Tinta Media - Dilansir dari media Tempo.co, Sabtu (29/1/2022), dalam sebuah webinar, Ekonom Senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri M.A menyoroti konflik kepentingan di pemerintahan saat ini. Menurutnya, pemerintah tengah kritis karena ditunggangi oleh kepentingan oligarki.
Para pejabat negara banyak yang berbisnis, mengakibatkan negara dan pasar berkolaborasi sehingga menjadi bias atau blur batasannya. Faisal memprediksi, sebelum 2024, pemerintahan secara moral akan ambruk disebabkan skandal besar elite politiknya terbuka.
Merespon pernyataan Faisal Basri tersebut, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini mengklaim bahwa negara tidak pernah menutup mata tentang skandal para elit di negeri ini. Dalam keterangan resminya, dikutip dari media cnnindonesia.com, Minggu (30/1/2021), Faldo menjelaskan bahwa saat ini pemerintah masih berada di jalan yang baik, meski dalam kondisi berat. Hal ini ditunjukkan dengan terungkapnya pelbagai skandal oleh semua lembaga penegak hukum.
Prediksi yang diungkapkan oleh Faisal Basri merupakan sambung lidah sebagian masyarakat. Selama ini, segala kebijakan yang diterapkan di tengah masyarakat cenderung berpihak pada kepentingan golongan tertentu saja. Apalagi sudah menjadi konsumsi umum, bagaimana kepemilikan korporasi besar dewasa ini dipegang oleh elite politik yang notabene adalah pejabat publik.
Tidak bisa dimungkiri, di tengah kesulitan perekonomian rakyat dan naik turunnya kasus harian varian baru corona, beberapa kebijakan justru mengutamakan kepentingan para elite politik. Lingkaran kepentingan ini dikenal dengan oligarki.
Di dalam circle kepentingan tersebut, berbagi upaya dilakukan untuk menepati janji manis politik ketika pemilihan umum. Ini sebagai sebagai balas budi. Penguasa memastikan bahwa regulasi kebijakan berpihak pada kepentingan oligarki. Mereka memanfaatkan jabatan sebagai upaya melanggengkan kekuasaan. Apalagi jika janji belum terpenuhi sepenuhnya, maka berbagai usaha dilakukan agar tuntas kepentingannya. Inilah andil oligarki di lingkaran penguasa.
Oligarki merujuk pada mekanisme pemerintahan yang dikuasai dan dikelola oleh kalangan elite sosial, politik, dan ekonomi tertentu (minoritas) sehingga menghasilkan pemerintahan yang tidak adil. Dengan kata lain, oligarki memiliki arti pemerintahan yang dikuasai orang-orang yang memiliki hak istimewa.
Di negeri ini, oligarki dikuasai oleh elite pejabat publik beserta korporat besar yang berperan dalam kebijakan politik dan ekonomi yang ditetapkan di tengah masyarakat. Jelas, apa yang dikatakan ekonom Faisal Basri tentang lingkaran oligarki adalah benar adanya.
Kebijakan Berpihak pada Oligarki
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dengan berbagai level, memperlihatkan keberpihakan pemerintah pada kepentingan oligarki. Di saat para pelaku ekonomi menengah ke bawah menjerit dengan kebijakan PPKM ini, justru para korporat bermodal besar masih tetap bisa bernapas dalam menjalankan bisnis mereka. Bagaimanapun, hal ini akibat dari politik balas budi di lingkaran oligarki, sehingga kepentingan dan keamanan rakyat tidak diprioritaskan dalam penetapan kebijakan.
Skandal yang mencolok selain prioritas kebijakan publik untuk oligarki, yakni lambatnya upaya penegak hukum menyikapi pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dengan penguasa. Mereka menggoreng isu yang pro terhadap penguasa dan meng-handle setiap kritikan dari kalangan masyarakat terkait kebijakan publik terhadap penguasa. Karena itu, penegak hukum terkesan tidak berpihak pada rakyat, tetapi sebagai sambung tangan penguasa. Sungguh perlakuan hukum yang tidak adil.
Kritikan berupa prediksi tersebut tentu saja tidak hanya terfokus pada moral penguasa, tetapi mengindikasikan adanya kerusakan pada sistem yang menjadi rujukan kebijakan. Demokrasi dengan kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme, telah menghalalkan berbagai kerusakan di tengah masyarakat.
Kapitalisme–liberalisme mengukuhkan kepentingan oligarki atas kepentingan rakyat. Sekularisme menguatkan mundurnya moral penguasa dalam mengurus kebutuhan rakyat. Pemanfaatan atas jabatan dan materi telah menyilaukan mata hati penguasa. Berbagai skandal tidak dijadikan acuan untuk berbenah memperbaiki kondisi bangsa ini.
Sistem Islam Melahirkan Pejabat Amanah
Berbeda dengan sistem Islam dalam menjalankan pemerintahan. Berlandaskan pada akidah Islam, pemimpin bertanggung jawab atas periayahan (pengurusan) rakyat. Dalam Islam, setiap amanah kepemimpinan akan dihisab kelak di yaumil akhir. Keimanan yang terpatri di dalam jiwa para pemimpin inilah yang membentuk kepribadian Islam dalam benak dan jiwa. Setiap kebijakan yang diterapkan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya:
“Siapa pun yang bertanggung jawab atas urusan umat Islam, dan menarik diri tanpa menyelesaikan kebutuhan, kemiskinan, dan keinginan mereka. Allah menarik diri-Nya pada hari pengadilan dari kebutuhan, keinginan, dan kemiskinannya,” (HR Abu Daud).
Maka, ditetapkanlah kebijakan publik sebagai bentuk kewajiban negara dalam mencari keridaan Allah Swt. Tidak ada kepentingan lain dalam memberlakukan kebijakan, kecuali untuk kemaslahatan rakyat yang sesuai dengan syariat.
Setiap pejabat publik, pemimpin atau anggota partai adalah orang-orang yang memiliki integritas dan komitmen dalam menjalankan amanahnya. Pahala di akhirat menjadi tujuan dalam bekerja. Ini karena politik Islam berlandaskan pada akidah Islam. Penguasa tidak lalai dalam memimpin dan mengambil kebijakan di tengah masyarakat.
Karena itu, mengutamakan kepentingan oligarki, tidak ada dalam kamus sistem Islam. Tidak ada telikung politik dalam sistem Islam. Ini karena fungsi pejabat publik jelas untuk memenuhi dan mengurus kebutuhan masyarakat, bukan selainnya.
Jelas tergambar buruknya moral pejabat dikarenakan sistem demokrasi yang dianut negeri ini. Berselingkuh dengan oligarki dalam menjalankan pemerintahan menjadi kewajaran. Sungguh sistem Islam telah menutup keburukan moral pejabat. Telah terbukti kegemilangan pemerintahan Islam dalam memimpin peradaban dunia menunjukkan bahwa sistem Islam membawa kesejahteraan bagi seluruh umat. Wallahu’alam bishawab.
Oleh: Ageng Kartika, S. Farm
Pemerhati Sosial