Tinta Media

Senin, 20 Mei 2024

Nyawa Melayang dengan Mudah, Di manakah Jaminan Nyawa Sistem Kapitalisme?


Tinta Media - Belakangan ini, sejumlah kasus pembunuhan secara sadis terjadi di beberapa daerah seperti di Bekasi, Ciamis dan Bali. Kasus kriminalitas ini menjadi booming di publik nasional. Aparat kepolisian juga berhasil membekuk para pelaku terduga dan mengungkap motif pembunuhan itu.

Yang pertama, ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi yaitu jasad wanita berinisial RM (50) sebagai korban pembunuhan Kamis (25/4) pagi. Polisi pun menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan.

Yang kedua, kasus pembunuhan dan mutilasi  terjadi di Ciamis yang dilakukan oleh TBD (50) terhadap istrinya bernama Yanti (44) di wilayah Rancah, Ciamis, Jawa Barat. Ketua RT setempat di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Rancah, Yoyo Tarya melaporkan aksi pembunuhan tersebut kepada polsek Rancah. Setelah mengetahui pelaku berkeliling menawarkan daging korban dalam baskom.

Yang ketiga kasus pembunuhan pekerja seks komersial (PSK) di Bali oleh seorang pria bernama Amrin Ar-Rasyid Pane (20) menewaskan seorang perempuan berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. Kasus ini bermula saat pelaku memesan wanita pekerja seks komersial melalui aplikasi di ponsel dan terjadi tawar menawar dengan korban. Mereka sepakat dengan harga Rp500 ribu. Korban datang di tempat kejadian perkara yang ditentukan oleh pelaku yaitu dikamar indekos pelaku. Lalu, korban masuk ke kamar kos dan pelaku melakukan hubungan badan dengan korban. Setelah itu, pelaku membayar sebesar Rp500 ribu, namun korban tidak terima dan meminta bayaran kepada pelaku sebesar Rp1 juta. Kemudian, pelaku tidak terima sehingga korban mengancam pelaku akan mendatangkan pacarnya bersama teman-temannya.

Usai diancam, pelaku emosi dan secara spontan melakukan penganiayaan dengan menggorok leher korban dari belakang dengan menggunakan pisau dapur. Korban pun sempat berteriak, pelaku membungkam mulut korban dengan tangan kiri. Lalu pelaku dengan cara membabi buta langsung menikam tubuh korban berulang ulang sampai tewas dan langsung memasukkan tubuhnya ke dalam koper lalu membuangnya. (CNN Indonesia, 05/05/2024).

Dalam sistem kapitalisme, kejahatan marak terjadi termasuk pembunuhan. Nyawa dalam sistem ini ternyata dihargai sangat murah, hanya karena emosi nyawa pun dapat dihabisi. Tidak habis pikir, manusia-manusia yang hidup di sistem ini berbuat di luar nalar. Hanya dengan perkara kecil saja nyawa dapat melayang. Cara membunuhnya pun beragam hingga sadis dan kejam. Tentu saja bagaimanapun cara membunuhnya pembunuhan yang terjadi tidak dapat dimaklumi. Karena kejahatan hingga hilangnya nyawa adalah suatu perkara yang besar.

Dengan meninggalnya satu orang tidak akan memutus kehidupannya saja, banyak kerugian lain yang akan terjadi. Ada keluarga, kerabat dan teman-teman yang akan sangat kehilangan sosok yang disayang. Bagaimana nanti nasib anak-anaknya jika ia adalah seorang ibu? Bagaimana nasib orang tuanya jika ialah anak tunggal mereka? Bagaimana nasib kerabatnya jika dia adalah satu-satunya saudara? Apalagi mengetahui tewasnya secara sadis dan kejam. Semua personal akan merasakan akibatnya.

Berita di atas hanyalah tiga dari banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi. Apalagi masih banyak kasus-kasus kriminalitas yang tidak terekspos media massa. Tentu hal itu ada kaitannya dengan pendidikan yang didapat masyarakat. Dengan sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme masyarakat dididik dengan orientasi pada materi sehingga manusia-manusia yang dihasilkan adalah manusia-manusia tamak yang memaksakan kehendak dan selalu ingin memenuhi nalurinya.

Kepuasan jasmani dan materilah yang menjadi prioritas masyarakat sekuler. Tidak ada lagi syariat atau agama yang menjadi ukuran mereka. Semua cara dilakukan asalkan dapat mencapai tujuan. Semua dapat diterjang untuk mendapat kesenangan sesaat.

Hal tersebut juga berpengaruh dalam pengendalian emosi ketika memiliki kehendak. Orang-orang mudah tersulut emosi walau dengan hal-hal sepele. Hingga ringan sekali tangannya untuk menebas nyawa seseorang. Itu semua menjadi bukti bahwa sistem yang berlaku saat ini gagal dalam menjamin keamanan rakyatnya. Menjamin nyawa seorang saja tidak mampu.

Hal itu juga menunjukkan sistem sanksi yang ada tidak dapat menjerakan pelaku dan mencegah orang lain berbuat kriminal. Buktinya kejahatan seperti ini terus saja berulang terjadi dan semakin marak. Mata rantai permasalahan ini harus segera diputuskan.          

Sistem kapitalisme-sekularisme yang tidak dapat menyejahterakan rakyatnya serta menjaga keamanan seluruh rakyatnya maka berbanding terbalik dengan sistem Islam yang berorientasi jelas. Yaitu untuk menyejahterakan rakyatnya. Semua orang yang berada di bawah naungan Islam, muslim maupun non muslim akan terjamin kehidupannya dan terjaga nyawanya.

Dalam islam, membunuh seorang muslim diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia. Sistem sanksi yang diterapkan oleh islam pun dapat membuat jera pelaku dan mencegah orang lain bertindak kejahatan. Karena nyawa akan ditebus dengan nyawa inilah sistem yang akan memutus mata rantai  pembunuhan yang terjadi.

Ditambah lagi, sistem pendidikan islam yang berbasis akidah islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang bertakwa kepada Allah SWT. Standar perbuatannya adalah syariat Allah SWT dari Al-Quran dan As-Sunnah.  Mereka pun paham dan yakin bahwa esok aka nada hari pembalasan yang mana semua amal akan dipertanggungjawabkan. Sehingga semua personal akan berhati-hati dalam bertindak dan menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. Waallahua’lam bisshawab. 

Oleh: Rosyida Az Zahro, Aktivis Dakwah

Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul


Tinta Media - Pembunuhan dan kekerasan seksual terhadap anak bukan lagi menjadi rahasia umum, hal demikian terus saja terjadi bahkan kian marak terjadi. Mirisnya pelakunya merupakan anak di bawah umur yang juga merupakan teman korban sendiri.

Di Sukabumi, seorang anak laki-laki yang baru mau duduk di bangku sekolah dasar berinisial MA (6 tahun) ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya diwilayah kecamatan Kadudampit, kabupaten Sukabumi. Tidak hanya dibunuh tapi juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Polres Sukabumi mengungkapkan bahwa pelaku utama pembunuhan dan sodomi merupakan seorang pelajar yang masih duduk dibangku SMP. Polisi pun menetapkan pelaku sebagai tersangka dan berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). (Sumber Sukabumiku.id)

Tidak hanya di Sukabumi, di Jambi pihak kepolisian menemukan fakta baru dalam persidangan dua tersangka atas kematian santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwin bernama AH (13 tahun) yang dibunuh oleh teman sesama santri. Majelis hakim pengadilan negeri (PN) Kabupaten Tebo telah menjatuhkan vonis terhadap dua tersangka, yaitu AR (15) dengan hukuman 7 tahun 6 bulan penjara, sedangkan Rd (14) dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara. (sumber Metrojambi.com) kedua kasus tersebut hanyalah sebagian kecil kasus dan masih banyak lagi kasus kriminal lainnya.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kasus anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan peningkatan pada periode 2020 hingga 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sementara 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. Anak-anak yang menjalani masa tahanan di tempatkan pada beragam fasilitas pemasyarakatan. Saat ini tahanan anak ditampung di Lembaga pemasyarakatan (lapas) 243 orang, rumah tahanan negara (rutan) 53 orang, dan Lembaga pemasyarakatan perempuan (LPP) sejumlah 7 orang. Di tahun 2023 masih menyisakan empat bulan hingga akhir tahun, artinya angka tersebut kemungkinan akan mengalami peningkatan. Hal demikian menjadi alarm bahwa anak-anak di negeri ini sedang tidak baik-baik saja dan menuju pada kondisi yang sangat problematik. (sumber Kompas.id)

Hal demikian sangatlah miris, namun maraknya kriminalitas oleh anak-anak merupakan gambaran buruknya output dalam sistem pendidikan kapitalisme. Yaitu sistem yang hanya berorientasi pada materi. Maka akibatnya Orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sehingga orang tua merasa cukup jika sudah mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya berupa materi seperti pakaian, makanan, mainan kesukaan mereka, hingga sekolah favorit dan lainnya. Sementara itu orang tua juga hanya sebagai pengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme.

Akibat dari tekanan ekonomi ayah dan ibu sibuk bekerja sehingga anak-anak pun tidak mendapatkan pendidikan yang benar di dalam rumah, sementara itu disekolah juga diarahkan oleh sistem pendidikan sekuler yakni kurikulum pendidikan sekuler yang berorientasi pada materi dan minim nilai agama. Alhasil anak-anak pun terus diarahkan mengejar prestasi tanpa bimbingan akhlak dan ketaatan kepada Allah swt.

Apalagi sanksi di sistem kapitalisme tidak membuat jera pelaku kriminal. Apalagi jika pelakunya anak-anak (usia kurang dari 18 tahun), adanya peradilan anak yang juga tidak membuat si anak pelaku kriminal jera. Akibatnya anak-anak pelaku kriminal pun semakin marak akibat dari sanksi yang tidak menjerakan hingga kasus kriminal terus marak terjadi.

Berbeda dalam sistem pendidikan Islam dalam menjaga generasi dari kehancuran dan kerusakan, Islam memiliki mekanisme yang mampu mencetak generasi yang berkualitas baik dari segi keimanan, akhlak dan potensi diri. Islam memiliki sistem pendidikan Islam yang berdasarkan pada akidah Islam sehingga mampu dan telah terbukti menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian Islam bukan kepribadian kriminal.

Dalam Islam peran keluarga juga menduduki posisi yang khusus, keluarga merupakan fondasi awal sebuah peradaban karena kualitas generasi pertama kali ditentukan oleh keluarga. Peran orang tua dalam pendidikan anak sangat besar, Islam mewajibkan ibu menjadi sekolah pertama dan pendidik pertama bagi anak-anaknya. Didikan seorang ibu yang berlandaskan pada syariat Islam maka akan membentuk anak yang sholih dan sholihah. Pembentukan karakter ini akan semakin kuat karena Islam mewajibkan seorang ayah menjadi qawwam (pemimpin keluarga) sehingga peran ayah dan ibu akan memberi dampak yang sangat besar bagi pendidikan anak-anaknya.

Islam juga menetapkan adanya sanksi yang tegas sehingga keamanan pun anak-anak terjamin. Dalam Islam pelaku kejahatan akan diberi sanksi selama mereka sudah baligh dan dilakukan dalam keadaan sadar. Islam tidak mengenal pembatasan usia berdasarkan umur seperti usia 18 tahun yang dikategorikan sebagai anak-anak dan usia di atas 18 tahun dikategorikan dewasa. Islam hanya mengenal pembatasan usia berdasarkan baligh. Jika anak-anak belum baligh maka akan dihukumi anak-anak. Jika anak-anak sudah baligh maka mereka dihukumi mukallaf. Karena itu sekalipun usia mereka masih 15 tahun jika mereka sudah baligh maka sanksi akan berlaku kepada mereka. Penganiayaan yang berakhir pembunuhan akan mendapatkan sanksi qishas, sodomi mendapatkan had liwath yakni dijatuhkan dari tebing atau tempat didaerah tersebut. (sumber MMC)

Maka dengan demikian sanksi Islam akan menimbulkan efek zawajir yang mampu menjadi pencegah dan jawabir menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal. Tidak hanya itu dengan penerapan sanksi juga akan mampu menumpas para pelaku pembunuhan termasuk pelaku sodomi. Sehingga sanksi yang diterapkan akan mampu memberikan efek jera dan tidak menimbulkan adanya pelaku baru. Hanya saja konsep demikian akan terwujud jika keluarga, masyarakat, dan negara menerapkan Islam secara kaffah dalam setiap sendi kehidupan. Allahu A’lam Bishawab.[] 

Oleh: Haniah, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 19 Mei 2024

Anak Pelaku Kejahatan Lahir dari Sistem Rusak


Tinta Media - Masyarakat dipaksa untuk terbiasa saat mendengar ada kasus kejahatan  yang terjadi, karena jumlah kejahatan setiap tahunnya terus meningkat. Bahkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat ada 288.472 kejahatan selama tahun 2023. (Dataindonesia.id. 28/12/2023). Kasus kejahatan ini rata-rata dilakukan oleh orang dewasa.

Tetapi akhir-akhir ini ada kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sungguh sangat menggemparkan publik. Anak sekecil itu sudah lihai melakukan kelakuan bejatnya seorang diri. Bermula dari anak laki-laki berinisial MA (6) menjadi korban pembunuhan, tidak hanya dibunuh anak yang baru mau duduk di sekolah dasar ini juga menjadi korban kekerasan seksual sodomi. Yang menjadi pelaku utama kasus ini adalah seorang pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). (Sukabumiku.id. 02/05/2024)

Tak berhenti di kasus tadi, ada juga kasus pembunuhan yang dilakukan di pondok pesantren. Polisi mengungkap penyebab kematian santri Airul Harahap (13) di pondok pesantren Raudhatul Mujawwadin Kabupaten Tebo, Jambi. Ternyata sebelum meninggal korban dipukuli menggunakan kayu oleh dua orang senior berinisial AR (15) dan RD (14). Akar permasalahannya karena korban menagih utang kepada pelaku. (Detik.com. 23/03/2024)

Maraknya kriminalitas oleh anak-anak saat ini, terjadi karena diatur oleh sistem yang salah, sistem yang menomorsatukan materi, manfaat dan kebebasan yaitu kapitalisme. Bahkan dalam kapitalisme peran orang tua dianggap hanya sebagai pihak pemberi materi, sementara itu orang tua juga tugasnya hanya mengejar materi sebagaimana yang ditanamkan oleh kapitalisme ini.

Padahal orang tua merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan, karena ini akan menentukan sifat dan karakter anak pada masa yang akan datang. Hanya saja hidup dalam sistem kapitalis peran orang tua sangat minim dalam memberikan pendidikan pada anak-anaknya. Dengan dalih sibuk pada pekerjaannya maka perhatian yang dibutuhkan oleh anak seolah sudah cukup tergantikan hanya dengan memenuhi faktor finansialnya saja. Atau "broken home" yang dirasakan oleh anak menyebabkan anak mencari perhatian dengan melakukan hal-hal di luar nalar. Begitu pun kondisi ekonomi yang kurang atau kurang kesadaran orang tua terhadap pendidikan. Itu semuanya faktor yang menyebabkan peran orang tua tidak mempunyai andil dalam mendidik anak-anak mereka. (Psikologiuma.ac.id. 03/06/2023)

Tidak hanya peran orang tua yang bergeser dalam sistem ini, tataran masyarakat pun  seolah menutup mata melihat kejadian ini, padahal semua orang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menciptakan anak- anak sebagai penerus generasi. Yang harus turun tangan langsung yaitu mulai dari pihak keluarga, masyarakat bahkan pemerintah.  Yang paling penting adalah peran pemerintah, karena mempunyai wewenang untuk membuat aturan dalam bidang pendidikan yang dapat mencetak karakter pelajar yang tangguh, tapi ternyata kurikulum pendidikan yang dibuat pun mendukung untuk pelajar memiliki gaya hidup yang sekuler dan hedonis, sehingga menjauhkan dari kepribadian yang luhur.

Selain sistem pendidikan, pemerintah mempunyai wewenang dalam mengontrol lalu lintas sistem informasi digital. Kebebasan mengakses semua informasi tanpa penyaringan dapat menyebabkan anak-anak di bawah umur bebas melihat berbagai informasi tentang kekerasan, pergaulan bebas, pornografi/pornoaksi. Sehingga mereka dengan leluasa bisa mencontoh tanpa memahami kebaikan dan keburukannya.

Berbeda dengan Islam, dalam sistem pendidikan Islam yang pertama dilakukan adalah membangun kepribadian islami, yaitu pola pikir dan pola sikap bagi anak - anak. Ini menjadi sebuah keharusan karena akidah Islam adalah dasar kehidupan setiap muslim sehingga dijadikan sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak, maka akan menghasilkan kepribadian yang luhur dan mulia.

Mempersiapkan anak-anak menjadi generasi unggul agar diantara mereka menjadi para ulama yang ahli dalam setiap bidang kehidupan, baik ilmu agama maupun sains dan teknologi. Jadi mereka mahir dalam sistem digitalisasi dan bertakwa kepada Allah sehingga mereka sanggup menjadi generasi pemimpin yang diharapkan oleh umat. Anak-anak tidak akan kehilangan arah dan terjerumus dalam kejahatan karena mereka sudah faham benar tujuan dalam mengarungi kehidupan.

Tak perlu diragukan lagi, jika aturan Islam diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan maka keberhasilan akan diraih. Sebagaimana telah dicontohkan oleh para ulama shalih terdahulu, salah satunya diantara banyak sosok yang dijadikan panutan, seperti Imam Syafii pada usia 7 tahun sudah menghafal Al- Qur'an  dan menjadi qadhi. Masya Allah.

Wallahu'alam Bishowab.

Oleh: Irma Legendasari, Sahabat Tinta Media 

Bencana Bertubi-tubi Akibat Salah Sistem


Tinta Media - Telah terjadi banjir bandang dan lahar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Tim penolong bergerak mencari korban yang dilaporkan hilang.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)  mengevakuasi ratusan warga di tiga daerah di Sumatra Barat yang terdampak banjir ke sejumlah posko pengungsian, Senin (13/05). 

Menurut laporan  dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kota Padang, korban meninggal dunia akibat banjir lahar dingin gunung Merapi dan banjir bandang dari tiga wilayah provinsi Sumatera Barat mencapai 52 orang, Selasa (13/05) pukul 15.00 WIB.

Kepala SAR Kota Padang, Abdul Malik mengatakan bahwa tim pencarian hingga saat ini masih mencari keberadaan warga yang dilaporkan hilang yang diduga terseret arus banjir bandang. Pencarian dilakukan dari kota Padang panjang hingga aliran sungai Anai.

Adapun rincian korban yang meninggal adalah 22 orang dari Kabupaten Agam, 24 orang dari Kabupaten Tanah Datar, dua orang dari Kota Padang Panjang dan dua orang lagi dari Kabupaten Padang Pariaman serta dua orang di Padang, (BBC News Indonesia).

Basarnas mengatakan, ada tiga orang yang belum teridentifikasi dari jumlah tersebut, hingga total yang meninggal 52 orang. Banjir bandang ini juga mengakibatkan  kerusakan 193 rumah warga di Kabupaten Agam. Di Tanah Datar, sebanyak 84 rumah mengalami kerusakan berat dan ringan. Jalur lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok mengalami lumpuh total.

Miris, bencana alam terus berulang dan memakan banyak korban. Oleh karena itu, perlu adanya upaya mitigasi bencana sehingga pencegahan dapat optimal, demikian pula upaya menyelamatkan masyarakat.

Banyaknya kerugian yang dirasakan warga akibat terjadinya bencana menambah penderitaan. Rakyat semakin memprihatinkan di tengah kondisi sulit seperti saat ini.

Sebetulnya, apa faktor penyebab terjadinya banyak bencana alam?  Di samping qadha Allah, tentu saja kita tidak bisa membuat pernyataan bahwasanya bencana banjir bandang dan lahar itu semata-mata hanya karena faktor alam. Sebuah persoalan harus dilihat dan dirunut secara detail pada aspek hulu, bukan hanya dilihat dari aspek hilir saja, sehingga penyelesaian atau solusi preventif yang efektif bisa didapatkan.

Ini karena di samping faktor alam, juga terdapat andil besar perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sehingga, perlu ditinjau dan dipahami lebih mendalam untuk mencari akar permasalahannya. Dari sini, kita bisa menemukan solusi yang hakiki dalam menyelesaikan persoalan bencana.

Jika ditelaah, bencana bertubi-tubi yang terjadi disebabkan oleh kebijakan dari negara. Semua berkaitan dengan sistem aturan negeri ini yang sekuler kapitalistik.

Semua kebijakan dibuat hanya demi meraup keuntungan segelintir orang tanpa peduli akibat yang dirasakan oleh rakyat banyak. Kebijakan pembangunan yang ugal-ugalan dengan dalih investasi telah membuat rakyat kecil menderita. Sementara, yang punya uang dan modal besar akan semakin kaya raya.

Tidak bisa dimungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan kelapa sawit, juga penambangan emas adalah pemicu rusaknya lingkungan. Belum lagi barang tambang yang lainnya. Semua bebas menjadi 'bancakan: para elite politik global.

Begitulah, pembangunan ala kapitalis yang berlandaskan manfaat dan keuntungan, pasti akan merugikan rakyat. Akibat dari kebijakan pembangunan yang eksploitatif, tentunya akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Hingga akhirnya bisa mengakibatkan terjadinya bencana alam.

Dalam sistem demokrasi kapitalis sekuler, hal ini wajar terjadi. Itu menjadi bukti rusaknya sistem hari ini.

Sebuah kezaliman terpampang  jelas di depan mata, dan rakyat pun menjadi korban. Begitulah bobroknya sistem sekuler demokrasi, aturan yang tidak memihak rakyat sama sekali.

Karena itu, perlu adanya sistem komprehensif sebagai solusi masalah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Islam datang sebagai solusi dari Allah Swt. untuk semua problematika kehidupan. Kebijakan pembangunan dalam Islam ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestarian alam.

Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat tanpa harus merusak lingkungan. Islam sangat menjaga keharmonisan lingkungan agar tetap seimbang.

Seorang Khalifah melakukan perbuatan dilandaskan pada keimanan pada Allah Swt, bukan karena manfaat dan keuntungan. Sehingga, pembangunan dalam Islam juga tidak eksploitatif ataupun destruktif. Semua pengelolaan dan kebijakan pembangunan diatur sesuai syariat Allah.

Dalam Islam, negara tidak akan menyerahkan sumber daya alam dikelola oleh pihak asing. Tata cara pengelolaan sumber daya alam dikelola sesuai dengan hak kepemilikan, tidak bebas dikelola oleh individu jika itu memang milik umum, sehingga tidak menimbulkan kerusakan.

Mitigasi yang komprehensif akan dilakukan oleh Khalifah untuk mencegah jatuhnya banyak korban bencana. Adapun yang dilakukan oleh negara Islam adalah mengambil hasil hutan yang tidak berlebihan agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dengan baik.

Pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang akan meminimalisir terjadinya penebangan hutan secara liar. Pemerintah juga melakukan penghijauan setelah penebangan.

Sanksi tegas dalam Islam juga akan mampu membuat orang tidak mudah melakukan kejahatan dan pelanggaran. Sekalipun ada yang melakukannya, pasti akan dihukum dengan tegas, tidak pandang bulu. Dengan demikian, hal itu pasti akan membuat orang lain menjadi takut untuk melakukannya.

Begitulah Islam dengan aturan yang menyeluruh akan mampu menyejahterakan dan melindungi rakyat dari bencana. Islam menjaga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan terjaga dari kerusakan.

Sudah saatnya negeri ini berpaling dari aturan manusia menuju aturan yang datang dari Allah Swt., yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah agar terwujud kemaslahatan umat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Waspada Proyek Sawah Cina di Tanah Borneo


Tinta Media - Indonesia adalah negara agraris yang memiliki lahan pertanian sangat luas dengan iklim tropis, menjadikan tanah negeri ini subur. Sektor pertanian menjadi mayoritas pekerjaan masyarakat, khususnya mereka yang berada di pedesaan.

Pada negara agraris, pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sektor perekonomian, sektor perdagangan, serta sektor sosial.

Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia membuat kebutuhan pokok atau kebutuhan pangan semakin meningkat. Secara langsung, hal ini berdampak pada perekonomian petani. Kesejahteraan petani pun terdongkrak naik.

Namun, sayangnya logika ini hanya sekadar bayangan saja, sebab nyatanya tidak. Seperti dikutip dari Koordinator Aksi Prabowo Pamungkas, dikatakan bahwa meski telah ada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tetap tak ada kemajuan bagi kaum tani.

“Bahkan sebaliknya, nasib petani kian terpinggirkan dan tetap saja miskin serta jauh dari kata sejahtera,” kata Prabowo.

Tiga persoalan utama kaum tani selalu berkutat pada konflik lahan, pupuk langka, dan fleksibilitas harga pertanian. (kompas.com. 12/5/24)

Selain itu, pertanian Indonesia saat ini juga menghadapi persoalan kurangnya minat anak muda dalam sektor pertanian. Ini dibuktikan dalam hasil data sensus pertanian 2023 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik bahwa petani yang mengelola pertanian perorangan tahun ini berumur 45-54 tahun dengan porsi 27,09%, sangat berbanding dengan jumlah 10 tahun yang lalu 28,03%.

Kemudian yang berusia 35-44 tahun sebanyak 22,08% turun drastis, dari catatan hasil sensus 2013 sebesar 26,34%. Sedangkan usia dari 55-64 tahun meningkat drastis 10 tahun terakhir sebanyak 20,01% menjadi 23,20%, dan usia 65 tahun ke atas juga naik dari 12,75% menjadi 16,15%. (CNBC.Indonesia.12/5/24)

Apabila kita mencermati rentan usia petani menurut data statistik di atas, tentu hal ini berpengaruh terhadap penggunaan teknologi modern di bidang pertanian, yaitu petani yang menggunakan alsintan modern atau teknologi digital pada 2023 porsinya hanya sebanyak 46,86% dari total petani 28,19 juta orang. Sedangkan yang tidak menggunakan alsintan modern atau teknologi digital mendominasi dengan porsi 53,16%. (CNBC.Indonesia.12/5/24)

Dari beberapa data yang telah dipaparkan, dapat diambil titik benang merah permasalahan mengapa pemerintah mencanangkan proyek sawah Cina di wilayah pertanian Kalimantan Tengah seluas 1 juta hektare.

Cina akrab dengan kebaruan teknologi di negerinya dalam pengelolaan sawah hingga hasil panen melimpah dan selalu melakukan inovasi serta temuan baru dalam varietas benih padi hingga dihasilkan bibit-bibit padi yang unggul. Potensi inilah yang dilirik oleh pemerintah Indonesia hingga mempercayakan pengelolaan sawah di tanah Kalimantan Tengah digarap oleh Cina. Pemerintah juga mengekspor para petani Cina untuk bekerja di Indonesia.

Telah tampak jelas keberpihakan negara kepada para asing dan aseng. Penggarapan sawah di tanah Kalimantan Tengah tentu memiliki dampak bagi para petani lokal yang ada di Kalimantan. Mereka akan merasakan keterasingan di tanah kelahiran mereka sendiri.

Ada satu pertanyaan krusial yang patut dipertanyakan kepada pimpinan negeri bahwa, “Apakah proyek tersebut bagian dari food estate?”

Jika memang iya, dalam rangka ketahanan pangan, maka kita dapat berkaca pada 3 dekade terakhir sejak era presiden Soeharto yang melakukan berbagai proyek untuk ketahanan pangan, tetapi nyatanya gagal dalam mewujudkannya.

Kerja sama dengan korporasi asing dalam aspek strategis negara tentu akan mengancam kedaulatan negara dan berpotensi menguatkan penjajahan pada negeri. Sektor pangan merupakan sektor yang sangat strategis karena berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat.

Ini berbeda jika negara menerapkan syariat Islam di seluruh lini kehidupan. Negara dalam Islam menerapkan hukum-hukum khusus terkait tanah pertanian. Negara berperan besar memastikan bahwa tidak ada sejengkal pun tanah pertanian yang ditelantarkan. Pemilik tanah wajib menggarap atau memanfaatkannya, sebab apabila ditelantarkan lebih dari tiga tahun, maka hak kepemilikan atas tanah tersebut akan diambil alih oleh negara.

Negara akan menjamin sarana dan prasarana yang berkualitas dan terjangkau serta dukungan riset dan teknologi, jaminan pemasaran yang aman, dan berkeadilan. Pembiayaan sektor pertanian tidak akan bergantung pada swasta atau asing, sehingga ketika negara menjalin hubungan dengan negara asing, maka kedaulatan negara tetap terjaga. Oleh karena itu, terwujudnya ketahanan pangan hanya akan terjadi jika negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam sektor pertanian. Wallahu a’lam Bishshawwab.

Oleh: Rika Yuliana, S.IP., Pustakawan dan Aktivis Muslimah

Mengharapkan Pemuda Berkualitas, Modal Pendidikan Tak Ikhlas?


"Kak, mau ngajar di lembaga ini? Nggak, ah, gajinya nggak sesuai."

Tinta Media - Miris, pernyataan semacam ini sering penulis temui. Akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa saat ini banyak orang bersedia mengajar di lembaga tertentu sesuai dengan nilai materi yang diinginkan.

Maka, wajar jika ternyata hasil dari pendidikan saat ini tidak bisa membentuk kepribadian yang baik pada anak karena mereka bekerja hanya untuk mendapatkan nilai materi, bukan sebagai orang yang bertanggung jawab besar mencerdaskan generasi untuk kehidupan masa depan.

Jika kondisi ini terus berlangsung, maka masa depan bangsa ini sangat menghawatirkan. Sejatinya, seorang guru menjadi tempat atau rujukan dalam menimba ilmu untuk bekal kehidupan di masa depan. Nyatanya, mereka tidak begitu mempedulikan hal tersebut. Yang terpenting bagi mereka adalah masuk kelas, lalu mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan.

Tidak ada yang salah jika seorang guru mengharapkan upah lebih untuk bisa mencukupi semua kebutuhannya. Namun, jika hanya itu yang menjadi standar dalam mengajar, maka para siswa akan kehilangan hakikat pendidikan yang semestinya mereka dapatkan.

Penulis rasa, sudah begitu banyak fakta yang menunjukkan tentang kebobrokan para pelajar saat ini. Mereka mabuk-mabukan, tawuran, pacaran, balap liar, hamil di luar nikah, dan lain-lain. Tentu semua itu bisa terjadi karena pola pendidikan yang salah. Sebab, jika proses pendidikan dijalankan dengan tepat dan benar, pasti akan membekas pada pemahaman mereka tentang kebenaran dan kebaikan.

Fakta Buruk pada Pelajar

Akibat kurangnya tanggung jawab seorang guru kepada pelajar, akhirnya kebobrokan generasi saat ini semakin meluas. Salah satunya adalah kasus bullying  dan perundungan yang terjadi di mana-mana.

Tidak cukup hanya pelajar yang melakukan pelanggaran hukum, para pendidik pun juga banyak yang terlibat.

Kerusakan generasi saat ini sangatlah fatal. Mereka sudah tidak memiliki batasan dalam melakukan aktivitas. Semuanya dibebaskan. Mengingat kebebasan berekspresi yang dilakukan pendidik dan juga pelajar, penulis sedikit berkaca dari kurikulum merdeka yang saat ini digencarkan secara masif. Bukan karena apa-apa, hanya saja kita perlu sedikit menyoroti terkait makna merdeka yang saat ini sedang digaungkan.

Makna merdeka itu sendiri adalah bebas. Namun perlu digaris bawahi, ketika ada yang menggaungkan kebebasan, kita harus mencari tahu kebebasan dalam hal apa terlebih dahulu. Sebab, jika kebebasan yang dimaksud adalah membiarkan kerusakan merajalela, maka itu adalah tindakan yang salah.

Hal demikian juga berlaku dalam dunia pendidikan. Jika di dalam kurikulum merdeka saat ini pendidikan dimasifkan dengan gerakan kebebasan dalam berekspresi, maka patut bagi kita untuk memprotes hal tersebut. Ini karena dari situlah cikal bakalnya kerusakan generasi.

Atas kurangnya tanggung jawab seorang guru, maka tidak heran jika generasi saat ini tidak lagi peduli baik buruk, pantas tidak pantas, sopan dan tidak sopan. Bisa dikatakan, mereka minim kepribadian. Oleh karena itu, mereka akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangannya.

Maka, muncullah istilah hedonisme. Melihat fakta generasi saat ini, pikiran penulis melompat jauh ke negara Barat. Apakah semua sikap hedon yang dilakukan generasi saat ini terpengaruh oleh budaya Barat yang serba bebas?

Pendidikan Langkah Awal Mencerdaskan Generasi Masa Depan

Jika benar generasi saat ini telah terpengaruh oleh budaya hedon Barat, maka hancurlah negeri ini kalau tidak segera diputus rantai penyebarannya. Sebab, generasi muda adalah pewaris kehidupan di masa depan.

Oleh karena itu, mari kita saling bahu-membahu untuk menyadarkan generasi saat ini agar tidak lagi terjerumus pada jebakan hidup yang heodnis ini.  Ini karena tujuan awal mereka diberi pendidikan adalah untuk menjadi generasi berkualitas supaya kelak bisa menjadi problem solver untuk bangsa ini.

Seperti yang pernah dikatakan oleh presiden pertama Afrika Selatan, yaitu Nelson Mandela bahwa, "Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia."

Apa yang disampaikan oleh Nelson Mandela itu benar. Pada zaman Rasulullah, beliau telah berhasil mencetak generasi tangguh, sehingga saat ini kita bisa menikmati indahnya beragama Islam.

Tidak bisa dibayangkan, tanpa perjuangan generasi setelah Rasulullah, bisa dipastikan kita tidak akan pernah bisa merasakan, walaupun hanya mencium baunya Islam. Dari sejarah yang pernah terjadi, penulis menarik kesimpulan bahwa sistem Islam telah berhasil mendidik generasi menjadi generasi berkualitas dan menjadi agen perubahan pada dunia.

Untuk itu, dalam menjalankan syariat Islam, kita tidak akan pernah mampu melakukan jika negara tidak menerapkan sistem tersebut. Oleh karena itu, setiap negara harus ikut berkontribusi untuk kemerdekaan dunia ini dengan cara, masing-masing negara bertanggung jawab penuh dalam mewujudkan sistem Islam untuk diterapkan di seluruh dunia. Wa'allahu a'lam bishawab.

Oleh: Winarti, Script Writer dan Content Creator

Rentenir Berkedok Usaha Resmi, Solusi ala Kapitalisme


Tinta Media - Pemkab Bandung sukses melahirkan koperasi besar dan Go Internasional. Koperasi yang menjadi pilar ekonomi ini telah berkontribusi besar terhadap pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna, Jumat (3/5/2024).

Salah satunya adalah Koperasi Banjaran Karya Samuha yang mampu menembus pasar internasional. Beberapa komoditas unggulan seperti ubi jalar, kentang dan baby buncis, menembus ke negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, India, dan beberapa negara Timur Tengah.

Kesuksesan ini berkat program inkubasi dan pendampingan intens yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung. Dindin Syahidin sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UMKM memastikan bahwa melalui program ini, koperasi mampu bertumbuh dan bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Ia berharap bahwa koperasi ini mampu memberikan dampak konkret agar masyarakat, khususnya petani lebih sejahtera.

Pelaku UMKM dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga membuka lahan pekerjaan dan punya andil mengurangi jumlah pengangguran. Hal ini membuat pemerintah menaruh perhatian dengan menghadirkan koperasi. Bagaimana tidak, UMKM telah berkontribusi terhadap PBD Nasional sebesar 60,5%. Artinya, UMKM sangat potensial untuk memberikan keuntungan yang besar bagi negara.

Namun sayangnya, solusi yang seolah-olah membantu UMKM khususnya petani agar sejahtera, nyatanya sarat akan kepentingan para pemilik modal besar. Bukan rahasia lagi, di negeri yang kaya akan hasil pertaniannya, tidak menjamin petaninya hidup sejahtera. Kebijakan yang tak berpihak pada rakyat kecil menambah penderitaan petani.

Penguasa dan pengusaha berkolaborasi. Mereka menawarkan pinjaman modal pada pelaku UMKM atau petani demi meraup keuntungan dari pinjaman koperasi tersebut. Pinjaman yang awalnya indah, tetapi berakhir dengan musibah. Mungkin ada yang sukses ketika menjadi nasabah koperasi, tetapi tidak sedikit pula yang berakhir dengan kegagalan.

Banyak fakta yang terjadi, bahwasanya tidak sedikit UMKM atau petani yang tidak berhasil mengembangkan usaha karena tidak mampu bersaing. Akhirnya, mereka gulung tikar dan menyisakan cicilan utang kepada koperasi atau bank dan malah menimbulkan masalah baru.

Selain itu, menurut data CNBC Indonesia, ada banyak koperasi bermasalah di antaranya:

(1)    KSP Sejahtera Bersama, 186 ribu korban dari seluruh Indonesia dengan kerugian Rp8,8 T, dengan dugaan kasus penipuan dan penggelapan dana nasabah senilai Rp249 miliar.

(2)    KSP Indosurya, kasus yang dimulai di tahun 2020. Terjadi kegagalan bayar bunga dan pokok simpanan anggota. Tersangkanya adalah pemilik KSP Indosurya dan pada tahun 2023 diputus bebas.

(3)    KSP Pracico Inti Utama.

(4)    KSP Inti Sejahtera tersandung kasus gagal bayar sejak tahun 2020 lalu, dan masih banyak lagi koperasi yang bermasalah.

Ini membuktikan bahwa solusi yang pemerintah tawarkan tidak benar-benar membawa kesejahteraan bagi rakyat kecil. Alih-alih mampu mengendalikan inflasi, pada akhirnya inflasi tetap terjadi. Buktinya, pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan para pemilik modal besar saja.

Selain itu, koperasi dalam sistem sekuler kapitalisme ini diperparah dengan praktik riba di dalamnya, sehingga menambah ketidakberkahan pada usaha yang dijalani. Jelas, dalam Islam riba diharamkan, apa pun namanya, seperti bunga (interest), denda (fine), penalti, annual fee, iuran tahunan dalam kasus kartu kredit dan sebagainya. Segala bentuk tambahan biaya dari dana pinjaman dinamakan riba.

Ini artinya kehadiran koperasi sebagai pilar pertumbuhan ekonomi tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh masyarakat. Masyarakat bawah tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, mereka begitu berharap bahwa dengan mendapatkan modal pinjaman dari koperasi, usaha mereka akan berkembang. Namun, kenyataannya bukan kesejahteraan yang mereka dapatkan, malah penderitaan.

Inilah sistem sekuler kapitalisme. Penguasa lebih berpihak pada pemilik modal ketimbang rakyat. Negara telah gagal mengurusi rakyat. Sejatinya, negaralah yang bertanggung jawab atas keberlangsungan perekonomian rakyat.

Sebagai motor negara, pemerintah wajib menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Namun, dalam sistem saat ini rakyat berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Negara malah menjerumuskan rakyat pada rentenir berkedok usaha resmi.

Sedangkan dalam Islam, Khilafah menjamin kesejahteraan rakyat, baik sandang, pangan, ataupun papan. Jika rakyat membutuhkan bantuan dana dari pemerintah untuk mengembangkan usahanya, negara akan berupaya penuh membantu para pelaku UMKM atau petani. Tentunya dengan aturan yang sesuai dengan syariat.

Khalifah sebagai raa’in (pelindung/pemelihara) umat, akan memfasilitasi seluruh kebutuhan rakyat, misalnya untuk para petani. Khalifah akan menyediakan lahan untuk digarap, dipupuk, diberi fasilitas irigasi, alat-alat pertanian, sarana transportasi. Tidak kalah penting, infrastruktur jalan pun harus memadai demi memudahkan pendistribusian hasil pertanian. Semua fasilitas tersebut akan diberikan secara cuma-cuma atau gratis.

Kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat tidak diragukan lagi. Pengelolaan SDA dilakukan secara mandiri tanpa menyerahkan kepada pihak swasta atau asing, sehingga hasilnya sangat luar biasa dan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang disimpan di Baitul Mal.

Selain itu, negara akan mendorong para pelaku usaha untuk menginvestasikan uangnya ke bisnis yang riil dan melarang disimpan di sektor perbankan dan investasi portofolio yang bertujuan untuk mendapatkan bunga. Negara akan melarang segala model bisnis berbasis utang bunga, dan akan mengubahnya menjadi bisnis yang diajarkan Islam, seperti bisnis kemitraan bagi hasil. Dalam bisnis tersebut, para mitra berbagi profit dan risiko secara bertanggung jawab.

Rasulullah SAW bersabda,

“Rasulullah melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba, dan dua saksi yang menyaksikan riba.”

Kata beliau, “semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598)

Oleh sebab itu, negara Khilafah tidak akan mengambil keuntungan atau manfaat dari usaha rakyat. Maka dari itu, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Sudah saatnya kaum muslimin bergandengan tangan dalam ukhuwah Islamiah dengan membuang jauh-jauh sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan rakyat dari hukum-hukum Allah. Wallahualam.

Oleh: Neng Mae, Sahabat Tinta Media 

Rendahnya Gaji Dosen, Kemuliaan Pendidik Terabaikan

Tinta Media - Penelitian Serikat Pekerja Kampus atau SPK mengungkap banyaknya jumlah dosen menerima gaji bersih tidak lebih dari Rp 3 juta pada kuartal pertama 2023 (tempo.co, 2/5/2024). Termasuk di dalamnya, dosen yang telah mengabdi selama lebih dari enam tahun. Karena kecilnya pendapatan, tidak sedikit para dosen harus mencari pekerjaan tambahan di luar jam kerjanya. Setidaknya 76 persen dosen harus mengambil kerja sampingan. Pekerjaan tersebut tidak jarang membuat tugas utama para dosen terhambat dan berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. 

Bahkan tagar #janganjadidosen pun sempat viral beberapa waktu lalu. Tagar ini sebagai bentuk curhatan para dosen yang mendapatkan gaji yang minim sementara jam kerja sering melebihi porsi semestinya. Sayangnya, tagar ini dinetralkan dengan opini pengabdian pada institusi. Dan banyak pihak merasa kecewa dengan keadaan tersebut. 

Tidak heran, fakta ini menciptakan pergeseran pemikiran di tengah generasi. Orang cerdas berilmu kini tidak lagi dihargai dan diapresiasi. Ironis memang. Di tengah mahalnya biaya pendidikan, kurikulum yang tidak jelas dan kondisi politik yang cenderung memanas, membuat generasi malas berpikir maju. Tidak mau direpotkan dengan fakta yang tidak sesuai harapan. Mereka cenderung lebih memilih profesi yang lebih mudah mengalirkan banyak uang. Seperti influencer atau youtuber. Wajar juga saat rakyat berpikir untuk "hijrah" ke luar negeri demi apresiasi dan masa depan yang lebih menjanjikan. 

Sistem Rusak Membajak Potensi

Rendahnya gaji dosen merefleksikan rendahnya perhatian dan penghargaan negara atas profesi dosen. Padahal dari tangan para dosen-lah generasi emas bangsa terlahirkan. Dan mampu mempengaruhi pencapaian masa depan bangsa yang jauh lebih baik.  

Dosen adalah profesi mulia, menyebarkan ilmu dan membangun karakter mahasiswa sebagai agent of change, agen perubahan dan calon pemimpin masa depan. Namun sayang, sistem saat ini tidak mampu mendukung suasana kondusif untuk profesi dosen. Sistem kapitalisme, sistem rusak yang hanya berorientasi pada materi. Konsepnya telah menggerus penghargaan atas jasa besar para dosen, karena menjadikan prinsip materi sebagai satu-satunya hal yang berharga. 

Memang tidak bisa dihindari, kehidupan yang kini tersaji membutuhkan begitu banyak materi untuk bertahan hidup. Segala bentuk kehidupan berbayar dan mahal. Bagai lingkaran masalah yang terus memutar, semua terjadi sistemik sebagai dampak sistem yang tidak mampu mengurusi kebutuhan seluruh rakyat, termasuk para dosen. 

Sekularisme pun turut andil dalam terpuruknya profesi dosen. Sistem tersebut hanya memandang dosen sebagai profesi, bukan difokuskan pada pendidik generasi. Negara pun menganggap profesi dosen hanya sebagai individu yang harus mandiri mencari penghidupan sendiri. Padahal semestinya dosen memperoleh posisi yang mulia karena mengajarkan ilmu yang berharga bagi kemajuan generasi. Namun konsep ini tidak berlaku dalam sistem sekularisme. Negara justru membelanjakan anggaran pada hal-hal yang tidak prioritas. Karena menganggap pendidikan bukan hal yang utama. Negara memprioritaskan program pembangunan yang tidak ditujukan untuk kesejahteraan dan kecerdasan rakyat. Tentu saja, hal tersebut adalah konsep keliru dalam pembangunan bangsa yang cerdas.

Wajar saja, wajah generasi saat ini penuh luka. Jauh dari kemajuan berpikir. Dan lebih cenderung pada perbuatan yang niradab. 

Di sisi lain, negara hanya berperan sebagai regulator yang tidak mampu mengatur terselenggaranya pendidikan secara optimal. Dan tidak mampu menjamin sejahteranya para pendidik karena konsep yang kini diadopsi tidak diprioritaskan untuk kepentingan rakyat secara utuh. Kebijakan yang kini ada hanya ditujukan demi kepentingan bisnis dan keuntungan para oligarki. 

Sistem Islam Menghargai Ilmu

Islam menetapkan bahwa ilmu adalah salah satu bekal berharga untuk mengarungi kehidupan. Islam juga menghargai ilmu dan menjunjung tinggi para pemilik ilmu apalagi para pengajar yang mendidik generasi agar cerdas mengarungi kehidupan. Terlebih posisi strategis para dosen sebagai pendidik calon pemimpin peradaban masa depan yang mulia. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Nasehat berharga dari Imam Syafi'i tentang pentingnya ilmu dan para penuntut ilmu. 

"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan". 

Sejarah Islam mencatat gemilangnya masa pendidikan pada masa penerapan sistem Islam. Islam memuliakan para pendidik dan setiap orang yang mengajarkan ilmu kepada umat. Karena dari tangan para pendidik-lah, generasi menjadi cerdas dengan iman dan takwa yang tangguh. 

Sistem Islam pun menempatkan para pendidik sebagai individu yang wajib dihormati dan dimuliakan kedudukannya. Salah satunya dengan mengapresiasi dengan besaran gaji yang fantastis agar para pendidik mampu optimal dan fokus mencurahkan ilmu dan tenaganya demi kecerdasan generasi agar menjadi pemimpin negeri yang cerdas. 

Misalnya, pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, guru digaji hingga 15 dinar/bulan (1 dinar = 4,25 gram emas) setiap bulannya. Berdasarkan harga emas saat ini (pada bulan Mei 2024), yakni 1 gram emas adalah Rp1,308 juta, maka gaji guru Rp83,385 juta per bulan. 

Dalam sistem Islam, kehidupan para pendidik terjamin sejahtera dan mampu fokus memberikan yang terbaik untuk pendidikan anak bangsa. Generasi cerdas, dan menjamin terlahirnya pemimpin yang amanah mengurusi umat. Wallahu'alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Sabtu, 18 Mei 2024

Mayoritas Penguasa Sepakat Berpura-pura Bela Palestina

Tinta Media - Menang telak di pemungutan suara Majelis Umum PBB, mayoritas pemimpin atau penguasa negara anggota PBB termasuk Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Prancis Emmanuel Macron sepakat 'berpura-pura' membela kemerdekaan Palestina. Dan kemudian, mengesahkan resolusi ilusi basa-basi untuk memperluas hak-hak Palestina yang digulirkan pada Jumat (10/5/2024). 

Dalam majelis itu ada 143 negara dan hanya ditolak 9 negara sementara 25 negara abstain. Di majelis itu, para penguasa negara di dunia seolah-olah anti penjajahan dan sangat peduli kemanusiaan. Padahal, mereka hanyalah berpura-pura. 

Sebab telah kita ketahui, sampai kini masalah Palestina belum ada solusinya dan bahkan belum ada tanda titik terang sedikit pun, meski ratusan pertemuan para penguasa negara di bawah naungan PBB itu sudah digelar.

Resolusi-resolusi yang dikeluarkan pun layaknya sampah yang tak berdampak terhadap kebrutalan kejahatan Zionis Yahudi.

Kalau benar para penguasa negara itu anti penjajahan, harusnya mereka juga bersepakat bersatu untuk menghukum dan mengusir penjajah Zionis Yahudi dari tanah yang dijajah, yakni Palestina.

Kalau saja benar mereka peduli kemanusiaan, tentu mereka tak akan membiarkan penjajah Zionis Yahudi itu terus-menerus menghujani bom dan melakukan kegilaannya menggenosida warga.

Faktanya, bertahun-tahun para penguasa itu hanya mengecam, menonton menikmati penjajahan dan pembantaian di Palestina sambil menikmati benefit politik simpati rakyatnya dari pencitraan yang mereka lakukan.

Maka, harus kita tegaskan, persoalan utama yang terjadi sekarang di Palestina adalah karena keberadaan entitas penjajah Zionis Yahudi. Ringkasnya Palestina adalah wilayah yang dirampas dan dijajah.

Solusi perdamaian dan solusi dua negara apa pun bentuknya yang mengarah untuk mempertahankan keberadaan eksistensi penjajah Zionis Yahudi pasti tidak akan menyelesaikan masalah.

Perdamaian, justru direkayasa hanya untuk mengokohkan eksistensi penjajah Zionis Yahudi, karena mensyaratkan pengakuan terhadap eksistensi Zionis Yahudi atau keberadaan negara palsu Isr4el di tanah Palestina.

Sekali lagi, harus kita tegaskan, akar persoalan di Palestina yang sesungguhnya adalah penjajahan yang dilakukan oleh penjajah Zionis Yahudi terhadap tanah kaum Muslim.

Oleh karenanya, solusi ini hanya bisa diselesaikan dengan mengusir dan melenyapkan penjajah Zionis Yahudi ini dari tanah Palestina. Untuk itulah jihad fi sabilillah adalah kewajiban syariah Islam yang harus ditunaikan.

Namun, harus juga kita pahami, yang dihadapi oleh umat Islam terkait Palestina ini bukanlah hanya penjajah Zionis Yahudi yang berjumlah penduduk sekitar 7 juta orang, tetapi juga imperialis Barat seperti Inggris yang melahirkannya dan Amerika Serikat yang konsisten menjaga eksistensinya.

Ditambah para penguasa pengkhianat di Dunia Islam, terutama penguasa Arab yang justru juga turut menjaga eksistensi penjajah Zionis Yahudi ini dengan melakukan upaya-upaya normalisasi. Dan secara politik, sangat jelas mereka juga enggan menggerakkan tentara-tentara kaum Muslim untuk membebaskan Palestina.

Disinilah sangat pentingnya mengapa kita harus memperjuangkan kembali Khilafah Islam ‘alaa minhaaj an-nubuwwah, karena hanya kekuatan institusi politik Islam global inilah yang akan mampu menghadapi kekuatan global Barat dan mencampakkan para penguasa pengkhianat itu di negeri Islam. Pada gilirannya, Khilafahlah yang akan menggerakkan tentara-tentara di negeri-negeri Islam untuk membebaskan atau memerdekakan Palestina dengan sebenar-benarnya pembebasan. Bukan kemerdekaan rekayasa, apalagi pura-pura!

Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media, Tangsel


Pemberdayaan Wanita dalam Sektor Pariwisata, Menjadikan Wanita Berdaya atau Terpedaya?

Tinta Media - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenkraf RI) berhasil menggelar Diskusi Pemberdayaan Perempuan bertajuk “The 2nd UN Tourism Conference on Women Empowerment in Tourism in Asia and the Pacific” di Bali International Convention Center Bali, Kamis (2/5). Forum ini dihadiri para pakar dari berbagai negara yang meramaikan rangkaian panel diskusi. Beberapa di antaranya para profesor perempuan. Topik utama yang dibahas dalam pertemuan ini seputar pemberdayaan perempuan di sektor pariwisata. (kemenparekraf.go.id 3/5)

Sektor pariwisata dirasa menjadi sektor yang paling ramai pemeran wanita dibandingkan sektor lainnya. Sehingga amat strategis membicarakan peningkatan promosi pariwisata dengan melibatkan para wanita dan bagaimana menciptakan ruang aman bagi para pekerja perempuan. Profesor dari Faculty of Tourism Wakayama University Jepang, Kumo Kato menyampaikan bahwa pendidikan bagi perempuan menjadi gerbang penting untuk mencapai kesetaraan gender dan masa depan yang cerah. 

Dalam forum tersebut Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengenalkan Ibu Kartini sebagai tokoh kesetaraan gender pada perwakilan dunia. Ia menuturkan bahwa pentingnya melibatkan wanita dalam sektor pariwisata. (suara.com 5/5)

Tatanan dunia kapitalisme dengan materi sebagai tolak ukurnya menciptakan standar kesuksesan wanita dilihat dari keuntungan ekonomis. Tak heran jika pelibatan wanita dalam berbagai sektor ekonomi menjadi asas utama dalam pemberdayaan perempuan. Tanpa mengindahkan potensi dan fitrah yang telah Allah tetapkan seiring dengan penciptaan laki-laki dan perempuan. 

Tak Sesuai Kodrat

Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan gerbang utama meningkatkan derajat wanita di mata masyarakat. Dengan akses pendidikan, perempuan bisa menjadi pribadi yang terdidik dan membuka peluang masa depan lebih bersinar. Namun. Masa depan yang cerah itu tidak diartikan dengan perempuan menjadi pion pemain dan penyumbang pendapatan bagi negara tanpa mengindahkan kodratnya sebagai ummu wa robbatul bayt. Perempuan yang seharusnya terlindungi, malah tereksploitasi jiwa raganya demi meraup cuan-cuan duniawi. 

Melibatkan perempuan dalam sektor pariwisata tentu membahayakan wanita. Sebab wanita dituntut untuk terlibat dalam proses industri pariwisata dengan berbagai macam jenis profesi yang umumnya mengumbar aurat dan menguras tenaga secara berlebihan. Seperti hari ini yang kita saksikan para pramugari, pramusaji, tour guide, hingga para pekerja hotel diberlakukan seragam yang mengumbar aurat. Sekalipun beberapa tempat memberi izin untuk muslimah berkerudung, tetap seragam yang ditentukan tidak mampu menutup aurat secara syar’i. 

Selain itu, bagi pekerja perempuan yang masuk dalam industri produk penyokong pariwisata (seperti oleh-oleh makanan, alat musik, baju daerah, dan berbagai produk khas lokal lainnya) biasa dituntut untuk bekerja penuh waktu dengan bayaran yang belum tentu layak. Dengan dalih efisiensi modal produksi untuk menekan harga. Atau bagi para influencer yang berspesialisasi dalam promosi pariwisata, mereka akan bekerja di tempat-tempat wisata dan tinggal beberapa hari di luar rumah tanpa jaminan keamanan yang pasti.

Dengan tuntutan pekerjaan, mengurangi waktu para ibu di rumah untuk mendidik anak-anak dan berkumpul bersama keluarganya. Tak hanya itu, pelecehan seksual mengancam para pekerja wanita tanpa perlindungan pasti baik dari instansi ataupun undang-undang negara. Perempuan dieksploitasi habis-habisan, mengikis marwah dan merusak secara perlahan karena tak sesuai dengan kodrat wanita. 

Sementara sektor pariwisata menjadi salah satu tumpuan ekonomi negara. Sehingga digenjot habis-habisan untuk mendulang devisa negara. Padahal, ada banyak sektor lain yang lebih strategis namun tidak dimanfaatkan dan dioptimalisasi dengan baik. Seperti sektor pertanian dengan kekayaan agraris Indonesia, sektor kelautan dengan luas teritorial laut dan kekayaan flora fauna Indonesia, dan SDA yang amat melimpah. Sektor-sektor tersebut justru diprivatisasi dan dikomersialkan pada masyarakat sendiri dengan harga tinggi, sementara keuntungannya masuk pada kantong segelintir rakyat. 

Perempuan dalam Islam

Dalam fitrahnya, perempuan dan laki-laki diciptakan berbeda. Jika laki-laki diciptakan sebagai tulang punggung, maka wanita diciptakan menjadi tulang rusuk. Hormon oksitosin yang ada dalam wanita lebih banyak menjadikan wanita lebih peka terhadap rangsangan. Selain itu, komposisi tubuh wanita lebih dominan lemak daripada otot yang berguna untuk menghasilkan keturunan yang berkualitas. Dengan potensi-potensi tersebut, wanita fitrahnya menjadi pemelihara. Maka tidak adil jika menyamaratakan standar kesuksesan wanita dan pria hanya dilihat dari materi. 

Islam telah menjadikan standar kesuksesan bagi laki-laki dan perempuan adalah meriah rida Allah. Yang mana rida Allah dapat diraih dengan tuntunan masing-masing. Laki-laki dengan berbagai potensinya diciptakan menjadi pengayom, pemimpin serta pencari nafkah. Adapun perempuan fitrahnya terlindungi dan menjadi pemelihara bagi anak-anak dan keluarganya. Tentu goals yang dihasilkan berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak menjadi perbandingan. Justru diciptakan untuk saling melengkapi. Berjalan beriringan mengejar rida Allah semata. 

Maka kita dapati, di masa Rasulullah para sahabiyah terjanjikan surga dengan peran mereka mendidik generasi, menjadi garda pemasok logistik ketika jihad, dan menjadi istri yang salihah. Rasulullah tidak menuntut mereka setara dengan berjihad di medan perang ataupun menjadi tumpuan nafkah bagi keluarganya layaknya laki-laki. Dengan jalan tersebut wanita meraih kesuksesannya. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Surah Ali-Imran: 95 yang artinya:

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…” 

 Negara sebagai institusi tertinggi bertanggung jawab melindungi kehormatan dan kesejahteraan masyarakatnya terutama perempuan. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan dan penggerakan ekonomi nasional tidak hanya meninjau aspek keuntungan, namun melihat aspek syariat juga. Tidak mengeksploitasi para wanita, menyediakan pekerjaan yang halal, serta tidak melindungi tenaga kerja dari berbagai kejahatan dan kecelakaan. 

Dalam sistem ekonomi negara Islam, pemasukan tidak hanya bertumpu pada sektor tertentu. Namun semua sektor yang halal dalam penguasaan negara akan dioptimalisasi untuk menghasilkan keuntungan. Keuntungan ini nantinya dimasukkan ke kas negara untuk membiayai kepentingan jihad dan kesejahteraan kehidupan sosial. Dengan aturan yang paripurna dan sumber pendapatan yang halal, mengundang keberkahan dan ketenteraman bagi seluruh wilayah yang terliputi.

Oleh: Qathratun
Member @geosantri.id

Pornografi Peringkat Empat Dunia, Enggak Bahaya Ta?

Tinta Media - Miris! Konten pornografi anak di Indonesia menduduki peringkat 4 di dunia dan peringkat kedua di kawasan ASEAN. Peringkat ini didapatkan setelah Nasional Center for Missing Exploited Children menemukan bahwa jumlah konten kasus pornografi anak di Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 juta kasus (Sindonews.com, 18/4/2024).  

Sungguh angka yang fantastis! Oleh karena itu, pemerintah membentuk satgas penanganan kasus pornografi anak di Indonesia. Satgas ini hasil kolaborasi enam kementerian/Lembaga, yakni Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa kolaborasi ini dibuat karena tiap Kementerian/ Lembaga telah memiliki regulasi yang kuat dalam kasus pornografi anak. Hadi berharap, satgas ini bisa bersinergi dengan baik (polkam.go.id,18/4/2024).

Meski berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas persoalan pornografi yang sangat meresahkan, hingga kini usaha tersebut belum membuahkan hasil. Pornografi kini justru menjadi seperti virus yang menyerang kalangan anak-anak, bahkan lebih dahsyat dari narkoba. Padahal, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar, tetapi kasus pornografi justru semakin menyeramkan. Anak-anak muda muslim tenggelam dalam pusaran konten negatif pornografi. Bukankah masa depan umat dan bangsa ditentukan oleh kualitas generasi muda? Lantas, bagaimana dengan masa depan negeri ini?

Sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini melahirkan sekularisme yang mengusung kebebasan. Sistem inilah yang merusak dan menghancurkan generasi, khususnya generasi muda muslim. Sistem kapitalisme sebagai landasan hidup yang berorientasi pada manfaat, memandang apa pun yang menghasilkan uang akan dilakukan meski itu bertentangan dengan syariat agama dan mengorbankan masa depan generasi muda penerus bangsa. 

Maka, wajar pornografi menjadi komoditas bisnis menarik, sebab pemodal mendapatkan keuntungan fantastis dari hasil produksi konten konten yang melanggar syari'at.

Selain itu, kemajuan teknologi dan digitalisasi media membuat industri pornografi berkembang pesat. Banyak aplikasi yang bernuansa seksual dengan konten 18+ menjadikan anak sebagai objek visualisasi. Sungguh memilukan! Media dan pergaulan bebas berkolaborasi merusak generasi. Dalam kapitalisme, konten pornografi merupakan _shadow economy_ yang sulit terdeteksi. Tak heran jika industri pornografi tumbuh sumbur di negeri ini.

Kapitalisme sebagai sistem buatan manusia yang sangat jelas kerusakannya, tidak dapat dijadikan sebagai landasan dalam kehidupan. Keberadaan industri pornografi harus dihentikan oleh peraturan yang mampu menyentuh akar persoalan. Sebab, kasus pornografi dan kasus lain seperti narkoba dan kejahatan seksual akan terus berulang jika sistem yang digunakan adalah sistem kapitalis.

Hanya sistem Islam yang mampu menyelamatkan generasi yang tercemar pornografi. Islam memandang pornografi merupakan tindakan kemaksiatan yang harus dihentikan. Dalam sistem Islam, setidaknya ada dua hal untuk mengatasi masalah pornografi. 
Pertama, dengan menerapkan hukum yang bisa melindungi sistem tata sosial. Kedua, dengan menerapkan politik media untuk melindungi masyarakat dari paparan konten pornografi.

Islam memiliki seperangkat aturan interaksi sosial yang harus dipahami dan diterapkan bersama dalam lingkungan masyarakat dan negara. Secara umum, Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat tidak bercampur baur kecuali dalam kondisi tertentu seperti pendidikan, kesehatan, dan muamalah. 

Islam juga mengatur agar laki-laki dan perempuan menjaga kehormatan. Negara dengan sistem Islam akan benar-benar berfungsi sebagai pengurus dan penjaga moral rakyat. Dalam Islam, negara juga mampu menjadi sistem pendukung yang nyata agar terlahir keluarga dan masyarakat yang beriman serta bertakwa kepada Allah Swt. 

Negara  juga mengatur sistem pendidikan agar membentuk generasi yang berkepribadian Islam di samping mengontrol media agar tidak menampilkan konten yang dapat merusak rakyat. Negara tidak boleh berkompromi dengan para pemilik modal yang mempunyai industri pornografi dengan alasan apa pun. 

Negara berperan besar untuk mengontrol penuh konten yang beredar di tengah masyarakat melalui media. Tidak kalah penting, negara dalam sistem Islam mampu memberikan sanksi tegas dan menjerakan dan memiliki kewenangan untuk menjatuhkan jenis sanksinya. Sanksi yang dilakukan bisa dalam bentuk kurungan penjara atau bahkan hukuman mati.
 
Tumbuh suburnya pornografi dalam kehidupan sekarang karena adanya kebebasan berekspresi dan bertingkah laku. Apa pun solusinya, jika masih bersumber dari sistem yang mengusung kebebasan, tidak akan mampu menyelesaikan masalah. 

Hanya sistem Islam, sistem yang berasal dari Sang Pencipta Yang Maha Tahu makhluk ciptaan-Nya, yang mampu menyelamatkan generasi dari kubangan pornografi. Maka, tidak ada pilihan lain untuk mengatasi semua problematika pornografi kecuali dengan menerapkan sistem Islam yang akan memberikan rahmat bagi seluruh alam, baik muslim ataupun nonmuslim tanpa terkecuali. Wallahu a’lambishawwab.

Oleh: Ummu Hagia
Sahabat Tinta Media

Berantas Kriminalitas dengan Sistem Islam



Tinta Media - Beruntun, dalam beberapa hari ini kasus pembunuhan sadis terus saja terjadi. Publik dikejutkan dengan berbagai macam kasus nirkemanusiaan ini. 

Kasus pembunuhan dalam koper di Bekasi dengan jasad wanita berinisial RM (50) adalah salah satunya. Korban pembunuhan ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Kamis (25/4) pagi. Setelah diusut, polisi lalu menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya, Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan. 

Dari pemeriksaan Arif, polisi mendapati fakta bahwa tersangka turut dibantu Aditya membuang jasad korban. Pembunuhan terjadi di salah satu Hotel di Bandung. Di sanalah korban bertemu pelaku, lalu dibunuh dan diambil uang 43 juta yang korban bawa (CNN Indonesia, 5/5/2024).

Lalu, kasus pembunuhan PSK di Bali. Seorang pria bernama Amrin Al-Rasyid Pane (20) membunuh perempuan yang merupakan Pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. 

Di Temanggung, heboh di media sosial duel maut dua orang pria yang akhirnya menewaskan satu di antara mereka. 

Di Medan, seorang ayah membunuh anak tirinya dan dibantu oleh ibu kandung saat membuang mayat korban. 

Paling menggemparkan lagi ada di Ciamis. Seorang pria tega membunuh istrinya dengan cara memutilasi kemudian potongan tubuh korban dijajakan ke tetangga (CNN Indonesia, 10/5/2024).

Runtutan kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa kita hidup dalam sebuah sistem yang tidak baik-baik saja. Nyawa seseorang tidak dianggap berharga sehingga pembunuhan mudah sekali terjadi. Pemenuhan naluri pun benar-benar liberal dan sekuler tanpa mempedulikan kaidah baik yang ada.

Masyarakat saat ini hanya berfokus pada kepuasan jasmani dan materi yang didapatkan dengan cara apa pun.  Hal ini berpengaruh dalam pengendalian emosi. Ketika memiliki kehendak, ego individulah yang mengendalikan dirinya, bukan lagi akal dan jiwa yang sehat. 

Pengendalian emosi juga terkait dengan bagaimana pendidikan yang kita ampu. Pendidikan kini kehilangan marwahnya dan hanya bertujuan mencetak orang-orang yang berorientasi materi saja, sehingga terbitlah individu yang tamak, memaksakan kehendak, dan tidak bertanggung jawab. 

Tak heran, mudah sekali orang melakukan tindak kriminal tanpa peduli sanksinya. Sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan merajalela, bahkan memberikan contoh pada orang lain akan solusi yang akan dipilih. Suami membunuh istri, ayah membunuh anak, teman membunuh teman, orang yang tidak kenal saling membunuh, berzina, penggelapan uang, melakukan riba, inilah kenyataan masyarakat yang kita hadapi. 

Bagaimana mencapai Indonesia emas 2045 kalau kualitas manusianya tidak ‘emas’ juga? Sungguh miris sekali.

Jika ada yang perlu diperbaiki, itu bukan hanya dari peraturan saja, bukan pula dari satu individu saja. Namun, ada baiknya ditarik akar permasalahan yang terjadi. 

Oleh karenanya, berantas kriminalitas  haruslah dengan perubahan sistem, yaitu dengan sistem Islam. Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat pada aturan-Nya. 

Allah berfirman dalam Qur’an surah adz-Dzariyat ayar 56 yang artinya, 

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Islam sangat mengecam pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena tanpa hak  Di dalam Al-Qur’an dikatakan,

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS: al-Maidah: 32).

Membunuh satu orang berarti membunuh seluruh umat manusia. Sebab, setiap orang pasti mempunyai keluarga, anak dan cucu, serta menjadi anggota masyarakat. Membunuh seseorang secara tidak langsung akan merugikan keluarga, keturunan, dan masyarakat yang tinggal di sekitar orang tersebut. 

Oleh karena itu, Islam menempatkan pembunuhan sebagai dosa terbesar kedua setelah syirik (HR al-Bukhari dan Muslim). Kelak, si pembunuh akan mendapat balasan berupa neraka. (QS: al-Nisa': 93)

Islam bukan sekadar memiliki aturan untuk salat, tetapi semua hal berkaitan dengan kehidupan manusia. Sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang beriman kepada Allah Swt. dan beriman kepada hari akhir sehingga menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. 

Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas berdasarkan fiqih yang menjerakan sehingga mampu mencegah orang lain dalam melakukan sesuatu perbuatan. Penerapan syariat Islam telah terbukti melahirkan generasi-generasi emas selama 13 abad Islam ada dalam masa kejayaannya.


Oleh. Dyandra Verren
Alumnus Universitas Gunadarma
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab