Tinta Media: Uang
Tampilkan postingan dengan label Uang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uang. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Desember 2023

Program Makan Siang dan Susu Gratis Habiskan Anggaran 450 Triliun, IJM: Itu Uang Siapa?



Tinta Media - Program makan siang dan susu gratis yang menghabiskan anggaran 450 triliun dari pasangan calon nomor urut dua Prabowo-Gibran, dipertanyakan Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana. 

"Wajar bila ada yang bertanya biaya hingga 450 triliun rupiah itu uang siapa?” tuturnya dalam video: Kritik Program Makan Siang dan Susu Gratis, melalui Youtube Justice Monitor Channel, Ahad (24/12/2023). 

Menurut Agung, program bagi-bagi susu gratis ini menjadi ironi lantaran kebutuhan susu di dalam negeri selama ini dipasok dari impor. 

“Kebutuhan susu di dalam negeri selama ini dipasok dari impor, kebutuhan susu di Indonesia mencapai 4,4 juta ton pada tahun 2022. Kebutuhan susu di 2023 maupun tahun-tahun mendatang tentunya akan mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya penduduk, perbaikan kondisi ekonomi dan faktor lain,” bebernya. 

Menurutnya, penyebab utama bukanlah kekurangan pangan maupun gizi. “Melainkan kekayaan yang tidak terdistribusi merata dan adil pada seluruh umat manusia,” ungkapnya. 

Akar persoalan dari sulitnya manusia mengakses makanan, menurut Agung, terkait dengan kepemimpinan sistem ekonomi kapitalisme. “Sistem ini telah nyata menyebabkan malapetaka bagi umat manusia juga alam raya,” pungkasnya. [] Evi

Rabu, 28 September 2022

Pengembalian Pinjaman Emas dengan Uang Rupiah Hukumnya Boleh dengan Syarat...

Tinta Media - Pakar Fiqih Kontemporer Ustaz Shiddiq Al jawi menjelaskan hukum kebolehan mengembalikan pinjaman emas dengan uang rupiah menurut syara’.

“Boleh hukumnya menurut syara’ mengembalikan pinjaman (qardh) berupa emas dengan uang rupiah, dengan tiga syarat sebagai berikut,” ujarnya dalam Tabloid Media Umat Edisi 320, September 2022.

Ia menjelaskan, pertama, kesepakatan (perjanjian) pengembalian dengan uang rupiah itu dilakukan saat jatuh tempo pengembalian pinjaman, tidak dilakukan saat terjadinya akad pinjaman (qardh).

“Dalil syarat pertama, hadis Nabi SAW yang melarang terjadinya riba nasi’ah akibat penundaan (ta’khir) dalam pertukaran harta-harta ribawi. Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW bersabda, 'Emas ditukarkan dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut (asy- sya’ir bi asy-say’ir), kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama takarannnya (mitslan bi mitslin sawa’an bi sawa’in) dan harus dilakukan dengan kontan (yaddan bi yaddin). Jika berbeda jenis-jenisnya, maka juallah sesukamu asalkan dilakkan dengan kontan' (HR Muslim, 1587),” jelasnya.

Kedua, ia juga menjelaskan, pengembalian dengan uang rupiah itu menggunakan harga emas saat jatuh tempo pengembalian, tidak menggunakan harga emas saat terjadinya akad pinjaman. Ketiga, pengembalian dengan uang dilakukan secara kontan (cash), yaitu dengan pembayaran satu kali sekaligus lunas, tidak diangsur.

“Adapun dalil syarat kedua dan ketiga hadist Ibnu Umar ra, dia berkata, ”Dulu saya menjual unta dengan dinar(yaitu dibayar tempo, tak kontan) namun saya mengambil harganya dengan dirham. Dulu saya juga menjual unta dengan dirham (secara tempo, tak kontan) namun saya mengambil harganya dengan dinar, lalu saya bertanya kepasa Nabi SAW mengenai jual beli itu, maka Nabi SAW bersabda,”Tidak apa-apa kamu mengambil harga unta dengan harga pada hari itu (hari jatuh tempo), selama kalian berdua (penjual dan pembeli) tidak berpisah  sementara di antara kalian masih ada sesuatu (sisa pembayaran utang)” [HR Ahmad 6239, Abu Dawud 3354, An-Nasa’i 4582, Tirmidzi 1242, dan Ibnu Majah 2262),” jelasnya.

Lalu ia menambahkan, dalil kedua dan ketiga menunjukkan kebolehan membayar hutang emas dengan uang rupiah dengan menggunakan nilai tukar pada saat pengembalian dan harus dengan kontan.

“Dengan kata lain, pengembalian pinjaman emas dengan uang wajib dilakukan secara kontan, tidak boleh diangsur, supaya tidak ada sisa pembayaran utang yang belum dibayar di antar keduanya,” tutupnya. [] Azaky Ali

Kamis, 15 September 2022

Mata Uang Turki Merosot Hingga Alami Devaluasi


Tinta Media - Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rahmah menyampaikan bahwa tidak hanya Indonesia yang mengalami buruknya ekonomi, namun Turki pun demikian, bahkan mata uang Turki telah mengalami devaluasi.

“Di Indonesia tidak banyak tahu bahwa masyarakat Turki juga mengalami sebuah apa namanya, kondisi perekonomian yang sangat sulit. salah satunya saya akan bahas bagaimana mata uang Turki, yaitu Lyra mengalami devaluasi yang luar biasa,” jelasnya dalam sebuah tayangan bertema ‘Mata Uang Turki Merosot Tajam, Harga Barang Jadi Mahal’ di laman YouTube MMC, Kamis (8/9/22)

Ia menceritakan, seorang temannya menyampaikan bahwa hari ini sewa rumah di Turki harganya meledak dan naik luar biasa. Temannya menyebut bahwa sewa rumah di Turki sekitar 10.000 Lyra atau sekitar 10 juta perbulan. “Padahal upah minimum yang ditetapkan di negeri ini ya kurang lebih segitu,” kata Ustazah Iffah.

Kemudian, tambahnya, ada lagi seorang warga Turki menceritakan bahwa ia baru beli salah satu merek sepatu yang banyak dipakai orang, tapi impor, harganya seribu Lyra. “Tetapi beberapa hari yang lalu 1000 Lira. Hari ini ternyata kata temannya yang menelepon hari ini harganya sudah menjadi 1505 atau sekitar satu setengah juta rupiah,” terangnya. 

Ini menunjukkan, menurutnya, ada devaluasi yang luar biasa pada mata uang Turki, yaitu Lyra. Dan tentu masyarakat umum Turki mereka juga mengerti kenapa nilai mata uang merosot dan harga barang-barang, terutama barang-barang yang ada komponen impornya naik luar biasa. Hal ini terjadi karena nilai tukar Turki terhadap dolar turun begitu tajam.

“Bahkan ada yang warga Turki yang lainnya mengatakan beberapa tahun yang lalu saya tuh masih mendapati bahwa satu dolar itu sama dengan sekitar lima Lyra. Tetapi hari ini 1 dollar sama dengan 20 lyra. Ini adalah sebuah penurunan nilai yang luar biasa,” tuturnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa terjadi penurunan nilai mata uang lokal yang luar biasa yang tentu saja Ini membuat harga-harga naik. Dan naiknya nilai tukar mata uang ini sangat berdampak besar pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat Turki.

Mata Uang Mengambang

Terjunnya nilai kurs mata uang dinilai Ustazah Iffah Ainur Rahmah disebabkan negara-negara hari ini memakai mata uang mengambang.

“Ini adalah karena memang mata uang yang dipakai bagi Turki ataupun negeri Islam yang lain seperti di Indonesia adalah mata uang ‘floating money’ atau mata uang mengambang,” ungkapnya.

Sementara, sambungnya, di dalam sistem Islam Allah SWT. memerintahkan kaum muslimin menggunakan mata uang  Dinar dan Dirham. 

“Kenapa Dinar dan Dirham, sesungguhnya Allah Ta'ala membuat setiap syariat mengandung kemaslahatan dan setiap kali syariat itu dipraktekkan maka akan ada kebaikan, akan ada kesuksesan, akan ada tujuan-tujuan yang diinginkan oleh manusia dari pemberlakuan setiap hukum-hukum Syariah," pungkasnya.[] Wafi

Jumat, 26 Agustus 2022

Ustaz Shiddiq Al-Jawi: Hukum Buket Uang Haram Jika...


Tinta Media - Pakar Fiqih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi menjelaskan hukum buket uang jika uangnya berasal dari pembuat buket.

“Adapun hukum buket uang, jika uangnya berasal dari pembuat buket uang, hukumnya jelas haram, karena terjadi riba,” jelasnya pada kajian Soal Jawab Fiqih: Hukum Buket Uang di kanal YouTube Ngaji Subuh, Kamis(25/8/2022). 

Ustaz Shiddiq mengungkapkan fakta yang terjadi adalah aktivitas pertukaran uang (sharaf) antar uang yang sejenis (rupiah dengan rupiah) namun disertai tambahan (at-tafâdhul). 

"Jadi pertukaran antara uang sejenis yang seharusnya wajib berlangsung dengan uang yang senilai (at-tamâtsul), tetapi faktanya menjadi tidak senilai karena adanya tambahan," ungkapnya.

Ia mencontohkan, buket uang dengan uang asli Rp 100 ribuan sebanyak 10 lembar (senilai Rp 1 juta), dijual dengan harga Rp 1.200.000 oleh penjual buket uang. Ketika terjadi akad jual beli buket uang, maka pembeli yang seharusnya menyerahkan Rp 1 juta, ternyata menyerahkan Rp 1.200.000. 
“Jadi di sini ada kelebihan Rp 200.000, yang boleh jadi diklaim sebagai jasa pembuatan buket ataupun harga dari benda-benda yang menjadi rangkaian bunga. Ini tetap tidak boleh secara syariah Islam,” tegasnya.

USAJ juga menyampaikan dalil haramnya tambahan dalam pertukaran mata uang sejenis adalah hadits Nabi SAW, di antaranya hadits dari Abu Sa’id al-Khudri RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

 لاَ تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ، وَلاَ تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلاَ تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

"Janganlah kalian berjual beli emas dengan emas kecuali sama beratnya, dan janganlah kalian lebihkan yang satu atas yang lainnya. Janganlah kalian berjual beli perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan jangan kalian lebihkan yang satu atas yang lainnya, dan janganlah kalian berjual beli sesuatu (emas/perak) yang tidak hadir (tidak ada di majelis akad) dengan yang hadir (ada di majelis akad).” (HR Bukhari, no. 2031).
 
Menurutnya, dari hadits tersebut, jelas diketahui bahwa ketika terjadi pertukaran uang yang sejenis, yaitu emas ditukarkan dengan emas, atau perak ditukarkan dengan perak, wajib dilakukan secara semisal 
(at-tamâtsul), yaitu sama beratnya (untuk emas atau perak), atau sama nilainya (untuk uang kertas), dan tidak boleh ada tambahan (at-tafâdhul).

“Jika terjadi tambahan (at-tafâdhul), maka jelas tambahan itu adalah riba, yaitu ribâ fadhl (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhâm Al-Iqtishâdi fî al-Islâm, hlm. 258),” paparnya.

Uang Kertas

Ustaz Shiddiq membenarkan, uang yang berlaku sekarang, yakni uang kertas (fiat money, al-nuqûd al-waraqiyyah), seperti rupiah Indonesia, dolar AS, riyal Saudi, yen Jepang, dsb, disamakan hukumnya dengan barang ribawi berupa emas (dinar) dan perak (dirham). 

“Hal ini dikarenakan uang kertas mempunyai fungsi-fungsi yang sama dengan dinar dan dirham pada masa Nabi SAW, yakni fungsi al-naqdiyyah, yaitu menjadi alat tukar (uang), dan fungsi al-tsamaniyyah, yaitu menjadi harga untuk menilai berbagai barang dan upah untuk menilai berbagai jasa,” terangnya mengutip kitab Al-Amwâl fî Daulah Al-Khilâfah dari Abdul Qadîm Zallûm, hlm. 160-161.
 
“Maka dari itu, ketika satu mata uang dipertukarkan dengan mata uang lainnya, wajib mengikuti hukum syariat mengenai hukum pertukaran uang (sharaf),_  baik pertukaran mata uang yang sejenis (misal rupiah dengan rupiah), maupun pertukaran uang yang beda jenis (misal rupiah dengan dolar AS),” jelasnya lebih lanjut.

*Hukum syara’ untuk pertukaran mata uang*

Kiai menerangkan hukum syara’ untuk pertukaran mata uang sejenis adalah wajib memenuhi dua syarat: 
Pertama, harus sama nilainya (at-tamâtsul), atau dengan kata lain tidak boleh ada tambahan (at-tafâdhul).
Kedua, harus terjadi secara kontan (tidak boleh terjadi penundaan), yakni terjadi serah terima di majelis akad (al-taqâbudh fî majelis al-‘aqad).
 
“Adapun untuk pertukaran mata uang yang beda jenis, wajib memenuhi satu syarat saja, yaitu terjadi secara kontan. (Taqiyuddin An-Nabhani, _Al-Nizhâm Al-Iqtishâdi fî al-Islâm,_ hlm. 255-256),” terangnya.

Solusi Buket Uang yang Halal

Ustaz Shiddiq menyampaikan beberapa alternatif solusi, agar buket uang itu halal secara syariah. 

Pertama, buket uangnya diisi dengan uang yang berasal dari pembeli, bukan dari penjual. “Jadi pembeli hanya membayar jasa penjual yang bekerja merangkai uang dari pembeli ke dalam rangkaian buket uang,” jelasnya.

Kedua, buket uang yang dijualbelikan adalah buket uang kosongan (ini tersedia di sebagian online shop). “Jadi buket uang yang dibeli tidak ada uangnya, yang ada hanyalah wadah atau tempat untuk uangnya. Jadi uangnya nanti akan ditambahkan sendiri oleh pembeli buket uang itu ketika akan dihadiahkan kepada pihak lain,” terangnya.

Ketiga, buket uang yang dijualbelikan adalah buket uang yang berisi uang mainan. 
“Ini tersedia di sebagian online shop,” pungkasnya.[] Raras

Kamis, 28 Juli 2022

Ekonomi Tanpa Riba, UIY: Islam Dorong Uang Bergerak dan Melarang Segala Sesuatu yang Membuatnya Stag


Tinta Media - Menanggapi pernyataan tentang ekonomi tanpa riba, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa Islam mendorong uang bergerak dan melarang segala sesuatu yang membuat uang stag.

"Kalau kita membaca Islam, Islam itu mendorong untuk uang itu bergerak dan melarang segala sesuatu yang membuat uang berhenti atau stag," tuturnya dalam Bincang Live: X-HT1 Ustadz Isma1l Yusanto Bertandang Ke RH, Yok Kita Tanya Soal Macam-Macam Yang Hot! di Kanal YouTube Refly Harun, Senin (25/7/2022).

Menurut UIY, uang sebagai power dari ekonomi, ibarat darah tidak boleh berhenti, harus terus mengalir jangan lagi berhenti. Ada gangguan saja maka banyak orang yang kehabisan darah. "Begitu juga dengan uang, harus terus mengalir," ujarnya.

Ia membenarkan bahwa riba itu bukan hanya soal keyakinan tetapi sistem ekonomi dan itu bisa dibuktikan. "Ada satu studi yang menarik yang ditulis oleh Dr. Abdul Thohir Muksin Sulaiman dalam satu buku berjudul Ilajul Musykilah Al Iqtisodiyah bil Islam (Menyelesaikan Problem Ekonomi dengan Cara Islam)," bebernya.

Ia menjelaskan, dalam buku itu disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalis dikatakan bersifat siklik. "Artinya ketika dia tumbuh, dia tumbuh menuju puncak, setelah sampai puncak dia jatuh lagi," terangnya.

Ia kemudian memunculkan pertanyaan, berapa siklusnya? Menurutnya, penulis buku tersebut, itu tergantung kepada faktor-faktor lain, fundamental ekonomi lainnya. "Kalau fundamental ekonomi di negara itu cukup bagus maka siklusnya agak sedikit panjang, sebutkan negara-negara Eropa, Skandinavia, segala macam itu yah kira-kira 25 tahun," jelasnya.

"Tapi negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, menurut dia (penulis buku) itu 5 - 7 tahun dan itu bisa dibuktikan bahwa memang kita itu setiap kira-kira 5 - 7 tahun masih mengalami krisis," ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa dalam studi ikatan ahli ekonomi Islam, selama 100 tahun, Indonesia mengalami 20 kali krisis, artinya tiap lima tahun. "Jadi larangan riba itu bisa dipahami secara faktual, secara empirik itu memang sumber labilitas ekonomi," paparnya.

Ia melihat hal ini selalu problematik, bunga tinggi masalah, bunga rendah juga salah. Kalau bunga rendah, orang tidak mau menyimpan uang di bank, tetapi tidak juga produktif. Akibatnya bank tidak bisa menyalurkan uang untuk usaha. "Kegiatan usaha turun, tenaga kerja tidak terserap akibatnya pendapatan masyarakat turun bisa timbul problem sosial," tukasnya.

Terus apakah bagus kalau bunga bank ditinggikan, lanjutnya, kalau bunga bank ditinggikan, uang masuk di bank tapi ruang ekonomi tidak jalan juga karena siapa yang mau pinjam jika bunga bank Sampai 60% sampai akhirnya bunga pinjaman ditaruh 40%. "Kemudian ekonomi juga turun karena tidak ada orang yang berusaha. Kredit sangat mahal bunganya," imbuhnya.

Ia memandang hal ini jadi sangat problematik karena tidak ada tingkat bunga yang ideal, misal tinggi atau rendah atau berapa persen. "Itu menunjukkan bahwa bunga itu memang tidak bisa dijadikan sebagai instrumen menyelesaikan masalah,"  tegasnya.

"Sementara di dalam teori ekonomi kapitalis sekarang ini, kalau ada masalah moneter, itu alat untuk menyelesaikannya itu naik turunnya bunga, naik turunnya interest itu," tandasnya.[] Ajirah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab