Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menuturkan, ketentuan yang sangat sederhana dalam kepemilikan umum ketika dilanggar, dampaknya luar biasa.
“Ketentuan yang sangat sederhana menyangkut kepemilikan umum ketika dilanggar dampaknya ternyata sangat luar biasa,” tuturnya dalam acara Diskusi Media Umat: Negara Semakin Tak Berdaya, Ahad (13/2/2022) di kanal Youtube Media Umat.
UIY mengisahkan hadis Rasulullah bahwa seseorang yang bernama Abyadh bin Hambal datang di majelis Rasulullah meminta izin untuk mendapatkan ladang garam di Ma’rob. Rasul memenuhi permintaannya. Tak lama kemudian Sahabat yang ada di majelis itu mempertanyakan keputusan Rasulullah SAW, ‘Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air mengalir’. Menyadari hal itu Rasul menarik kembali pemberiannya.
“Hadis ini kemudian menjadi dasar para ulama untuk menetapkan konsep milkiyah (kepemilikan). Dalam Islam kepemilikan itu dibagi menjadi tiga, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara,” jelasnya.
Menurutnya, kepemilikan itu adalah hak untuk memanfaatkan. “Kita punya kendaraan karena kita punya hak untuk menfaatkan kendaraan itu. Punya hak legal. Dalam bahasan ini, hak yang dimaksud adalah izin dari Allah SWT untuk memanfaatkan. Kepemilikan individu artinya individu punya hak untuk memanfaatkan barang milik pribadi. Disebut kepemilikan umum karena masyarakat memiliki hak untuk memanfaatkan itu. Kepemilikan negara, karena negara yang punya hak,” bebernya.
UIY mengatakan, kepemilikan umum itu di antaranya adalah barang tambang yang jumlahnya sangat banyak. “Ada lagi hadis yang mengatakan manusia itu berserikat dalam tiga hal, yang dijadikan dasar untuk menentukan kepemilikan umum. Yaitu air, padang rumput/hutan dan energi. Kepemilikan umum, lanjutnya, tidak mungkin dikelola oleh rakyat. Disinilah peran negara itu menjadi penting untuk mengelola milik umum agar hasilnya bisa dinikmati oleh rakyat umum,” jelasnya.
Menurutnya, jika ketentuan ini dilanggar, maka berakibat distribusi kekayaan menjadi semakin timpang. “Seperti kita tahu bahwa produksi batubara tahun lalu itu 600 sekian juta ton. Dari data yang ada ternyata 10 perusahaan besar itu semuanya swasta, kecuali satu saja yaitu PT Bukit Asam (BUMN) dan itu pun produksinya hanya kurang lebih hanya sekitar 20 juta ton per tahun. Artinya produksi tahun kemarin itu hanya kurang dari 5%. Apa yang bisa dibuat dengan kekuatan 5% dari produksi nasional,” tanyanya.
UIY menegaskan bahwa harga DMO per metrik ton itu 70 US$ per ton. Sementara harga internasional terus naik. Februari kemarin sampai 230-an US$. Jadi keuntungan swasta sangat besar. “Itulah yang membuat mereka makin hari makin punya kemampuan finansial yang sangat besar. Ini yang saya kira menjadi oligarki baru yang sebagiannya lahir dari para pengusaha tambang batubara,” jelasnya.
“Dan saya kira itu juga yang menjadi kekuatan utama dari lahirnya undang-undang Minerba. Karena intensi utamanya adalah bagaimana memperpanjang kontrak mereka yang menurut undang-undang tahun 2009 itu, harusnya diserahkan kepada negara, merujuk PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) lalu diubah dengan undang-undang Minerba 2020. Mereka (pengusaha) mendapatkan kepastian perpanjangan dua kali sepuluh dengan dua kali sepuluh lagi. Plus undang-undang cipta kerja dengan royalti 0%. Siapa di balik itu? tentu adalah para oligarki sebagai pelaku dari perusahaan pertambangan tadi,” paparnya.
Menurut UIY, banyak rakyat yang hanya untuk mendapatkan 10 ribu sehari saja sulit, bukan karena tidak ada uang. Uang ada, beredar ratusan triliun tiap hari, tapi 10 ribu saja tidak sampai pada mereka.
“Nah jadi problem distribusi. Ketika ketentuan mengenai kepemilikan umum dilanggar maka distribusi menjadi semakin timpang. Alih-alih terselesaikan masalah, yang miskin menjadi semakin miskin yang kaya semakin kaya seperti ini hari,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun