Tinta Media - Penafsiran makna qowam dalam Al-Qur'an surah an-Nisa ayat 34 melalui prinsip mubadalah atau kesalingan yang berpendapat istri pun berhak memukul suami karena suami pun bisa nusyuz, dinilai Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara tidak sesuai dengan kaidah metode tafsir Al-Qur'an yang diajarkan Islam.
"Islam memberi panduan yang disiplin dan sangat kuat, tidak sembarangan menafsirkan ayat. Adanya istilah tafsir sosiologi, tafsir ala hermeneutika (maka) tidak boleh begitu," tuturnya dalam acara rubrik Muslimah Negarawan : Mewaspadai Penumpang Gelap Isu KDRT di kanal YouTube Peradaban Islam, Senin (7/2/2022).
Menurutnya, dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an harus dengan metode yang sudah diajarkan, yang sudah teruji, benar, ampuh dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang diarahkan oleh Islam dan para ulama yang melakukan itu. “Kita tidak boleh menafsirkan Al-Qur'an sembarangan apalagi demi mencari pembenaran. Jadi, tidak boleh sembarangan. Apalagi kalau kita menafsirkan, sekedar untuk mencari pembenaran, menfasilitasi hawa nafsu agar perempuan itu bisa setara (dengan laki-laki)" katanya.
Ia mengatakan, masalah kesetaraan dan emansipasi memang sudah menjadi perdebatan panjang hingga muncul kelompok feminisme muslim. "Masalah kesetaraan dan emansipasi ini memang selalu menjadi perdebatan panjang yang sudah sangat lama. Salah satu (jalan) menjadi pintu masuk dari kelompok-kelompok liberal feminis. Termasuk sekarang, sudah berkembang kelompok feminisme muslim menggunakan kaidah-kaidah tafsir yang sebenarnya bisa jadi berakar pada hermeunetika. Bukan metode yang benar secara Islam," imbuhnya.
Ia juga mengatakan, metode tafsir yang bermasalah dipakai oleh kaum orientalis untuk menyerang Islam.
"Jadi, secara metodologi kan bermasalah karena asing. Bisa jadi, ini menjadi bagian dari proyek-proyek orientalisme untuk menyerang Islam. Karena, Barat dari dulu juga sangat serius dalam menfasilitasi para orientalis untuk menyerang ajaran Islam," ungkapnya.
Dr. Fika memberi pesan agar muslim berhati-hati dengan tafsir sosiologi dan ala hermeneutika karena tidak ada dalam Islam.
"Kita harus berhati-hati. Karena bagaimanapun, qawam itu ya laki-laki. Tidak bisa ditafsirkan sebaliknya. Saya sendiri tidak pernah memahami seperti itu. Mungkin, nanti bisa ditanyakan kepada ustad atau kiai yang lebih fakih dalam masalah ini. Tapi saya mempercayai tafsir sosiologi dan tafsir ala hermeneutika tidak ada dalam kamus tradisi keilmuan Islam.
Ia menambahkan, kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak berasal dari negeri muslim, sebaliknya, berasal dari negeri barat yang menganut kebebasan.
"Islam sendiri tidak pernah menorehkan prestasi bahwa angka KDRT itu berasal dari negeri muslim. Perdana menteri Perancis baru-baru ini mengatakan, perempuan tidak berani naik transportasi umum di Perancis. Ini kan ironis. Katanya negara kebebasan, tapi justru sangat tidak aman," terangnya.
Lanjutnya, di negara barat, kasus kekerasan tidak hanya terjadi di ranah domestik tapi juga di ranah publik.
"Perempuan di negara-negara barat bukan hanya tidak aman di rumahnya, tapi juga tidak aman di tempat-tempat publik. Jadi, kekerasannya bukan hanya kekerasan domestik tapi juga kekerasan publik.
Kalau publiknya sudah luar biasa, domestiknya apalagi," pungkasnya. [] Ikhty