Tinta Media

Sabtu, 26 November 2022

Rasa Takut kepada Allah (Khauf)

Tinta Media - Sobat. Khauf adalah ketakutan hati karena bahaya yang menimpanya atau karena takut akan hilangnya sesuatu yang dicintainya. Rasa takut kepada Allah bersumber dari pengetahuannya yang baik dan pengetahuannya yang sempurna tentang-Nya. Maka Khauf adalah perasaan yang jelas terhadap keagungan Pencipta Yang Maha Menciptakan lagi Maha Mengetahui, yang harus ditakuti karena kebesaran dan keagungan-Nya.

Sobat. Abu Qasim alhakimi rahimahullah berkata,” Barangsiapa yang takut kepada sesuatu maka dia akan melarikan diri darinya dan siapa yang takut kepada Allah, dia akan mendekat kepada-Nya.” Al-Fadhil berkata, “ Barangsiapa yang takut kepada Allah, niscaya ketakutannya itu akan menunjukkan kepada kebaikan.”

Allah SWT berfirman :
وَمَن يَعۡمَلۡ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَا يَخَافُ ظُلۡمٗا وَلَا هَضۡمٗا

“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thaha (20) : 112 )

Sobat. Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sebagai persiapan untuk menghadapi hari perhitungan ini, mereka merasa bahagia dan bersyukur serta terbayanglah dalam pikiran mereka ganjaran yang akan dianugerahkan Allah kepada mereka sesuai dengan janji-Nya, sesuai dengan keadilan dan rahmat-Nya. Mereka yakin dengan sepenuhnya bahwa mereka tidak akan teraniaya, tidak akan dirugikan sedikit pun, mereka akan dimasukkan ke dalam surga Jannatun Na`im yang di dalamnya tersedia nikmat dan kesenangan yang tiada putus-putusnya.

Sobat. Sebagian ahli hikmah, ketika memberikan motivasi untuk bersyukur kepada Allah, mengatakan, “ Saudaraku sekalian, bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan kepada kalian berupa lidah dengan memperbanyak membaca kitab Allah dan berdzikir kepada-Nya.”

وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ مُخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَۗ إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ 
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” ( QS. Fathir (35) : 28 )

Sobat. Pada ayat ini, Allah menambah penjelasan lagi tentang hal-hal yang menunjukkan kesempurnaan dan kekuasaan-Nya. Allah menciptakan binatang melata dan binatang ternak, yang bermacam-macam warnanya sekalipun berasal dari jenis yang satu. Bahkan ada binatang yang satu, tetapi memiliki warna yang bermacam-macam. Mahasuci Allah pencipta alam semesta dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan ini firman Allah:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. (ar-Rum/30: 22)
 
Demikianlah Allah menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya seperti tersebut di atas untuk dapat diketahui secara mendalam. Hanya ulama yang benar-benar menyadari dan mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah, sehingga mereka benar-benar tunduk kepada kekuasaan-Nya dan takut kepada siksa-Nya.

Ibnu 'Abbas berkata, "Yang dinamakan ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Mahakuasa atas segala sesuatu." Di dalam riwayat lain, Ibnu 'Abbas berkata, "Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan sesuatu apa pun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang telah diharamkan-Nya, menjaga perintah-perintah-Nya, dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan-Nya yang akan menghisab dan membalas semua amalan manusia."

Ayat ini ditutup dengan suatu penegasan bahwa Allah Mahaperkasa menindak orang-orang yang kafir kepada-Nya. Dia tidak mengazab orang-orang yang beriman dan taat kepada-Nya, tetapi Maha Pengampun kepada mereka. Dia kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat maksiat dan bergelimang dosa, sebagaimana Dia kuasa memberi pahala kepada orang-orang yang taat kepada-Nya dan mengampuni dosa-dosa mereka, maka sepatutnya manusia itu takut kepada-Nya.
وَلِمَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ جَنَّتَانِ  
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. Ar-Rahman (55) : 46 )

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah menyediakan dua surga bagi orang yang takut akan Tuhannya dan berkeyakinan bahwa mereka akan mendapat balasan atas perbuatannya. Bila tergerak hatinya akan berbuat maksiat, maka ia ingat akan Tuhan yang mengetahui segala sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi. Karena itu ia meninggalkan perbuatan itu, takut akan azab dan hukuman yang akan diterimanya. Mereka berbuat baik dan mengajak manusia berbuat baik pula. Dua surga itu ialah: 1. Surga rohani di mana mereka mendapat keridaan Allah. Firman Allah: 
Dan keridaan Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung. (at-Taubah/9: 72) 2. Surga jasmani yang mereka peroleh sesuai dengan amal saleh yang mereka perbuat di dunia.

Allah SWT berfirman :
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱللَّهَ غَٰفِلًا عَمَّا يَعۡمَلُ ٱلظَّٰلِمُونَۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمۡ لِيَوۡمٖ تَشۡخَصُ فِيهِ ٱلۡأَبۡصَٰرُ مُهۡطِعِينَ مُقۡنِعِي رُءُوسِهِمۡ لَا يَرۡتَدُّ إِلَيۡهِمۡ طَرۡفُهُمۡۖ وَأَفِۡٔدَتُهُمۡ هَوَآءٞ 
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.( QS. Ibrahim (14) : 42-43 )

Sobat. Disebutkan dalam sejarah bahwa orang musyrik Mekah selalu menghalang-halangi dan menentang Nabi Muhammad dan para sahabat dalam melaksanakan dakwah sebagaimana yang telah diperintahkan Tuhan kepada mereka. Semakin hari halangan dan rintangan itu semakin bertambah, bahkan sampai kepada penganiayaan dan pemboikotan. Banyak para sahabat yang dianiaya. Mereka tidak mau mengadakan hubungan jual-beli, hubungan persaudaraan dan hubungan tolong-menolong dengan kaum Muslimin. Demikian beratnya siksaan dan penganiayaan itu hampir-hampir para sahabat Nabi berputus asa. Sementara itu orang-orang musyrik kelihatannya seakan-akan diberi hati oleh Allah dengan memberikan kekuasaan dan kekayaan harta. Tindakan mereka semakin hari semakin membabi buta.

Dalam keadaan yang demikian, Allah memperingatkan Nabi Muhammad saw dengan ayat yang menyatakan, "Wahai Muhammad, janganlah kamu menyangka Allah swt lengah dan tidak memperhatikan tindakan dan perbuatan orang-orang musyrik Mekah yang zalim itu. Tindakan dan perbuatan mereka itu adalah tindakan dan perbuatan yang menganiaya diri mereka sendiri. Allah pasti mencatat segala perbuatan mereka. Tidak ada satupun yang luput dari catatannya. Semua tindakan dan perbuatan mereka itu akan diberi balasan yang setimpal. Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka yang menyala-nyala di akhirat nanti."

Sobat.Dengan turunnya ayat ini, hati Nabi dan para sahabat menjadi tenteram. Semangat juang mereka bertambah. Mereka meningkatkan usaha mengembangkan agama Allah. Semakin berat tekanan dan penganiayaan yang dilakukan kaum musyrikin, semakin bertambah pula usaha mereka menyiarkan agama Islam, karena mereka percaya bahwa Allah pasti akan menepati janji-Nya.

Sobat. Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi yang dimaksud ialah seluruh umat Nabi Muhammad, termasuk umatnya yang hidup pada masa kini. Oleh karena itu, kaum Muslimin tidak perlu terpengaruh oleh kehidupan orang-orang yang zalim yang penuh kemewahan dan kesenangan, seakan-akan mereka umat yang disenangi Allah. Semuanya itu hanyalah merupakan cobaan Tuhan dan sifatnya sementara, sampai kepada waktu yang ditentukan, yaitu hari yang penuh dengan huru-hara dan kesengsaraan, di suatu hari dimana mata manusia membelalak ketakutan menghadapi balasan yang akan diberikan Allah.

Sobat. Pada ayat ini, Allah swt menerangkan keadaan orang-orang yang zalim selama hidup di dunia, yaitu keadaan mereka dibangkitkan dari kubur, kemudian menuju Padang Mahsyar, mereka datang bergegas memenuhi panggilan penyeru yang menyeru mereka dengan penuh kehinaan. Keadaan mereka seperti orang yang akan menjalani hukuman gantung. Mereka berjalan menuju ke depan dengan tidak berpaling ke kanan dan ke kiri, pelupuk mata mereka tidak bergerak dan mata mereka tidak berkedip sedikit pun. Hati mereka waktu itu dalam keadaan kosong dan hampa, tidak memikirkan sesuatupun kecuali rasa takut menghadapi azab mengerikan yang segera akan menimpa mereka.

Pada ayat lain, Allah swt melukiskan keadaan orang-orang kafir yang dibangkitkan dari kubur, yaitu:

Maka berpalinglah engkau (Muhammad) dari mereka pada hari (ketika) penyeru (malaikat) mengajak (mereka) kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan), pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka belalang yang beterbangan, dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, "Ini adalah hari yang sulit." (al-Qamar/54: 6-8)
Dan firman Allah swt:
(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia), pandangan mereka tertunduk ke bawah diliputi kehinaan. Itulah hari yang diancamkan kepada mereka. (al-Maarij/70: 43-44)

Sobat. Orang yang berakal cerdas dan lurus tidak akan menggunakan lidahnya selain untuk mengatakan kebenaran dan kebaikan. Bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang dianugerahkan kepada kalian berupa kedua tangan dengan menggunakannya untuk kebaikan. Jika kalian lalai dalam hal itu maka malulah kalian kepada Allah jika kalian menggunakan untuk kezaliman dan mengganggu orang lain, seperti yang dilakukan oleh banyak orang. Sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di hari kiamat.

Sobat. Bersyukurlah kalian kepada Allah atas nikmat yang Dia karuniakan kepada kita berupa akal dengan cara mengagungkan Allah, memuliakan-Nya, merasa malu kepada-Nya, merasa getar dan takut kepada-Nya, dan dengan cara taat kepada-Nya sesuai kadar yang kalian pahami dari keagungan-Nya, kebesaran-Nya dan keluhuran-Nya.

Sobat. Kedudukan dan derajat seseorang akan meningkat di sisi Allah dan di sisi makhluk-Nya sesuai tingkat istiqomah ( konsistensi)-nya, kebersihan hatinya, juga sesuai tingkat kecintaannya kepada kebaikan bagi seluruh kaum muslimin, jauhnya dari keburukan dan kejahatan, pengorbanan jiwa dan hartanya di jalan Allah dan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sobat. Bertakwalah kepada Allah wahai sekalian hamba Allah dengan tidak kembali lagi kepada kebodohan setelah mengetahui dan memahami, dan jangan sampai akal dan ilmu kalian membawa kalian kepada malapetaka.

(DR. Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

Akar Masalah Tak Diatasi, Kerusuhan Papua Terus Terjadi

Tinta Media - Hingga hari ini konflik yang berujung pada kerusuhan masih terus terjadi di Papua. Baru-baru ini seorang prajurit TNI berinisial Serka IDW mengalami luka tembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, pimpinan Numbuk Telenggeng.
Saat peristiwa terjadi, aparat TNI sedang melaksanakan patroli gabungan di gereja Golgota, Gome, Ilaga, Papua Tengah pada Ahad (13/11/22).

Sehari sebelumnya tepatnya sabtu (12/11/22), kerusuhan juga terjadi di wilayah Ikebo Kabupaten Dogiyai, Papua. Kejadiannya bermula dari meninggalnya seorang anak berusia 6 tahun usai ditabrak oleh seorang sopir pendatang. Saat memundurkan truknya, sang sopir tidak menyadari jika ada seorang anak di belakangnya, yang akhirnya terlindas hingga tewas.

Kecelakaan tersebut membuat keluarga korban marah dan menyerang perkotaan. Masa kemudian membakar 1 unit rumah, 2 kendaraan, dan 6 kantor pemerintahan. Masa juga sempat mendatangi polres dan hendak melakukan penyerangan karena sopir truk diamankan polisi. Sebelumnya, sopir truk tersebut bahkan sempat dibacok masa.

Pemerintah tentu sangat menyadari keadaan di Papua yang sangat mudah terjadi kasus kekerasan serta konflik senjata. Karena itu, dalam sebuah pertemuan, pemerintah berjanji akan menggunakan pendekatan yang lebih humanis terhadap penanganan masalah-masalah yang terjadi di Papua.

Direktur Jendral Hak Asasi Manusia, Kementrian Hukum dan Ham (kemenkumham) Mualimin Abdi mengatakan, pemerintah akan terus melakukan sejumlah evaluasi terhadap kegiatan militer di Papua. Mualimin menyatakan bahwa saat ini salah satu fokus permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Papua ialah adanya kelompok bersenjata. Ia menyebut, potensi timbulnya konflik kekerasan antara pasukan militer Indonesia dengan kelompok bersenjata sulit untuk dihindari.

Kerusuhan di Papua yang berulang kali terjadi, mulai dari konflik penduduk asli dan pendatang, hingga kerusuhan oleh KKB akan terus berlanjut selama akar permasalahan tak diselesaikan oleh pemerintah pusat.

Ada banyak faktor yang memicu konflik di Papua, seperti ketimpangan kesejahteraan, keamanan, keadilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah harus berkomitmen menyelesaikan akar masalahnya, tak hanya terfokus pada satu atau dua masalah saja, seperti ekonomi dan pembangunan.

Sampai hari ini, kesejahteraan rakyat Papua belum juga terwujud. Pada Maret 2022, Papua masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinanan tertinggi di Indonesia. Kekayaaan alam melimpah yang dimiliki Papua seharusnya membuat rakyat Papua dan Papua Barat sejahtera. Mereka berhak atas keadilan dan kehormatan penegakan hukum, serta kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan yang dijunjung tinggi dan dihormati. Maka, harusnya mereka juga disatukan dan bisa hidup berdampingan secara aman dan damai.

Namun, inilah wajah buruk penerapan sistem kapitalisme-demokrasi. Negara gagal menjamin keamanan dan kesejahteraan, serta persatuan warga negaranya hingga memicu konflik. Mirisnya, dalam sistem saat ini, kerusuhan kadang kala dipelihara karena menjadi salah satu sumber keuntungan pihak-pihak tertentu, baik kekuasaan maupun ekonomi.

Berbeda dengan Islam. Sistem yang tegak di atas ideologi Islam justru menjadi satu-satunya haparan masyarakat saat ini. Sistem ini tegak di atas ideologi yang sesuai dengan fitrah dan akal manusia sehingga dipastikan akan mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan dan kesejahteraan yang dicarinya.

Sistem ini telah tegak selama belasan abad dalam bangunan sebuah negara bernama khilafah yang luasnya meliputi 2/3 dunia. Sejarah mencatat bahwa pada masa itu khilafah berhasil menyatukan suku, ras, budaya dan agama. Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan dan keamanan yang luar biasa.

Ideologi Islam dengan sistem khilafahnya justru akan menentang dan melenyapkan kerusuhan rezim kapitalis neoliberal yang kini menghancurkan Papua dan dunia saat ini. Hal ini karena sistem Islam menetapkan bahwa seluruh kekayaan alam yang melimpah ruah adalah hak milik umat yang diwajibkan atas negara untuk mengurusnya semata-mata demi kepentingan umat.

Islam bahkan memandang bahwa semua investasi asing yang legal dalam sistem kapitalisme, justru merupakan jalan penjajahan yang diharamkan. Faktanya, penderitaan Papua justru diawali dengan dibukanya keran investasi dengan dalih pembiayaan pembangunan.

Sistem Islam pun menetapkan bahwa seluruh rakyat, siapa pun mereka, apa pun ras dan agamanya berhak menikmati keadilan dan kesejahteraan yang wajib diwujudkan oleh negara. Bahkan, sepanjang mereka tunduk pada aturan negara di luar urusan agama dan peribadatan, mereka berhak dilindungi sebagaimana kaum muslimin yang menjadi warga negara.

Islam menetapkan bahwa haram hukumnya bagi siapa pun yang melanggar kehormatan, harta, dan nyawa warga negara khilafah, baik muslim maupun nonmuslim. Sampai-sampai, sanki pun berhak dijatuhkan bagi muslim yang mencederai hak-hak nonmuslim. Ini karena tidak ada diskriminasi dalam penerapan sistem Islam.

Hanya dalam Daulah Khilafah, keadilan, kesejahteraan, dan keamanan akan terwujud. Ini karena negara adalah pengatur dan penjamin kebutuhan rakyat.

Oleh: Ratna Ummu Rayyan
Sahabat Tinta Media

Hari Ayah di Fatherless Country


Tinta Media - Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) di Solo pada tahun 2006 menetapkan 12 November sebagai Hari Ayah Nasional. Perayaan ini bertujuan untuk mengapresiasi dan mengingatkan kembali peran ayah dalam keluarga yang sehat. Sayangnya, perayaan ini hanyalah euforia semata, meriah pada saat sebelum dan hari H, tetapi tak membekas setelahnya.

Fatherless Country

Sosial media diramaikan dengan berita tentang Indonesia sebagai peringkat ke-3 di dunia dengan anak-anak tanpa peran ayah (fatherless country). Fatherless country adalah negara dengan peran ayah yang minim baik secara fisik maupun psikologi kepada anak-anaknya. Meski begitu, data tersebut perlu ditelusuri lebih dalam lagi, darimana peringkat itu bisa muncul. Di tahun 2017, Khofifah Indar Parawansa sebagai Mensos memang pernah mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 3 sebagai fatherless country.

Rasanya hal tersebut memang tepat ditujukan kepada Indonesia. Tahun 2021, Kemensos mencatat jumlah anak yatim piatu di Indonesia sekitar 4.063.622 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa peran ayah secara fisik tidak ada bagi mereka. Sedangkan secara psikologis, ayah sangat kurang dalam memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.

Bahkan, kekerasan yang dilakukan ayah pada keluarganya kerap terjadi. Seperti kasus di Depok, seorang ayah dengan teganya menghabisi nyawa istri beserta anak perempuannya.

Peran Ayah Menurut Islam

Hilangnya peran ayah seperti disebutkan di atas, menujukkan hilangnya fungsi qawwamah (kepemimpinan) pada laki-laki. Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya sudah memberi gambaran bagaimana seharusnya laki-laki dalam menjaga keluarganya.

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At Tahrim ayat 6)

"Seorang ayah adalah bagian tengah dari gerbang surga. Jadi, tetaplah di gerbang itu atau lepaskan." (H.R. Tirmidzi).

Bahkan, di dalam Al-Qur'an surat Lukman ayat 16-18 sangat jelas bagaimana Luqman mendidik, menasihati, dan membangun interaksi dengan anaknya. Luqman sebagai seorang ayah menasihati agar anaknya tidak sombong, selalu berbuat baik, dan rutin menjalankan salat.

Begitu juga di surat Al-Baqarah ayat 233 yang menjelaskan tentang tanggung jawab ayah sebagai tulang punggung keluarga, yang mencari nafkah untuk anak-istrinya.

Betapa Islam begitu luar biasa mengatur bagaimana seharusnya seorang laki-laki dalam mendidik anak-istrinya, sehingga tidak akan didapati kasus ayah yang tidak optimal dalam mengurusi keluarga, baik secara nafkah maupun kasih sayang.

Kapitalisme Penyebab Hilangnya Fungsi Ayah

Ayah yang harus bekerja keras menafkahi keluarga karena kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan, semakin hari semakin mahal. Belum lagi para ayah harus memikirkan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemanan yang tidak diberikan secara gratis oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Para ayah pun saat ini dihadapkan dengan kecemasan akibat ancaman resesi global yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Tekanan pekerjaan dan kondisi jalanan yang macet menambah ketidakstabilan emosi para ayah.

Semua hal tersebut menjadi beban pikiran dan permasalahan yang dihadapi para ayah, sehingga ayah tak memiliki waktu untuk bersenda gurau dengan keluarganya. Bahkan, ayah tak mampu lagi mengarahkan keluarganya menjadi pribadi-pribadi yang saleh. Tak jarang, mereka malah menjadi ayah yang temperamental, memperturutkan emosi dan kekuatan otot dalam menyelesaikan permasalahan keluarga.

Fungsi ayah yang telah diatur Islam begitu sempurna telah mengalami degradasi. Ayah menjadi pribadi yang menakutkan, penuh amarah, emosi, bahkan sudah tidak lagi dijadikan panutan serta kebanggaan keluarga.

Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang menyandarkan pada materi, memang tidak layak mengatur kehidupan manusia, khususnya kaum muslimin. Negara yang menerapkan kapitalisme hanya akan membuat sengsara rakyatnya. Kapitalisme telah menjadikan para ayah mesin kerja, mesin pencari uang bagi para kapitalis.

Penutup

Allah telah menyempurnakan dan rida kepada Islam. Hal tersebut terdapat di dalam firman-Nya, surat Al-Maidah ayat 3. Cukuplah bagi manusia, khususnya kaum muslimin untuk mengambil Islam dalam mengatur semua urusan kehidupan, bukan pada ideologi lain, seperti kapitalisme yang jelas merupakan sebuah ideologi rusak dan merusak. Kembalinya fungsi ayah hanya bisa didapati jika Islam diterapkan di tengah-tengah kaum muslimin secara sempurna dan menyeluruh.

Hanya Islam yang mampu mengembalikan peran ayah sebagaimana mestinya. Ayah akan menjadi pribadi hangat yang menyenangkan, tangguh, panutan, dan pendidik kesalehan keluarganya.

Allahu'alam

Oleh: Ummu Haura
Aktivis Dakwah 

Terseret Pinjol, Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Tinta Media - Alih-alih mengoptimalkan potensinya untuk menuntut ilmu dan menjadi agen pengubah peradaban, ratusan mahasiswa di Kota Bogor malah terseret pinjol (pinjaman online). Dari 333 orang, sebagian besar adalah mahasiswa IPB. Total kerugian mencapai Rp2,1 miliar (www.viva.co.id/18/11/22). 

Kronologi Kejadian 

Ratusan mahasiswa tersebut tertipu bisnis online fiktif dengan iming-iming keuntungan sebesar 10 persen dari nilai yang diinvestasikan. Namun, untuk mendapatkan keuntungan tersebut para mahasiswa ini diharuskan mengajukan pinjaman online. Sedangkan pemilik bisnis online tersebut tak kunjung merealisasikan keuntungan 10 persen kepada korban. Akhirnya, ratusan mahasiswa ini terjebak tagihan pinjaman online. 

Beberapa kasus berawal dari keikutsertaan mahasiswa dalam panitia divisi sponsor yang menuntut mereka untuk fundraising (penggalangan dana) dalam sebuah project kampus. Kemudian, mereka mendapatkan tawaran dari temannya untuk bergabung dalam bisnis online fiktif tersebut. Rata-rata yang menjadi korban bisnis online fiktif ini adalah mahasiswa baru. Kebanyakan dari mereka terdorong menjadi pegiat di bidang wirausaha. Pebisnis online nakal yang tergiur dengan keuntungan besar memanfaatkan peluang ini. 

Imbas dari Program Kewirausahaan Mahasiswa MBKM 

Maraknya program-program UMKM mahasiswa tidak terlepas dari penggalakan program kewirausahaan di perguruan tinggi. Kampus yang seharusnya mencetak tenaga terdidik yang dengan ilmunya mampu membawa perubahan besar dunia dan mengangkat harkat martabat negara, kini berbelok sekadar menjadikan lulusan pencetak remah-remah rupiah. 

Mahasiswa yang seharusnya sibuk menuntut, mengkaji, dan mengamalkan ilmu untuk meraih pahala jariyah, kini tersibukkan dengan jualan dan cari uang. Pasalnya, melalui Program Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (PKMI) tahun 2021 sebagai bentuk implementasi kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) menargetkan peningkatan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman (dikti.kemdikbud.go.id/18/11/22). 

Artinya, relevan dengan kebutuhan di zaman ketamakan oligarki,  saat kelompok elit/pengusaha menjadi penguasa negeri. Jati diri mahasiswa sebagai agent of change hilang. Mereka justru menjadi buruh kerja yang semakin menguntungkan ‘industri’ oligarki. 

Jikalau sukses menjadi wirausaha, mereka tak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar swasta/asing yang bercokol di negeri ini. Mereka hanya sekadar menjadi pejuang remah-remah rupiah yang bertahan sebentar. Program ini adalah desain kapitalisme yang ingin menjaga dan memuluskan kepentingan mereka/oligarki. 

Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Di zaman yang serba materialistik, arah pendidikan semakin jelas memenuhi kebutuhan industri. Kehidupan sekuler yang tidak memandang halal haram menjadi paket komplit sumber inovasi kerusakan. 

Kondisi ini cocok bagi inovator bisnis online nakal layaknya SAN (pelaku bisnis fiktif) memanfaatkan segala kondisi yang ada, tanpa memandang aktivitas itu halal atau haram, demi meraih keuntungan. Seperti yang terjadi pada kasus ratusan mahasiswa terjebak pinjol ini. Mahasiswa pun tidak menggunakan standart halal dan haram ketika melakukan pinjaman online. Padahal, di dalam aktivitas pinjol ada unsur riba yang jelas diharamkan dalam Islam. Di satu sisi, peluang untuk memperoleh uang juga mudah melalui kemunculan berbagai aplikasi pinjol. 

Pada akhirnya, peristiwa ini logis terjadi dalam sistem kapitalisme. Hanya uang atau keuntungan materi saja yang menjadi standar perbuatan. Tanpa tebang pilih, mahasiswa pun masuk dalam pusaran gaya hidup kapitalistik. Mereka masuk kuliah agar lulus, kemudian bisa kerja dan dapat uang banyak. 

Standart sukses pendidikan hanya diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja. Sistem pendidikan ala kapitalisme telah gagal mencetak mahasiswa visioner dan ideologis. Memang betul, hanya ‘UUD’ yang berlaku di peradaban kapitalisme saat ini, alias Ujung-Ujungnya Duit, tanpa memandang halal haram perbuatan. 

Islam Mencetak Pemuda Takwa dan Ideologis 

Sistem pendidikan Islam akan mencetak pemuda-pemudi muslim yang bertakwa dan berideologi Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ 

“Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: … dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …” (HR. Bukhori Muslim) 

Pemuda muslim yang memiliki ideologi Islam akan memiliki kesadaran hubungannya dengan Allah. Bahwasanya, seluruh perbuatannya dalam 24 jam terikat dengan aturan Allah. Ia sadar bahwa ada Allah yang mengawasi dan menghisab amal perbuatannya. 

Pemuda muslim ideologis juga memiliki semangat perjuangan untuk mengubah suatu kondisi yang buruk menjadi baik/mulia. Sebab itulah, pemuda ideologis memiliki idealisme hidup karena ia berjalan sesuai standar dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. 

Dalam hal ini kejelasan sikap pemuda muslim ideologis meliputi hal berikut: 

Pertama, dalam hal pendidikan. Ia akan memandang bahwa perguruan tinggi adalah wadah untuk menuntut ilmu, bukan untuk menimba uang sebanyak-banyaknya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah) 

Kedua, ketika hendak berbuat atau memutuskan sesuatu, ia berpikir terlebih dahulu, apakah perbuatannya dalam rida Allah atau tidak. 

Ketiga, ketika mengetahui kemungkaran, ia segera mencegahnya. Ia memiliki daya juang melawan kemungkaran. Ia seperti daya magnet yang mampu menarik pemuda-pemuda muslim lain untuk fastabiqul khairat dan mampu membuat arus perubahan di tengah-tengah masyarakat. 

Firman Allah Swt. 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Al-Imran:110) 

Pendidikan dalam sistem Islam tidak diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja, melainkan mencetak generasi cerdas, beriman dan bertamwa. Generasi  Islam mampu memberikan sumbangsih keilmuan untuk membangun peradaban mulia, bukan generasi money oriented. 

Hal itu sebagaimana generasi ilmuwan muslim di masa peradaban Islam yang menjadi peletak dasar keilmuan hingga saat ini, seperti: 

Ibnu Sina, dijuluki Bapak Kedokteran Modern. Ia menjadi peletak dasar keilmuan kedokteran yang ilmunya digunakan hingga generasi sekarang. 

Al khawarizmi, penemu angka nol. Ia merupakan ilmuwan penting dalam sejarah matematika. 

Fatima al Fihri, pendiri universitas pertama di dunia (Al Qarawiyyin, 859M). 

Dan masih banyak ilmuwan muslim lainnya. Mereka adalah ilmuwan yang bertakwa dan ideologis yang mampu mengubah dunia dan membawa peradaban Islam pada puncak kejayaan. 

[Wallahua’lam]

Oleh: apt. Azimatur Rosyida, S.Farm. Pemerhati Generasi

Jumat, 25 November 2022

Kasus Tewasnya Satu Keluarga di Kalideres, Potret Kebobrokan Masyarakat Sekuler

Tinta Media - Baru-baru ini publik dikejutkan oleh pemberitaan kasus tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat. Berita ini tentu tragis dan menjadi pukulan banyak orang. Apalagi, peristiwa itu terjadi di sebuah perumahan yang cukup elit. Berbagai dugaan pun muncul mengiringi kejadian tersebut.

Diberitakan oleh kumparan.com, bahwa penyebab kematian Rudyanto Gunawan (71) yang merupakan kepala rumah tangga, kemudian istrinya K. Margaretha Gunawan (68), anaknya Dian (42), serta adik ipar Rudiyanto, Budyanto Gunawan (68) adalah akibat kelaparan. Terkait hal ini, Ketua RT 07/15 Perumahan Citra Garden, Tjong Tjie Xian alias Asyung, membantahnya. Asyung menyebut keluarga ini tergolong mampu sehingga narasi soal mati kelaparan tidak bisa dibenarkan.

Lebih lanjut, diberitakan oleh tribunnews.com bahwa satu keluarga yang tewas di Perumahan Citra Garden I Ekstension ini disebut sudah tinggal di lokasi tersebut selama 20 tahun lebih.

Potret Kebobrokan Masyarakat Sekuler

Bobrok tidaknya suatu masyarakat dapat dilihat dari interaksi sosialnya. Bukan rahasia lagi bahwa sifat individualisme kini sudah meracuni masyarakat, terutama yang tinggal di perumahan modern. Hal itu muncul karena tidak adanya filter dari serangan paham kapitalisme-sekularisme. 

Masyarakat jauh dari pemahaman agama. Mereka mengubah pola hidup, pola pikir, bahkan perilaku sehari-hari sebagaimana apa yang diterapkan di era modern ini. Dengan orientasi manfaat atau materi, orang semakin bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain. Mereka menganggap bahwa lebih baik mengurus urusannya sendiri daripada urusan orang lain. Inilah yang dibentuk pada masyarakat dalam sistem kapitalisme.

Terbongkarnya kasus kematian keluarga ini, baru 3 minggu dari kejadian, ketika warga mencium bau tidak sedap dari rumah mereka. Ini menggambarkan bahwa masyarakat modern ini semakin menutup mata dengan apa yang terjadi di sekitar mereka, terlebih keluarga ini bukanlah penghuni baru di perumahan tersebut, melainkan sudah 20 tahun. 

Ini menggambarkan pola interaksi masyarakat yang begitu buruk, bahkan kepada tetangga yang sudah lama tinggal di dekatnya. Inilah bobroknya sistem yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Kasus ini juga menggambarkan bagaimana buruknya peran pemimpin umat dalam membentuk pola  kepedulian terhadap rakyatnya.

Kunci Keunggulan Masyarakat Islam

Ketika individu yang satu sekadar berkumpul dengan yang lainnya, maka tidak akan membentuk sebuah masyarakat. Akan tetapi, harus ada interaksi untuk mendapat kemaslahatan dan menolak kemudaratan. Interaksi ini yang akan menjadikannya menjadi sebuah masyarakat. 

Namun interaksi yang ada tidak akan menjadikan masyarakat yang satu jika pemikiran, perasaan, dan peraturan yang melingkupi mereka tidak satu.
Unggul dan benar tidaknya suatu masyarakat sangat bergantung dari pemikiran (akidah) dan peraturan (sistem) yang menyatukan mereka. Jika pemikiran dan peraturan yang menyatukan mereka unggul dan benar, maka akan lahir masyarakat yang benar dan unggul pula. Namun sebaliknya, jika kedua hal yang menyatukan ini rusak, maka akan lahir masyarakat yang rusak dan bobrok.

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang unggul, karena, disatukan oleh  pemikiran (akidah) dan sistem (hukum syariah) yang datang dari Allah Swt,  Zat Yang Mahatahu atas segala perkara yang terbaik untuk makhluk-Nya. Rasulullah sebagai pemimpin negara juga pernah menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar untuk menciptakan persatuan. 
Kepedulian terhadap orang lain, terutama tetangga digambarkan Rasulullah dalam sabdanya:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وجارهُ جَائِع

Bukanlah mukmin orang yang kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad; al-Hakim, al-Baihaqi, Abu Ya’la, ath-Thahawi, al-Husain bin Harb dalam al-Birr wa ash-Shilah).

Syaikh Nashiruddin al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahîhah menyatakan, “Di dalam hadis tersebut terdapat dalil yang jelas bahwa tetangga yang kaya haram membiarkan tetangganya kelaparan. Jadi, ia wajib memberi tetangganya apa yang menutupi laparnya itu.  Begitu pula pakaian, jika mereka telanjang dan semisalnya yang termasuk kebutuhan pokok.”

Kewajiban tersebut meluas kepada masyarakat secara umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

…وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَ ة أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ الله تَعَالَى

Penduduk negeri mana pun yang berada di pagi hari, yang di tengah-tengah mereka ada orang yang kelaparan, maka jaminan Allah telah lepas dari mereka (HR Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la).

Hadis ini akan dipahami oleh masyarakat sebagai syariat Islam dalam bertetangga yang wajib mereka jalankan. Semua ini bisa dilaksanakan jika aturan Islam diterapkan dalam institusi negara yang menerapkan Islam secara kafah. Kejadian seperti kematian satu keluarga di Kalideres tidak akan terjadi dalam masyarakat Islam, karena mereka memahami hak-hak dan kewajibannya dalam bertetangga. 

Sudah saatnya umat Islam mencampakkan sistem yang membuat masyarakat menjadi individualis, pragmatis, juga hedonis  ini, menuju perjuangan penerapan syariah secara kafah yang mengantarkan masyarakat menjadi masyarakat yang unggul dan benar.

Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Vivi Nurwida
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab