Kanada, dalam bukunya, Timur dan Tradisinya. Dia mengatakan, "Tidak diragukan lagi bahwa Muhammad adalah pemimpin agama terbesar. Bisa juga dikatakan bahwa dia adalah seorang reformis, mumpuni, fasih, pemberani dan pemikir yang agung."

Berikut ini adalah sejumlah karakter kepemimpinan Nabi saw. : Pertama, Nabi saw. menerapkan syariah Islam secara total. Tidak ada satu pun perintah atau larangan Allah SWT yang beliau abaikan. Setiap kali turun hukum Allah SWT, seketika hukum itu beliau berlakukan di tengah-tengah umat tanpa menunda atau mengurangi pelaksanaannya.

Kedua, Rasulullah saw. memberlakukan hukum secara adil. Tidak ada privilege atau keistimewaan hukum walaupun terhadap keluarga beliau sendiri. Beliau tak akan segan menjatuhkan sanksi pidana walau terhadap putri kesayangannya sendiri, Fatimah ra., sebagaimana sabda beliau : Demi Allah, sungguh andai Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya (HR al-Bukhari).

Ketiga, Rasulullah saw. senantiasa memperhatikan dan melayani kepentingan rakyat. Beliau, misalnya, memerintahkan Baitul Mal untuk melunasi utang-utang kaum fakir-miskin. Inilah pendapat yang disampaikan Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya saat menjelaskan firman Allah SWT : Nabi itu lebih utama bagi kaum Mukmin daripada diri mereka sendiri (TQS al-Ahzab [33]: 6).


Keempat, Rasulullah saw. menjaga ketertiban masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran seperti kecurangan dalam perdagangan, konflik dan tindak kriminal lainnya. Nabi saw. pernah mendapati seorang pedagang yang mencampur makanan yang kering dan basah akibat terkena air hujan. Beliau memerintahkan pedagang tersebut untuk meletakkan makanan basah itu di tempat yang mudah terlihat orang-orang. Beliau lalu menegur dia : Siapa saja yang menipu maka dia bukan dari golonganku (HR Muslim).

Kelima, Rasulullah saw. memimpin pengadilan dan mengatur tata tertib pengadilan bagi para hakim. Dengan itu pengadilan dapat berjalan dengan adil tanpa menzalimi siapapun. Beliau bersabda : Andai setiap orang diberi sesuai dengan tuduhan (dakwaan) mereka, tentu akan ada orang-orang yang mudah menuntut harta dan darah suatu kaum. Namun (yang benar), barang bukti wajib atas penuduh (pendakwa), dan sumpah wajib atas orang yang menolak tuduhan (dakwaan) (HR al-Baihaqi).

Keenam, Rasulullah saw. memang memungut jizyah dari kaum kafir ahludz dzimmah dan memberlakukan sejumlah hukum syariah atas mereka. Namun, beliau pun melindungi mereka dari tindak kezaliman. Beliau juga membebaskan mereka untuk menjalankan ibadah, makan-minum, pernikahan sesuai agama mereka. Beliau bersabda:

Ingatlah, siapa saja yang menzalimi, merendahkan dan membebani seorang kafir mu’ahad melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu dari dirinya tanpa keridhaannya, maka aku menjadi lawannya pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud).

Ketujuh, Nabi saw. melindungi Islam dan kaum Muslim dari setiap gangguan. Beliau memerangi dan mengusir Yahudi Bani Qainuqa’. Pasalnya, mereka melecehkan kehormatan seorang Muslimah dan membunuh seorang pedagang Muslim. Rasulullah saw. juga mengusir Yahudi Bani Quraizhah. Sebabnya, mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy menyerang kaum Muslim. Hal itu melanggar perjanjian damai bersama.

Kedelapan, Rasulullah saw. mengutus sejumlah delegasi ke berbagai kabilah, kerajaan dan kekaisaran untuk mendakwahkan Islam kepada mereka. Beliau pun memimpin jihad dalam rangka menyebarkan Islam atau mengirim saraya (pasukan yang dipimpin para Sahabat) untuk berjihad.

(Ahmad Sastra, 08/10/22 : 15.00 WIB)

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

 

Solusi Bullying Pelajar yang Tak Kunjung Usai

Tinta Media - Kasus perundungan (bullying) antar pelajar kembali terjadi dan diselesaikan dengan cara damai, meskipun publik berharap kasus tersebut diselesaikan secara hukum. Hal itu terbukti saat polisi menyelesaikan kasus perundungan Pelajar di Sumedang, Jawa barat secara kekeluargaan. Peristiwa perundungan tersebut dipicu oleh kesalahpahaman korban dengan kekasih salah satu pelaku. Empat orang pelaku menganiaya dan merundung korban di suatu tempat yang berada di Kiara payung, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang.

Sebelumnya, perundungan terjadi pada seorang siswa MTs oleh sekelompok pelajar SMP Negeri di Sumedang. Dalam video yang beredar, terlihat siswa MTs tersungkur di tanah karena dipukul, diinjak, hingga ditendang gerombolan siswa SMP Negeri tersebut.(pikiranrakyat.com)

Kasus perundungan kerap kali terjadi di kalangan pelajar, bahkan tidak jarang sudah mengarah pada kriminalitas. Ini menunjukan bahwa pendidikan mereka di bangku sekolah, terutama terkait pendidikan moral ataupun akhlak, seakan-akan tidak berbekas sama sekali. Tidak adanya penghargaan atau empati kepada sesama manusia, baik yang seusia, kepada orang tua, bahkan juga guru, sering kali mewarnai sosok-sosok pelajar ini. Kondisi tersebut menggambarkan ketidakjelasan tujuan pendidikan di negeri ini. 

Kita ingin membentuk sosok yang beriman dan bertakwa, tetapi kurikulum pendidikan yang diberikan sangat jauh dari aspek iman dan takwa. Hal ini terlihat dari standar keberhasilan pendidikan yang hanya digambarkan dalam bentuk capaian nilai berupa angka atau huruf pada buku rapot atau ijazah. Nilai tersebut diharapkan dapat menghantarkan pada target-target materi di masa depan, terkait dengan peluang bersaing di lapangan kerja, tetapi bagaimana dengan perilaku? Secara realitas, nilai-nilai tersebut ama sekali tidak menjadi faktor yang menentukan berhasil-tidaknya seseorang dalam pendidikannya. 

Inilah gambaran output pendidikan kita saat ini yang dibangun dengan landasan sekuler kapitalistik materialistik. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan perilaku seseorang. Agama mendapatkan porsi yang sangat sedikit dalam mendidik generasi. Negara sekuler membolehkan agama mengatur, tetapi hanya dalam urusan privat. Sedangkan dalam ruang publik, peran agama sangat dibatasi, bahkan dihilangkan. 

Paham sekularisme yang menghasilkan kebebasan, telah melahirkan generasi muda yang jauh dari sosok bermoral, apalagi berakhlak Islam. Yang lahir justru sosok-sosok berperilaku bebas, permisif (serba boleh), materialistis,dan hedonistis (mengagungkan kesenangan jasadiyah).

Lebih miris lagi, negara yang seharusnya sebagai pengurus dan pengatur urusan umat,  mampu menyelesaikan masalah perudungan secara tuntas, tetapi solusi yang diberikan hanya sekadar tambal sulam tak menyentuh akar permasalahan. Bahkan, penerapan sistem sekular-liberal yang diterapkan penguasa menjadi faktor terbesar penyebab kasus perundungan ini terus terjadi, bukan hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Alasan kebebasan, terutama kebebasan berpendapat atau berbicara atau bahkan bertingkah laku, sering menjadi dalih dari perundungan tersebut.

Oleh karena itu, wajar jika sistem ini melahirkan dekadensi moral di tengah masyarakat, termasuk generasi muda.
Dekadensi moral telah menampakkan wujud karakter generasi yang mengerikan, tak terkecuali generasi muda kaum muslimin. Karena itu, menemukan generasi yang memiliki karakter seorang muslim sejati pada saat ini teramat sulit.

Generasi yang rusak seperti saat ini bukanlah karakter asli dari kaum muslimin. Allah Swt. telah menyifati umat ini sebagai khairu ummah sebagaimana dalam firman-Nya yang menyatakan bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah Swt.

Menjadi khairu ummah adalah karakter hakiki dari seorang muslim, yang berarti menjadi generasi pemimpin yang berdaulat dan mampu menguasai dunia dengan identitas kemuslimannya, untuk mewujudkan peradaban yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, bukan generasi seperti saat ini, yang berada dalam ketiak penjajah, terjajah dan terintervensi, bergantung dan tereksploitasi.

Islam menjadikan generasi yang mampu menggali potensinya untuk mengukir peradaban gemilang. Islam memberikan kesempatan bagi pemuda mana pun untuk meraih impian, mengukir prestasi, dan menggali lebih dalam potensinya. Islam menciptakan generasi yang mumpuni, memberikan kontribusi bagi umat, membangun peradaban gemilang.

Islam telah mengukir kegemilangannya dengan generasi hebat yang dihasilkan. Hanya peradaban Islam yang mampu melahirkan pemuda 21 tahun, mampu memimpin pasukan untuk menaklukan Konstantinopel. Dialah  Muhammad Al Fatih. Begitu pun dengan sosok pemuda yang menggenggam Islam, rela menanggalkan kemewahan hidup, menjadi duta Islam pertama, mengenalkan Islam kepada suku Aus dan Khazaj, hingga tak ada satu pun rumah di Madinah yang tidak membicarakan Islam dan Muhammad saw. Dialah Mus'ab Bin Umair.

Hanya dalam Islam, pemuda belia yang memiliki keutamaan ilmu dan pemahaman telah dipercaya menjadi penasehat Umar bin Khattab. Dialah Ibnu Abbas. 

Hanya dalam Islam, pemuda berusia 18 tahun bisa menjadi salah seorang panglima perang terhebat sepanjang masa. Dialah Usamah bin Zaid. Hanya dalam Islam, pemudi belia menjadi guru para orang tua. Dialah sayyidah Aisyah ra.

Pemuda-pemudi tersebut hanyalah sedikit contoh dari output pendidikan dalam peradaban Islam yang bertahan selama lebih dari 13 abad. Islam telah menciptakan generasi-generasi muda yang mumpuni, menjadi penopang dan pejuang tegaknya peradaban. 

Inilah bukti sistem Islam yang mampu menjaga generasi hingga menjadi khairu ummah. Oleh karena itu, cara ampuh untuk membentengi generasi dari perundungan dan  dekadensi moral adalah dengan mengganti sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal yang menjadi biang keladi terjadinya dekadensi moral ini, dan menggantinya dengan sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif di seluruh lini kehidupan dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.

Wallahu alam bishawab

Oleh: Sri Mulyani
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab