Tinta Media

Kamis, 13 Oktober 2022

Hentikan Genosida Berkedok Kebijakan "Nol Covid"!

Tinta Media - Kelaparan yang melanda penduduk muslim Uighur di Turkistan Timur viral di media sosial. Ratusan video mengunggah bagaimana keluarga di seluruh Turkistan Timur menderita kelaparan akibat dikurung di rumah mereka selama berminggu-minggu. Bahkan, ada beberapa video yang menunjukkan permohonan orang-orang Uighur kepada pemerintah Cina untuk membiarkan mereka keluar dan membawakan makanan bagi anak-anak yang kelaparan. Kondisi ini mengundang banyak pihak melakukan aksi demonstrasi, berharap memberi solusi.  

Dikutip dari Aninews (15/09/2022) atas aksi demonstrasi yang dipimpin Presiden Diaspora Uighur di Austria, Mevlan Dilshat. Aksi ini mengutuk kebijakan genosida kelaparan Cina di Turkistan Timur dengan dalih mengendalikan pandemi Covid di bawah slogan “Nol Covid”. Aksi yang sama juga digelar di Masjid Hajibayram Ankara dan Masjid Fatih Istanbul, Turkiye. Mereka menyuarakan hal yang sama untuk segera membebaskan penduduk muslim yang terpenjarakan.

Sungguh ironis, jika mengatasi pandemi Covid dengan cara yang tragis, mengunci penduduk di rumah-rumah dengan mengelas pintu sehingga tidak bisa keluar. Bahkan, untuk mendapatkan makanan pun tidak bisa mereka lakukan selama berminggu-minggu. Jelas, ini sama artinya melakukan pembunuhan secara perlahan dan sengaja.  

Jika memang ada larangan untuk keluar rumah guna menghentikan Coronavirus, seharusnya pemerintah memenuhi semua kebutuhannya, tidak membiarkan, bahkan meninggalkan begitu saja. Mestinya hal ini termasuk pada pelanggaran HAM berat. Namun, HAM selalu mati rasa jika musibah terjadi pada kaum muslimin.  

Memang, sejak berada di bawah pendudukan Cina pada 1949, Turkistan Timur seolah menjadi seperti neraka di 6 sampai 7 tahun terakhir. Dengan dalih reformasi intelektual dan pemurnian ideologis, banyak muslim Uighur yang dijebloskan ke dalam penjara. Muslim laki-laki di penjara, sedangkan para wanita dan anak perempuannya dinodai kehormatan dan kesuciannya. Lagi-lagi HAM membisu tanpa mau tahu. 

Inilah upaya pemerintah Cina untuk menghancurkan muslim Uighur. Mereka membantai dan mengasimilasi umat Islam melalui genosida, penyiksaan dan kekejaman secara berkesinambungan. Mirisnya, bukan hanya HAM yang diam, para penguasa muslim pun menutup mata dan telinga.

Tangis dan teriakan muslim Uighur di Turkistan Timur diabaikan begitu saja oleh para penguasa negara-negara Islam. Mereka bagaikan tuli dan buta, tetap tenang, bersenang-senang menikmati kursi istana. Walau bisa dipastikan, sebenarnya mereka mendengar dan mengetahuinya lewat media yang semakin mendunia, tetapi justru memilih mengabaikannya. Astagfirullah ....

Mungkin para penguasa negara Islam sengaja mengabaikan muslim Uighur karena tidak mau hubungan dan perdagangan mereka dengan Cina rusak. Ironis, demi materi, mereka mati hati nurani, kemanusiaan dan iman, rela mengorbankan saudara sendiri. Kehormatan, darah, dan nyama muslim Uighur dikorbankan demi kepentingan semata. 

Hal tersebut bisa dilihat ketika para penguasa negara muslim sibuk berjabat tangan dengan para pemimpin Cina, Rusia, dan India pada pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai di Uzbekistan, 16 September lalu. Padahal, penduduk Turkistan Timur sedang meratap kelaparan di balik pintu rumah yang terkunci. Diperparah lagi, sebagian besar cendekiawan muslim yang seharusnya memberikan opini Islam, menentang dan menasihati penguasa, justru berjalan bersama dalam kezaliman. 

Padahal, Rasululullah saw. telah bersabda bahwasannya seorang muslim adalah bersaudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menganiayanya, dan tidak menyerahkannya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari kesusahan, maka Allah akan membebaskannya dari kesusahan di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi pula aibnya pada hari kiamat.

Untuk itulah, persaudaraan ini perlu diikat dengan ikatan yang kuat. Tidak ada ikatan yang lebih kuat selain ikatan akidah dan dilaksanakan oleh kekuasaan. Bagi umat Islam, satu-satunya kekuasaan yang mampu menjadi solusi hanyalah khilafah rasyidah dengan metode kenabian. Kekuasaan ini akan menakut-nakuti, menghalangi, bahkan memerangi negara-negara kafir yang menganiaya umat Islam, jika perlu. Dengan izin dan pertolongan Allah, umat Islam hidup damai terlindungi di bawah kekuasaan khilafah yang dipimpin oleh khalifah. Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Allahu a’lam.

Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
 

Kepolisian dalam Negara Islam

Tinta Media - Istilah polisi atau syurthah (Bahasa Arab) muncul pada masa Islam. Khazanah Islam telah memperkenalkan dan mengabadikan fungsinya sesuai syariat di awal pemerintahan yang dipimpin Nabi saw. Sebelumnya, istilah polisi atau syurthah ini belum dikenal oleh masyarakat jahiliah. 

Kebutuhan atas fungsi polisi dalam pemerintahan sangat penting, hingga terjadi perubahan sistem dari Islam menjadi demokrasi-kapitalisme. Dapat diketahui bahwa sampai saat ini, tak ada pemerintahan atau negara yang tidak memiliki lembaga keamanan dalam negeri, semacam kepolisian.
 
Suatu hal yang tidak boleh diabaikan, nyatanya embrio kepolisian sudah ada sejak zaman Rasulullah, bahkan dikenal polisi ajudan kebanggaan beliau bernama Qais bin Sa’ad.  

Kapitalisme Sistem Penjajahan

Beberapa tahun terakhir ini, tugas polisi kerap dibenturkan dengan Islam dan aktivitas kaum muslimin. Embusan kencang isu terorisme yang dimainkan para perancang politik kapitalis, menyebabkan seolah ada jurang pemisah antara institusi polisi dan dakwah amar ma'ruf nahi munkar.  

Ada apa di balik rekayasa dan fitnah ini sebenarnya? Padahal, tidak sedikit polisi yang bersahabat dengan para ulama. Bahkan, sebagian polisi merasa terbantu tugasnya oleh kekonsistenan para tokoh umat dengan dakwah "amar ma'ruf nahi munkar", yang dilakukannya dalam rangka melindungi, menjaga, dan menciptakan suasana masyarakat tertib, aman dan damai. Atas bimbingan polisi dan para ulama, level sadar hukum bagi rakyat meningkat. 

Masyarakat umum pun turut aktif menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan di wilayah perkampungan tempat tinggal mereka, seperti siskamling, Kamtibmas, dsb.

Dari gambaran di atas, dapat diketahui bahwa peran polisi melekat erat dengan aktivitas masyarakat muslim. Artinya, tidak ada permasalahan antara fungsi polisi dan aktivitas amal ma'ruf nahi munkar. Hanya saja, permasalahan muncul kemudian, tatkala demokrasi-kapitalisme yang sekuler, serta sifat hegemoni terhadap pemerintahan dan negara sangat kuat. Karena itu, penguasa dan aparat kepolisian berubah fungsi dan perannya, bukan lagi menjadi penjaga, pelindung dan pelayan masyarakat, melainkan bergeser menjadi pelayan, pembela dan penjaga kepentingan para oligarki.

Pengondisian suasana tertib, aman, lancar, dan terkendali untuk memuluskan politik ekonomi para oligarki sebagai pemegang saham negara terbesar, serta kesetiaan aparat kepolisian dan pemerintahan pada oligarki akan selalu terkontrol sistemnya.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan aparat kepolisian dalam sistem khilafah. Mereka bekerja benar-benar untuk melayani rakyat. Tidak ada kepentingan lain bagi aparat kepolisian, kecuali memastikan kehidupan masyarakat aman dan tertib, sesuai tuntunan syari'at Islam yang mulia.

Sistem sekuler-kapitalis yang diadopsi negara nampaknya gagal mewujudkan cita- cita negara. Kegagalan demi kegagalan menghantarkan pada kekacauan tatanan sosial kemasyarakatan dan aturan negara.  

Keberadaan polisi seharusnya menjamin keamanan, atas keselamatan harta benda, serta jiwa raga masyarakat, bukan untuk menjerumuskan.

Polisi juga seharusnya memastikan bahwa hak dan kepentingan masyarakat terpenuhi secara adil. Polisi harus memastikan bahwa setiap kejahatan dan pelanggaran wajib dicegah dan diberi sanksi, bukan malah bekerjasama dengan para penjahat dan mafia demi memuluskan proyek-proyek para oligarki.

Fakta telah membuktikan, ketika suatu negara terampas institusi kepolisiannya, maka akan jatuh marwah dan kewibawaan lembaganya. Sebab, lemahnya penegakan hukum akan berimbas pada rusaknya negara.

Fungsi Kepolisian dalam Sistem Islam

Polisi adalah suatu alat negara dan penjaga tegaknya hukum syara' (syariat). Selain itu, polisi juga sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Peran polisi dalam lingkungan peradilan bertugas sebagai penyelidik dan penyidik. Dalam tugasnya, mereka mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan para saksi maupun keterangan saksi ahli.

Peran polisi dalam daulah khilafah adalah sebagai penjaga keamanan, ketertiban masyarakat dengan menjinakkan para pelanggar syariat pelaku ma'siat, seperti perjudian, pencurian, narkotika, asusila, prostitusi, pelaku separatis, terorisme, pelanggaran lalu lintas, dll).

Selain sebagai alat kekuasaan, keberadaan polisi sangat penting, baik dalam hal pengendalian kondisi yang bersifat pencegahan maupuan penindakan.

Dalam Islam, polisi atau syurthah bertugas menjaga keamanan di dalam negeri, di bawah Departemen Keamanan yang dipimpin Amirul Jihad. Departemen ini mempunyai cabang di setiap wilayah atau daerah yang dipimpin oleh kepala polisi (syahibus-syurthah) di wilayah atau daerah tersebut.

Polisi atau syurthah dalam negara Khilafah ada dua, yaitu polisi militer dan polisi yang berada di bawah otoritas Khalifah atau kepala daerah.

Adapun yang boleh menjadi polisi adalah pria dan wanita baligh, dan warga negara Khilafah. Mereka mempunyai seragam khas, dengan identitas khusus sebagai tanda agar dapat dikenali masyarakat umum.

Keberadaan lembaga polisi dalam penyelenggaraan negara wajib adanya. Kewajiban adanya polisi ini berdasarkan hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Anas bin Malik, 

“Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kedudukan sebagai ketua polisi dan ia termasuk di antara para amir.”

Imam Tirmizi juga telah meriwayatkan dengan redaksi, “Qais bin Saad di sisi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam berkedudukan sebagai ketua polisi dan ia termasuk di antara para amir."

Tugas utama polisi adalah menjaga keamanan di dalam negeri. Selain itu, para polisi ditugasi untuk menjaga sistem Islam dan terlaksanana hukum syara' di dalam negeri. Syurthah juga membina, membimbing, serta mengevaluasi kualitas keamanan dalam negeri dan melaksanakan seluruh aspek teknis dalam eksekusi.

Karena itu, Khalifah perlu menaruh perhatian khusus pada kondisi-kondisi yang dianggap bisa mengancam keamanan dalam negeri, seperti murtad dari Islam, memisahkan diri dari negara, menyerang harta, jiwa, dan kehormatan manusia, penanganan Ahl ar-Raib.

Untuk mencegah dan menindak beberapa kejahatan di atas, bisa dilakukan dengan pengawasan dan penyadaran, serta sanksi yang diterapkan sesuai syariat.
Demikianlah fungsi kepolisian dalam Islam. Di tengah menucuatnya nama kepolisian akhir-akhir ini, patut kiranya kita merenungi hadist Rasulullah saw. berikut:

سَيَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرْطَةٌ يَغْدُوْنَ فِـي غَضَبِ اللهِ، وَيَرُوْحُوْنَ فيِ شَخَطِ اللهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ.

“Akan ada di akhir zaman para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.” (HR Thabrani dalam Al Kabiir, Ithaaful Jamaa’ah ).
Wallahu a’lam.[]

Oleh: Verry Verani
Sahabat Tinta Media

Jika Hati Didominasi Kepentingan Dunia, Akhirat Akan Digadaikan

Tinta Media - Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor, Ustaz Arief B. Iskandar (ABI) mengatakan jika hati didominasi kepentingan dunia, akhirat akan digadaikan.
 
“Jika kalbu/hati seorang hamba didominasi oleh  kepentingan dunia berupa harta, jabatan, kekuasaan, dan lain-lain,  maka akhirat/surganya akan ia gadaikan untuk meraih apa saja yang menjadi ambisi dunianya itu,” ungkapnya kepada Tinta Media Rabu (12/10/2022).
 
Ia, ucap ABI,  akan ‘menjual’ agamanya. Tak peduli halal-haram. Tak peduli surga atau neraka. Yang penting dunia (harta, jabatan, kekuasaan,dll) selalu ada dalam genggaman. Ia lupa bahwa semua itu pasti akan dia tanggalkan dan tinggalkan. “Saat itulah yang akan ia rasakan adalah penyesalan,” tandas ABI mengingatkan.
 
Sebaliknya, sambungnya, jika  kalbu  atau hati seorang hamba didominasi oleh kepentingan akhirat maka seluruh kepentingan dunianya (harta, jabatan, kekuasaan, dll) akan ia ‘wakaf’kan di jalan Allah Swt.  demi sesuatu yang abadi di akhirat, yakni meraih surga-Nya.
 
ABI lalu mengutip pernyataan Abu Nu’aim al-Asbahani dalam kitabnya Hilyah al-Awliyaa’ rahimahullaah:

الدنيا والآخرة يجتمعات في قلب العبد، فأيهما غلب، كان الآخر تبعاً له.

“Dunia dan akhirat akan selalu berkumpul pada kalbu (hati) seorang hamba.  Mana saja di antara keduanya yang dominan mendominasi kalbu  atau hatinya maka yang lain akan menjadi pengekor (pengikut)nya.”
 
“Semoga kepentingan menyiapkan bekal akhirat selalu mendominasi kalbu kita. Dengan itu seluruh kepentingan  dunia kita (harta, jabatan, kekuasaan dll), kita ‘wakaf’kan untuk dapat meraih surga-Nya di akhirat,” harapnya memungkasi penuturan. [] Irianti Aminatun
 

PHK Massal, MMC: Kezaliman yang Lahir dari Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Menanggapi pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara massal, Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa ini sebuah kezaliman yang lahir dari sistem kapitalisme.

"Posisi buruh sangat lemah dalam kontrak kerja, mereka direkrut dan di PHK sesuai dengan kepentingan industri. Tentu ini sebuah kezaliman yang lahir dari sistem kapitalisme," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: PHK Massal, Fenomena Tak Terhindarkan dalam Sistem Kapitalisme di kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (9/10/2022).

Ia menjelaskan bahwa kapitalisme memandang pekerja sebagai salah satu bagian dari biaya produksi, sementara konsep produksi kapitalisme harus menekan biaya dan beban produksi hingga seminim mungkin. Alhasil PHK akan selalu menjadi solusi 'wajar' yang diambil oleh pengusaha demi menyelamatkan perusahaannya. Bahkan saat ini solusi tersebut lebih dimudahkan dengan adanya UU Omnibus law. Meski pada awalnya, UU ini diklaim akan menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan perlindungan terhadap Tenaga kerja. 

"Nyatanya UU Omnibus law justru merugikan pekerja dan menguntungkan pemilik modal," jelasnya.

Ditambah lanjutnya, negara dalam Kapitalisme tidak memberikan jaminan sosial semisal sektor pendidikan atau kesehatan karena sektor tersebut legal untuk dikomersilkan, akibatnya siapapun yang ingin mendapatkan fasilitas tersebut harus menggantinya dengan sejumlah uang.

"Kapitalisme gagal menjamin dan melindungi hak-hak pekerja, karena asas kapitalisme bertumpu pada modal. Siapapun pihak yang memiliki modal, mereka bisa meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sekalipun itu harus mengabaikan hak orang lain," bebernya.

Ia membandingkan dengan sistem Islam yang disebut khilafah yang memiliki berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. "Mekanisme ini pun sudah terbukti berhasil ketika diterapkan selama 1300 abad lamanya," terangnya.

Ia melanjutkan bahwa dalam Islam, perjanjian antara pengusaha dan pekerja sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja atau _akad ijarah_ yang harus memenuhi _ridho wal ikhtiar_ sehingga perjanjian antara kedua belah pihak harus saling menguntungkan, tidak boleh ada yang terzalimi. " Pengusaha mendapatkan keuntungan dari jasa pekerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Begitu pula pekerja, mereka mendapat keuntungan berupa imbalan yang diberikan pengusaha ketika melakukan pekerjaan tertentu yang telah disepakati dalam kontrak kerja," paparnya.

Adapun dalam penetapan upah atau imbalan tersebut, telah dijelaskan Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya _Nizdam Iqtishadi_ bahwa upah seorang _ajir_ atau pekerja adalah kompensasi dari jasa pekerjaan yang sesuai dengan nilai kegunaannya selama upah tersebut ditentukan diantara keduanya. Perkiraan jasa seorang pekerja untuk diberi upah ini harus dikembalikan kepada ahli yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan negara atau bukan pula kebiasaan penduduk suatu negara. "Para ahli tersebut ketika menetapkan upah juga tidak memperkirakan berdasarkan produksi seorang pekerja dan tidak pula memperkirakan berdasarkan batas tarif hidup yang paling rendah dalam komunitas tertentu," ungkapnya.

"Upah juga tidak boleh dikaitkan dengan harga barang yang dihasilkan, sebab hal ini menyebabkan keluarnya pekerja jika barang dipasaran terjadi penurunan atau kemerosotan secara keseluruhan," imbuhnya.

Ia menilai konsep tersebut akan membawa keuntungan dari kedua belah pihak sekaligus mencegah kezaliman yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja atau sebaliknya. Adapun Kezaliman pengusaha kepada pekerja adalah tidak membayar upah pekerja dengan baik, memaksa pekerja bekerja di luar kontrak yang telah disepakati, melakukan pemutusan hubungan kerja secara semena-mena. Termasuk tidak memberikan hak-hak pekerja seperti hak untuk dapat menjalankan kewajiban ibadah, hak untuk istirahat jika sakit dan sebagainya. Sementara kezaliman pekerja kepada pengusaha adalah jika pekerja tidak menunaikan kewajiban yang menjadi hak pengusaha seperti bekerja sesuai jam kerja yang ditentukan, melakukan pengrusakan terhadap aset milik pengusaha dan lain sebagainya.

Dengan kontrak akad ijarah kezaliman tersebut bisa diminimalisir, namun jika masih terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka khilafah menyediakan wadah yang terdiri dari tenaga ahli atau _khubara_ yang diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan diantara keduanya secara netral. 

"Alhasil, jika khilafah ada ditengah-tengah umat, tidak perlu lagi ada persoalan PHK yang sewenang-wenang terhadap buruh dengan alasan efisiensi produksi atau yang lainnya," tandasnya.[] Ajira

LBH PELITA UMAT KECAM SIKAP PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP DERITA MUSLIM UYGHUR

Tinta Media - Menanggapi sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Muslim Uighur di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ketua LBH PelitaUmat dan President of the IM-LC (International Muslim Lawyers Community) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengecam sikap pemerintah tersebut.

“LBH Pelita Umat mengecam sikap Pemerintah Indonesia yang menyatakan tak ikut campur terhadap masalah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China,” ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (12/10/2022).
 
“Kalau Pemerintah Indonesia mengatakan tidak ikut campur yaitu berarti Pemerintah tidak paham terhadap mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” tegasnya menambahkan. 
 
Mestinya menurut Chandra, Pemerintah malu kepada Parlemen Perancis yang telah berani mengeluarkan resolusi pada hari Kamis (20/1/2022). “Yang mengecam genosida oleh pemerintah Cina terhadap penduduk Uyghur, kelompok minoritas Muslim di wilayah Xinjiang,” tuturnya.
 
France's parliament the led motion asking the government to condemn China for "crimes against humanity and genocide" against its Uyghur Muslim minority and to take foreign policy measures to make this stop.
 
Chandra menjelaskan bunyi resolusi tersebut bahwa Majelis Nasional secara resmi mengakui kekerasan yang dilakukan oleh Negara Cina terhadap Uighur sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. “Resolusi ini juga menyerukan kepada Pemerintah Prancis melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam komunitas internasional dan dalam kebijakan luar negerinya untuk menghentikan tindakan Negara Cina,” jelasnya. 
 
Ia mengungkap pernyataan dari aktivis dan pakar hak asasi manusia PBB yang mengatakan setidaknya 1 juta Muslim ditahan di kamp-kamp di wilayah barat terpencil Xinjiang. “Para aktivis menuduh negara Cina menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi,” ungkapnya. 
 
Chandra mendorong OTP (bisa dipadankan sebagai jaksa atau penuntut) dari ICC untuk melanjutkan penyelidikan dan penyidikan. “Dalam konteks Rome Statute of the International Criminal Court (‘Statuta Roma’), proprio motu adalah kewenangan yang diberikan oleh Statuta Roma kepada Office of the Prosecutor (‘OTP’) di International Criminal Court (‘ICC’), untuk memulai investigasi atas kejahatan internasional yang menjadi yurisdiksi ICC, yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Kejahatan kemanusiaan adalah pelanggaran Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court),” tegasnya.  
 
“LBH PELITA UMAT melalui jejaring lawyers muslim diberbagai negara berkomitmen membela nasib muslim Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah dll,” tandasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab