Tinta Media: Negara
Tampilkan postingan dengan label Negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Negara. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 April 2024

Game Online Mengancam Generasi, Bukti Negara Abai


Tinta Media - Kemajuan teknologi modern yang begitu pesat, seperti televisi, internet, alat-alat komunikasi, dan barang-barang mewah berteknologi canggih yang menawarkan berbagai aplikasi hiburan bagi orang tua, muda, bahkan anak-anak. Termasuk di dalamnya adalah game online yang mewabah, terutama di kalangan generasi muda saat ini. Awalnya, game online ini hanya memberikan hiburan. Pada akhirnya, game online menjadi momok yang menakutkan karena banyak anak yang kecanduan, hingga merusak moral dan sarafnya.

Hal ini pula yang mendasari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir game online yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas atau pornografi.

Menkominfo, Budi Arie Setiadi, siap memblokir atau men-takedown game online yang terbukti bermuatan kekerasan dan pornografi. Budi Arie juga meminta kerja sama orang tua dan pihak sekolah untuk melaporkan game online yang memberi dampak buruk.

Perkembangan teknologi tentu harus diiringi dengan kemajuan berpikir manusia. Namun sayangnya, kemajuan teknologi ini malah membawa dampak buruk, seperti game online yang mewabah di kalangan generasi muda. Selain itu, game online ini juga disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Menurut KPAI banyak tindak kejahatan yang terjadi akibat dampak dari game online, seperti pembunuhan, perdagangan orang, pornografi anak, dan banyak lagi kasus kriminal lainnya. Pengaruh buruk game online ini begitu tampak. Namun, sepertinya negara tidak serius menanganinya hingga berdampak buruk ini.

Buktinya, di tengah ancaman pengaruh buruk game online, negara malah ingin mengembangkan industri game online dengan dalih untuk meningkatkan devisa. Artinya, sama saja negara dengan sengaja membiarkan anak-anak penerus bangsa ini kecanduan, sehingga moral dan sarafnya pun akan rusak. Apakah generasi seperti ini yang diinginkan negara untuk membangun bangsa?

Di sisi lain, kemajuan teknologi begitu penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan teknologi canggih, kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif, variatif juga menyenangkan. Kemampuan literasi digital pun menjadi kompetensi wajib bagi guru dan siswanya.

Namun, kemajuan teknologi ini juga berpotensi lain. Penyalahgunaan perangkat digital ini oleh kaum pelajar tak bisa terhindarkan. Kurangnya pengawasan dari orang tua dan adanya warung-warung internet yang bertebaran, ikut andil dalam persoalan ini.

Mirisnya, negara sebagai pengurus rakyat telah abai. Tidak adanya tindakan tegas dari negara terhadap peredaran game online berkonten kekerasan dan pornografi telah menambah deretan kasus lainnya. Maka dari itu, tidak cukup hanya men-takedown atau memblokir saja.

Inilah bukti ketika sistem sekularisme kapitalisme diterapkan. Negara mencetak masyarakat yang hanya berorientasi pada kesenangan duniawi saja, sekalipun hal itu tidak berguna dan membahayakan. Negara bergandengan tangan dengan para kapital menjadikan rakyat sebagai pasar bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan besar.

Para pengusaha provider internet dan para pengembang game online pun memperoleh keuntungan dari pasar ini. Otomatis, pajak yang didapatkan negara pun luar biasa. Oleh karena itu, permintaan dan desakan untuk memblokir game online ini sangat mustahil terealisasi dalam sistem sekuler kapitalisme.

Persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan cara mengubah aturan. Penerapan sistem Islam oleh negara adalah satu-satunya solusi yang hakiki. Islam tidak pernah melarang umatnya untuk menggunakan teknologi digital. Jauh sebelum itu, Islam telah melahirkan ilmuwan-ilmuwan hebat yang menjadi kiblat para ilmuwan masa kini.

Islam memandang teknologi merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang harus digali dan dicari kebenarannya. Allah Swt. berfirman, 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang berakal (yaitu) orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau. Maka, perihalalah kami dari siksa neraka " (TQS.Al.Imran ayat 190-191).

Negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) akan mencetak generasi berkualitas. Sejarah mencatat bahwa hampir 14 abad khilafah mampu menyejahterakan rakyat. Kejayaan ini akibat dari penerapan sistem ekonomi Islam sehingga hasil dari kekayaan alam yang melimpah mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyat. 

Khilafah tidak akan mencari sumber pendapatan lain yang akan menimbulkan kemudaratan bagi rakyat, seperti mengizinkan pihak asing mengelola SDA atau mengambil keuntungan dari kemajuan teknologi yang membahayakan rakyat. Hal tersebut tidak akan pernah terjadi dalam Islam.

Selain itu, khilafah akan bertanggung jawab penuh atas pembentukan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkepribadian Islam, yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga generasi yang lahir memiliki akidah yang kuat, tidak mudah terpengaruh pemahaman asing, mampu mengontrol diri dalam beraktivitas, dan pastinya setiap amal perbuatannya sesuai hukum syara'. 

Artinya, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, akan terbentuk masyarakat yang memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam.

Oleh karena itu, khilafah akan memberikan fasilitas terbaiknya, termasuk menciptakan teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat, terkhusus para pelajar. Masyarakat akan disuguhi aplikasi-aplikasi yang tidak melanggar syariat, tetapi aplikasi yang justru meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka.

Sangat berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, aplikasi-aplikasi yang disuguhkan banyak yang memberikan dampak buruk. Dari sisi ini saja sudah sangat berbeda. Penggunaan teknologi di tangan khilafah memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Andaipun terjadi pelanggar dalam menggunakan teknologi, maka akan dikenakan sanksi berupa takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. 

Inilah bukti betapa pedulinya khilafah terhadap generasi masa depan. Hanya dengan Islam, teknologi digital mampu memberikan manfaat, karena diatur oleh hukum syara'. Wallahualam.


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Minggu, 14 April 2024

Muslim Tergiur Produk Diskon, Negara Wajib Menjamin Produk Halal



Tinta Media - Beberapa waktu lalu, salah satu swalayan di Jalan Gagak Hitam/Ring Road, Kecamatan Medan Sunggal menggemparkan pelanggan dengan memasukkan produk nonhalal mengandung babi di etalase produk halal. Rio Nababan selaku Kepala toko Swalayan Maju Bersama mengklarifikasi bahwa swalayan tersebut secara aturan memisahkan dan memberikan keterangan produk makanan halal dan nonhalal. Namun, pekerjanya benar-benar melakukan kesalahan. 

Bermula ketika produk yang akan habis dalam tiga bulan lagi kedaluwarsanya harus dijual dengan harga diskon khusus di etalase diskon, termasuk produk nonhalal yang mengandung babi. (Medan.tribunnews.com, 17 Maret 2024)

Berbagai produk makanan nonhalal yang beredar di masyarakat kali ini bukanlah yang pertama, sehingga publik merasa resah. Mengingat fakta bahwa mayoritas orang di Indonesia beragama Islam, tetapi banyak orang masih mempertanyakan kualitas makanan yang akan dikonsumsi, termasuk dari segi kehalalannya. 

Inilah kesulitan hidup dalam sistem sekuler kapitalistik. Negara tidak mampu menjamin ketahanan akidah umat Islam. Negara mewajarkan produk-produk nonhalal, bahkan setiap orang dengan mudah menemukan produk nonhalal di mana pun. 

Negara tidak serius melindungi akidah umat Islam dengan mengatur ketat penyebaran produk nonhalal di tempat-tempat umum. Demi kepentingan dan manfaat segelintir orang, produk-produk nonhalal bebas tersebar di tengah masyarakat. Berkaitan dengan halal atau haramnya suatu produk, hal itu dikembalikan kepada penilaian individu masing-masing. 

Tentu sangat berbahaya jika umat Islam terus hidup dalam sistem ini. Sebab, salah satu kewajiban seorang muslim adalah menjaga makanan yang mereka konsumsi. Jika umat Islam memakan makanan haram, maka akan berdosa dan berakhir di neraka.

Seharusnya pemimpin dan jajarannya yang mayoritas beragama Islam menyadari bahwa penjagaan terhadap makanan nonhalal disyariatkan dalam Islam. Sehingga, mereka berupaya untuk menjauhkan masyarakat dari semua produk yang melanggar hukum. Namun, masyarakat telah memahami bahwa negara tidak mampu menghindarkan masyarakat dari produk makanan nonhalal. 

Inilah watak dari demokrasi sekuler, sistem negara yang diadopsi dari Barat. Sistemnya menggunakan ekonomi kapitalistik liberal yang menilai berbagai hal, seperti sertifikasi halal, dengan menggunakan timbangan untung dan rugi.

Negara berkewajiban untuk melindungi kepentingan rakyat, termasuk dalam urusan perut. Perut adalah pangkal penyakit, maka mencegahnya adalah pangkal obat. Istilah tersebut pun diperkuat dengan adanya dalil dalam QS Al-Baqarah ayat 168, yang artinya: 

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi."

Para ulama mengklasifikasikan makanan halal berdasarkan dua faktor, yaitu cara memperoleh dan zatnya. Jika cara memperolehnya halal dan zatnya juga halal, maka makanan tersebut dianggap halal. Inilah pentingnya mengetahui apakah makanan yang kita konsumsi halal atau tidak. 

Islam mempunyai langkah-langkah untuk melindungi umat dari barang haram, antara lain:

Pertama, umat Islam harus disadarkan akan pentingnya membuat dan mengonsumsi barang halal. Jika umat Islam tidak peduli dengan kehalalan produk yang mereka konsumsi, sertifikasi halal tidak akan bermanfaat.

Kedua, partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat benar-benar halal. Masyarakat membuat lembaga pengkajian mutu, membantu pemerintah dan publik mengawasi kualitas dan kehalalan produk. Masyarakat dapat merekomendasikan hasil penelitian mereka kepada pemerintah untuk digunakan sebagai dasar penentuan kehalalannya.

Ketiga, negara harus memainkan peran utama dalam pengawasan kualitas dan kehalalan produk. Negara harus memberikan sanksi kepada industri yang menggunakan metode dan zat haram serta membuat barang haram. Negara juga harus memberikan sanksi kepada pedagang yang menjual barang haram kepada kaum muslimin, juga sanksi kepada kaum muslimin yang mengonsumsi barang haram tersebut.

Sejarah pun telah menunjukkan bahwa karakter pelindung ada di diri Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang menulis surat kepada para wali di wilayah kekuasaannya untuk membunuh babi dan mengurangi pembayaran jizyah sebagai bayaran kepada nonmuslim. Khalifah melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk melindungi umat dari mengonsumsi dan memperjualbelikan zat yang telah diharamkan. Hanya aturan Islam yang diterapkan dalam kehidupan yang mampu menjaga kita dari berbagai keharaman. Karena itu, betapa pentingnya umat Islam mengambil tindakan untuk memperjuangkan kembali penegakan sistem Islam (khilafah) untuk kesejahteraan dunia dan akhirat.


Oleh: Halizah Hafaz Hts, S.Pd 
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

Kristalisasi Ketakwaan pada Individu, Masyarakat, dan Negara


Tinta Media - Bulan Ramadan telah berlalu. Dulu, Rasulullah dan kaum muslimin berjihad dan melakukan banyak kebaikan di bulan yang penuh berkah, maghfirah, dan keutamaan itu.

Apa yang sudah kita peroleh dari bulan Ramadan? Semakin giatkah kita dalam beramal saleh? Semakin taatkah kita kepada syariat Islam? Atau justru kita malah semakin jauh dan ingkar atas semua syariat Allah? Jika itu terjadi, merugilah kita.

Tujuan yang Allah tetapkan bagi orang beriman dalam melaksanakan puasa di bulan Ramadan adalah menjadi hamba yang bertakwa. 

Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183, yang artinya:

"Wahai orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."

Apakah takwa itu? Imam Ar Raghib Al-Asfahani mengatakan bahwa takwa adalah menjaga jiwa dari perbuatan maksiat, dengan meninggalkan apa yang dilarang dan menyempurnakan apa yang diperintahkan. 

Imam Nawawi juga menuturkan bahwa takwa ialah menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, menjaga diri dari kemurkaan dan Azab Allah.

Maka, takwa dalam konteks individu ini menegaskan tentang totalitasnya setiap orang yang beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitabullah, beriman kepada nabi dan Rasul-Nya, beriman kepada qadha dan qadar, beriman kepada hari akhir.

Ketika itu sudah dilaksanakan, akan tampak kepribadian Islamiyah dalam diri pribadi muslim itu sendiri. Jika dia dakwahkan kepada yang lain, maka akan terbentuklah masyarakat Islami.

Ketika syariat Islam ini telah mengkristal dalam diri masyarakat, maka akan mendorong terjadinya muhasabah (koreksi) kepada pemimpin yang keluar atau melenceng dari syariat Islam. Ini dalam rangka amar makruf nahi mungkar.

Ini sejalan dengan perintah Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 104, yang artinya:

"Dan hendaklah di antara kamu ada  golongan umat yang menyeru pada Al khair (Islam) menyuruh berbuat kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Andaikan perkara amar makruf ini dilakukan oleh individu saja tentulah kurang efektif. Ibarat satu lidi membersihkan sampah di halaman, tentunya butuh waktu lama. Namun, jika lidi itu banyak dan diikat dengan satu ikatan, maka akan lebih mudah. Ini seperti masyarakat yang diikat dengan ideologi Islam yang bersama-sama melakukan amar makruf nahi mungkar, tentu akan lebih cepat berhasil.

Persoalannya, sekarang umat ini mengalami problematika yang luar biasa besar. Ketidakadilan, penjajahan, pemerkosaan, pembunuhan, dan lain sebagainya terjadi di hampir semua negeri kaum muslimin.

Ini adalah dampak kemerosotan umat Islam itu sendiri dan majunya peradaban Barat dengan ideologi kapitalisme (ro'sun maliyun ). Dalam asasnya, ideologi ini memisahkan agama dari kehidupan. Inilah biang keladi atas terjadinya runtuhnya Daulah Islam.

Maka, terjadilah tragedi di Xinjiang, penindasan muslim Uighur, dll. mereka dilarang melaksanakan syariat Islam, dibunuh, dan dipenjara. Hal yang sama terjadi di Palestina. Hingga kini, kaum muslimin di sana dibombardir dan mengalami genosida. Hingga kini, telah jatuh korban sebanyak 30.000 lebih jiwa. Tragisnya, 13.000 lebih adalah anak-anak. Juga terjadi kepada Rohingya, Sudan, dan lain sebagainya.

Untuk mengakhiri ini semua, tentu perlu solusi komprehensif sebagai bukti ketakwaan umat Islam saat ini, yaitu dengan cara menegakkan khilafah Islamiah ala manhaj nubuwah. Ini adalah bentuk ittiba' (mengikuti) Rasul yang merupakan manifestasi keimanan kita kepada Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Ahzab  ayat 63, yang artinya:

"Tidaklah pantas laki-laki mukmin dan perempuan mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan yang lain bagi mereka tentang urusan mereka."

Sebagai junnah, khilafah akan menjaga ketakwaan setiap individu dan masyarakat agar terus terikat dalam hukum syara'. Daulah khilafah akan menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga agama, menjaga akal, dan menjaga kehormatan rakyatnya.

Maka, jelas bahwa kristalisasi ketakwaan dapat dilakukan jika individu, masyarakat, dan negara menegakan, menerapkan, dan mengemban syariat Islam yang merupakan manifestasi keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.


Oleh: Muhammad Nur
Jurnalis

Minggu, 03 Maret 2024

Beras Mahal Negara Lalai



Tinta Media - Saat ini harga beras terus mengalami kenaikan, hingga melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah pada Maret 2023 lalu. Harga eceran yang ditetapkan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPENAS) untuk beras medium sebesar 10.900-11.800 per kg dan beras premium sebesar 13.900-14.800 per kg tergantung zona masing-masing. 

Kenaikan beras premium rata-rata mencapai 21,58% dengan harga 16.900 per kg sedangkan beras medium rata-rata 28,44% dengan 14.000 per kg. Kenaikan harga beras yang terjadi tidak hanya di beberapa wilayah namun hampir di semua provinsi. Menurut Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti bahwa, kenaikan harga beras terjadi di 28 provinsi, termasuk seluruh provinsi yang ada di Jawa, Bali, NTT dan NTB. 

Sementara itu Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakah bahwa, lonjakan harga beras terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan dan ketersediaan. Dia memaparkan produksi beras Indonesia mengalami penurunan mencapai 2,05%, dari 31,54 juta ton menjadi 30,90 juta ton tahun 2023. Selain itu BPS menyampaikan bahwa supply dan demand yang tidak seimbang membuat harga beras melonjak naik.

Padahal kalau kita mau jujur Indonesia pada tahun 2023 melakukan impor beras dari Thailand. Badan Pusat Statistik mencatat impor beras Indonesia di tahun 2023 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Total impor beras mencapai 3,06 juta ton naik 429.210 ton. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Statistik Ditribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi persnya Senin (15/1/2024).

Artinya pernyataan di atas tidaklah tepat karena ketersediaan beras terpenuhi dengan adanya impor beras. Terlebih, menurut peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian, bahwa stok bulog masih 1,6 juta ton, di ID Food kurang lebih 2 juta ton, dan di level daerah ada 6,7 juta. Artinya, stok beras awal tahun masih di atas 10 juta ton, sedangkan kebutuhan beras nasional per bulan berkisar hingga 2,5 juta ton. (CNN Indonesia, 10-10-2023).

Selain itu kenaikan harga beras terjadi bukan baru-baru ini saja melainkan sudah setahun lebih, bahkan tahun 2023 kenaikan harga beras mencapai 20%. Artinya pemerintah harusnya sudah memikirkan langkah apa saja yang perlu diambil untuk mencegah lonjakan harga beras. 

*Penyelesaian dalam Islam*
Jika kita mau menganalisis paling tidak penyebab tingginya harga beras karena aspek produksi dan aspek distribusinya yang tidak berjalan dengan baik. Aspek produksi, pemerintah tidak mampu meningkatkan produksi beras karena adanya pengalihan fungsi lahan, pengurangan subsidi pupuk dan penyediaan benih yang berkualitas. Sehingga produksi tahun 2023 mengalami penurunan.

Aspek distribusi, pemerintah harusnya berperan aktif dalam menyalurkan beras hingga ke pelosok, jangan sampai ada monopoli distribusi oleh suatu perusahaan, sehingga perusahaan tersebut mampu mempermainkan harga dengan menahan beras, sehingga harga beras menjadi naik. Setelah naik barulah perusahaan menyalurkan beras dengan harga tinggi. Dalam sistem demokrasi hal seperti ini menjadi biasa, karena pengelolaannya diserahkan ke pasar, jika perusahaan memiliki modal besar maka mereka mampu memonopoli beras. Seperti hanya permasalahan minyak makan beberapa tahun lalu.

Masalah beras merupakan masalah yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan pokok. Islam sebagai agama yang sempurna akan mampu menyelesaikan segala persoalan termasuk masalah beras. Islam akan mewujudkan stabilitas harga dengan terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan.

Kedaulatan pangan dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi dan distribusi dengan baik, maka Islam akan sangat memperhatikan kedua aspek tersebut agar masyarakat tidak mengalami kekurangan kemudian melakukan impor. Dalam mewujudkan hal tersebut maka Islam akan meningkatkan lahan pertanian dengan beberapa kebijakan meliputi hukum menghidupkan tanah mati, kewajiban mengelola tanah oleh pemiliknya, serta larangan untuk menyewakan lahan pertanian. Selain itu islam juga akan menyiapkan benih yang berkualitas kemudian menyediakan pupuk dengan harga murah.

Islam sangat memperhatikan dan memastikan distribusi dapat berjalan dengan baik, dengan tidak ada penimbunan, monopoli dan berbagai praktik yang tidak sesuai syariat. Islam tidak akan mengizinkan adanya perusahaan besar yang dapat menguasai pangan yang dapat mengakibatkan masyarakat mengalami kesusahan. Oleh karena itu perhatian Islam pada ketersediaan pangan merupakan perwujudan dari peran negara untuk melindungi rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ‘alayh).

Oleh: Burhanuddin Ihsan, S.Pi., M.Sc.
Dosen Universitas Borneo Tarakan

Negara Abai Nasib Bayi, Bagaimana dengan Generasi?

                                   

Tinta Media - Diberitakan oleh kompas.com pada 23 Februari 2024 bahwa polisi telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap seorang bayi yang baru saja dilahirkan di Tambora, Jakarta Barat. Salah satu tersangka kasus tersebut adalah ibu dari bayi yang diperjualbelikan tersebut. Ketiganya dijerat pasal 76i juncto Pasal 88 dan atau Pasal 76F juncto Pasal 83 UU RI nomor 35 tahun 2014, tentang perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau pasal 2 dan 5 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun. 
         
Sang ibu mengaku, bahwa ketika ia tidak mampu membiayai persalinan buah hatinya di sebuah rumah sakit, kedua orang tersangka lainnya datang dengan menawarkan akan memberikannya uang sebesar Rp 4.000.000 untuk biaya persalinan dengan kemudian mengadopsi anaknya tersebut. Keduanya adalah sepasang suami istri yang memaksudkan adopsi tersebut untuk membesarkan dan merawat bayi tersebut. 
         
Namun, setelah memberi uang muka sejumlah Rp1.500.000 keduanya tidak kembali mengirimkan sisa uang yang dijanjikan. Oleh karena itu sang ibu kemudian melaporkan kedua orang tersebut kepada kepolisian. Dan setelah itu, terbongkar banyak kasus TPPO terhadap 4 bayi lainnya yang telah dilakukan sebelumnya oleh sepasang suami istri tersebut di daerah Karawang dan Bandung. 

Generasi adalah Tonggak Peradaban
        
Sungguh miris realitas nasib ibu dan anak pada zaman ini. Kebutuhan rakyat termasuk ibu dan anak dijadikan komoditas oleh sekelompok orang yang didukung oleh negara. Seperti dalam kasus ini, harga biaya administrasi persalinan yang amat mahal bagi rakyat kecil. Hingga tidak sedikit ibu yang kehilangan naluri keibuannya dan terpaksa merelakan buah hati yang baru saja dilahirkannya demi segepok uang untuk melunaskan administrasi persalinan.
Kini, kehamilan dan kelahiran seakan menjadi beban keluarga. Banyak orang tua yang terpaksa menitipkan bayinya ke panti asuhan untuk sementara waktu atau merelakan anaknya untuk diadopsi sepanjang waktu. Bayi tak berdosa terpaksa menanggung pahitnya kehidupan, ikut menanggung sulitnya ekonomi keluarga. Ada yang berakhir bahagia dalam asuhan keluarga pengadopsi, ada pula yang berakhir menjadi komoditas untuk dilukai. Bukankah ini menjadi tugas besar bagi negara? Bukan hanya kesalahan seorang ibu atau bapak yang tidak mampu membayar biaya persalinan.

Padahal, anak yang mendapat perawatan dan pendidikan secara terpadu pun tentu akan menjadi generasi sehat, berprestasi dan bermoral yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Menciptakan kemajuan teknologi-teknologi canggih, Menghasilkan penemuan-penemuan ilmu baru, dan mengubah pola pikir masyarakat dengan menjadi orang yang berpengaruh atau influencer. Dengan kata lain, anak-anak tersebutlah generasi yang menjadi tonggak penerus peradaban. 
Oleh sebab itu, bukankah ketika negara menyadari dan melaksanakan tugas besarnya merawat dan mendidik rakyat, termasuk para ibu-ibu dan terlebih anak-anak akan membawa untung serta manfaat besar bagi negara? Bagi kemajuan teknologinya, peradabannya, sekaligus keharuman namanya. Betapa ruginya negara ini ketika justru melakukan hal sebaliknya. Malapetaka jelas menantinya.

Inilah realitas dari sebuah negara yang menerapkan sistem Kapitalisme. Sistem yang dibangun berdasarkan asas maslahat. Semua perbuatan dianggap sah atau halal selagi tidak melanggar Undang-Undang Konstitusi buatan manusia, makhluk terbatas dan lemah. Penerapan sanksi hanya sebagai formalitas belaka, dan sering kali salah sasaran sebab tidak melihat sebuah kasus dari akar masalahnya. 
         
Berbeda dengan Islam. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia tentu memiliki aturan yang menjaga fitrah manusia pula. Maka dalam hal ini, seorang ibu yang memiliki fitrah merawat dan mendidik sang buah hati akan dijaga selamanya keberlangsungan fitrah ini. Islam akan mendukung dan membantu agar fitrah ini selalu hidup. 

Maka apabila fitrah seorang ibu ini meredup sebab sulitnya ekonomi untuk merawat sang buah hati, Islam akan dengan sigap memberikan bantuan entah berupa uang tunai atau bantuan secara langsung berupa susu dan kebutuhan bayi lainnya. Islam terjelma menjadi sebuah negara berbasis akidah Islam, yakni Daulah AL-Khilafah Al-Islamiyyah. Negara akan sigap memberikan pelayan persalinan secara cuma-cuma kepada para ibu yang kurang mampu. 
Tidak hanya itu, Islam juga akan menjaga kewajiban seorang bapak yakni bekerja keras menafkahi keluarganya. Karena dalam kasus ini, ternyata penyebab utama sulitnya ekonomi disebabkan oleh bapak yang menjual anaknya tersebut tidak memiliki penghasilan sebab PHK. Maka, seorang bapak yang tertimpa musibah PHK akan diberikan lapangan pekerjaan oleh daulah, sesuai dengan kemampuan bapak tersebut. Tidak selalu lapangan pekerjaan dalam industri. Bisa jadi, sebagai contoh apabila bapak tersebut mampu dalam mengelola tanah, ia akan diberikan sebidang tanah milik negara agar bapak tersebut bisa menafkahi keluarganya dari hasil kerja kerasnya bercocok tanam. 

Demikianlah pengaturan Islam terhadap kasus tersebut dan kasus serupa yang dilaksanakan oleh Daulah Khilafah. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia dan kebutuhan manusia. Maka dari itu, penerapannya sangat fleksibel, mampu sesuai dengan zaman dan tempat. Karena pada nyatanya, fitrah dan kebutuhan hakiki manusia tidak pernah berubah bahkan dari zaman manusia diciptakan pertama kali, yang membedakan hanya bentuk kehidupan manusia yang sama sekali tidak mengubah pandangan hidupnya. 

Dan termasuk pada zaman ini, di mana bentuk kehidupan manusia semakin beragam, Islam tetap mampu memberikan solusi terhadap ribuan problematika yang ada. Mari wujudkan kembali Islam di dalam kehidupan kita, dalam pengelolaan politik, kesehatan, ekonomi, dan seluruh aspek yang ada. Agar keberadaannya mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lambish-showab

Oleh: Diajeng Annisaa 
(Aktivis Muslimah)       

Sabtu, 24 Februari 2024

IJM: Negara Tak Dapat Melarang Dakwah



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menuturkan, sebagai negara hukum pemerintah tidak dapat melarang warganya untuk berserikat berkumpul dan juga berkegiatan dakwah.

"Sebagai negara hukum pemerintah tidak dapat melarang warganya untuk berserikat berkumpul dan juga berkegiatan dakwah," ujarnya dalam video:  Normalisasi HT1 dan FP1? Di kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (31/1/2024).

Menurutnya, fenomena ruang kebebasan bersuara kritis belakangan ini makin menyempit. "Jangan lupa! pemerintah juga punya tanggung jawab melakukan pembinaan pengayoman dan memberikan edukasi kepada seluruh ormas," ulasnya. 

Ia berharap pemerintah memberikan keadilan bagi setiap masyarakat untuk berdakwah dan bersuara kritis. 

"Ini harus menjadi warning bagi pemerintah, agar berhati-hati dan bersikap adil dalam memperlakukan ormas Islam, karena bisa menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat, bahwa ini upaya memberangus kelompok Islam yang berbeda dan kritis terhadap pemerintah," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Senin, 19 Februari 2024

Masihkah Negara Menjamin Pendidikan bagi Setiap Warganya?


Tinta Media - Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dan ditegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang memajukan kecerdasan, akhlak, dan kesehatan jasmani, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. 

Apakah itu masih berlaku hingga saat ini? 

Saat ini biaya pendidikan menjadi sangat tinggi, terutama di perguruan tinggi, menjadi hambatan besar bagi keluarga dengan pendapatan rendah atau menengah untuk memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak mereka. 

Biaya pendidikan yang tinggi di perguruan tinggi merupakan masalah serius yang menghambat akses pendidikan berkualitas bagi banyak keluarga, terutama kalangan menengah kebawah. Dalam realitas ekonomi saat ini, biaya pendidikan di perguruan tinggi sering kali terasa seperti beban finansial yang sangat berat bagi banyak orang tua. Dengan biaya kuliah yang terus meningkat dari tahun ke tahun, keluarga-keluarga ini sering kali merasa terjebak dalam situasi di mana mereka harus memilih antara memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak mereka atau memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seperti makanan, perumahan, dan kesehatan. 

Dampak dari biaya pendidikan tinggi di perguruan tinggi terasa tidak hanya pada tingkat individu, tetapi juga pada masyarakat secara keseluruhan. Ketika anak-anak mereka dihadapkan pada tantangan biaya pendidikan yang tinggi, ini menciptakan kesenjangan akses yang lebih besar dalam kesempatan pendidikan. Siswa-siswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu mungkin merasa terhalang dalam mengejar impian mereka untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi dan mencapai keberhasilan dalam karier mereka. 

Islam mendorong pendidikan yang inklusif, di mana setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, etnis, atau status sosial, memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Rasulullah juga menekankan pentingnya menghormati guru dan memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua orang. 

Padahal Islam mendorong pendidikan yang inklusif, di mana setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, etnis, atau status sosial, memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Rasulullah juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan pendidikan yang sama kepada semua orang. 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak boleh menunda-nunda untuk memberikan ijazah atau pendidikan kepada budak-budak mereka yang berkelayakan untuk memperolehnya. Jika salah seorang dari kalian menemukan satu kesulitan dalam memberikan pendidikan kepada mereka, maka ia bisa mempekerjakan budak tersebut dan memberikan uangnya kepada mereka sebagai imbalan untuk pendidikannya." (HR. Ahmad) 

Dalam sistem pemerintahan Islam atau sering disebut dengan Khilafah, menjamin pendidikan terbaik secara gratis untuk semua kalangan masyarakat. Dengan sistem ini, setiap individu, tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka, akan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Ini akan membuka pintu kesempatan bagi setiap anak untuk mengejar impian mereka tanpa harus terbebani oleh biaya pendidikan yang tinggi. 

Dengan demikian, penekanan pada pendidikan inklusif dan jaminan akses pendidikan yang adil untuk semua menjadi kunci dalam memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk meraih potensi penuh mereka dalam kehidupan. 

Di samping itu Khilafah juga memberikan penghargaan yang layak bagi guru-guru dan siapa pun yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan. Khilafah juga menjamin pemerataan pendidikan di semua daerah termasuk sarana dan prasarananya. 

Oleh: Tio Kusuma
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 17 Februari 2024

Tidak Menjalankan Amanat Konstitusi, Negara Mengkhianati Rakyat?



Tinta Media - Negara ini mempunyai amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk masa depan Indonesia yang lebih maju. Telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah termasuk tujuan dari dibentuknya negara ini. Seharusnya Pendidikan itu dipermudah oleh negara, kalau bisa ditanggung oleh negara, karena negara bertanggung jawab atas pendidikan rakyatnya. 

Maka dari itu yang bermasalah adalah kebijakan Anda, bukan malah menghawatirkan gagal bayar pinjaman. Tapi memang tidak heran sih kalau Anda mengambil kebijakan itu, karena Anda adalah bagian penyelenggara demokrasi. Yang tidak akan pernah berpihak kepada rakyat. Maka dari itu lebih baik Anda simak tulisan ini, siapa tahu bisa mencontohnya. 

Pendidikan adalah tonggak utama dalam menyiapkan generasi emas. Namun faktanya generasi penerus kita jauh dari harapan. Itu disebabkan karena banyaknya berbagai masalah yang dihadapi oleh para pelajar di dunia pendidikan kita. 

Lihat kasus yang baru-baru ini terjadi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kasus mahasiswa yang tidak mampu membayar kuliah karena mahalnya biaya pendidikan. Bukannya mendapat bantuan maupun beasiswa, pihak kampus malah membuat kebijakan kerja sama dengan sebuah layanan pinjaman online (pinjol) Danacita untuk mengatasi hal itu. 

Seorang pengamat pendidikan Ubaid Matraji mengatakan bahwa itu merupakan bentuk pemerasan apalagi saat gagal bayar dapat berujung pada praktik intimidasi. Namun Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto, menolak tudingan itu. Selain itu, Naomi menambahkan bahwa sistem tersebut menguntungkan mahasiswa karena mendapat kemudahan dalam membayar uang kuliah sesuai dengan kemampuan. Bukannya mendengarkan kritik untuk berbenah, pihak kampus malah membela diri dengan argumen tersebut. Padahal sebenarnya selain menimbulkan masalah baru apabila kesulitan membayar, itu juga sangat tidak etis mengingat itu adalah institusi pendidikan yang tugasnya untuk mencetak generasi emas dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Dan parahnya lagi negara hadir juga bukan untuk membantu memberikan bantuan atau membuat program beasiswa, tapi juga akan memberikan pinjaman yang disebut student loan lewat pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Jika melihat keputusan negara ini bisa kita lihat bahwa negara telah menghianati rakyat, karena tidak menjalankan  amanat konstitusi dengan tidak mau berkorban untuk menyiapkan generasi emas untuk masa depan Indonesia yang lebih maju. Padahal di dalam pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah termasuk tujuan dari dibentuknya negara ini. 

Sesungguhnya, terjadinya semua ini akarnya adalah karena enggannya mereka mengadopsi sistem Islam. Jika saja sistem Islam ditegakkan di negeri ini, pastinya masalah seperti itu tidak akan muncul, apalagi solusi yang menyesatkan seperti pinjol dan student loan yang pada hakikatnya akan memunculkan masalah baru, itu juga merupakan tindakan yang menyalahi syariat Islam. 

Lalu bagaimana kita tahu bahwa sistem Islam tidak akan menimbulkan permasalahan seperti itu? Jawabannya karena dalam Islam negara wajib mengatur segala aspek yang berkaitan dengan pendidikan. Berdasarkan iman dan syariat, negara menyiapkan kurikulum, akreditasi, metode pengajaran, bahan ajar, guru yang profesional, sarana dan prasarana. Semua hal yang digunakan untuk menunjang sistem pendidikan didanai oleh baitul mal. Kas negara dikelola dari harta milik negara dan harta milik umum seperti kekayaan alam, bukan dari pajak juga tanpa membayar mahal. Semua akses pendidikan diberikan kepada semua orang secara mudah dan murah, dan bahkan gratis. 

Lihat saja Madrasah an Nuriah al Qubra di Damaskus yang didirikan oleh Khalifah Nuruddin Muhammad Zanky. Asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi semuanya difasilitasi negara. 

Lalu pada akhirnya, lahirlah generasi emas dari peradaban Islam pada saat itu. Seperti ilmuwan Islam seperti Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Ar Razi, dan Ibnu Rusyd ahli dalam multi disiplin ilmu pengetahuan dan bahkan ahli dalam ilmu Islam seperti ushul fiqih. Itu semua adalah hasil dari ketaatan kepada Allah SWT untuk melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi larangannya termasuk menegakkan sistem Islam di dalam bernegara. 

Wallahu a'lam 

Oleh: Yahya Ariffudin
Aktivis Muslim

Jumat, 16 Februari 2024

Menakar Keseriusan Negara Mengelola Potensi Migas Raksasa


Tinta Media - Tak diragukan lagi, potensi Indonesia dari segi kekayaan alamnya sangat melimpah, baik berupa tambang migas, kelautan, dan lain-lain.

Menurut Shinta Damayanti selaku sekretaris SKK Migas (Satuan Kerja khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas bumi), sampai saat ini terdapat 128 area cekungan (basin) migas yang terdeteksi di Indonesia, sebanyak 68 cekungan  belum di eksplorasi. Sekretaris SKK ini juga menyampaikan bahwa SKK migas berhasil menemukan dua sumber gas besar atau giant discovery di tahun 2023.

Berdasarkan pernyataan dari sekretaris SKK, kita bisa melihat bahwa potensi migas di Indonesia sangat luar biasa, baik yang sudah dieksplorasi maupun yang belum. Potensi raksasa ini harusnya mendapatkan perhatian besar dari negara untuk mengelolanya.

Sayangnya, negara yang tegak di atas ideologi kapitalisme saat ini masih mengharapkan kehadiran para investor dalam hal pengelolaan migas ini, baik investor swasta maupun asing. 

Konsep pengelolaan SDA versi kapitalisme yang membuka kran besar bagi para investor asing tentu akan membuat negara ini rugi besar karena seolah penguasaan SDA migas ada pada investor asing. Negara hanya berperan sebagai regulator, yakni yang menyediakan regulasi untuk para investor.

Konsep Sistem Ekonomi Islam dalam Pengelolaan Migas

Sektor tambang migas yang depositnya cukup banyak dalam sistem ekonomi Islam masuk kategori milik umum atau milik rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

"Manusia berserikat  (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR Abu Dawud). 

Dalam penuturan Anas ra. Hadis tersebut ditambah dengan redaksi, "Wa tsamanuhu haram (harganya haram)". Artinya, dilarang untuk memperjualbelikan. 

Barang-barang tambang seperti minyak bumi beserta turunannya, seperti bensin, gas, dan lain-lain, termasuk listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut, semuanya telah ditetapkan oleh syariah sebagai milkiyah al-'ammah (kepemilikan umum). Negara mengatur produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk rakyat. Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat. Api, air, padang rumput, jalan, laut, samudra, sungai besar, dan lain-lain bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu. Namun, negara tetap berperan dalam melakukan pengawasan pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemadaratan bagi masyarakat. 

Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan  mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya besar seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya dikelola oleh negara. Negara akan melakukan proses eksplorasi bahan tersebut sekaligus akan mengelolanya. Hasil dari pengelolaan ini akan dimasukkan ke kas baitul mal, kemudian didistribusikan  pendapatannya sesuai dengan ijtihad khalifah demi kemaslahatan umat.

Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara boleh menjualnya kepada rakyat, tetapi hanya sebatas untuk menutupi biaya produksi. Negara tidak boleh menjualnya kepada rakyat untuk konsumsi rumah tangga dengan mendasarkan pada asas mencari keuntungan semata. Jika dijual kepada pihak luar negeri, negara boleh mencari keuntungan semaksimal mungkin.

Adapun keuntungan penjualan kepada rakyat untuk kepentingan produksi komersial dan ekspor ke luar negeri digunakan untuk:

Pertama, dibelanjakan untuk semua keperluan yang berkenaan dengan kegiatan operasional badan negara yang ditunjuk untuk mengelola harta pemilikan umum, baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran, dan distribusi. 

Kedua, dibagikan kepada kaum muslimin atau seluruh rakyat. Negara boleh membagikan kepemilikan umum berupa listrik, air minum, gas, minyak, dan barang lain untuk keperluan rumah tangga atau pasar-pasar secara gratis atau menjualnya dengan semurah-murahnya, atau dengan harga wajar yang tidak memberatkan rakyat. Barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, misalnya tembaga, batu bara boleh dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagikan ke seluruh rakyat, dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis dan pelayanan umum lainnya.

Maka, sudah seharusnya negara bersungguh-sungguh dalam mengelola potensi migas raksasa yang dimiliki Indonesia agar kesejahteraan benar-benar bisa dirasakan oleh setiap individu masyarakat. Tentunya, kesungguhan negara hanya akan tampak tatkala negara menjadikan Islam sebagai sistem atau aturan dalam seluruh aspek kehidupan, tak hanya dalam berekonomi, tetapi juga dalam berpolitik, dan seluruh aspek lainnya.

Wallahu 'alam bishshawab.



Oleh: Aisyah Ummu Azra 
(Aktivis Muslimah) 

DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat



Tinta Media - Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia sendiri DBD menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat dan termasuk penyakit dengan penyebaran tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Indonesia, sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com, 04/02/24) 

Di awal tahun ini, kasus DBD kembali meningkat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan kasus tersebut sudah merenggut jiwa, termasuk anak-anak. Dilansir dari laman pikiran-rakyat.com (04/02/24), DBD di Cianjur melonjak. Dua anak dilaporkan meninggal. Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024, terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Hal ini dikarenakan musim hujan yang terjadi sehingga banyak genangan air yang menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk. 

Selain itu, DBD meningkat di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana dikutip dari rmolsumsel.id (30/01/24), data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian. 

Jaminan Kesehatan dalam Kapitalisme Hanyalah Ilusi Belaka

Jika DBD termasuk penyakit endemik, seharusnya  pemerintah bisa memprediksi dan mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut. Namun, faktanya kasus penularan DBD kembali meningkat, bahkan hingga merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menangani kasus penyakit endemik DBD belum efektif di tengah masyarakat. 

Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit DBD. Sementara, jika tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini bisa menyebabkan risiko kematian yang tinggi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin kesehatan bagi setiap warga negaranya.

Adapun penyebab tingginya angka kematian akibat DBD disebabkan adanya keterlambatan penanganan kasus tersebut. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena banyak faktor. Beberapa di antaranya bisa jadi karena tidak adanya biaya untuk berobat, atau tidak memiliki ilmu yang cukup tentang penyakit tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Di tengah impitan ekonomi seperti sekarang, bagi sebagian orang pergi ke Rumah Sakit tentu hanya menambah beban pengeluaran. Faktanya, fasilitas kesehatan saat ini sulit diakses oleh masyarakat. Layanan kesehatannya juga cenderung tidak lengkap dan kurang berkualitas. Fasilitas dan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayarnya.

Kesulitan hidup yang dialami masyarakat hari ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dibuat serba sulit, akibat kemiskinan ekstrem yang melanda. Alhasil, bukan saja tidak bisa berobat ketika sakit, faktanya banyak rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik berupa sandang, pangan, dan papan. 

Kemiskinan juga menjadikan sulitnya keluarga mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan. Selain itu, banyak masyarakat yang tinggal di tempat dan lingkungan yang tidak layak huni, jauh dari kata asri. Kurangnya akses air bersih, permasalahan sampah yang tak kunjung usai, hingga sanitasi yang bermasalah menjadi beberapa faktor rakyat rentan terpapar penyakit menular. 

Fakta di atas merupakan potret buram negara dengan sistem kapitalisme. Negara gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme sekulerlah yang menjadi akar masalahnya. Alih-alih mengurus urusan rakyat, pemerintah dalam sistem ini justru berperan seperti pedagang, yang menjadikan kebutuhan dasar masyarakat sebagai objek komersil layaknya barang dan jasa yang diperjualbelikan kepada rakyatnya.

Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator saja, bahkan tak jarang menyerahkan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pemerintah berdalih bahwa anggaran kesehatan dari APBN terbatas jumlahnya sehingga tak mampu mendanai. Alhasil, mahalnya biaya kesehatan yang ada justru berimplikasi pada sulitnya akses kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu. 

Maka, tak heran jika banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan merasa kecewa terhadap sistem kesehatan yang tak beres di negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan jaminan kesehatan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah ilusi belaka. 

Jaminan Kesehatan yang Unggul dalam Islam

Fakta di atas tentu sangat jauh berbeda dengan jaminan kesehatan dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga pandangan hidup yang memiliki aturan sempurna dan paripurna dalam setiap aspek kehidupan. 

Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Salah satu bentuk tanggung jawab khalifah terhadap rakyat adalah memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, “Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari) 

Untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, negara khilafah akan mendorong masyarakatnya untuk menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran masyarakat akan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Bagaimanapun, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan peningkatan kasus penyakit menular. Negara khilafah juga akan memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak huni, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan yang ideal. 

Masyarakat yang ada dalam negara khilafah merupakan masyarakat yang islami, yang memiliki karakteristik yang khas. Aktivitas amar makruf nahi munkar atau saling mengingatkan akan menjadi kebiasaan yang sangat berguna, khususnya dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar selalu terhindar dari penyakit-penyakit menular. Mereka menjaga kebersihan bukan hanya karena dorongan untuk sehat semata, melainkan juga ada dorongan dari sisi ruhiyah. Mereka memahami bahwa dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka bisa menjalankan aktivitas ibadah dengan maksimal. 

Di sisi lain, negara khilafah akan mengupayakan penyediaan layanan kesehatan yang unggul dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Jika diperlukan pembuatan vaksin atau obat khusus, maka akan dilakukan di laboratorium yang mumpuni dengan teknologi mutakhir. 

Visi yang dimiliki khilafah dalam bidang kesehatan adalah melayani kebutuhan rakyat secara totalitas dan menyeluruh, baik di kota-kota besar maupun di pelosok desa, bahkan di dalam penjara sekalipun. Itu semua demi terjaminnya layanan kesehatan bagi setiap masyarakat negara khilafah. 

Untuk merealisasikan itu semua pasti dibutuhkan dana yang cukup banyak. Karenanya, dana kesehatan rakyat akan ditanggung secara penuh oleh negara. Dana yang digunakan oleh negara berasal dari baitul mal, yang diambil dari anggaran pos kepemilikan umum, yakni dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara khilafah tanpa intervensi pihak mana pun. 

Pelayanan kesehatan berkualitas diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, tidak memandang status miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, muslim ataupun nonmuslim. Semuanya mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama. 

Birokrasi layanan kesehatan dalam Islam juga tidak dibuat berbelit-belit, sehingga memudahkan rakyat untuk mengakses. Sebab, prinsip sistem administrasi dalam negara khilafah bersifat mempermudah, bukan mempersulit. 

Begitulah mekanisme negara khilafah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, sekaligus mekanisme jaminan kesehatan dalam Islam. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya Islam saja yang mampu memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma dengan kualitas yang paripurna. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Senin, 12 Februari 2024

Akidah Umat Terkikis, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Bagaimana perasaan saudara saat mendengar berita pembunuhan, bunuh diri, perzinaan, atau pemerkosaan? Geram, emosi, atau biasa saja? 

Sungguh menyayat hati, setiap hari kita harus mendengar berita-berita kejahatan yang tidak ada habisnya, bahkan makin hari kejahatan dilakukan makin bengis, keji, dan biadab. Perbuatan mereka melebihi hewan yang tidak berakal. Bahkan, ada yang tega membunuh dan menyetubuhi anaknya sendiri. 

Kasus pembunuhan terbaru terjadi di Kalimantan Timur. Dalam kasus tersebut, satu keluarga dibantai habis menggunakan parang. Yang paling mengejutkan, pelaku tega menyetubuhi korban yang sudah meninggal dunia. (Detik. Com, 07/02/2024) 

Pertanyaannya, mengapa hal ini banyak terjadi? Jika jumlah kasus kriminal di suatu negeri sangat banyak, maka sebenarnya permasalahan tersebut disebabkan oleh kegagalan sistem dalam mengatur kehidupan masyarakat. 

Kita tahu bahwa sistem yang mengatur kehidupan saat ini adalah sekularisme, yaitu agama mengharuskan terpisah dari kehidupan. Diakui atau tidak, hal ini terlihat jelas dari semua aspek kehidupan. Misalnya saja banyak pemuda dan pemudi yang mengabaikan aturan agama Islam. Di saat agamanya melarang pacaran, mereka malah bahagia melakukannya. Di saat agama melarang perzinaan, mereka justru melanggarnya tanpa merasa berdosa. Atau saat agama mengharamkan minum khamar, mereka justru semangat meminumnya, bahkan berani menjual barang haram tersebut. 

Andai mereka tahu bahwa ada konsekuensi berat yang akan ditanggung nanti di akhirat  dan pertanggungjawaban di sana standarnya adalah aturan Islam, bukan aturan manusia. 

Maka, sungguh menyayat hati bahwasanya saudara-saudara kita banyak yang menjadi pelaku kriminal. Hal ini membuktikan bahwa negara gagal meriayah (mengatur) dan menjaga akidah rakyat. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi kepala negara untuk mengurus segala keperluan rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a.) 

Ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Pemimpin dalam Islam sangat serius dan bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya. Mereka memahami bahwa apa yang dijalankannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. 

“Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari) 

Pemimpin dalam Islam akan menjadikan Al-Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum yang akan mengatur rakyatnya. Ketika Al-Qur'an mewajibkan perempuan menutup aurat, maka pemimpin atau khalifah akan menjadikan aturan tersebut sebagai peraturan yang mengikat bagi seluruh rakyat. Aturan bersifat tegas. 

Begitu pun dengan ayat yang memerintahkan untuk memotong tangan bagi pencuri, atau hukum rajam bagi pezina. Maka, sang khalifah akan menjadikan ayat tersebut sebagai peraturan yang mengikat. 

Jika semua hukum Allah dilaksanakan, maka keamanan, ketenteraman, dan keberkahan akan datang. Ini karena hal tersebut merupakan janji Allah Swt. 

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS Al-A'raf: 96) 

Maka, tidak ada cara lain untuk menghentikan kasus-kasus kriminal tersebut, kecuali dengan mengganti sistem sekularisme menjadi sistem yang berasal dari Allah Swt. yaitu sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahualam bishawwab.

Oleh. Ririn Arinalhaq
Pemerhati Generasi 

Minggu, 11 Februari 2024

Jaminan Sertifikasi Halal: Perlukah Peran Negara Hadir?


Tinta Media - Mulai 18 Oktober 2024. Pemerintah akan mewajibkan seluruh produk makanan dan minuman, termasuk dari pedagang kaki lima dan usaha mikro, kecil, dan menengah pun diwajibkan untuk mendapatkan sertifikat halal sebagai syarat menjual kuliner halal. 

Beberapa pelaku usaha kecil, seperti Pak Ipin yang menjual es bubur sumsum di Jakarta, mengaku tidak masalah dengan aturan baru itu, asalkan biayanya tidak terlalu tinggi dan bisa digratiskan. Namun bagi sebagian lain, mengkhawatirkan pengurusan sertifikasi halal akan merepotkan pelaku usaha, apalagi pedagang keliling yang biasanya tidak pernah memakai sertifikat halal. 

Sementara itu, sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia, Edy Misero, mengatakan bahwa sertifikasi halal penting untuk menimbulkan rasa kepercayaan dan permintaan masyarakat akan produk halal semakin tinggi. Sayangnya, pemerintah membatasi sertifikasi halal untuk pelaku usaha sampai Oktober 2024. Beliau juga menyampaikan akan kekhawatirannya akan masalah biaya sertifikasi dan pungutan liar di Indonesia serta mengingatkan pemerintah untuk harus menjaga komitmen masalah sertifikasi ini dengan baik.
(tirto.id - 2/2/2024) 

Pada dasarnya sertifikasi halal ini penting dilakukan karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim. Dengan demikian  aturan sertifikasi sangat bagus diberlakukan untuk menjaga keterangan kehalalan suatu produk. Karena melalui sertifikasi ini dapat menimbulkan rasa kepercayaan serta menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk makanan dan minuman yang dijual. 

Namun, harga dan pungutan liar juga memang harus dipertimbangkan, agar tidak membebani pedagang, khususnya pedagang kecil.  Mengingat PKL merupakan sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. maka wajar jika para pedagang kecil merasa khawatir bahwa sertifikasi halal akan menambah beban ekonomi mereka, terlebih bila harus mengganti ulang sertifikat secara berkala. 

Namun, dalam sistem kapitalisme seperti yang dianut saat ini, segala sesuatu dapat dikomersialisasikan. Membuka peluang lebar terjadinya pungli. Dan akibat peran negara yang  hanya sebatas regulator dan fasilitator bagi para kapital. Sehingga tidak mampu memberikan jaminan penuh kepada masyarakat maupun para pedagang kecil. 

Hal ini menjadi pertanyaan bagi kita semua, apakah negara hadir untuk memberikan perlindungan kepada rakyat atau justru membiarkan kepentingan ekonomi yang mendasar mengatur segalanya, termasuk jaminan kehalalan produk? 

Di dalam Islam, negara harus hadir sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk juga dalam melindungi akidah dan agama. Kehalalan produk halal tidak hanya berkaitan dengan kesehatan jasmani, tetapi juga menyangkut kesehatan rohani. Oleh karena itu, negara harus hadir dan memberikan jaminan halal tanpa terbebani oleh kepentingan komersial. 

Di samping itu, pertanyaan lain yang perlu kita fokuskan adalah jumlah layanan sertifikasi halal gratis yang diberikan negara, yaitu 1 juta layanan sejak Januari 2023. Padahal, jumlah PKL yang menjual kuliner halal dapat mencapai 22 juta di seluruh Indonesia. Jumlah layanan sertifikasi gratis yang diberikan negara tampaknya jumlahnya masih dalam kisaran kecil. Oleh karena itu, peran negara dalam memberikan jaminan halal perlu diperluas. 

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, idealnya negara harus memberikan layanan sertifikasi halal secara gratis bagi seluruh masyarakat. Pemerintah seharusnya tidak hanya hadir sebagai regulator dan fasilitator, tetapi harus memastikan bahwa kebutuhan mendasar masyarakat, seperti halnya jaminan kehalalan produk, dapat terpenuhi dengan baik. Selain itu, pengedukasian bagi para pedagang pun harus kian ditingkatkan agar mereka semakin sadar akan pentingnya menerapkan konsep kesadaran halal dalam setiap langkah usaha mereka. 

Sebagaimana dalam negara Islam, yang  seluruhnya, baik itu fondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu bersandar pada akidah Islam, sehingga mewujudkan kesadaran para  pedagang dan masyarakat untuk menjaga kehalalan produk dan ajaran agama. Karena akidah adalah aspek penting dalam agama Islam dan melalui keyakinan-kepercayaan yang kuat tentang hubungan seseorang dengan Allah SWT.  Akan dapat membentuk karakter islami pada seseorang. 

Selain itu negara atau pemerintah yang terbentuk dalam sistem Islam akan menjamin pembiayaan sertifikasi halal dan memberikan kemudahan birokrasi pada cara pengurusannya. Sehingga, selain memberikan jaminan kehalalan produk, negara juga akan menjadi pengawal kehidupan masyarakat dan kepercayaan mereka terhadap produk halal. Karena dalam Islam negara adalah raain (pengurus umat) sekaligus junnah (pelindung umat). 

Hal ini kian menegaskan pada kita, bahwa negara memang sudah seharusnya hadir, untuk memberikan jaminan sertifikasi halal sebagai salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat maupun konsumen. karena selain itu adalah tugas negara, juga merupakan kewajiban agama yang harus ditegakkan. Dalam memberikan perlindungan dan dukungan yang diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pedagang kecil dan menengah. 

Wallahu 'alam


Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Kamis, 08 Februari 2024

Benarkah Investasi Menjadi Jalan bagi Pembangunan Suatu Negara?



Tinta Media - Kota Bandung bukan hanya memikat hati bagi para turis lokal maupun internasional, tetapi juga investor dari berbagai negara.
Ini dibuktikan dengan investasi di kota Bandung yang melampaui target pada tahun 2023.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung mencatat bahwa investasi di Kabupaten Bandung mencapai Rp30,3 triliun sampai akhir triwulan IV atau semester II tahun 2023, tercapai lebih dari 100 persen, dari target hingga akhir tahun 2023 sebesar Rp28,7 triliun.

"Jika dibandingkan dengan tahun 2022, ini mengalami kenaikan signifikan. Tahun 2022 targetnya Rp6,65 triliun. Terealisasi Rp7,79 triliun," ujar  Ronny Ahmad Nurudin, Rabu ( 31/01/ 2024).

Bupati Bandung Dadang Supriatna menyatakan bahwa investasi sangat dibutuhkan untuk proses pembangunan di Kabupaten Bandung, sehingga dirinya akan memperhatikan iklim investasi agar berjalan secara kondusif. 

Benarkah investasi dibutuhkan dalam proses pembangunan dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat? Iklim investasi seperti apakah yang dapat mewujudkan hal tersebut?

Dalam sistem kapitalisme-sekularisme-liberal yang diterapkan di negeri ini,  sudut pandang ekonomi politik neoliberal yang menjadikan masalah pembangunan dilandaskan pada masalah penambahan investasi (modal). Oleh karena itu, investasi ini terus digenjot di seluruh wilayah, termasuk di Kabupaten Bandung. Melalui undang-undang investasi, dibuka peluang seluas - luasnya bagi para investor untuk menanamkan modal, termasuk investor asing. Mereka dipandang sangat dibutuhkan untuk pembangunan agar dapat mendorong kegiatan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan,  hingga tercapailah kesejahteraan. 

Namun, sekian lama keran investasi dibuka lebar, fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah kemiskinan, pengangguran, dan ketidakmerataan perekonomian semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa para investor tidak mempunyai kepentingan untuk menyejahterakan masyarakat. Satu-satunya orientasi mereka adalah untuk keuntungan mereka sendiri, yang didukung oleh kebijakan penguasa. 

Alih-alih mendengar jeritan rakyat, pemerintah malah menetapkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang memuluskan para investor masuk dan leluasa menjalankan bisnisnya, termasuk melegalkan perampasan lahan atas nama investasi. Ini jelas menunjukkan posisi penguasa dalam sistem  kapitalisme sekularisme liberal hanyalah sebatas regulator, bukan pengatur urusan rakyat.

Dalam sistem demokrasi yang penuh dengan campur tangan cukong politik, kebijakan berpusat pada penguasa yang dibekingi pengusaha (kapitalis). 'Kolaborasi' keduanya telah menjadikan segala kebijakan penguasa dalam proses pelaksanaannya hanyalah untuk kepentingan mereka, tidak untuk kepentingan rakyat. Inilah wujud asli investasi ala ekonomi neoliberal yang sejatinya adalah penjajahan gaya baru yang mematikan. Investasi asing menjadikan suatu negara tidak bisa mandiri dalam membuat kebijakan dan mengalami ketergantungan.

Berbeda dengan kebijakan luar negeri dalam sistem khilafah. Dalam konsep Islam, kegiatan investasi wajib terikat pada syariat Islam. Orang yang ingin berinvestasi harus memahami hukum-hukum syariat. Khilafah tidak akan bekerja sama dan menyerahkan kepentingan masyarakat kepada orang-orang kafir. Khilafah sangat memperhatikan semua hal yang bisa merusak kedaulatan dan kepemimpinan sehingga tetap terjaga. 

Syariat Islam telah menetapkan negara-negara mana yang boleh dan tidak boleh untuk bekerja sama. Syariah Islam juga telah menetapkan sektor-sektor apa saja yang diperbolehkan untuk investasi dan sektor mana yang dihalangi untuk investasi. Maka, meskipun tawaran investasi sangat menggiurkan dan terlihat menjanjikan, Khalifah secara tegas tidak akan menyetujuinya. 

Beberapa syarat investasi dalam Islam yaitu:

Pertama, investasi tidak dijadikan alat penjajahan penguasaan non-muslim terhadap umat Islam. Jika dilakukan, maka hukumnya haram. 

Kedua, investasi juga tidak boleh dijadikan alat untuk merampas lahan masyarakat, karena cara itu tidak dibenarkan. 

Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak halal bagi seorang muslim mengambil harta saudaranya dengan cara yang tidak benar, hal itu karena Allah telah mengharamkan harta kaum muslimin yang lain." (HR. Ahmad dan Al-Bazzar)

Ketiga, Islam juga melarang mengubah kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi. Namun, jika itu milik negara, maka negara boleh memberikan kepada siapa pun yang dikehendaki selama digunakan untuk kemaslahatan umat.

Dalam mendirikan pabrik pun Islam mengatur dengan teliti, jika pabrik tersebut memproduksi barang-barang haram seperti narkoba dll., maka pabrik tersebut hukumnya haram.

Lalu bagaimana investasi bisa berkembang dalam daulah khilafah? 

Iklim investasi sebenarnya berpusat pada kemudahan birokrasi, kepastian hukum, dan tidak adanya korupsi. Khilafah memiliki sistem ekonomi yang kuat, yaitu sistem ekonomi Islam. Menurut Abdurahman Al Maliki, politik ekonomi Islam adalah jaminan pemenuhan atas semua kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan setiap individu, serta kebutuhan sekunder dan tersiernya. 

Ekonomi Islam juga membedakan kebutuhan pokok individu dengan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk mekanisme pemenuhannya. Maka, dalam daulah khilafah, ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara tidak dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tetapi dilihat dari terpenuhinya semua kebutuhan pokok bagi individu dan masyarakat, seperti sandang, pangan, dan papan beserta terpenuhinya  kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan setiap individu.

Sistem politik Islam juga telah menetapkan kepemilikan umum, sehingga negara bisa mengelola sumber daya alam dan menjadi pemasukan untuk kas negara. Dilibatkannya masyarakat secara langsung, membuat terbukanya lapangan pekerjaan sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhannya. 

Dengan demikian, tanpa investasi asing pun, ekonomi negara akan tetap stabil dan berkembang. Negara tidak boleh membiarkan rakyat hidup kelaparan dan terlunta-lunta. Hal tersebut adalah salah satu pelanggaran dalam syariat.
Maka, penting bagi negara meriayah (mengurusi) keperluan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya sebagai regulator seperti negara di sistem kapitalis sekuler saat ini. Namun, semua itu hanya bisa dilakukan oleh negara dengan sistem khilafah Islamiyyah.

 WalLaahu a’lam bish-showwab


Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta media

Minggu, 21 Januari 2024

Gagal Ginjal, Bukti Gagalnya Negara Melindungi Nyawa Manusia




Tinta Media - Kementerian kesehatan mengumumkan dua kasus baru gagal ginjal akut anak atau Acute Kidney Injury (AKI) di Jakarta. Satu pasien sudah dikonfirmasi mengalami AKI dan meninggal dunia, sementara satu lagi dinyatakan sebagai suspek.

Kemenkes mengatakan bahwa penyebab kasus baru ini masih memerlukan pendalaman dalam pengkajian lebih lanjut. Menurut juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, belum dipastikan bahwa gagal ginjal akut kali ini adalah akibat dari obat sirup.

Pada tanggal 5 Februari 2023, sebanyak 326 kasus gagal ginjal akut terjadi pada anak dan 204 anak dari 27 provinsi meninggal dunia. Kematian mereka dikaitkan dengan obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada produksi obat sirup.

Sejumlah keluarga korban dari gagal ginjal akut mendesak Bareskrim Polri untuk segera menyeret pihak yang bertanggung jawab atas peredaran obat batuk sirup beracun ke pengadilan. Perusahan Badan Pengawasan Obat (BPOM) patut dianggap lalai dalam mengawasi bahan obat sirup hingga diberikan nomor izin edar.

Safitri, seorang ibu yang kehilangan anak laki-lakinya karena menderita gagal ginjal akut pada Oktober 2022 mengatakan, “Karena kesalahan sistem, jelas tidak perlu orang dengan keilmuan tinggi melihat bagaimana kasus ini terjadi. Ingat, kejadian ini akan terulang kalau sistem tidak diperbaiki.” (bbc.com, 21/12/2023)

Masalah gagal ginjal akut belum juga selesai. Masyarakat masih tidak percaya dengan negara dalam mengatasi kasus ini karena dianggap terlalu lamban. Lantas, bagaimana seharusnya negara bertindak untuk masalah ini? Bagaimana Islam mengatur dan melindungi nyawa mansuia?

Kelalaian Negara Mengatasi Gagal Ginjal Akut

Sering kali masalah kesehatan yang buruk terjadi di Indonesia. Ditambah penanganan negara yang terkesan lemah dalam mendeteksi masalah, sehingga semakin memperparah keadaan. Pendanaan yang lemah dalam kesehatan menjadi kewaspadaan suatu negara. 

Negara dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator, bukan pelayan rakyat, sehingga rakyat bukan menjadi proritas utama negara. 

Edukasi dan peran aktif negara dalam urusan kesehatan masyarakat juga masih sangat rendah. Sehingga, kesadaran masyarakat untuk menanggulangi kasus gagal ginjal akut pada anak pun akhirnya masih minim. Ini mengakibatkan tingginya angka kematian. 

Padahal, kondisi ini tidak sepenuhnya salah masyarakat. Sebab, ralitasnya layanan kesehatan disediakan pemerintah memang masih belum mencukupi dan sangat terbatas. Tidak heran, pada akhirnya terjadi keterlambatan pendeteksian penyakit tersebut, sehingga terlambat pula ditangani.
Tidak hanya itu, gagal ginjal akut juga banyak menimpa daerah-daerah yang layanan kesehatannya terbatas. Maka, jelaslah sudah, kondisi ini menunjukkan negara lalai, sekaligus memperlihatkan borok atau kelemahan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

Negara juga abai dalam mengawasi peredaran obat-obatan. Sudah banyak obat yang tidak ada surat izinnya tetapi masih beredar dan di konsumsi masyarakat. Harusnya pemerintah sudah lebih sigap menangani kasus gagal ginjal akut ini. Pemerintah juga seharusnya menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait langkah preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan). 

Sayangnya, dalam sistem kapitalisme ini, pengelolaan kesehatan menjadi bagian dari lahan bisnis sehingga rakyat tidak bisa menyediakan dana untuk pelayanan kesehatan. Apalagi, perusahan tidak melihat keamanan obat yang dia produksi, yang terpenting mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Peran Penting Negara Memelihara Nyawa Manusia

Kasus gagal ginjal akut pada anak tidak terlepas dari urusan nyawa manusia. Selain melakukan penanggulangan, pemerintah seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat. Sungguh tidak ada agama selain Islam yang mampu melindungi nyawa manusia. 

Dalam Islam, anak bukan sekadar aset masa depan saja, tetapi bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi kebutuhannya, sehingga negara akan berusaha untuk memenuhi semua penyediaan fasilitas yang memadai, termasuk pemenuhan gizi yang cukup. Tidak hanya itu, pemerataan untuk masyarakat yang kaya dan miskin hingga pemberian pendidikan dan kesehatan gratis juga dilakukan.

Seluruh pelayanan yang diberikan negara adalah murni untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi semata. Sebab, ini semua dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab, karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Dari sinilah kewajiban seorang khalifah dalam mewujudkan penerapan Islam di aspek kehidupan terbentuk, termasuk aspek kesehatan. 

Sebab, salah satu maqashid asy-syari’ah (tujuan syariah) adalah hifzh an-nafs, yakni menjaga jiwa. Terkait dengan nyawa, Rasulullah bersabda dalam riwayat an-Nasa’i dan Tirmidzi.

“Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.“

Maka dari itu, negara akan segera bertindak terhadap penanganan penyakit yang menular, bahkan penyakit yang belum diketahui penyebabnya oleh negara. Masyarakat pun tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakitnya. 

Negara akan memproduksi obat-obatan secara cuma-cuma untuk rakyat. Selanjutnya, negara sangat memperhatikan peredaran obat di tengah masyarakat. Obat-obat yang tidak melalui uji/riset justru tidak akan bisa lolos edar begitu saja, sehingga tidak akan merugikan kesehatan masyarakat, bahkan tidak akan berefek pada kematian di kemudian hari. 

Maka dari sini, bisa disimpulkan bahwa dari sistem yang rusak akan berakibat pada kehidupan yang rusak. Sehingga, hal yang harus dilakukan saat ini adalah mengganti sistem yang mengatur kehidupan manusia dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta, berupa sistem khilafah islamiyah agar membawa kebaikan bagi manusia di seluruh aspek kehidupan.
Wallahu`alam bisshawab.


Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Januari 2024

Covid-19 Kembali Menyebar, Vaksin Berbayar, Negara Tak Sadar?



Tinta Media - Berdasarkan data di situs Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus Covid-19 di Indonesia meningkat menjelang akhir 2023. Sepanjang November 2023, ada penambahan sekitar 7-40 kasus konfirmasi Covid-19 per hari secara nasional. Kemudian pada awal Desember 2023, angkanya naik ke kisaran 100 kasus per hari. (Katadata.co.id, 12/12/23) 

Covid-19 ternyata tidak sepenuhnya hilang dari tanah air ini. Kemenkes memberikan data bahwa ada peningkatan dari bulan sebelumnya hingga akhir tahun yang angkanya tak bisa dianggap sedikit. Di tengah maraknya kembali penyebaran virus Covid-19, pemerintah justru menetapkan kebijakan vaksin berbayar meski masih menyediakan vaksin gratis untuk yang belum pernah mendapatkan vaksin dan kelompok rentan.
  
Sebagaimana dilansir Kompas.com, 31/12/23, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa harga vaksin Covid-19 berbayar akan ditentukan oleh masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang menyediakan vaksin Covid-19 berbayar. Dengan begitu, rumah sakit (RS) hingga puskesmas dibebaskan untuk menentukan sendiri harga vaksin Covid-19 berbayar. 

Negara seharusnya memiliki tanggung jawab penuh dalam mencegah dan menangani virus Covid-19, termasuk memberikan vaksin gratis kepada semua rakyat, terkhusus virus tersebut merupakan penyakit menular. Di sisi lain, istilah kelompok rentan seolah menjadi alat pembungkam yang menghalangi pemberian vaksin pada yang tidak rentan. Padahal, sejatinya  semua rakyat rentan sehingga peningkatan kekebalan tubuh penting untuk semua lapisan masyarakat 

Potret Buram Kapitalisme 

Penetapan vaksin berbayar ini menggambarkan potret negara kapitalis, yang tidak meriayah rakyat dengan baik. Justru, negara menjadi pedagang yang mengharapkan untung dari pelayanan yang seharusnya diberikan pemerintah untuk rakyat. 

Kesehatan adalah kebutuhan pokok bagi manusia. Maka, sudah pasti semua manusia membutuhkan pelayanan kesehatan. Ketika pelayanan kesehatan ini dikomersialkan, maka sudah pasti ini adalah perdagangan yang tidak akan pernah rugi dengan keuntungan yang menjanjikan. 

Ironisnya, sistem kapitalisme meniscayakan adanya komersialisasi pelayanan negara. Salah satunya adalah kesehatan. Ini karena karakter pemimpin yang terbentuk bukanlah sebagai pelayan rakyat biasa, tetapi pelayan rakyat yang punya modal. Dengan modal tersebut, penguasa melayani setiap kepentingan si pemilik modal karena ada keuntungan bagi si penguasa. 

Karakter tersebut didorong oleh mahalnya biaya politik untuk mencapai kekuasaan. Sehingga, sulit di zaman sekarang menemukan sosok pemimpin yang mau habis-habisan mengeluarkan uang untuk mencapai kekuasaan demi memperjuangkan hak-hak rakyat. 

Ditambah pandangan tentang kebahagiaan yang terbentuk dan mengkristal pada benak semua manusia saat ini adalah terpenuhinya seluruh kebutuhan jasmani atau ketika memiliki materi yang melimpah ruah, sehingga apa yang diinginkan bisa terwujud. Inilah potret buram sistem kapitalisme, yaitu menjadikan rakyat seolah hanya sebagai tumbal kepentingan dan kekuasaan. Sementara, rakyat harus kembali berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan pokok. Salah satunya adalah kesehatan. 

Maka, dengan fakta abainya penguasa terhadap pelayanan kesehatan, terkhusus mengatasi virus Covid-19, sangat memungkinkan perluasan penyebaran virus tersebut bisa berkali-kali lipat karena minimnya pencegahan dan penanganan yang dilakukan pemerintah. 

Sungguh, berharap mendapatkan kesehatan dan perlindungan keselamatan rakyat pada sistem kapitalisme adalah khayalan semata, karena sistem tersebut didesain untuk oligarki yang menguasai seluruh kepentingan rakyat. 

Islam Penjaga Hakiki 

Islam telah menetapkan negara sebagai pelayan dan pelindung, termasuk dalam menjaga masyarakat menghadapi serangan penyakit menular.  Kesehatan termasuk dalam kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab negara. Maka, dengan fungsi tersebut, urusan umat akan selalu diprioritaskan, bahkan tak ada karakter pemimpin dalam Islam mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umat. 

Negara memiliki pendanaan memadai yang bersumber dari pengelolaan secara langsung dari sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum. Hasil pengelolaan tersebut diserahkan kembali kepada umat dalam bentuk pelayanan umum, seperti kesehatan. Maka, haram hukumnya membebankan biaya  kesehatan kepada rakyat karena rakyat memiliki hak pokok yang wajib difasilitasi negara. Salah satunya adalah kesehatan. 

Selain itu, negara Islam bukan saja memfasilitasi akses kesehatan yang mudah dan gratis. Namun, negara juga memfasilitasi para ilmuwan untuk mengembangkan teknologi sendiri sehingga mampu mencukupi kebutuhan vaksin secara gratis. Dengan demikian, ketahanan dari sisi perlindungan kesehatan umat betul-betul terwujud. 

Inilah gambaran nyata dari penerapan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk penanganan kesehatan, terkhusus virus menular yang memiliki mekanisme yang konkret yang telah dibuktikan dalam sejarah peradaban IsIam berabad-abad lamanya. 

Maka, jika menginginkan kembali kesejahteraan tersebut, kita harus mengganti sistem yang ada saat ini dengan sistem IsIam, yaitu Khilafah Islamiyah. Dalam sistem tersebut, Al-Qur'an dan sunnah sebagai aturan seluruh  aspek kehidupan diterapkan secara keseluruhan. Wallahu a'lam.


Oleh: Heti Suhesti 
(Aktivis Dakwah) 

Senin, 11 Desember 2023

Judi Online Merajalela, Bagaimana Peran Negara?



Tinta Media - Permainan satu ini sangat berbahaya, bagaimana tidak? Jika berhasil menang maka pelaku akan terus bermain dengan harapan akan mendapat keuntungan lebih besar, namun jika kalah pelaku akan terus mencoba hingga kembali menang. Kegiatan berulang inilah yang mengakibatkan kecanduan dan sulit untuk dihentikan. 

Mirisnya, saat ini permainan judi ini juga bisa dilakukan secara online, situsnya mudah diunduh oleh siapa pun termasuk anak-anak usia sekolah. Mereka memasang taruhannya dengan uang saku, sebab mereka belum memiliki penghasilan sendiri, dan jika sudah kecanduan tentu mereka akan melakukan cara apa saja demi mendapatkan uang untuk taruhan, termasuk mencuri. 

Sistem Sekuler Menyuburkan Judi Online 

Dalam laman bbc.com (27/11/2023). Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria mengatakan memberantas judi online sangat berat, ibarat melakukan peperangan, sehingga dibentuklah satuan tugas dari Kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Saat ini sebanyak 2,7 juta penduduk Indonesia melakukan judi online, 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. 

Pelaku yang kecanduan judi online akan lebih boros, uring-uringan, kesulitan tidur, terlambat makan, suka menyendiri, lebih sensitif, mudah marah dan perfoma belajar menurun. Mereka juga bisa terlilit hutang atau pinjol yang berakibat fatal seperti bunuh diri. Hal ini bukanlah masalah sepele, jika terus dibiarkan tentu akan merusak mental dan kualitas hidup generasi muda. 

Sejak Juli-November 2023 Kominfo telah menghapus dan memutus akses 512.432 konten atau situs judi online. Wakil Menteri Kominfo juga mengatakan bahwa tugas pokok Kementerian hanya sebatas memutus akses ke situs-situs judi, tidak bisa menghapus tuntas. Padahal judi online berpotensi menjadi legal dan dianggap sebagai hiburan, apalagi jika mau membayar pajak, seperti miras yang kini menjadi legal dan halal dalam sistem sekuler saat ini. 

Minat masyarakat pada judi online pun semakin meningkat, banyak orang yang terpengaruh oleh iming-iming bisa mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat, hal ini juga tidak terlepas dari desakan untuk pemenuhan kebutuhan dan faktor pendapatan ekonomi masyarakat yang rendah. 

Islam Berantas Tuntas Perjudian 

Islam telah mengharamkan perjudian apa pun itu bentuknya, dan berbagai jenis taruhannya. Negara dalam sistem Islam akan memberantas dan melarang adanya aktivitas judi dalam masyarakat dengan cara memberikan edukasi kepada setiap masyarakat akan haramnya perjudian dan dampak buruk karenanya, juga memanfaatkan ahli teknologi dan informasi mencegah adanya situs-situs judi online. 

Negara juga harus memberikan sanksi terhadap para pelaku perjudian, yang akan menimbulkan efek jera serta mencegah masyarakat lain melakukan hal yang sama. Selain itu negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, serta membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, negara juga membantu memberikan modal berupa uang atau lahan kepada masyarakat untuk memulai usaha, sehingga tak ada lagi yang menempuh jalan haram untuk mendapatkan uang. 

Khatimah 

Dalam sistem kapitalis sekuler berbagai aktivitas haram bisa menjadi halal selama adanya keuntungan, jadi tidak akan mungkin bisa menciptakan masyarakat yang aman, damai, dan sejahtera. Hanya dengan menerapkan aturan Islam secara keseluruhan pada berbagai mekanisme kebijakan negaralah kehidupan masyarakat akan lebih terjaga.

Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah) 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab