Tinta Media: Khalifah
Tampilkan postingan dengan label Khalifah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khalifah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Desember 2023

Perhatian Khalifah Umar bin Abdul Aziz kepada Tahanan



Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengatakan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Azis memperhatikan para tahanan dengan sebaik-baiknya. 

“Khalifah Umar bin Abdul Azis melakukan perbaikan di segala bidang dan menegakkan keadilan pada setiap lini, termasuk salah satunya dengan memperhatikan kondisi para tahanan dengan sebaik-baiknya,” tuturnya dalam video Sumbangan Peradaban Islam: Khalifah Umar bin Abdul Azis Memperhatikan Kondisi Para Tahanan, melalui kanal Youtube MMC, Sabtu (23/12/2023). 

Perhatian itu misalnya, lanjut Narator, Khalifah mengeluarkan instruksi kepada para sipir untuk memenuhi segala kebutuhan pokok para tahanan, seperti makanan, lauk-pauk, pakaian, dan juga kebutuhan lainnya. 

“Diriwayatkan dari Ja’far bin Burqan,  dia berkata bahwa Khalifah Umar pernah menulis, sisihkan sedekah bagi mereka agar mereka dapat makan dan berpakaian dengan baik. Perintahkan kepada sipir untuk menghitung kebutuhan makanan mereka sehari-hari dan laporkan ke baitul maal agar dapat menyalurkan bantuan setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” jelasnya. 

Menurut Narator, alasan Umar memberikan dana langsung kepada para narapidana, karena  jika yang diberikan kepada narapidana berupa roti atau makanan yang sudah jadi, bisa saja tercecer, tidak dimakan, atau dikurangi oleh sipir, para penegak hukum, dan para polisi. 

“Angkatlah  orang  yang baik dan saleh untuk mengatur keuangan, agar bantuan yang ingin diberikan dapat benar-benar sampai kepada mereka pada setiap bulannya,” ucapnya menirukan perintah Umar. 

Bahkan, ucapnya, Umar harus datang sendiri ke rumah tahanan dan memanggil satu persatu nama narapidana  lalu menyerahkan langsung ke tangannya . 

“Berikanlah untuk musim dingin pakaian tebal dan mantelnya,  dan untuk musim panas baju tipis dan sarung, sedangkan untuk wanita ditambah dengan jilbabnya. Apabila di antara mereka ada yang meninggal dunia dan tidak memiliki keluarga, atau kerabat dekat, mandikan dia dan kenakan kafan dari dana dari baitul maal, lalu salatkan dia dan kuburkan,” jelasnya mengutip perkataan Umar. 

Umar, sambungnya,  juga pernah menuliskan kepada para pemimpin daerah agar memperhatikan orang-orang  yang ada  dalam tahanan agar  tetap mendapatkan apa yang menjadi haknya, dan  jangan melampaui batas dalam memberikan hukuman. 

“Rawat orang yang sakit di antara mereka terlebih jika mereka tidak punya keluarga dan tidak punya harta. Pilih orang-orang yang bertanggung jawab terhadap para tahanan dari orang-orang yang kamu percayai, dan orang-orang yang tidak dapat disuap, karena orang yang mudah disuap akan melakukan apa saja yang diperintahkan oleh penyuapnya,” tuturnya melukiskan instruksi Umar. 

Sepi dan Gelap 

Menurut Narator, penjara adalah tempat untuk menjatuhkan sanksi bagi pelaku kejahatan agar membuat jera para pelaku dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. Sehingga penjara dalam Islam dibuat sepi dan gelap dengan lampu yang tidak terang atau remang-remang tanpa ada hiburan atau alat komunikasi dalam bentuk apa pun. 

“Walaupun Islam dikenal dengan sanksi yang tegas,  penjara atau tempat  tahanan tetap dibuat secara manusiawi, layak huni, tetapi tidak mengistimewakan penghuninya,” terangnya. 

Menurut Narator, keunggulan sistem sanksi Islam adalah sesuai fitrah manusia dan membawa keadilan di tengah kehidupan manusia.  

“Sistem kehidupan yang Islami ini akan meminimalisasi kriminalitas, individu-individu yang ada di masyarakat berperilaku sesuai dengan syariat.  Ketaatan  mereka terhadap  aturan negara,  semata bukti dari keimanannya pada Sang Maha Kuasa,” urainya. 

Dengan sistem seperti itu, ucapnya, tindakan kriminal jarang ditemukan. “Namun kehidupan seperti itu hanya bisa kita temui di masa Khilafah Islamiyah.  Maka tidakkah kita merindukan kehidupan di bawah penerapan Islam Kafah dalam institusi Khilafah?” tanyanya memungkasi penuturan. [] Rini.

Rabu, 01 November 2023

PALESTINA MENANTIKAN SOSOK KSATRIA KHALIFAH UMAR, BUKAN PRESIDEN SONTOLOYO YANG PURA-PURA MENGECAM KEBIADABAN PENJAJAH ZIONIS YAHUDI




Tinta Media - Rumah Sakit pun di bom, sungguh biadad zionis israel laknatullah. Para pengungsi wanita dan anak-anak pun di bom. Ribuan nyawa warga gaza telah melayang. Sementara PBB dan dunia internasional pura-pura buta dan tuli. Presiden AS. J. biden pura-pura murka tapi tak mengirim pasukan untuk hentikan kebiadaban zionis yahudi itu. Sebaliknya malah berpihak kepada zionis Yahudi itu. (CNNindonesia.com, 18/10/23). 

Sebagai manusia normal, kita tentu sedih dan prihatin melihat anak-anak dan wanita jadi berguguran di bumi para nabi itu. Kita tak harus jadi Muslim, tapi cukup jadi “MANUSIA” untuk bisa merasa dan membela derita Palestina. Palestina sangat berharap akan ada para pemimpin dunia yang membantu menghentikan penjajahan dan kebiadaban yang dilakukan zionis yahudi laknatullah itu.

Sayang-seribu sayang, kebanyakan para presiden dan LSM Dunia hanya pura-pura mengecam kebiadaban zionis israel. Mereka juga hanya pura-pura membantu para korban pengeboman dan kebiadaban israel. Ibarat ada rampok datang merampas tanah tetangga kita dan melukai bahkan membunuh para pemiliknya, lalu para tetangga datang ucap belasungkawa. Di sisi lain tetap membiarkan dan mempersilakan perampok terus beraksi melakukan tindakan krimanal dan pembunuhan, tanpa berupaya mencegah dan mengusir perampok itu.

Para tetangga pun datang membawa bantuan obat dan makanan. Mereka mengobati dan memberi makan serta mengecam tindakan perampok itu. Namun para tetangga itu tak bersatu untuk mengusir para perampok. Mereka tetap membiarkan dan mempersilakan para perampok itu melakukan kriminal dan perampokan. 

Kini Banyak pemimpin negara yang teriak akan membela dan membebaskan palestina dari kekejaman Penjajah zionis Israel. Seolah Mereka mengecam, seolah mereka anti penjajahan, seolah mereka sangat peduli kemanusiaan, namun itu sesungguhnya itu cuma pura-pura saja. Bahkan Presiden AS terang-terangan membela kebiadaban zionis israel dan hanya pura-pura murka karena Zionis israel mengebom Rumah sakit yg merupakan tindakan kejahatan internasional. Ia pura-pura dungu dan tak tahu jika israel telah membunuh ribuan anak-anak dan wanita. warga Gaza Palestin. 

Kalau saja para pemimpin dunia itu benar-benar anti penjajahan tentu mereka akan bersatu mengusir zionis Israel dari tanah Palestina. Kalau saja para presiden itu benar-banar peduli kemanusiaan, tentu mereka tak kan membiarkan penjajah Zionis Israel menghujani bom yang melukai dan membunuh warga palestina. Faktanya, bertahun-tahun mereka menonton dan menikmati penjajahan dan pembantaian di Palestina sambil menikmati benefit politik dari pencitraan mereka. 

Dalam catatan sejarah, belum pernah ada satu pun presiden yang bisa membebaskan Palestina. Sampai detik ini hanya dua pemimpin dunia yang sukses membebaskan Paletina. Ya, Khalifah Umar bin Khaththab (638) dan Sholahudin al Ayubi (1187). 

Sampai kini, masalah Palestina belum ada solusinya. Belum ada tanda titik terang meski ratusan pertemuan para presiden sudah digelar. Bahkan sudah puluhan resolusi sudah dikeluarkan PBB, cuma dianggap sampah oleh zionis israel. 

Dulu rakyat Palestina penuh sukacita menyambut kedatangan Khalifah Umar. Apakah kini mereka   bergembira dengan datangnya barang bantuan para tuan presiden dan para LSM? Pasalnya, banyak presiden dan para pemimpin dunia lainnya hanya beretorika dan mencari pencitraan atas pembantain rakyat palestina. 

Ketika Umar bin Khaththab jadi Khalifah, saat itu Palestina dikuasai Romawi dibawah pimpinan Atrabun. Ia adalah panglima Perang Romawi yang sangat zalim sehingga ditakuti rakyat Palestina. Padahal dibumi Palestina ini terdapat Baitul Maqdis. Tempat suci Kaum Muslimin. Namun sejak peristiwa isra’mi’raj terjadi, Nabi SAW tak pernah lagi bisa berkunjung ke Baitul Maqdis karena dikuasai Romawi. Sedangkan hari ini masih dikuasai zionis yahudi

Di masa Khalifah Umar inilah upaya pembebasan Palestina dimulai. Umar membentuk pasukan dan mengirimkan pasukan itu dibawah komando Amru bin Ash dan Syurahbil bin Hasanah. Tentu pasukan itu untuk membebaskan Palestina, bukan untuk menangkapi para aktivis dan membubarkan pengajian.

Pembebasan Palestina pun dimulai. Beberapa kota telah berhasil dibebaskan seperti Rafah, Gaza, Sabastian, Nablus, Lad, Amawas, Bait Jifrin dan Jaffa. Tinggallah kota Yerussalem yang sangat gigih dipertahankan oleh panglima Romawi Atrabun.  Maka Panglima Amru bin Ash menulis surat untuk melaporkan kepada Khalifah Umar. Mendapat laporan tersebut, Umar memerintahkan Pasukan Abu Ubadah dan pasukan Khalid bin Walid untuk ikut membebaskan Palestina. Kali ini dibawah komando langsung dari Khalifah Umar.

Panglima Atrabun mengetahui pergerakan pasukan yang dibawah komando langsung Khalifah Umar sudah sampai di Jabiah (daerah pedalaman Syam). Maka ia pun mulai berfikir untuk melakukan perjanjian damai karena pasukannya tidak akan sanggup menghadapi kehebatan pasukan Khalifah Umar.  Disisi lain, Severinus (Pendeta Baitul Maqdis) bergerak cepat mengirim utusan untuk melakukan perjanjian damai dengan Khalifah Umar. Diantara isi perjanjian damai itu antara lain: 

“Jaminan Keselamatan untuk Jiwa dan harta mereka, untuk gereja-gereja dan salib mereka, bagi yang sakit dan sehat, dan bagi kelompok agama yang lain.”

“Gereja-gereja tidak boleh ada yang diambil; benda apa pun yang ada di dalamnya atau dilingkungannya, baik salib atau harta benda apa pun milik mereka. Mereka tak boleh diganggu atau dipaksa dalam agama.”  (The Golden Story of Umar, hal. 232).

Khalifah Umar menerima usulan perjanjian damai dan memberikan jaminan keamanan. Utusan Severinus membawa surat Perjanjian damai yang sudah ditandatangani Khalifah Umar. Penduduk kota Yerussalem sangat senang karena mendapat pengakuan dan jaminan keamanan atas harta, jiwa dan agama mereka dari Khalifah Umar bin Khaththab. Disaat yang sama Pasukan Romawi meninggalkan Kota.

Begitu gembiranya penduduk kota itu sehinga mereka menyambut meriah ketika Khalifah Umar memasuki Yerussalem. Bahkan Pendeta Severinus mendampingi Khalifah Umar untuk keliling Kota Yerusalem. Dengan ramah, Severinus menunjukkan dan menceritakan beberapa situs peninggalan sejarah kepada Khalifah Umar. 

Ketika waktu sholat dzuhur tiba, mereka sedang berada disuatu gereja. Pendeta Severinus Menawarkan Khalifah Umar untuk Sholat di gereja itu. Namun Khalifah umar menolaknya. Beliau lebih memilih keluar gereja dan sholat di tempat bekas reruntuhan kuil Sulaiman. Di tempat inilah kemudian didirikan masjid al Qibly (masjid al Aqsha).

Khalifah Umar memasuki dan membebaskan kota Yerussaalem, tanpa ada pertumpahan darah. Bahkan disambut meriah oleh penduduk kota Yerussalem. Ia memberikan jaminan keamanan atas harta, jiwa dan agama. Di zaman Khalifah Umar Tak ada gereja yang diambil alih. 

Tak ada gereja yang rusak, tak ada bom yang meledak di gereja. Lalu, kalau ada yang ngaku mirip Khalifah Umar, itu bagus saja tapi harus bisa memberikan jaminan keamanan. Tak boleh ada gereja yang terganggu keamanannya. Juga Jangan ada masjid yang diganggu. Jangan ada pengajian yang diganggu, Jangan ada rumah ibadah agama apa pun yang diganggu.

Kalau ada yang ingin membebaskan palestina, itu bagus, perlu diapresiasi. Namun semestinya mencontoh pemimpin yang telah terbukti sukses membebaskan Palestina. Bukan asal ngarang dan ngaku-ngaku membela palestina. Khalifah Umar membebaskan Palestina diawali mengirim pasukan untuk menekan pasukan Romawi agar keluar dari Palestina. Khalifah Umar tak pernah mengirim pasukan untuk menekan panitia atau menekan DKM untuk membubarkan pengajian. 

Khalifah Umar juga tidak menggunakan sistem kerajaan (Otokrasi) maupun sistem Demokrasi ketika berhasil membebaskan Palestina. Khalifh Umar juga tidak duduk manis bersama Penguasa Romawi untuk bernegosiasi. Khalifah Umar juga tak mengharapkan ada proyek infrastruktur dari Romawi untuk membangun Palestina.
Justru ada pesan Khalifah Umar saat pidato menjelang membebaskan Palestina yang harus selalu kita ingat.

  “… Perbaikilah hal-hal yang tak nampak dari kalian maka akan baik pula yang tampak dari kalian. Berbuatlah untuk akhirat maka urusan dunia kalian akan tercukupi.” 
“Ketahuilah, tak ada seorang pun diantara kalian kecuali PASTI menemui KEMATIAN. Siapa yang ingin menuju syurga hendaklah senantiasa bersama jamaah. Ketahuilah, sesungguhnya setan bersama orang yang sendiri,..” (The Golden Story of Umar, hal. 231).

Kita sangat berharap Palestina segera bisa dibebaskan. Puluhan resolusi PBB tak mempan. Ratusan perundingan digelar tak memberi solusi. Karena sistem kerajaan (otokrasi) dan sistem Demokrasi telah terbukti sampai kini tak mampu membebaskan Palestina. Maka kita perlu sosok seperti Khalifah Umar dengan sistem kepemimpinan seperti pada masa khalifah Umar.

Jika dulu Pendeta Severinus dan rakyat Palestina bergembira menyambut datangnya Khalifah Umar untuk membebaskan bumi Baitul Maqdis, bagaimana kini? Maka jika kehadiran pemimpin kini ke Palestina tidak disambut gembira bahkan tidak membebaskan mereka maka segera istighfar dan merenungi diri. 

Segeralah ingat pesan Khalifah Umar akan kematian yang pasti datang. Selagi masih hidup dan punya kuasaan maka segeralah kirim pasukan untuk bebaskan palestina. Berbuatlah untuk akhirat karena pasti akan tercukupi kebutuhan dunia. Jika berbuat baik maka pasti akan ditolong oleh Allah yang maha pengasih lagi penyayang. Semoga.

*)Disarikan dari Buku The Golden Story of Umar bin Khaththab.

Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. PAMONG Institute

NB : Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-4, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Referensi: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid023cbzKD77regaPktdQGyqTFjvVTKd2C9WhDGkz9Sbk48cSR6ewj4NAeWNnBoHYuKdl&id=100040561274426&mibextid=2JQ9oc

Kamis, 03 Agustus 2023

KALAU KHILAFAH TEGAK, SIAPA KHALIFAHNYA? BAGAIMANA CARA MENEGAKKAN KHILAFAH?

Tinta Media - Diantara pertanyaan yang mungkin saja punya motif ingin melemahkan perjuangan Khilafah dengan menimbulkan keraguan terhadapnya, juga bisa karena motif benar-benar ingin tahu dan pengetahuan itu akan digunakan untuk terlibat dalam perjuangan menegakkan Khilafah adalah pertanyaan: kalau Khilafah tegak siapa Khalifahnya? Bagaimana cara menegakkannya?

Baiklah, penulis akan menjawabnya satu persatu. Agar mudah dipahami, dan praktis dalam implementasi amal perjuangan, maka terlebih dahulu penulis ungkapkan pengantar sebagai berikut:

*Pertama,* menjadi Khalifah bukan hanya menjadi pemimpin atau penguasa, tetapi bermakna siap dan bersedia untuk menjadi wakil umat melalui akad bai'at, untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, menerapkan Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan Jihad. Karena itu, tidak sembarangan orang memiliki kualifikasi untuk menjadi calon Khalifah.

Secara akad, seorang Khalifah harus Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan. Untuk mengemban tugas kekhalifahan, maka seorang Khalifah harus paham hukum Syara' dan memahami bagaimana melayani urusan umat, dan bagaimana mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

Syarat keutamaan seorang Khalifah adalah apabila dia seorang Quraisy, Mujtahid, dan memiliki keberanian dalam mengemban amanah. Sebab, Khalifah yang Quraisy, Mujtahid dan pemberani, lebih memiliki keutamaan untuk menjadi Khalifah.

Namun, bukan berarti seorang yang berdarah Jawa, masih muqollid, tidak boleh menjadi Khalifah. Sepanjang dia Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan, maka dari bangsa, ras, dan suku apapun berhak atas jabatan Khalifah.

*Kedua,* setelah memahami syarat menjadi Khalifah baik syarat akad dan syarat keutamaan, maka kita akan mulai bicara sosok. Siapakah sosoknya ? Siapakah orangnya?

Siapakah seorang muslim, yang laki-laki, telah baligh, berakal, yang merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhalifahan?

Untuk menjawabnya, tentu saja mudah. Banyak sosok yang memenuhi kriteria untuk dicalonkan menjadi Khalifah. Habib Rizieq Shihab layak, Ustadz Abdul Shomad layak, Ustadz Adi Hidayat layak.

Namun, semua nama yang saat ini disebut-sebut akan menjadi capres tak memiliki kelayakan, terutama karena tak memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas kekhilafahan. Ganjar Pranowo tak layak, Prabowo tak layak, Anies Baswedan tak layak, Sandiaga Uno tak layak, Airlangga Hartarto tak layak, bahkan Puan Maharani lebih tak layak karena bukan laki-laki.

Apa pertimbangan nama-nama diatas dianggap tak layak untuk menjadi Khilafah? Sederhana saja, karena semua nama itu tak paham syariat. Bagaimana mungkin Khalifah tugasnya menjalankan syariat, sementara calonnya tidak paham syariat?

Apalagi Ganjar Pranowo, bukan hanya tak paham. Bahkan, dalam kondisi maksiat pun Ganjar masih bertanya, dimana salahnya nonton video porno?

Saat nama-nama yang layak menjadi calon Khalifah seperti Habib Rizieq Shihab, Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Adi Hidayat, belum selesai urusan. Masih menyisakan satu pertanyaan, apakah nama-nama tersebut berkenan atau mau dicalonkan sebagai Khalifah?

Apakah Habib Rizieq Shihab bersedia dicalonkan menjadi Khalifah? Apakah Ustadz Abdul Shomad bersedia dicalonkan menjadi Khalifah? Apakah Ustadz Adi Hidayat bersedia dicalonkan menjadi Khalifah?

Nah, penulis belum tahu jawabannya. Apakah beliau-beliau itu berkenan dan bersedia dicalonkan menjadi Khalifah. Sebab, menjadi Khalifah tidak boleh dipaksa, harus atas kesadaran dan pilihan.

Habib Rizieq Shihab pernah menolak untuk dijadikan capres. Tapi belum ada informasi, apakah beliau bersedia atau menolak dicalonkan menjadi Khalifah.

Kalau pertanyaan itu diajukan kepada penulis, apakah penulis bersedia dicalonkan sebagai Khalifah? Apakah Ahmad Khozinudin bersedia dicalonkan menjadi Khalifah?

Tentu saja jawaban penulis tegas: bersedia dan siap.

Hanya masih menyisakan dua pertanyaan. Apakah menurut penulis ada tokoh lain yang lebih layak ? Apakah umat bersedia menjadikan penulis sebagai Khalifah?

Mengenai pertanyaan pertama, penulis jelaskan banyak yang lebih layak. Bahkan, secara khusus penulis merekomendasikan syekh Ato' Abu Rusytoh sebagai calon Khalifah.

Mengenai pertanyaan kedua, terserah kepada umat. Apakah umat lebih ridlo penulis menjadi Khalifahnya? Atau lebih ridlo kalau Khalifahnya Habib Rizieq Shihab? Atau bahkan menyetujui rekomendasi penulis untuk menjadikan Syaikh Ato' Abu Rusytoh, Amir Hizbut Tahrir sebagai Khalifahnya.

Akad Khalifah itu dengan ridlo dan pilihan. Maksudnya, seseorang tidak bisa dipaksa untuk menjadi Khalifah. Umat pun tidak boleh dipaksa untuk memberikan ba'iat.

Selanjutnya, kita akan coba menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara menegakkan Khilafah ?

Khilafah akan tegak, manakala kaum muslimin telah sempurna membaiat Khalifah. Untuk membaiat Khalifah, terdapat dua keadaan:

Keadaan pertama, Khilafah telah ada dan tegak, Khalifah meninggal dunia, kaum muslimin wajib membaiat Khalifah penggantinya. 

Dalam kasus pertama ini, maka tata cara dan mekanisme pembaiatan Khalifah Abu Bakar RA pasca meninggalnya Rasulullah Saw, pembaiatan Khalifah Umar RA pasca meninggalnya Abu Bakar RA, pembaiatan Khalifah Utsman RA, pembaiatan Khalifah Ali RA, bisa dijadikan rujukan.

Keadaan kedua, adalah saat kaum muslimin tidak memiliki Khalifah, dan negara Khilafah telah diruntuhkan sejak tahun 1924 di Turki. Maka, pada periode ini kita sedang menegakkan Khilafah untuk yang pertama kalinya, seperti saat Rasulullah Saw di Mekkah dan akhirnya mampu mendirikan Daulah Islam untuk yang pertama kali di Madinah setelah dibaiat oleh suku Aus dan kazraj.

Pada keadaan kedua ini, cara menegakkan Khilafah dan membaiat Khalifah sederhananya sebagai berikut:

*Pertama,* harus ada kelompok politik seperti kelompok Rasulullah Saw dan para sahabat yang berjuang untuk menegakkan Daulah Islam (Khilafah).

*Kedua,* kelompok politik tersebut membina umat dan militer, agar kedua simpul kekuasaan ini memahami syariat, yakin dengan syariat, rindu dengan syariat dan akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada kelompok politik yang berjuang menegakkan Khilafah.

*Ketiga,* umat memilih orang yang paling baik dari kelompok politik tersebut untuk dibaiat menjadi Khalifah dan demi hukum maka berdirilah Daulah Khilafah.

Hal ini dilakukan oleh seluruh kaum muslimin. Jika di suatu negeri sempurna membaiat Khalifah dan Khilafah berdiri, maka kaum muslimin di negeri lainnya haram menegakkan Khilafah yang kedua, melainkan semuanya harus memberikan ketaatan kepada Khalifah yang telah dibaiat dan Khilafah yang telah didirikan.

Untuk konteks Indonesia, jika umat dan militer meyakini Khilafah, merindukan Khilafah dan akhirnya menyerahkan kekuasaan pada kelompok politik yang memperjuangkan Khilafah, membaiat orang terbaik untuk menjadi Khalifah maka jadilah wilayah negeri Indonesia sebagai negara Khilafah. Selanjutnya, Khilafah yang berpusat di Indonesia ini selain mengelola negeri ini dengan syariat, juga langsung memimpin umat Islam untuk mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam dengan dakwah dan jihad.

Cuma begitu kok, Sederhana bukan? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Sabtu, 03 Desember 2022

APAKAH KHALIFAH DAPAT DIMAKZULKAN?

Tinta Media - Ada kekeliruan pemahaman yang menganggap negara Khilafah adalah negara teokrasi (ketuhanan, negara agama) yang terlepas dari kesalahan (ma'shum). Khalifah dianggap sebagai wakil tuhan dalam pengertian Nabi, sehingga khalifah terbebas dari segala kesalahan (ma'shum).

Perlu penulis tegaskan, bahwa Khilafah adalah negara Bashariyah (manusiawi), bukan negara Uluhiyah (teokrasi). Seorang Khalifah dapat bermaksiat bahkan pada kondisi tertentu dapat dimakzulkan (diberhentikan).

Khalifah dapat diberhentikan dalam dua keadaan:

*Pertama,* Khalifah tidak lagi memenuhi salah satu syarat in'ikad.

Syarat menjadi Khalifah adalah Muslim, laki-laki, berakal, baligh, merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas kekhilafahan.

Saat Khalifah murtad, atau memiliki gelagat menjadi banci, atau menjadi gila, atau menjadi pikun, atau ditawan musuh, atau sakit berkepanjangan sehingga terhalang untuk menjalankan tugas-tugas kekhilafahan, maka Khilafah harus segera diberhentikan (dimakzulkan).

Siapa yang punya otoritas, untuk menyatakan Khalifah telah keluar dari syarat in'ikad dan harus diberhentikan? Siapa yang menetapkan Khalifah telah murtad, atau memiliki gelagat menjadi banci, atau menjadi gila, atau menjadi pikun, atau ditawan musuh, atau sakit berkepanjangan sehingga terhalang untuk menjalankan tugas-tugas kekhilafahan, maka Khilafah harus segera diberhentikan (dimakzulkan ? Jawabnya adalah lembaga peradilan.

Lembaga peradilan yang berwenang adalah Qadli Madzalim. Yakni lembaga peradilan yang mengadili pelanggaran syara' yang dilakukan oleh penguasa, baik kezaliman penguasa atau untuk mengadili perkara pemberhentian penguasa.

*Kedua,* Khalifah menyelisihi akad bai'at.

Khalifah dibai'at dengan akad untuk menerapkan kitabullah dan sunnah Nabi-Nya. Saat Khalifah dalam kebijakannya menerapkan hukum kufur secara nyata, seperti menerapkan sekulerisme, liberalisme, menghukumi manusia bukan dengan hukum Allah, dan penerapan hukum kufur itu telah dilakukan secara nyata (kufran bawahan), maka Khalifah harus dimakzulkan (diberhentikan).

Siapa yang berwenang untuk menetapkan Khalifah telah menerapkan hukum kufur, menyelisihi akad untuk menerapkan kitabullah dan sunnah Nabi-Nya? Jawabnya adalah pengadilan. Dan sekali lagi, pengadilan yang berwenang adalah Mahkamah Madzalim.

Itulah, sekelumit tentang bagaimana mekanisme memakzulkan Khalifah oleh sebab tidak lagi memenuhi syarat atau keluar dari akad bai'at. Ini adalah ikhtiar untuk membangun sistem Khilafah yang akuntable, yang digali dari al Qur'an dan Sunnah Nabi-Nya.

Kelak, Mahkamah Madzalim akan menjadi salah satu struktur dalam Khilafah dibawah lembaga peradilan (al Qadla), yang terdiri dari Qadli Khusumat, Qadli Hisbah dan Qadli Madzalin. Struktur lembaga Khilafah tersebut lengkapnya sebagai berikut:

1. Khalifah. 
2. Para Mu’âwin at-Tafwîdh (Wuzarâ’ at-Tafwîdh). 
3. Wuzarâ’ at-Tanfîdz. 
4. Para Wali. 
5. Amîr al-Jihâd. 
6. Keamanan Dalam Negeri, 
7. Urusan Luar Negeri. 
8. Industri. 
9. Peradilan. 
10. Mashâlih an-Nâs (Kemaslahatan Umum). 
11. Baitul Mal. 
12. Lembaga Informasi. 
13. Majelis Umat (Syûrâ dan Muhâsabah). 

Secara berkala, penulis akan merinci struktur tersebut agar dapat dipahami oleh umat. Sehingga, perjuangan untuk menegakkan Khilafah diharapkan akan menjadi arus mainstream perjuangan umat Islam. InsyaAllah. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Selasa, 11 Oktober 2022

Gus Uwik: Mencari Pemimpin Pasca Wafatnya Rasul Lebih Penting dari Segala Urusan

Tinta Media - Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik menyatakan bahwa mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan.

"Perkara mencari pemimpin pasca wafatnya Rasul lebih penting dari segala urusan terkait urusan kaum muslimin," ujarnya kepada Tinta Media, Senin (11/10/2022).

Gus Uwik menjelaskan, hal ini dibuktikan ketika hari Senin, 12 rabiul awwal Rasulullah meninggal, terjadilah diskusi yang alot tentang siapa pengganti Rasulullah SAW. "Padahal jenazah Nabi sampai tidak disemayamkan segera terlebih dahulu," jelasnya.

"Tertunda hingga 2 hari 3 malam. Padahal jelas, bahwa menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah dan sunnahnya segera dikebumikan," lanjutnya menjelaskan.

Menurutnya, itulah peristiwa heroik yang terjadi, sebagaimana tertulis di papan pengumuman "tempat terjadi peristiwa heroik pasca meninggalnya Kanjeng Nabi Muhammad," di "Saqifah Bani Sa'idah."
"Hal yang banyak tidak dilakukan oleh sebagian besar travel," ungkapnya.

Peristiwa tersebut, menurutnya juga menjelaskan bahwa yang diteruskan pasca wafatnya Rasul adalah pergantian tongkat kepemimpinan mengurusi rakyat. "Bukan penerus dalam nubuwwah," terangnya.

"Jelas, tidak ada Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad," tegasnya.

Peristiwa tersebut, dinilai Gus Uwik sebagai batasan waktu tidak adanya Khalifah. "Batas tidak adanya Khalifah yaitu 2 hari 3 malam," nilainya.

Menurut Gus Uwik, dari Saqifah umat bisa memahami bahwa Islam menjelaskan dengan detail bab kepemimpinan. "Metode pengangkatan pemimpin dan bentuk negara dalam Islam," tuturnya.

Sebagai penutup, ia berdoa. "Semoga diri ini yang lemah lagi faqir bisa berkontribusi optimal dalam perjuangan menegakkan kembali syariat Islam, sehingga mengayomi seluruh dunia. Membawa keberkahan dan kerahmatan bagi seluruh umat manusia. Kabulkanlah ya Allah. Aamiin," tutupnya. [] Raras

Selasa, 28 Juni 2022

CAK IMIN, SIAPAPUN BOLEH NYALON KHALIFAH KECUALI YANG TERLIBAT KASUS DURIAN?


Tinta Media - "Saya pernah diskusi dengan penganut khilafah ini, saya jawab, saya setuju khilafah, asal satu khalifahnya saya sebagai pimpinan tertingginya, bukan orang yang ada di Inggris sana,"

[Muhaimin Iskandar, 23/6/2022]

Urusan Khilafah itu urusan agama, tidak bisa dianggap main-main. Hukumnya wajib, para Ulama empat mahzab sepakat akan hal ini. Tanpa Khilafah, seluruh kewajiban syara' yang pelaksanaannya harus dengan kekuasaan menjadi terbengkalai.

Terbengkalainya taklif syariat, seperti pelaksanaan hudud, Qisos diyat, Ta'jier dan Mukholafah yang merupakan wewenang Khilafah, adalah maksiat besar. Seluruh kaum muslimin menanggung beban dosa atas hal ini, kecuali mereka yang dengan segenap usaha berjuang sungguh-sungguh menegakkan Khilafah, namun Khilafah belum dapat ditegakkan.

Sangat tidak elok, bahkan tabu bagi seorang putra kiyai, akhir-akhir ini balihonya ingin dirinya disebut 'Gus' mengolok-olok Khilafah. Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, Ketua Umum PKB belum lama ini meledek soal Khilafah.

Dia mengaku setuju dengan konsep Khilafah, asal dirinya yang menjadi Khilafah. Dia tidak setuju kalau Khalifahnya dari inggris.

Pernyataan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) inj disampaikan usai memberi materi dalam seminar yang diadakan di Universitas Muslim Nusantara Al Wasliyah, Kamis (23/6/2022).

Statemen Cak Imin ini mengkonfirmasi beberapa hal :

Pertama, pernyataan ini menunjukan betapa jahilnya Cak Imin tentang konsep politik (siyasah) Islam. Kalau dia belajar politik Islam, tentu dia paham bahwa untuk menjadi Khalifah itu syaratnya harus : Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil, dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas kekhalifahan. Hanya 7 ini saja syarat untuk menjadi Khalifah.

Tidak ada syarat menjadi Khalifah harus orang arab, inggris, perancis, afrika, eropa, indonesia atau harus orang jombang. Sepanjang memenuhi 6 syarat diatas, siapapun berhak menjadi calon Khalifah.

Calon Khalifah juga tidak butuh lolos Presidential Treshold 20 % dan diusung oleh Parpol. Syarat syarat seperti ini tidak berlaku, karena batil, tidak sejalan dengan dalil syariat.

Kedua, konfirmasi sikap yang menjadikan ajaran Islam yakni Khilafah sebagai bahan olok-olok, candaan, ledekan, yang ini tidak sejalan dengan teladan para pendahulu yang sangat menghormati bahkan mensakralkan ajaran Islam. Semestinya, kalaupun tidak sejalan lebih baik diam dan menahan diri dari mendiskreditkan ajaran Islam Khilafah.

Padahal, sudah ada fatwa MUI yang menegaskan Khilafah ajaran Islam dan merekomendasikan kepada Pemerintah dan masyarakat agar tidak mendiskreditkan Khilafah. Mungkinkah Cak Imin belum mengetahui fatwa MUI ini? Semakin kelihatan jahilnya, kalau tidak tahu.

Ketiga, statemen ini ahistoris, para pendahulu Bangsa Indonesia justru konsen pada perjuangan Khilafah pasca mendengar kabar Khilafah di runtuhkan di Turki pada tahun 1924.

Saat itu sejumlah Ulama merespons runtuhnya Kekhilafahan kaum muslimin di Turki. Salah satu wujud perhatian itu adalah lewat digelarnya permusyawaratan bernama Kongres Umat Islam yang muncul dengan penggagasnya H.O.S Tjokroaminoto dan ulama Muhammadiyah, Agus Salim.

Kongres Umat Islam menghimpun para ulama di Nusantara untuk menemukan solusi keumatan terbaik. Terhitung dalam kurun waktu antara 1921 hingga 1941, kongres tahunan Umat Islam telah dilakukan sebanyak 12 kali di berbagai tempat dari Cirebon, Garut, Surabaya hingga puncaknya di Yogyakarta pada November 1945.

Artawijaya dalam Belajar dari Partai Masjumi (2014) menulis tujuan diadakannya Kongres ini adalah untuk menyikapi kondisi umat Islam di dunia, terutama pasca runtuhnya Khilafah Ustmaniyah di Turki sekaligus menyikap situasi dalam negeri Indonesia yang pada masa itu banyak terjadi pelecehan terhadap Islam dan pemeluknya, terutama dari kelompok sekular dan zending.

Sementara itu buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat bahwa tujuan diadakannya Kongres Umat Islam adalah untuk menggalang persatuan umat, mengurangi perselisihan furu’iyyah dengan semangat pan Islamisme untuk hubungan internasional.

Kongres Umat Islam juga bertujuan untuk menegaskan pentingnya persatuan kaum muslimin dan pentingnya bekerjasama untuk menyelesaikan masalah khilafah yang saat itu menjadi problem bagi dunia Islam.

Puncaknya adalah ketika para Ulama Al-Azhar Kairo, Mesir menggelar Kongres Muktamar Dunia untuk merespon kejatuhan Khilafah Ustmani pada 3 Maret 1924.

Menanggapi undangan Al-Azhar, umat muslim kembalig menggelar Kongres Al Islam luar biasa di Surabaya pada 24-26 desember 1924. Dihadiri oleh 1000 kaum muslimin, Kongres Umat Islam ini melahirkan berdirinya Centraal Comite Chilafat (CCC) yang digagas sebagai delegasi umat Islam Indonesia.

Centraal Comite Chilafat atau CCC sendiri adalah komite yang beranggotakan puluhan muslim dari berbagai latar belakang. Di dalamnya ada Tjokroaminoto dari Central Sarekat Islam, Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad, Haji Fachrodin dari PP Muhammadiyah, dan Suryopranoto dari PSI. Meskipun pada akhirnya Muktamar Khalifah di Kairo batal digelar.

Belum usai fokus umat Islam terhadap kejatuhan Khilafah selesai, kaum muslimin kembali dikejutkan dengan penguasaan Ibn Sa’ud yang berhasil menaklukkan Hijaz dan menyatukan semenanjung Arab.

Kesempatan Kongres Al-Islam keempat pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta, dimanfaatkan oleh tokoh Islam tradisional, Kiai Wahab Chasbullah untuk merespon penaklukan itu dengan mengusulkan delegasi CCC di kemudian hari mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermadzhab.

Undangan Ibn Sa’ud kepada kaum muslimin Indonesia untuk hadir dalam Kongres Muktamar Dunia di Makkah pada 1 Juni 1926 membuat kaum muslimin kembali menggelar Kongres Umat Islam ketujuh di Surabaya pada tahun 1926 yang memutuskan Tjokroaminoto dan ulama Muhammadiyah, Kiai Mas Mansyur sebagai perwakilan delegasi ke Makkah.

Untuk keperluan ini, CCC sebagai badan delegasi diubah namanya menjadi Muktamar Alam Islamy Far’ul Hindis Sjarqiyah (MAIHS). Berbeda dengan MAIHS, kelompok muslim tradisional yang merasa aspirasinya kurang diperhatikan sejak awal dan kurang mendapatkan tempat di Kongres Umat Islam akhirnya membuat mereka membentuk utusan sendiri bernama Komite Hidjaz.

Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (1978) mencatat Komite Hidjaz dengan tokoh utama Kiai Hasyim Asy’ari dari Tebuireng, Kiai Bisri dari Denanyar, dan lain-lain, ini adalah generasi NU pendahulu Cak Imin.

Semua ini mengkonfirmasi bahwa sejarah Khilafah tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia. Lalu tiba-tiba Cak Imin mengolok-olok Khilafah. Ahistoris bukan ?

Keempat, agak sulit untuk menjadikan Cak Imin Khalifah. Sebab dengan ketua PBNU saja tidak bisa adil, ngemong dan menunjukan sikap pemimpin. Padahal, khalifah itu pemimpin untuk segenap kaum muslimin, bukan hanya NU.

Untuk kalangan NU saja masih bermasalah, banyak yang tidak ridlo, bagaimana mungkin Cak Imin bisa menjadi Khalifah bagi segenap kaum muslimin.

Yang jelas, bagi seorang calon Khalifah tidak boleh memiliki cacat muro'ah yang merusak sifat keadilannya. Cak Imin, konon tersandung kasus korupsi durian.

Rasanya, akan menjadi aib bagi seluruh kaum muslimin kalau memiliki Khalifah yang kena kasus durian. Jadi, adalah hil yang mustahal, Cak Imin menjadi Khalifah, wong dia kena kasus durian.[]
.
Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik


Rabu, 22 Juni 2022

Dalam Islam Pemimpin Adalah Teladan Bagi Rakyatnya


Tinta Media - "Dalam Islam pemimpin adalah teladan bagi rakyatnya. Perkara kepemimpinan menjadi urusan penting, sebab dari sinilah bala dan berkah itu terjadi," tutur narator dalam Sumbangan Peradaban Islam, Pemimpin dalam Islam Beri Teladan dalam Konsumsi, dalam kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (13/7/2022).

Menurutnya, salah satu karakter pemimpin ideal untuk membangun negara besar yang berdaulat dan mandiri adalah takut kepada Allah. Bahkan dalam khilafah, pemimpin (Khalifah) adalah orang yang paling takut kepada Allah. Pemimpin haruslah mereka yang paling merasa takut dosa dan paling merasa diawasi Allah.

"Ketika pemimpin memiliki sifat ini, ia akan memimpin berdasarkan ketetapan Allah. Dengan begitu kepemimpinannya tidak akan keluar dari batas syariat Islam. Jangankan yang haram dan subhat, perkara halal yang menjauhkan dari keteladanan saja akan ditinggalkan oleh pemimpin yang takut kepada Allah," jelasnya.

Berbeda dengan sistem demokrasi, tutur narotor, pemimpin tak ayalnya pebisnis yang terus-menerus mencari keuntungan dari rakyatnya melalui kebijakan-kebijakan yang dzalim. Demokrasi sekuler kapitalistik telah berhasil mengelabui dan mengaburkan umat bagaimana karakter pemimpin dambaan dengan apa sistem kepemimpinan itu berjalan.

"Pemimpin dalam demokrasi menjalankan roda pemerintahan berdasarkan prinsip sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan," sambungnya.

Tanpa khilafah, menurutnya, sosok dan kepemimpinan sangat jauh dari aturan Allah. "Meski ia sahih, sistem yang dijalankan tetaplah demokrasi yang aturannya berasal dari akal manusia. Meski ia baik, sebagai individu belum tentu menjamin bersikap amanah sebagai pemimpin negara dan layak menjadi teladan bagi rakyatnya," ungkapnya.

Ia menilai, sistem ini tentu bukan sistem kehidupan yang diharapkan oleh rakyat sebab sistem ini adalah sistem yang batil. "Tidak diridhai Allah dan hanya akan mencetak pemimpin yang tidak menjadikan syariat sebagai rujukan," pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin

Sabtu, 18 Juni 2022

APAKAH ANIES BASWEDAN LAYAK MENJADI CALON KHALIFAH?


Tinta Media - Dalam sebuah diskusi GWA, ada salah satu anggotanya bertanya kepada penulis apakah dalam konteks Indonesia Saudara Anies Rasyied Baswedan layak menjadi calon Khalifah ? Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak membutuhkan jawaban.

Saat itu, penulis sedang masif mengunggah sejumlah artikel tentang keutamaan sistem Khilafah. Pada saat yang sama, penulis juga membongkar kebobrokan sistem demokrasi sekuler yang telah lama menyengsarakan rakyat Indonesia.

Namun, sekedar untuk memberikan jawaban, penulis menjawabnya dengan memberikan pertanyaan retoris. Apakah Anies Baswedan mendukung Khilafah ?

Ya, pertanyaan singkat ini akan mampu menjawab layak tidaknya seseorang untuk dinominasikan menjadi calon Khalifah. Tidak mungkin, seseorang dinominasikan menjadi calon Khalifah, jika dia sendiri ternyata tidak mendukung Khilafah.

Dalam isu Khilafah, saudara Anies Baswedan Abstain. Tidak menentang, tidak juga memberikan dukungan, cenderung mengambil sikap diam.

Kita dapat maklum, karena pro Khilafah sangat berkaitan dengan elektabilitas. Menyatakan kontra Khilafah juga akan berpengaruh pada elektabilitas.

Bagi pemilih muslim, apalagi muslim yang taat, menyatakan kontra Khilafah tentu bertentangan dengan akidah Islam. Seorang yang mau maju menjadi capres, akan berfikir ribuan kali menyatakan kontra Khilafah, jika masih mengharapkan pemilih dari ceruk pasar umat Islam.

Beda dengan capres yang nyata-nyata tak membutuhkan ceruk pasar Islam, fokus pada pemilih nasionalis dan abangan, Ganjar Pranowo misalnya. Ganjar secara terbuka mengaku penyuka film bokep dan kontra Khilafah. Bagi ganjar, terbuka menentang Khilafah akan makin mendapatkan dukungan dari kaum militan abangan dan nasionalis.

Kembali kepada pertanyaan, apakah Anies Baswedan layak menjadi calon Khalifah ?

Secara syar'i, siapapun punya hak mencalonkan diri sebagai Khalifah asalkan memenuhi syarat in'ikad, yaitu : Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas kekhalifahan. Menjadi calon khalifah sederhana, tidak ribet harus dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, tidak pula dikenal syarat parlementiary treshold.

Namun tentu saja, yang layak menjadi calon Khalifah adalah orang yang mendukung Khilafah. Dalam isu ini, nampaknya Saudara Anies Baswedan tidak memiliki sikap yang jelas.

Jadi, sebaiknya siapa yang ingin menjadi Capres bukan calon Khalifah, fokus saja pada urusannya. Sehingga, jika ada orang yang tidak didukung karena tidak mendukung, tidak usah kecewa. Bukankah hal itu sesuatu yang wajar dan masuk akal? [].

Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik





Senin, 11 April 2022

Kiai Labib: Penguasa Wajib Taat pada Allah dan Rasul-Nya

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1s8KJy6Ruj3DgByZPPhqw49Lao7d0Q0Rr

Tinta Media - Dalam memaknai al Quran surat An Nisa ayat 59 Ulama Aswaja sekaligus penulis Kitab Tafsir, KH Rokhmat S.Labib, M.E.I. menjelaskan bahwa ulil amri (penguasa) wajib taat pada Allah dan Rasul-Nya.

“Perlu dicatat sebenarnya ayat, Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri minkum, (Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian), bukan hanya memerintahkan kaum muslimin untuk taat kepada Ulil Amri.  Ayat ini juga memerintahkan kepada Ulil Amri untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya,” tuturnya dalam acara Tausiyah Sahur: Taat Ulil Amri, Haruskah? Sabtu (9/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.

Kiai labib menjelaskan pemahaman ayat ini. Sebagaimana djelaskan oleh para ulama, ayat ini  memerintahkan kepada kita untuk taat kepada Allah dan taat pada Rasul. Menurut keterangan para ulama  taat kepada Allah adalah mengikuti atau tunduk pada al- Qur’an. Taat pada Rasul berarti tunduk atau mengikuti as-Sunnah.  

“Tak ada yang berbeda pendapat tentang wajibnya taat pada Allah wajib taat kepada  Rasul dan juga taat pada ulil amri,” tegasnya.

Tapi yang perlu dicatat, tegas Kiai Labib, di awal ayat ini Allah SWT  menyerukan Yā ayyuhallażīna āmanū (Wahai orang-orang yang beriman). “Siapa orang  yang beriman? Ya tentu termasuk di dalamnya adalah Ulil Amri. Karena dalam ayat itu  disebutkan wa ulil-amri minkum (dan  ulil amri di antara kalian),” ujarnya.

“Ketika disebutkan mingkum  yang memberikan  makna  tab’id (bagian) artinya ketika disebutkan minkum berarti ulil amri itu adalah bagian dari  orang-orang beriman.  ketika dia merupakan  bagian dari orang yang beriman berarti dia masuk orang yang  diseru ayat ini untuk taat kepada Allah dan taat kepada Rasul,” bebernya.

Oleh karena itu, lanjutnya, Ulil Amri mestinya  ketika memerintah rakyatnya dia menjalankan ketaatan kepada Allah  dan RasulNya. “Ini termaktub  di dalam ayat sebelumnya. Innallāha ya`murukum an tu`addul-amānāti ilā ahlihā wa iżā ḥakamtum bainan-nāsi an taḥkumụ bil-'adl, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil,” jelasnya.

Menurut Kyai Labib, ayat ini memerintahkan pada penguasa untuk memutuskan perkara di antara manusia dengan hukum Islam. Berarti Ulil Amri yang  punya kewajiban untuk memutuskan perkara di antara mereka, dia  memutuskan dengan hukum Islam.

“Demikian pula dalam ayat ayat yang lain Allah menegaskan misalnya dalam Surat al Maidah ayat 48 dan 49 yang  memerintahkan mereka untuk memutuskan perkara dengan apa yang  Allah turunkan,  faḥkum bainahum bimā anzalallāhu (maka  putuskanlah di antara mereka dengan apa yang  Allah turunkan),” jelas Kiai Labib.

Bahkan, lanjutnya  ada celaan yang keras bagi mereka ketika mereka tidak mau memutuskan perkara dengan apa yang  Allah turunkan dengan sebutan  sangat keras, fâsiqûn, dzâlimûn atau bahkan kâfirûn.

Kiai Labib lalu menyimpulkan bahwa  ayat ini di samping merintahkan kaum muslimin untuk  taat kepada Ulil Amri, sesungguhnya ayat ini juga memerintahkan kepada  Ulil Amri atau Penguasa untuk menerapkan hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

“Tak boleh seorang penguasa menolak hukum Allah apalagi menghalangi, memusuhi dan bahkan  mengkriminalisasi. Jika hal itu dilakukan maka dia tidak layak menjadi pemimpin kaum muslimin,” pungkasnya [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab