Tinta Media - Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan membandingkan dengan suara anjing yang menggonggong di waktu yang bersamaan, disarankan sebaiknya memilih diksi yang baik.
“Sebaiknya pejabat Pemerintah atau dalam hal ini Menteri Agama dalam memberikan pernyataan untuk mengontrol atau memilah diksi atau pilihan kata yang baik agar tidak menimbulkan gejolak dan menjaga ketertiban di tengah masyarakat,” tutur Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H. kepada Tinta media, Kamis (24/2/2022).
Menurut Chandra, pernyataan yang tampak atau seolah-olah membandingkan antara Adzan dengan gonggongan anjing, itu tampak seperti menghina dan mencela keyakinan beragama. “Sebab, bagi umat Islam, adzan merupakan bentuk pengagungan kebesaran Allah SWT dan ajakan shalat yang begitu mulia,” jelasnya.
Membandingkannya dengan suara anjing yang menggonggong tidaklah sepadan, lanjutnya, apabila perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, atau internal terbatas tidak akan menimbulkan masalah.
“Tapi, ketika diucapkan di depan publik, maka berpotensi masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait adanya dugaan penistaan, pelecehan suatu keyakinan ajaran agama,” tandasnya.
Chandra menjelaskan, perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana 156a KUHP yaitu unsur perbuatan tindak pidananya berupa pelecehan, merendahkan terhadap suatu keyakinan ajaran agama yang dianut di Indonesia.
“Perbuatan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 156a KUHP dan unsur dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan merendahkan, melecehkan adalah menyatakan perasaan kebencian atau meremehkan ajaran agama tertentu dan dinyatakan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik. Artinya dapat dinilai unsur sengaja terpenuhi,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun