Polemik Azan yang Dianggap Memekakkan Telinga Masyarakat - Tinta Media

Sabtu, 12 Maret 2022

Polemik Azan yang Dianggap Memekakkan Telinga Masyarakat

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1bd_MDAGB-947FJqsM6h59fSc6HNHFwy5

Tinta Media - Hidup di negeri dengan mayoritas muslim seperti di Indonesia ini seakan tak bisa tidur nyenyak. Pasalnya, selalu ada yang baru untuk dibuat gaduh, mulai isu radikalisme, intolerasi, dan terorisme. Anehnya, seolah semua dialamatkan pada umat Islam.

Sebagiaimana polemik azan yang diatur melalu Surat Edaran Mentri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, sontak masyarakat dibuat gaduh. Hal ini mengingat permisalan yang dibuat kurang tepat, yaitu diumpamakan dengan suara gonggongan anjing. Reaksi pun muncul dari beragam kalangan. Dunia maya pun heboh dan menjadi trending dengan persoalan penyamaan azan dengan suara anjing.

Sebenarnya, polemik suara azan ini bukan merupakan persoalan baru. Pada Tahun 2012, Wakil Presiden Boediono juga sempat meminta volume suara azan dikecilkan. Hal itu diprotes oleh ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj. Jika saat ini umat pun sudah bersuara melakukan penolakan secara massif, bukan tidak mungkin, ini menjadi awalan pengaturan umat Islam di Indonesia.

Sering juga diungkapkan bahwa yang mayoritas harus menghormati minoritas. Namun, sesungguhnya jargon ini hanya ditujukan pada kaum muslimin saja agar rela membuang satu demi satu syariat Islam atas nama toleransi.

Jika kita perhatikan, ada beberapa hal yang perlu kita cermati dalam upaya pengaburan dan pemberangusan syariat Islam, termasuk masalah azan yang diatur dalam SE Kementrian tersebut, di antaranya:

Pertama, adanya gelora kemunculan Islamophobia di negeri yang mayoritas muslim. Ini sengaja diembuskan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan kebangkitan Islam sehingga masyarakat juga takut terhadap Islam yang dipeluknya. Ini sangat aneh. Harusnya umat Islam berpegang teguh pada syariat Islam, bukan malah menjauh karena pobhia.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Umat Islam diharuskan legowo untuk menerima segala hal yang jauh dari nilai-nilai Islam.  Misalnya saja, suara-suara yang jelas-jelas mengganggu, seperti hiburan musik yang memekakan telinga malah mendapatkan tempat dan izin. Bukankah ini sangat tidak adil?

Kedua, upaya ini juga menghambat syiar umat Islam. Islam sebagai ajaran rahmatan lil ‘alamin memiliki simbol khas dalam memanggil umatnya menunaikan salat. Ini akan menjadi tanda penting. Bisa dibayangkan, bagaiamana jika masjid tanpa azan? Bisa jadi, jemaah yang hadir pun berkurang. Lah, selama ini sudah ada azan aja masjid masih tampak sepi.

Ketiga, sekularisme masih bercokol kuat di benak kaum muslimin. Upaya pemisahan agama dari kehidupan tampak sekali. Bahkan, ada upaya melemahkan akidah dan keyakinan umat Islam pada agama dan syariahnya. Akibat sekularisme inilah, kemaksiatan ditolelir.

Hal yang seharusnya disyiarkan luas, malah ditahan agar tak merebak ke publik.

Keempat, penguasa yang zalim dengan kebijakan yang merugikan umat. Sekali lagi, ini merupakan bentuk pengkhiatan yang sangat kentara.
Oleh karena itu, umat Islam harus menyadari bahwa kejadian yang menimpanya bukan muncul tiba-tiba. Terdapat upaya sistemis untuk melemahkan umat Islam. Hal ini harus diwaspadai agar tidak terulang.

Umat pun sesungguhnya butuh panduan nyata dari ulama mukhlis yang siap berjuang untuk kembalinya syariah dan khilafah. Hanya dengan syariah dan khilafah umat Islam bisa berperan aktif mewujudkan kehidupan rahmatan lil alamin.
Wallahua'lam Bisshawa'ab

Oleh: Nanik Fadhilah
Muslimah Peduli Peradaban

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :