101 Tahun Tanpa Khilafah, FIWS: Dunia Islam Masih Diliputi Berbagai Persoalan - Tinta Media

Jumat, 25 Februari 2022

101 Tahun Tanpa Khilafah, FIWS: Dunia Islam Masih Diliputi Berbagai Persoalan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1ncW6wc-STOQGq9kr-G-w2xrMQbzPaDIV

Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS), Farid Wadjdi menilai 101 tahun tanpa Khilafah, dunia Islam masih diliputi berbagai banyak persoalan.

"Dunia islam tanpa Khilafah masih diliputi berbagai banyak persoalan, seperti pendudukan, kemiskinan, pembunuhan massal, kezaliman penguasa di negeri Islam, dan berbagai penderitaan lainnya," ungkapnya kepada Tinta Media, Selasa (22/2/2022).

Menurutnya, saat ini umat islam di berbagai negeri muslim masih berada dalam keadaan yang menyedihkan. Ia mengungkapkan kurang lebih 500 ribu yang terbunuh sejak meletusnya revolusi Suriah tahun 2011, karena penindasan brutal yang dilakukan oleh Rezim Bashar yang bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Suriah.

"Demikian juga kawasan Irak, masih diliputi dengan konflik yang memunculkan isu-isu sektarian, disamping itu juga sejak pendudukan Amerika di daerah Irak, diperkirakan lebih 1 juta orang yang terbunuh," terangnya.

"Api konflik di Yaman pun masih berkobar, sebagian korbannya adalah rakyat Yaman," ujarnya. Ia mengutip data yang dirilis PBB pada November 2021 bahwa korban perang di Yaman diperkirakan mencapai 377 ribu orang.

Perang Proxi

Persoalan lain yang terjadi di negeri islam, menurut Farid, adalah perang proxi. "Tidak hanya itu, negeri Islam pun menjadi objek perang proxi, menjadi pertarungan kekuasaan antara negara-negara imperialis yang mengorbankan banyak umat islam," jelasnya.
"Perang Yaman misalnya, merupakan perang proxi yang di balik itu sesungguhnya adalah perebutan kekuasaan antara Inggris yang sudah lama bercokol, dengan Amerika Serikat yang ingin mengambil alih kendali penjajahan, " bebernya.

Farid mengungkapkan bahwa perang proxi juga terjadi di Sudan dan Libya. 

"Sementara hal yang sama pertarungan Inggris dan Amerika terjadi di Sudan. Kudeta militer yang dipimpin oleh Al Burhan tak bisa dilepaskan dari upaya Amerika untuk mengurangi pengaruh Inggris yang menguat melalui Perdana Menteri Hamduk. Konflik antara militer dan kekuatan sipil terus berlanjut setelah terjadinya kudeta," paparnya.

Terkait konflik di Libya, menurutnya krisis Libya juga  sesungguhnya perang proxi yang memanfaatkan kekuatan lokal dan regional Eropa bersama Inggris dan Amerika saling berebut minyak Libya yang melimpah.

Pengaruh Amerika di Afghanistan

"Demikian juga kalau kita lihat apa yang terjadi di Afghanistan. Meskipun pasukan Amerika telah ditarik dari tanah jihad Afghanistan. Amerika tetap berupaya menanamkan pengaruhnya di negeri itu, karena Amerika tentu tidak akan membiarkan Afghanistan yang strategis secara ekonomi maupun geo politik terlepas dari genggamannya," ungkapnya.

Farid menerangkan bahwa hal itu tampak dari bagaimana Amerika terus berupaya melemahkan pemerintah Afghanistan sekarang dengan membekukan aset keuangan Afghanistan. "Amerika berharap bahwa kondisi ini akan menimbulkan kekacauan di Afghanistan," lanjutnya

Hal lain yang disoroti oleh Direktur FIWS di negeri islam adalah masalah Palestina.

"Masalah Palestina juga sama, masih terjadi penjajahan yang dilakukan oleh Yahudi di bumi yang diberkati ini," imbuhnya.
Normalisasi

Terkait Palestina, Farid juga menyampaikan keprihatinannya bagaimana kuatnya arus normalisasi yang dilakukan oleh para penguasa negeri muslim.

"Namun yang menyedihkan di tahun 2021 adalah menguatnya arus normalisasi di berbagai negeri-negeri muslim, seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Maroko, ataupun Sudan, yang mengikuti langkah Turki, Mesir, dan Yordania yang sudah berhubungan lama dengan penjajah Yahudi," jelasnya.

"Dan sponsor semua itu adalah Saudi," lanjutnya.

"Ini merupakan kejahatan terbesar yang dilakukan oleh penguasa Arab, karena melakukan pengakuan terhadap identitas penjajah Yahudi, " tegasnya.

Direktur FIWS ini juga menilai bahwa normalisasi atau pengakuan resmi hubungan diplomatik dengan penjajah Yahudi sesungguhnya merupakan pengkhianatan terhadap umat islam. Normalisasi ini akan melegitimasi kebijakan-kebijakan bengis dan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh penjajah Yahudi.

Derita Dunia Islam
Farid mengungkap ada dua faktor yang menyebabkan derita dunia islam.

Pertama, adanya campur tangan barat. Berupa masih bercokolnya penjajah barat di dunia islam dalam berbagai bentuk, baik itu militer, ekonomi, ataupun politik.
Kedua, terdapatnya agen-agen, penguasa-penguasa di negeri islam yang menjalankan politiknya untuk melayani kepentingan-kepentingan barat.

"Perang melawan terorisme, perang melawan radikalisme, yang itu tak lain adalah perang melawan islam yang dirancang oleh negara-negara barat dijadikan program dari penguasa-penguasa negeri-negeri islam," urainya.

Ia menilai ketiadaan Khilafah sebagai pangkal dari semua derita dunia islam. "Dan pangkal dari semua itu terutama sejak ketiadaan Khilafah Islam yang diruntuhkan oleh Inggris bersama Kamal Attaturk. Apa yang terjadi di negeri-negeri islam pada saat sekarang ini, disebabkan karena umat islam tidak lagi memiliki junnah atau perisai yang melindungi umat islam," ungkapnya.

"Semua penderitaan yang masih berlangsung saat ini, kembali menegaskan kita tentang pentingnya di tengah-tengah umat berdirinya negara Khilafah 'ala minhajinnubuwwah. Negara yang akan memutuskan mata rantai penjajahan di negeri-negeri islam, yang menjadi sumber utama persoalan di negeri-negeri islam, sekaligus menggantikan rezim-rezim busuk penguasa boneka yang selama ini melayani kepentingan barat, " paparnya.

Perubahan Tak Bisa Dibendung
Merefleksi 101 tahun dunia tanpa khilafah, Farid memandang bahwa ke depan perubahan itu tidak bisa dibendung lagi, ditandai dengan melemahnya kapitalisme. “Amerika yang semakin melemah, demikian juga kegagalan penguasa boneka di negeri islam, kecenderungan umat islam kembali ke islam, terdapatnya kegagalan gerakan sekuler dan demokrasi di dunia islam. Hal ini akan memperkuat kembalinya umat untuk menyambut janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah SAW akan kembali tegaknya Khilafah ‘Tsumma takunu Khilafah 'ala minhajinnubuwwah’," jelasnya.

Menurutnya, inilah hal yang penting yang perlu kita ingat di bulan Rajab ini. “101 tahun tanpa Khilafah, bukan hanya bicara sejarah, tapi bicara tentang penderitaan umat. 101 tahun tanpa khilafah, bukan hanya bicara penderitaan umat, tapi berbicara tentang kewajiban penegakkan Khilafah Islam yang tidak ada lagi sejak diruntuhkan Kamal Ataturk pada bulan Rajab," jelasnya.

Ia juga menyinggung tentang derita muslim minoritas dan mengungkapkan kebutuhan akan adanya perisai bagi umat Islam.

"Derita muslim minoritas seperti yang terjadi di India, di Myanmar, di China atau Xin Ziang, bagaimana mereka diperlakukan dengan sangat keji. Ini menunjukkan kebutuhan adanya perisai atau pelundung umat sekaligus bisa mencegah perlakuan keji dari negara-negara atau rezim-rezim anti islam ini terhadap kaum muslim minoritas di berbagai kawasan dunia," pungkasnya. [] 'Aziimatul Azka

Rekomendasi Untuk Anda ×

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)

Artikel Menarik Lainnya :