Ronggowarsito, Panglima Perang Pemikiran di Tanah Jawa - Tinta Media

Jumat, 25 Februari 2022

Ronggowarsito, Panglima Perang Pemikiran di Tanah Jawa

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1L731dL8f5GX1eyHUKrrSBYU4Z45tQuq2

Tinta Media - Raden Ngabehi Ronggowarsito, nama kecilnya adalah Bagus Burhan, Ia adalah putra dari Mas Pajangswara atau Mas Ngabehi Ranggawarsita II. Ayah Bagus Burhan merupakan keturunan Kesultanan Pajang sedangkan ibunya adalah keturunan dari Kesultanan Demak. Karena kebandelannya, menjelang remaja Bagus Burhan dikirim oleh kakeknya (Yosodipuro II), untuk berguru agama Islam pada Kyai Imam Besari pemimpin Pesantren Gebang Tinatar di desa Tegalsari (Ponorogo). Disinilah Bagus Burhan berubah menjadi pemuda alim yang pandai mengaji. Di Pesantren ini pulalah Ronggowarsito mendapat wahyu kapujanggan. Konon pujangga muda ini mampu membaca dengan indah ayat-ayat Alquran beserta tafsirnya dalam bahasa jawa.
.
Bagus Burhan diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom, menggantikan ayahnya yang meninggal di penjara Belanda tahun 1830. Ayahnya yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, berhasil diketahui oleh pihak Belanda. Ayahnya pun dibuang ke Batavia kemudian disiksa sampai meninggal. Setelah menggantikan peran ayahnya, Bagus Burhan juga menggantikan kakeknya Yosodipuro II sebagai Pujangga Kasunanan Surakarta dengan gelar resmi Raden Ngabehi Ranggawarsita.
.
Kata Ngabehi pada gelar Raden Ngabehi menunjukkan posisi sebagai tokoh sesepuh, atau orang yang dituakan oleh keraton. Sedangkan nama Ranggawarsita  berasal dari kata Rangga yang berarti senapati, panglima, komandan pertempuran. Dan Warsita berarti pengetahuan, wacana, wejangan atau pengetahuan hidup. Jadi bisa diartikan Ranggawarsita adalah seorang panglima perang pemikiran yang memimpin para pujangga keraton dalam melawan kebijakan politik kebudayaan yang sedang digencarkan pihak Belanda. Sebuah politik Kebudayaan yang mencoba untuk memisahkan jawa dengan islam.
.
Itulah mengapa Bagus Burhan diberi gelar Ranggawarsita, bukan Yosodipuro III. Nama Ranggawarsita menunjukkan para pemimpin tanah jawa mengubah strategi peperangannya melawan pihak kolonial. Pasca Perang Jawa, dimana pihak kolonial juga melancarkan perang pemikiran untuk mensekulerkan jawa, tampil lah Ranggawarsita dengan perang wacananya. Dizaman ini juga ada nama yang sangat terkenal yaitu  KGPA Adipati Mangkunegaran IV yang merupakan sastrawan-penyair yang tidak kalah besar pengaruhnya dalam dunia pujangga jawa.
.
Perlawanan Ranggawarsita juga diikuti dengan strategi para pemimpin tanah jawa untuk mengirimkan para santri untuk dididik menjadi ulama. Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta mengirimkan putra-putra terbaiknya yang dikirim ke Mekkah untuk dididik ilmu keislaman. Di Mekkah mereka ditempatkan di Gedung Waqaf Mataram untuk membantu proses belajar mengajar. Sebelum akhirnya proses ini terhenti semenjak Ibnu Saud yang membawa pemahaman wahaby berhasil menguasai dua kota suci Mekkah dan Madinah dari tangan Syarif Husein. Semua penghuni Gedung Waqaf Mataram diusir dan akhirnya pulang ke tanah jawi.
.
Sekembalinya dari Mekkah, para santri yang sudah menjadi ulama tersebut mengajar di pesantren internal keraton. Seperti Daroel Oeloem dilingkungan Kesultanan Jogja dan Mambaoel Oeloem di lingkungan Kasunanan Soerakarta. Namun strategi Kebudayaan dan Pendidikan ini diketahui oleh Belanda. Kemudian pihak Kolonial menerapkan kebijakan Politik Etis, dengan mendirikan sekolah rendah untuk pribumi yang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan pihak Kolonial.
.
Sementara itu, perang pemikiran yang dilancarkan oleh Ronggowarsito juga membuat Belanda marah besar. Akhirnya Ronggowarsito dihukum mati oleh Belanda. Raden Ngabehi Ronggowarsito mengikuti jejak ayah dan leluhurnya sebagai Rangga atau panglima perang. Panglima perang pemikiran ini gugur pada tahun 1873 kemudian dimakamkan di Desa Palar Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten.
.
Setelah meninggalnya eyang Ronggowarsito, Islamisasi kebudayaan jawa mengalamai kemandegan. Upaya islamisasi kebudayaan jawa yang dirintis oleh Walisongo mengalami kemandegan, bahkan hingga saat ini. Dahulu ketika penduduk jawa berbondong-bondong masuk islam, mereka juga membawa masuk kebudayaan-kebudayaan pra islam. Namun proses masuknya kebudayaan tersebut tidak masuk begitu saja. Ada semacam proses screaning terlebih dahulu terhadap kebudayaan-kebudayaan yang terbawa masuk tersebut. Disinilah tugas berat para Walisongo dalam melakukan proses tersebut. Inilah yang disebut dengan proses islamisasi, sehingga akhirnya islam menjadi spirit kebudayaan jawa.
.
Tidak heran, Bu Nancy K Florida dalam penelitiannya akhirnya berkesimpulan bahwa islam dengan jawa sebenarnya sudah manunggal. Islam sudah lama menjadi identitas penduduk jawa, ini bisa dibuktikan bahwa semua orang jawa pasti disunat. Senada dengan itu apa yang disampaikan Prof Naquib Al Attas, juga pada kesimpulan bahwa islam telah menjadi pandangan hidup manusia Nusantara. Islam berhasil mendistrupsi pandangan hidup manusia nusantara pra islam menjadi pandangan hidup islami.
.
Lantas bagaimana dengan saat ini? Ketika akhirnya Belanda berhasil melakukan politik kebudayaan dengan memisahkan islam-jawa. Akhirnya terjadi kekosongan dalam aspek pemikiran, kekosongan ini akhirnya diisi oleh pihak barat. Ide-ide barat yang terwujud dalam teosofi (spiritualitas tanpa agama) yang akhirnya mengisi spirit kebudayaan jawa sampai saat ini. Ditengah-tengah umat islam sendiri, wacana relasi agama-kebudayaan mengalami kemandegan. Yang terjadi saat ini adalah penghakiman kebudayaan. Ketika kita bertemu dengan sebuah praktik kebudayaan, yang terjadi adalah pemberian stempel, kalau tidak musyrik ya bidngah. Inilah keadaan kita sekarang, ketika mandegnya islamisasi kebudayaan. Seolah-olah sudah tidak ada pintu dialog antara islam dengan kebudayaan.
.
Ini ditambah bahwa umat islam Jawa sekarang sudah tidak lagi identik dengan jawa. Bahkan seolah-olah vis a vis dengan kejawaan. Seringkali orang jawa disuruh memilih apakah menjadi orang islam yang sebenarnya atau menjadi orang jawa yang sebenarnya. Kalau ingin menjadi orang islam yang sebenarnya maka harus menanggalkan kejawaannya. Dan sebaliknya ketika memilih menjadi orang jawa, maka harus menanggalkan keislamannya.

Oleh: Ni’mat Al Azizi

Referensi: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10219865103846131&id=1476734195
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :