Tinta Media - Head of Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dr. M. Rizal Taufiqurrahman mempertanyakan, apakah Ibu Kota Negara (IKN) baru dapat menarik investor dari luar?
“Apakah membangun IKN baru dapat menarik investor dari luar atau ini bagian kerjasama yang menjadi rebutan?” tanyanya pada Diskusi Online: Ibu Kota Baru Untuk Siapa? Ahad (23/1/2022) di kanal You Tube Media Umat.
Rizal melihat ketika di rencana awal APBN 20% tiba-tiba naik 53,3% itu menandakan ketertarikan investor lemah. “Logikanya begitu, mestinya pada saat tahun 2019 skema seperti itu konsisten. Setidaknya sama, tetapi ini justru malah tambah. Artinya daya tarik investasinya lemah,” tuturnya.
Menurutnya, ketika ada yang akan investasi akan berpikir, siapa marketnya? “Di sana jumlah penduduknya berapa? Kalimantan Timur 3,7 juta orang, yang pindah ASN 180 ribu orang, di kali 5 saja dengan anggota keluarga rata-rata sekitar 500 ribu orang. Katakanlah paling banter 5 juta orang, apakah itu marketable dari sisi bisnis? Karena para investor mempertimbangkan itu dan sebagainya,” paparnya.
Apalagi menurutnya IKN ini mendapatkan reaksi yang cukup keras dari intelektual dan dari berbagai pihak. “Investor sangat sensitif terhadap perubahan investasi, politik, kepastian berinvestasi, insentif, status lahan, market terutama, teknis dan lainnya,” jelasnya.
“Meskipun di sana sudah ada perencanaan, sudah siap, tapi itukan goverment APBN. Tapi bagi investor, apa yang mereka dapat dengan dibangun itu? Apakah mau membangun mall untuk retail untuk pemenuhan kebutuhan pangannya? Atau katakanlah membuat fasilitas penunjang lain seperti produksi pertanian yang lebih cepat produksinya dengan teknologi canggih dsb?” tanya Rizal lebih lanjut.
Ia mengatakan semua itu membutuhkan pendukung yang lain. “Energinya, air bersih, sarana yang lain, ini pasti memikirkan itu,” katanya.
Dugaan Rizal, para investor sepertinya menunggu kalau ini misalnya dilihat dari sisi jangka menengah atau jangka pendek ini prospek, baru mereka akan ke sana. “Tapi kalau dari kemudian kira-kira dari sisi stabilitas politik, investasi dsb, di sana prospek dan marketnya juga semakin terbuka, orang akan berbondong-bondong pindah, bisa membeli rumah di sana, untuk bekerja, berbisnis, dsb, mungkin sangat banyak investor akan cepat,” bebernya.
Namun Ia justru melihat Jawa tetap menjadi magnet untuk investasi dibanding dengan IKN. “Kalaupun berinvestasi di sana bisa jadi yang memiliki kepentingan lain dibanding berinvestasi untuk mencari profit,” ujarnya.
Meskipun ia mendengar informasi bahwa hampir para pelaku ekonomi juga akan diangkut ke sana. “Apa iya mereka bisa disetir/dikomandoi seperti itu? Para pengusaha biasanya sangat mempertimbangkan banyak return on investment,” jelasnya.
“Kita bisa melihat nanti semester pertama di 2024, kemudian di tahun 2025 apa memang banyak investor disana?” imbuhnya.
Menurut Rizal, kalau kemudian banyak investor, berarti punya prospek ke depan. “Marketnya sangat tinggi, tapi rasanya sangat berat,” pungkasnya.[]Raras